Oleh:
Beuty Savitri, S.Ked
04054821517029
Pembimbing:
Prof. Dr. Soenarto K., Sp.KK (K), FINSDV, FAADV
1
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Oleh:
Beuty Savitri, S.Ked
04054821517029
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan
klinik senior di Bagian Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode 13 September–17 Oktober 2016.
2
EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID
Beuty Savitri, S.Ked
Prof. Dr. Soenarto K, SpKK(K), FINSDV, FAADV
Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
2016
PENDAHULUAN
Kortikosteroid masih menjadi terapi topikal utama di bidang dermatologi karena
memiliki efek sebagai antiinflamasi, imunosupresif, antiproliferatif, dan vasokontriksi. Obat
golongan kortikosteroid merupakan derivat hormon steroid tubuh yang dihasilkan korteks
adrenal. Berdasarkan cara penggunaan kortikosteroid dibagi menjadi kortikosteroid topikal
dan sistemik. 1,2,3
Kortikosteroid topikal digunakan pada terapi eczematous dermatoses dan sebagian
besar penyakit inflamasi kulit, sedangkan kortikosteroid sistemik lebih sering digunakan pada
dermatosis berat. Tujuan terapi kortikosteroid adalah memberikan dosis terapeutik yang
efektif hingga ke target ogan dan meminimalisir efek samping.4,5
Penggunaan terapi kortikosteroid jangka pendek sangat aman untuk tatalaksana
dermatosis, akan tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan dosis tinggi sering
menimbulkan efek samping yang merugikan. Efek samping kortikosteroid topikal terbagi
menjadi efek lokal dan sistemik. Efek lokal terdiri atas atrofi kulit, telangiektasis, striae,
reaksi akneiformis, hipertrikosis, perubahan pigmen, perkembangan infeksi dan reaksi alergi,
sedangkan efek sistemik terdiri atas peningkatan tekanan intraokular, penekanan pada aksis
hipotalamus pituitari adrenal (HPA) dan efek metabolik. Efek samping kortikosteroid
sistemik meliputi osteoporosis, nekrosis avaskular, aterosklerosis, supresi aksis hipofisis dan
hipotalamus, dan efek psikiatrik. 2,3
Penggunaan kortikosteroid dalam penyakit dermatologi sangat luas terutama pada
penyakit SKDI 4A. Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), lulusan
dokter harus mampu membuat diagnosis klinik, memberikan terapi dan menatalaksana
penyakit sampai tuntas. Oleh karena itu, tinjauan pustaka ini akan membahas tentang
mekanisme kerja, klasifikasi, indikasi, kontraindikasi, dosis dan cara penggunaan
kortikosteroid yang bertujuan untuk mencegah efek samping penggunaan kortikosteroid
dalam bidang dermatologi dan venereologi.
3
MEKANISME KERJA
Kortikosteroid bekerja dengan cara difusi pasif pada membran sel dan membentuk
ikatan dengan reseptor protein spesifik di sitoplasma. Kortikosteroid topikal berdifusi
melewati sawar stratum korneum dan membran sel untuk mencapai sitoplasma keratinosit dan
sel lain pada lapisan epidermis dan dermis. Di dalam sitoplasma, kortikosteroid akan
berikatan dengan reseptor spesifik, reseptor alfa glukokortikoid (GRα). Potensi kortikosteroid
sangat tergantung dengan afinitas ikatan reseptor. Komplek kortikosteroid-GR yang telah
teraktivasi kemudian melintasi selubung inti sel dan berikatan dengan situs akseptor pada
deoxyribonucleic acid (DNA). Hal ini mengakibatkan regulasi gen dan transkripsi berbagai
mRNA spesifik.2,3,6
Efek antiinflamasi
Kortikosteroid menghambat pelepasan fosfolipase A2, yaitu enzim yang berperan
dalam pembentukan prostaglandin, leucotriens, dan jalur arachidonat acid. Kortikosteroid
juga menghambat faktor transkripsi, seperti protein 1 dan faktor nuklir kβ, yang berperan
dalam aktivasi gen proinflamasi (lipocortin) (Skema 1).3,8
Efek inhibisi kortikosteroid
Membran fosfolipid
Skema 1. Efek antiinflamasi kortikosteroid
Efek imunosupresi
Fosfolipase A2
Kortikosteroid menekan produksi dan efek faktor humoral yang berperan dalam
respon inflamasi, menghambat migrasi leukosit ke lokasi inflamasi, fungsi sel endotel,
Arachidonic acid
granulosit, sel mast, dan fibroblast. Kortikosteroid mengurangi proliferasi sel T dan
Leucotriens
menginduksi apoptois sel T (Skema 2). Kortikosteroid topikal juga berperan dalam
Respon inflamasi
3,7, 8
menghambat kemotaksis neutrofil dan menurunkan jumlah sel langerhans.
