Anda di halaman 1dari 21

Clinical Science Session

OTITIS EKSTERNA

Shintia Surya Putri 1740312279

Fitria Syafrina 1810312273

Preseptor :

dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL(K)

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan Kasus berjudul
“Otitis Eksterna” ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat kelulusan dalam
Kepaniteraan Klinik THT di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil dalam
pembuatan tinjauan pustaka dari clinical science session ini, saya mengambil
referensi dari literatur.

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada preseptor, dr.


Swasono R, Sp.THT-KL, M. Kes yang telah memberikan bimbingannya dalam
proses penyelesaian laporan kasus ini, juga untuk dukungannya baik dalam bentuk
moril maupun dalam mencari referensi yang lebih baik.

Penulis sadar bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih terdapat banyak
kekurangan, untuk itu penulis menghimbau agar para pembaca dapat memberikan
saran dan kritik yang membangun dalam perbaikan laporan kasus ini.

Penulis berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi Penulis sendiri.

Padang, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................2


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 4
BAB II LAPORAN KASUS................................................................................... 5

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


Embriologi................................................................................................................ 13
Anatomi.................................................................................................................... 16
Fisiologi..................................................................................................................... 20
Definisi...................................................................................................................... 20
Epidemiologi.............................................................................................................. 21
Etiologi...................................................................................................................... 21
Patofisiologi............................................................................................................... 22
Manifestasi klinis...................................................................................................... 24
Diagnosis.................................................................................................................. 24
Diagnosis Banding.................................................................................................... 25
Penatalaksanaan......................................................................................................... 25
Komplikasi................................................................................................................ 26
Prognosis................................................................................................................... 26
KESIMPULAN ...................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan
oleh bakteri dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini penyebab
timbulnya otitis eksterna ini, kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local
dan alergi. Faktor ini menyebabkan berkurangnya lapisan protektif yang
menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma local
yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan menimbulkan eksudat.
Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %), strepokokus
(22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides (11%).1 Istilah otitis eksterna akut
meliputi adanya kondisi inflasi kulit dari liang telinga bagian luar. 2,3
Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang
dapat menyebar ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh
liang telinga terlibat, tetapi pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap
pembentukan lokal otitis eksterna. Otitis eksterna difusa merupakan tipe infeksi
bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh pseudomonas, stafilokokus dan
proteus, atau jamur.4
Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan
jarang pada iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dari otitis eksterna sangat
komplek dan sejak tahun 1844 banyak peneliti mengemukakan faktor pencetus dari
penyakit ini seperti Branca (1953) mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab
dan menimbulkan kekambuhan. Senturia dkk (1984) menganggap bahwa keadaan
panas, lembab dan trauma terhadap epitel dari liang telinga luar merupakan faktor
penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk (1984) mengemukakan
pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan terjadi otitis
eksterna baik yang akut maupun kronik.
Otitis eksterna akut difusa adalah penyakit yang terutama timbul pada musim
panas dan merupakan bentuk otitis eksterna yang paling umum. Terjadinya
kelembaban yang berlebihan karena berenang atau mandi menambah maserasi kulit
liang telinga dan menciptakan kondisi yang cocok bagi pertumbuhan bakteri.
Adapun tujuan dari laporan kasus ini sendiri adalah untuk mempermudah
menegakkan diagnosis otitis eksterna, serta dapat memahami apa saja
penatalaksanaan, patogenesis serta pencegahan juga prognosis dari penyakit ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embirologi dan Anatomi Telinga Luar

Gambar 1. Anatomi Telinga


Secara anatomi telinga luar dapat dibagi menjadi aurikula (pinna) dan liang
telinga (canalis acusticus eksternus/CAE). Telinga luar dipisahkan dengan telinga
dalam oleh membran timpani. aurikula dan 1/3 lateral liang telinga tediri dari
kartilago elastis yang secara embrional berasal dari mesoderm dan sejumlah kecil
jaringan subkutan yang ditutupi oleh kulit dan adneksanya. Hanya lobulus pinna yang
tidak memiliki kartilago dan terdapat lemak.