Regulasi Fisiologis
oleh COX-2
COX-1
Makrofag
Aktivasi
PGE2 Limfosit PGE2, PGI2,
Makrofag
TXA2,
Proteksi traktus gastrointestinalPGI2
teraktivasi
Mediator inflamasi
Proteksi traktus gastrointestinal
Kolagenase Elastase Plasminogen Plasminogen
Fungsi platelet
Regulasi aliran darah activator
Fungsi ginjalTXA2
Plasmin
Fungsi platelet Destruksi Digesti
Regulasi aliran darah
kolagen Elastin Destruksi
bekuan (clot)
Kerusakan
jaringan
Efek inhibisi kortikosteroid
4
Skema 2. Efek imunosupresi kortikosteroid
Efek antiproliferatif
Efek antiproliferatif kortikosteroid topikal dimediasi melalui inhibisi sintesis DNA dan
mitosis. Kortikosteroid mengurangi ukuran dan proliferasi sel keratinosit, menghambat
aktivitas fibroblast dan menghambat pembentukan kolagen.3,8
Vasokonstriksi
Mekanisme kerja kortikosteroid sebagai agen vasokonstriksi adalah dengan cara
menghambat agen vasodilator alami seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin.
Kortikosteroid topikal menyebabkan vasokonstriksi kapiler permukaan dermis, yang secara
tidak langsung akan mengurangi eritema. Aktivitas vasokonstriktor bervariasi tergantung
dengan potensi kortikosteroid (Tabel 1). 3,7
KLASIFIKASI KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid topikal digolongkan menjadi tujuh kelas mulai dari kortikosteroid
topikal superpotent di kelas satu hingga kortikosteroid topikal potensi sangat rendah di kelas
tujuh (Tabel 1). Kelas ini telah dikembangkan berdasarkan tes vasokonstriktor dan studi klinis
double-blind. 3,9
INDIKASI KORTIKOSTEROID
Kortikosteroid topikal digunakan pada sebagian besar penyakit inlamasi kulit.
Kortikosteroid topikal memiliki efek antimitosis dan kemampuan dalam menurunkan sintesis
jaringan ikat. Hal yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan glukokortikoid topikal
adalah responsivitas penyakit terhadap glukokortikoid topikal yang dibagi menjadi tiga yaitu
respon tinggi, respon menengah dan respon rendah.3,6
Kortikosteroid sistemik digunakan pada dermatitis berat, termasuk dermatitis kontak,
dermatitis atopik, fotodermatitis, dermatitis eksfoliatif, dan eritroderma. Kortikosteroid
sistemik dosis rendah dapat diberikan malam hari pada akne dan hirsutisme akibat sindrom
adrenogenital yang tidak berespon terhadap terapi konservatif. Penggunaan glukokortikoid
pada eritema nodusum, liken planus, kutaneus sel T limfoma dan lupus diskoid masih dalam
perdebatan.3,8
5
Tabel 1. Kategori potensi kortikosteroid2,9
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi kortikosteroid terdiri atas kontraindikasi absolut dan relatif. Pada
kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi jamur yang
sistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin dan preparat
intravena. Pada kontraindikasi relatif, kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan sebagai
life saving drugs. Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor yang ketat pada keadaan
hipertensi, tuberkulosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya gangguan jiwa, positive purified
derivative, glaukoma, depresi berat, diabetes, ulkus peptikum, katarak, osteoporosis,
kehamilan.6,8
DOSIS
Kortikosteroid topikal
Dosis pemberian kortikosteroid topikal tidak lebih dari 45 gram/pekan pada golongan
poten atau 100 gram/pekan pada kortikosteroid golongan potensi medium dan lemah.