Gambar 2. Perkembangan Aurikula


Aurikula berasal dari enam tonjolan mesenkim, tiga tonjolan dari arkus
brankial pertama dan lainnya dari arkus brankial kedua. Pada kehamilan yang normal
tonjolan mesenkim kartilaginosa bersatu membentuk aurikula. Aurikula akan
berpindah posisi menjadi lebih tinggi yaitu dari posisi semula dekat comissura
lateralis oris ke area temporal dengan pertumbuhan selektif dari mandibula.
Kanalis akustikus eksterna merupakan derivat dari celah brankial pertama
ektodermantara mandibula (I) dan lengkung hyoid (II). Epitel yang melapisi celah ini
bertemu dengan endoderm dari lengkung faringeal pertama yang kemudian
membentuk membran timpani dan menjadi batas medial dari kanalis akustikus
eksterna. Jaringan ikat yang berasal dari mesoderm ditemukan antara ektoderm dan
endoderm dan kemudian menjadi lapisan fibrosa membran timpani. Karena
embriologinya yang berasal dari ektoderm, kanalis akustikus eksternus, termasuk
permukaan lateral membran timpani, dilapisi oleh epitel skuamosa.
Proses kanalisasi lengkap terjadi pada minggu ke-12 kehamilan, pada saat itu
kanalis akustikus eksternus telah dilapisi oleh jaringan epitel. Kemudian akan terjadi
rekanalisasi pada minggu ke-28 kehamilan.
Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari kartilago yang dilapisi kulit.
Bentuk kartilago ini unik dan harus diusahakan untuk mempertahankan bangunan ini
karena dapat menjaga telinga luar dari trauma. Kulit pada permukaan luar daun
telinga melekat erat pada kartilago di bawahnya beserta jaringan ikat dari dermis
yang padat membentuk perikondrium. Sebaliknya, kulit permukaan belakang daun
telinga mempunyai lapisan subkutan sejati. Keadaan daun telinga serta posisi daun
telinga yang terbuka merupakan penyebab timbulnya sebagian besar masalah klinis
yang mengenai daun telinga yaitu trauma, kontak langsung dengan cuaca, dan infeksi.
Gambar 3. Liang Telinga. a. bagian kartilaginosa. b. bagian osseus
Pengumpulan cairan akibat proses-proses tersebut seperti adanya pus dan
hematom mengakibatkan terpisahnya perikondrium dari kartilago. Bila proses ini
tidak segera diatasi maka akan terjadi nekrosis kartilago karena terganggunya perfusi
nutrisi dari pembuluh darah perikondrium.
Kanalis akustikus eksternus dapat dibagi menjadi 2 bagian. Bagian luar, 40%
dari CAE, adalah bagian kartilaginosa dan terdapat lapisan tipis jaringan subkutan
diantara kulit dan kartilago. Kulit yang melapisi bagian kartilaginosa lebih tebal dari
bagian tulang, selain itu juga mengandung folikel rambut yang banyaknya bervariasi
tiap individu namun ikut membantu menciptakan suatu sawar dalam liang telinga.
Bagian dalam, 60% dari CAE, adalah bagian osseus terutama dibentuk oleh timpanic
ring dan terdapat jaringan lunak yang sangat tipis antara kulit, periosteum dan tulang.
Anatomi bagian ini sangat unik karena merupakan satu-satunya tempat dalam
tubuh dengan kulit langsung terletak di atas tulang tanpa adanya jaringan subkutan.
Dengan demikian daerah ini sangat peka dan tiap pembengkakan akan sangat nyeri
karena tidak terdapat ruang untuk ekspansi. Terdapat penyempitan pada petemuan
bagian kartilaginosa dan bagian osseus kanalis akustikus eksternus yang disebut
isthmus. Panjang kanalis akustikus eksternus pada orang dewasa rata-rata 2,5 cm.
Karena posisi membran timpani yang miring, maka bagian posterosuperior kanalis
akustikus eksternus lebih pendek 6 mm dari bagian anteroinferior. Kanalis akustikus
eksternus membentuk kurva seperti huruf S arah superior dan posterior dari lateral ke
medial. Kanalis akustikus eksternus juga mengarah ke hidung sehingga pada
pemeriksaannya aurikula perlu ditarik ke superior, lateral dan posterior untuk
meluruskan kanalis akustikus eksternus.
Bagian lateral kanalis akustikus eksternus dibatasi oleh meatus. Bagian medial
dibatasi oleh membran tympani dan bagian squamosa tulang temporal yang menjadi
barier yang baik terhadap penyebaran infeksi bila membran tersebut utuh. Bila terjadi
perforasi membran tympani infeksi dapat menyebar kembali dan terus menyebar dari
telinga tengah ke kanalis akustikus eksternus. Tympanic ring yang berbentuk seperti
tapal kuda dan bagian squamosa tulang temporal memisahkan kanalis akustikus
eksternus dengan fossa cranial media, yang jarang terjadi penyebaran infeksi secara
langsung ke intracranial.
Batas posterior kanalis akustikus eksternus adalah kavum mastoid. Beberapa
pembuluh darah masuk ke kanalis akustikus eksternus, khususnya sepanjang sutura
tympanomastoid. Infeksi dapat menyebar secara hematogen melalui segmen mastoid
ini. Dari posterior ke bagian kartilaginosa kanalis akustikus eksternus terdapat
jaringan ikat tebal mastoid yang dapat menyebabkan infeksi sekunder.
Batas superior kanalis akustikus eksternus adalah fossa infratemporal dan
basis kranii.infek yang meluas sampai ke atap kanalis akustikus eksternus dapat
meluas ke strukturr ini. Batas anteriornya adalah kelenjar parotis dan
temporomandibular junction.
Pada kanalis akustikus eksternus terdapat tiga mekanisme pertahanan
pelindung yaitu tragus dan antitragus, kulit degan lapisan serumen, dan isthmus.
Tragus dan antitragus membentuk barier parsial terhadap benda asing makroskopik.
Kulit pada bagian kartilaginosa memiliki banyak sel rambut dan kelenjar apokrin
seperti halnya kelenjar seruminosa. Ketiga struktur adeneksa ini bersama-sama
memberikan fungsi proteksi dan biasa disebut unit apopilosebaseous. Eksfoliasi sel-
sel epitel skuamosa ikut berperan dalam pembentukan materi sebagai lapisan
pelindung penolak air pada dinding kanalis ini. Gabungan berbagai bahan ini
membentuk suasana asam dengan pH 6, yang berfungsi mencegah infeksi.migrasi sel
epitel yang terlepas juga membentuk suatu mekanisme pembersihan sendiri dari
membran timpani ke arah luar.

Gambar 4. Unit Apopilosebaseus pada Kanalis Akustikus Eksternus

Invaginasi epidermis membentuk dinding terluar dari folikel rambut dan


tangkai rambut membentuk dinding bagian dalam. Saluran folikularis merupakan
ruangan antara kedua struktur ini. Alveoli dari kelenjar sebasea dan apokrin kosong
sampai dengan pendek, duktus ekskretorius yang lurus, dan bemuara ke saluran
folikularis. Sumbatan pada salah satu bagian dari salah satu sistem kelenjar ini
merupakan faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi.
Kanalis akustikus eksternus yang normal memiliki struktur proteksi dan
pembersihan sendiri. Lapisan serumen berangsur-angsur berjalan pada salurannya
yaitu setelah bagian isthmus ke bagian lateral kanalis akustikus eksternus dan
kemudian keluar dari telinga. Pembersihan kanalis akustikus eksternus yang
berlebihan, baik karena alat maupun sebagai suatu tindakan, dapat mengganggu
barier pelindung primer dan dapat memicu terjadinya infeksi. Variasi individu pada
anatomi kanalis akustikus eksternus dan konsistensi produksi serumen dapat menjadi
predisposisi terjadinya penumpukan serumen pada beberapa orang.
2.1.1. Vaskularisasi Telinga Luar
Aurikula dan kanalis akustikus eksternus menerima perdarahan dari arteri
temporalis superfisialis dan cabang aurikularis posterior yang merupakan cabang dari
arteri karotis eksterna.
Sedangkan aliran vena dari aurikula dan meatus yaitu melalui vena temporalis
superfisiali dan vena aurikularis posterior kemudian bersatu membentuk vena
retromandibular yang biasanya terpisah dan keduanya bertemu di vena jugularis,
pertemuan terakhir terdapat pada vena jugularis eksterna namun demikian juga
menuju ke sinus sigmoid melalui vena emissarius mastoid.