Frekuensi pemberian kortikosteroid topikal yang dianjurkan yaitu satu kali sehari. Lama
pemakaian kortikosteroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 pekan untuk golongan potensi
lemah dan tidak lebih dari 2 pekan untuk golongan potensi tinggi.2,4,9
Kortikosteroid sistemik
6
Initial dose kortikosteroid sistemik yang digunakan untuk mengontrol penyakit rata-
rata dari 2,5 mg hingga beberapa ratus mg setiap hari. Jika digunakan kurang dari 3-4 pekan,
kortikosteroid dihentikan tanpa tappering off. Penggunaan glukokortikoid jangka panjang
lebih dari 3 sampai 4 pekan perlu dilakukan penurunan dosis secara perlahan-lahan untuk
mencari dosis pemeliharaan dan menghindari supresi adrenal. Penurunan dosis kortikosteroid
hendaklah dilakukan secara benar karena dapat menimbulkan withdrawal symptoms yang
meliputi nyeri sendi, nyeri otot, kelelahan, sakit kepala, demam, penurunan tekanan darah,
mual dan muntah.3,8
7
Gambar 2. Atrofi permanen6
2. Reaksi Akneiformis
Penggunaan steroid topikal dapat mengeksaserbasi dermatosis di wajah meliputi
steroid rosasea (Gambar 3), akne, dan dermatitis perioral (Gambar 4). Penggunaan steroid
jangka panjang juga menyebabkan “akne steroid”, yang tampak sebagai pustul inflamasi. Lesi
berupa papul berbentuk kubah ini sering muncul pada wajah, dada dan punggung. Mekanisme
yang berperan dalam hal ini adalah kortikosteroid meningkatkan ekspresi toll-like receptor 2
pada keratinosit yang distimulasi oleh Propinebacterium acne dan sitokin proinflamasi
sehingga terjadi akne. Pasien psoriasis yang menggunakan steroid potensi tinggi dalam jangka
waktu yang lama akan berkembang menjadi flare papulopustul.3,6,13
8
terminal, terjadi peningkatan waktu tumbuh rambut, fase anagen dan siklus rambut, disertai
peningkatan densitas rambut.14 Hipertrikosis akibat penggunaan steroid topikal jarang terjadi,
bisasnya pada wanita dan anak-anak, namun mekansime hipertrikosis akibat kortikosteroid
masih belum diketahui (Gambar 5). 3,6,14
Gambar 5. Hipertrikosis12
4. Perubahan pigmen
Efek samping kortikosteroid topikal yang cukup sering adalah hipopigmentasi atau
hiperpigmentasi kulit. Akan tetapi, pigmen kulit umumnya akan kembali setelah penggunaan
steroid dihentikan. Mekanisme dispigmentasi kulit akibat obat terjadi akibat (1) deposit
metabolit obat di dermis dan epidermis, (2) peningkatan produksi melanin dengan atau tanpa
peningkatan aktivitas melanosit, (3) drug-induces postinflammatory change pada kulit. 3,6
10
menurunkan absorbsi kalsium usus, dan meningkatkan resorbpsi osteoklas. Kortikosteroid
juga menurunkan kadar esterogen dan testosterone yang memiliki peran penting dalam
patogenesis osteoporosis. Bagian tulang yang sering terkena adalah trabekula. Serum
osteocalcin dan fungsi osteoblas menurun pada pemberian prednisone 10 mg per hari. 3,6,8
Tabel 2. Efek samping kortikosteroid8
PENCEGAHAN
Pedoman mengenai penggunaan kortikosteroid telah banyak dijelaskan untuk mencegah
efek samping. Atrofi yang diinduksi steroid dapat dicegah dengan penggunaan tretinoin
topikal tanpa mengurangi efek antiinflamasi kortikosteroid topikal. Keratolitik topikal seperti
asam salisilat, dapat digunakan secara bersamaan untuk plak yang menebal, sehingga
mengurangi kebutuhan terhadap penggunaan steroid potensi tinggi dan menggantikan peran
steroid dengan potensi yang lebih rendah. Langkah-langkah yang disarankan untuk mencegah
efek samping kortikosteroid antara lain penggunaan steroid potensi yang lebih rendah,
penggunaan hanya di pagi hari, dan alternate dose untuk mengurangi takifilaksis dan
menghindari oklusi (Tabel 3).11
12
Efek Aksis HPA
Sindrom withdrawal Tapering kortikosteroid Anamnesis Tingkatkan dosis