2.1.2 Persarafan daun telinga dan kanalis akustikus eksternus


Persarafan sensoris ke aurikula dan canalis akustikus eksternus berasal dari
persarafan kranialis dan kutaneus dengan kontribusi dari cabang aurikulotemporal N.
Trigeminus (V), N.
Fasialis (VII), dan N. Vagus (X)., dan juga N. Aurikularis magna dari pleksus
servikalis (C 2-3). Otot motorik ekstrinsik telinga, yaitu pada bagian anterior,
superior, dan posterior aurikula dipersarafi N. Fasialis (VII).
Tabel. Persarafan Aurikula

Nerve Derivation Region Supplied


Greater auricular Cervical plexus Permukaan medial dan permukaan
C2.3 lateral bagian posterior
Lesser occipital Cervical plexus Bagian superior dari permukaan
C2.3 Medial
Auricular Vagus Concha , antihelix, sebagian
eminentia concha (permukaan
medial)
Auriculotemporal Mandibular (N. V3) Tragus, crus of helix, perbatasan
Helix
Facial (N. VII) Kemungkinan menyuplai sebagian
kecil dari akar konka

Tabel 1. Wilayah persarafan Aurikula

2.1.3 Aliran Limfatik Telinga

Aliran limfatik kanalis akustikus eksternus merupakan saluran yang penting


pada penyebaran infeksi. Bagian anterior dan posterior terdapat aliran limph dari
kanalis akustikus eksternus menuju ke limfatik pre-aurikular didalam kelenjar parotis
dan kelenjar getah bening leher profunda bagian superior.
Bagian inferior kanalis akustikus eksternus aliran limphnya menuju ke
kelenjar getah bening infra aurikular dekat angulus mandibularis. Sedangkan bagian
posterior menuju ke kelenjar getah bening post aurikular dan kelenjar getah bening
leher profunda superior.

2.2 Definisi Otitid Eksterna


Otitis eksterna adalah suatu inflamasi, iritasi, atau infeksi kulit dari
liang/saluran telinga luar (meatus akustikus eksterna) yang disebabkan oleh kuman
maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak di liang
telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk kambuhan.
Infeksi ini bisa menyerang seluruh saluran (otitis eksterna generalisata) atau hanya
pada daerah tertentu sebagai bisul (furunkel) atau jerawat. 1,6

2.3 Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyakit telinga bagian luar yang sering dijumpai,
disamping penyakit telinga lainnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan mulai
tanggal Januari 2000 s/d Desember 2000 di Poliklinik THT RS H.Adam Malik
Medan didapati 10746 kunjungan baru dimana, dijumpai 867 kasus (8,07 %) otitis
eksterna, 282 kasus (2,62 %) otitis eksterna difusa dan 585 kasus (5,44 %) otitis
eksterna sirkumskripta.
Penyakit ini sering dijumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang
pada iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dariotitis eksterna sangat komplek dan
sejak tahun 1844 banyak peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini
yang mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan
kekambuhan. Bahwa keadaan panas, lembab dan trauma terhadap epitel dari liang
telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna

2.4 Etiologi
Otitis eksterna dapat disebabkan oleh infeksi bakteri seperti Pseudomonas
aeruginosa, Proteus mirabilis, Staphylococcus, Streptococcus, dan beberapa bakteri
gram negatif. Serta dapat juga disebabkan oleh jamur sereti Jamur golongan
Aspergillus atau Candida sp. Otitis eksterna difusa dapat juga terjadi sekunder pada
otitis media supuratif kronis 4,9.

Gambar 5. Infeksi jamur Gambar 6. Infeksi virus (herpes zoster)

Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya otitis eksterna, yaitu : 6,7

 Derajat keasaman (pH)


Ph pada liang telinga biasanya normal atau asam, pH asam berfungsi sebagai
protektor terhadap kuman. Bila terjadi perubahan pH menjadi basa maka
akan mempermudah terjadinya otitis eksterna yang disebabkan oleh karena
proteksi terhadap infeksi menurun.
 Udara
Udara yang hangat dan lembab lebih memudahkan kuman dan jamur mudah
tumbuh.
 Trauma
Trauma ringan misalnya setelah mengorek telinga merupakan factor
predisposisi terjadinya otitis eksterna.
 Berenang
Terutama jika berenang pada air yang tercemar. Perubahan warna kulit liang
telinga dapat terjadi setelah terkena air.

2.5 Patofisiologi
Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan dibersihkan dan
dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga. Cotton bud (pembersih kapas
telinga) dapat mengganggu mekanisme pembersihan tersebut sehingga sel-sel kulit
mati dan serumen akan menumpuk di sekitar gendang telinga. Masalah ini juga
diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga.
Keadaan diatas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk ke dalam liang
telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah, lembab, hangat, dan gelap pada
liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.
Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan berkurangnya
lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa. Keadaan ini
menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi
inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya infeksi
lalu terjadi pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri.
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan
rasa nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan mengeluarkan cairan /
nanah yang bisa menumpuk dalam liang telinga (meatus akustikus eksterna) sehingga
hantaran suara akan terhalang dan terjadilah penurunan pendengaran.
Bakteri patogen yang sering menyebabkan otitis eksterna yaitu pseudomonas
(41%), streptokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides (11%). Infeksi
pada liang telinga luar dapat menyebar ke pinna, periaurikuler dan tulang temporal.
Otalgia pada otitis eksterna disebabkan :
 Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan bantalan
jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma. Selain itu, edema
dermis akan menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat.
 Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung dengan
kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit saja pada daun
telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan liang telinga luar sehingga
mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada penderita otitis eksterna.

Gambar 7. Patofisiologi Otitis Eksterna


2.6 Klasifikasi Otitis Eksterna
Melihat bentuk infeksi di liang telinga, penyakit dibagi atas:
 Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul).

Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel


rambut di liang telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan
menimbulkan furunkel di liang telinga di 1/3 luar. Sering timbul pada
seseorang yang menderita diabetes.
Gejala klinis otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit
(biasanya dari ringan sampai berat, dapat sangat mengganggu, rasa nyeri
makin hebat bila mengunyah makanan). Keluhan kurang pendengaran,
bila furunkel menutup liang telinga. Rasa sakit bila daun telinga ketarik
atau ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau abses pada 1/3 luar liang telinga.
Pada kasus-kasus berulang tidak lupa untuk mencari faktor sistemik yaitu
adanya penyakit diabetes mellitus.
 Otitis eksterna difus
Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat
infeksi bakteri. Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri
penyebab lainnya yaitu Staphylococcus albus, Escheria coli, dan
sebagainya. Kulit liang telinga terlihat hiperemis dan udem yang batasnya
tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul). Gejalanya sama dengan gejala
otitis eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul). Kandang-kadang kita
temukan sekret yang berbau namun tidak bercampur lendir (musin).
Lendir (musin) merupakan sekret yang berasal dari kavum timpani dan
kita temukan pada kasus otitis media.
Berdasarkan perjalanan waktu, otitis eksterna dibagi menjadi:
1. Otitis eksterna akut :
 Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul).
 Otitis eksterna difus
2. Otitis eksterna kronik
Otitis eksterna sirkumskripta (furunkel/bisul) adalah otitis eksterna
lokal yang bermula dari infeksi folikel rambut dan menimbulkan furunkel
(bisul)10 pada sepertiga luar dari liang telinga luar (meatus akustikus
eksterna). Otitis eksterna difus adalah otitis eksterna yang dapat
disebabkan bakteri (pseudomonas, stafilokokus, proteus) atau jamur pada
dua per tiga dalam dari liang telinga luar (meatus akustikus eksterna).
Otitis eksterna kronik adalah otitis eksterna yang berlangsung lama
dan ditandai oleh terbentuknya jaringan parut (sikatriks). Adanya
sikatriks menyebabkan liang telinga menyempit.

2.8 Manifestasi Klinis


a. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari
otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan
daun telinga.1
b. Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa
sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa
gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan
peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik merupakan
keluhan utama.1
c. Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak
enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga
rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan
gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering
mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding dengan derajat
peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari liang
telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium,
sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit
yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung
dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja
dari daun telinga akan dihantarkan kekulit dan tulang rawan dari liang telinga
luar dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis
eksterna.1
d. Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna
akut. Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit
yang progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis
dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut,
serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga bisa menutup
lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara.1