kortikosteroid kortikosteroid, lalu
tapering bertahap
Efek Metabolik
Hiperglikemia Pengaturan pola makan Gula darah puasa Diet, insulin, OHGA,
Insulin sensitizer
Hipertensi Restriksi garam, pilih Monitoring tekanan darah Restriksi natrium dan
kortikosteroid yang efek diuretika tiazida
mineralokortikoid rendah
Hiperlipidemia Diet rendah kalori dan Trigliserida Gemfibrozil, statin
rendah lemak tersaturasi
Perubahan Cushing Pengaturan pola makan, Pemeriksaan fisik dan Diet rendah kalori dan
latihan fisik berat badan olahraga
Efek pada tulang
Gangguan pertumbuhan Dosis tunggal Plotting tinggi badan dan Tapering kortikosteroid,
kortikosteroid AM berat badan pada kurva Growth hormone
(anak)
Osteoporosis Kalsium dan vitamin D Pemeriksaan serial Bifosfonat, kalsitonin
serta aktivitas fisik DEXAScan nasal, terparatide
Osteonekrosis Menghindari trauma, Nyeri terbatas pada Pertimbangkan rujuk,
mengurangi konsumsi pinggul, bahu atau lutut, dekompresi, penggantian
alkohol dan merokok pemeriksaan MRI sendi
(definitif)
Efek gastrointestinal
Perforasi usus Tinjau ulang penggunaan Gejala dan tanda perforasi Rujuk untuk pembedahan
kortikosteroid setelah
operasi usus
Penyakit ulkus peptikum Antihistamin AH2 pada Anamnesis, endoskopi Antihistamin AH2, PPI
pasien degan risiko tinggi
Efek samping lain
Katarak Penggunaan kacamata Pemeriksaan slit lamp Operasi katarak dan
setiap 6-12 bulan implantasi lensa
Agitasi/Psikosis Hati-hati pemberian Anamnesis Doxepin (jika agitasi),
kortikosteroid pada antipsikotik
pasien gangguan
psikiatrik
Miopati Latihan, hati-hati pada Kelemahan otot Tapering bertahap dosis
tapering steroid dosis proksimal, nyeri namun kortikosteroid, latihan
tinggi enzim otot dalam batas terutama pada otot yang
normal atrofi
KESIMPULAN
Kortikosteroid masih menjadi terapi topikal utama yang paling sering digunakan
dalam bidang dermatologi. Penggunan kortikosteroid dosis tinggi dan dalam jangka waktu
yang lama dapat menimbulkan efek samping. Efek samping kortikosteroid topikal dapat
bermanifestasi sebagai gejala lokal maupun sistemik, sedangkan efek samping kortikosteroid
sistemik dapat terjadi pada semua bagian tubuh. Beberapa hal yang menyebabkan
peningkatan efek samping kortikosteroid adalah dosisi obat, durasi dan frekuensi penggunaan.
Penderita yang diberikan terapi kortikosteroid jangka panjang perlu mendapat perhatian
khusus dan evaluasi berkala untuk mencegah komplikasi akibat penggunaan kortikosteroid.
DAFTAR PUSTAKA
13
1. Dhar S., Joly S., Deepak P. Systemic side-effects of topical corticosteroid. Indian
journal of dermatology; 2014. p.460-464.
2. Johan, Reyshiani. Penggunaan kortikosteroid yang tepat. CDK;2015. Vol 42(4) : 308-
312.
4. Nesbitt LT. Glucocorticoids. In: Bolognia. Dermatology, 2nded. London: Mosby: 2008.
p.1923-33.
5. Coondoo A., Meghana P., Shyam V. Side-effects of topical steroid: A long overdue
revisit. Indian dermatology online journal; 2014.p.416-425.
6. James WD, Berger TG, Elston DM. Adverse reactions to corticosteroids. In:Rook’s
Textbook of Dermatology, 7th ed. London: Blackwell Publishing; 2008. p.74.2-3.
11. Gupta P, Bhatia V. Corticosteroid physiology and principles of therapy. Indian Journal
of Pediatrics 2008;75:1039-43.
12. Dhey, Vivek. Misuse of topical corticosteroids: A clinical study of adverse effects.
Indian dermatology online journal;2014.p.436-440.
13. Shibata, M., et al. Glucocorticoids enhance Toll-like receptor 2 expression in human
keratinocytes stimulated with Propionbacterium acnes or proinflammatory cytokines.
Invest Dermatol Journal.2009. 129(2):375-382.
15. Cohen, Avraham. Steroid induced glaucoma.In : Glaucoma basic and clinical
concepts. Intechopen.2011.p.560.
14
15