2.9 Diagnosis
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan dengan gejala awal berupa
gatal. Rasa gatal berlanjut menjadi nyeri yang sangat dan terkadang tidak sesuai
dengan kondisi penyakitnya (mis, pada folikulitis atau otitis eksterna sirkumskripta).
Nyeri terutama ketika daun telinga ditarik, nyeri tekan tragus, dan ketika mengunyah
makanan.
Rasa gatal dan nyeri disertai pula keluarnya sekret encer, bening sampai
kental purulen tergantung pada kuman atau jamur yang menginfeksi. Pada jamur
biasanya akan bermanifestasi sekret kental berwarna putih keabu-abuan dan berbau.
Pendengaran pasien bisa normal atau sedikit berkurang, tergantung pada
besarnya furunkel atau edema yang terjadi dan telah menyumbat pada liang telinga.
Didapatkan riwayat faktor predisposisi misalnya kebiasaan berenang pada
pasien, ataupun kebiasaan mengorek kuping dengan cotton bud bahkan menggunakan
bulu ayam yang merupakan media penyebaran infeksi.
Pemeriksaan Fisik pada pasien bisanya menunjukkan:
 Kulit MAE edema, hiperemi merata sampai ke membran timpani dengan liang
MAE penuh dengan sekret. Jika edema hebat, membran timpani dapat tidak
tampak.
 Pada folikulitis akan didaptkan edema, hiperemi pada pars kartilagenous
MAE.
 Nyeri tragus (+)
 Tidak adanya partikel jamur
 Adenopati reguler dan terkadang didapatkan nyeri tekan.4

2.10 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari keadaan yang serupa dengan otitis eksterna
antara lain meliputi :
- Otitis eksterna nekrotik
- Otitis eksterna bullosa
- Otitis eksterna granulosa
- Perikondritis yang berulang
- Furunkulosis dan karbunkulosis

2.11 Penatalaksanaan
Otitis ekseterna difusa harus diobati dalam keadaan dini sehingga dapat
menghilangkan edema yang menyumbat liang telinga. Untuk tujuan ini biasanya
perlu disisipkan tampon berukuran ½ x 5 cm kedalam liang telinga mengandung obat
agar mencapai kulit yang terkena. Setelah dilumuri obat, tampon kasa disisipkan
perlahan-lahan dengan menggunakan forsep hartmann yang kecil. Penderita harus
meneteskan obat tetes telinga pada kapas tersebut satu hingga dua kali sehari. Dalam
48 jam tampon akan jatuh dari liang telinga karena lumen sudah bertambah besar.
Polimiksin B dan colistemethate merupakan antibiotic yang paling efektif
terhadap pseudomonas dan harus menggunakan vehiculum hidroskopik seperti glikol
propilen yang telah diasamkanbahan kimia lain, seperti gentian violet 2% dan perak
nitrat 5% bersifat bakterisid dan bisa diberikan langsung ke kulit liang telinga.
Setelah reaksi peradangan berkurang, dapat ditambahkan alcohol 70% untuk
membuat liang telinga bersih dan kering.
Pasien harus diingatkan mengenai kemungkinan kekambuhan yang mungkin
terjadi pada pasien, terutama setelah berenang. Untuk menghindarinya pasien harus
menjaga agar telinganya selalu kering, menggunakan alcohol encer secara rutin tiga
kali seminggu. Juga harus diingatkan agar tidak menggaruk/membersihkan telinga
dengan cotton bud terlalu sering 2.

2.12 Komplikasi
 Perikondritis
 Selulitis
 Dermatitis aurikularis.4

2.13 Prognosis
Otitis eksterna adalah suatu kondisi yang dapat diobati biasanya
sembuh dengan cepat dengan pengobatan yang tepat. Paling sering, otitis
ekserna dapat dengan mudah diobati dengan tetes telinga antibiotik. Otitis
eksterna kronis yang mungkin memerlukan perawatan lebih intensif. Otitis
eksterna biasanya tidak memiliki komplikasi jangka panjang atau serius. 8
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, F. 2003. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi Saring


dengan Salep Ichthyol (Ichthammol) pada Otitis Eksterna Akut. Available
from : www.usudigitallibrary.com. Accessed : 2011, April 16.
2. Ballanger, Jhon. 1996. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan
Leher Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara.
3. Kartika, Henny. 2008. Otitis Eksterna. Availble from
http://library.usu.ac.id/modules.php&id. Accessed : April 16th 2011.
4. Ardan, Juliarti, Satwika, et al. 2008, Sinopsis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok. Available from : http://www.THTUB.pdf.co.id . Accessed : 2011
April 16.
5. Boies. 1997. Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta: EGC
6. Ardan, Juliarti, Satwika, et al. 2008, Sinopsis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok. Available from : http://www.THTUB.pdf.co.id . Accessed : 2011
April 16.
7. Soepardi, Iskandar, N., Bashiruddin, J., et al. (eds)., (2007), Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi Keenam,
Jakarta : Gaya Baru.
8. Sosialisman, Alfian P. hafil, Helmi. 2007. Kelainan Telinga Luar.Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Hal. 59.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai