Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

setiap antibiotik sangat beragam efektivitasnya dalam melawan berbagai jenis


bakteri. Ada antibiotika yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif saja,
dan ada pula yang spektrumnya lebih luas, melawan ke duanya. Kemampuan
antibiotika dalam menyembuhkan juga bergantung pada lokasi infeksi dan
kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut. Di samping itu, berkat kemajuan
teknologi farmasi, pemakaian antibiotika generasi terakhir tidaklah seruwet
sebelumnya. Banyak antibiotika kini digunakan dua kali sehari. Malah ada juga yang
1 kali sehari, dengan kemampuan membunuh kuman yang lebih prima.

Kuman juga mahluk hidup. Mereka rupanya mengadakan berbagai “upaya dan
konsolidasi” untuk melawan serangan antibiotika. Karena sering terpapar antibiotika
yang tidak terkontrol penggunaannya, banyak kuman yang resisten terhadap
antibiotika. Antibiotika yang tadinya ampuh membunuh kuman, perlahan-lahan mulai
tidak mampu membunuh kuman.

Karena makin banyak kuman yang resisten, para ilmuwan berpacu dengan
waktu mencari antibiotika baru sebagai pengganti. Saat ini, setidaknya ada 3
antibiotika baru yang sedang diteliti efektifitasnya dalam membasmi bakteri .

Ketiga antibiotika tersebut adalah myxopyronin, corallopyronin, dan ripostatin,


yang bekerja dengan menghambat kerja RNA polymerase dari bakteri (ensim yang
dibutuhkan bakteri untuk membentuk protein). Ketiga antibiotika baru tersebut
termasuk kelompok antibiotika broad spektrum, mampu membunuh banyak kuman
ganas, termasuk kuman TBC yang sudah mulai resisten terhadap banyak obat TBC.

Resistensi antibiotika merupakan suatu masalah yang besar dan berkembang


diseluruh dunia. Kuman-kuman resisten yang muncul akibat penggunaan antibitoka
yang berlebihan, akan menimbulkan masalah yang serius dan sulit diatasi. Saat ini
kuman resisten antibiotika yang sudah banyak dikenal dan menimbulkan banyak
masalah diseluruh dunia diantaranya adalah Methicillin Resistance Staphylococcus
Aureus (MRSA), Extended Spectrum Betalaktamase (ESBL) dan penicillin resistance
pneumococci.

1
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari resistensi
2. Apa definisi dari antibiotika
3. Apa klasifikasi resistensi antibiotika
4. Bagaimana mekanisme terjadinya resistensi
5. Apa saja sebab-sebab terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotic.
6. Bagaiman cara pengendalian resistensi antibiotika

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari antibiotika
2. Mengetahui definisi dari resistensi
3. Mengetahui klasifikasi resistensi antibiotika
4. Mengetahui mekanisme terjadinya resistensi
5. Mengetahui sebab-sebab terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotic.
6. Mengetahui cara pengendalian resistensi antibiotika

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penertian Resistensi obat

Resistensi adalah suatu keadaan dimana terjadi kekebalan terhadap obat-obatan


antibiotik. Biasanya resistensi ini muncul karena penggunaan antibiotik yang tidak
tepat. Tanda dari munculnya resistensi ini adalah tidak matinya bakteri meskipun
sudah diberikan obat-obatan antibiotik yang tepat. Antibiotik sebaiknya tidak
digunakan sembarangan karean dapat menimbulkan resistensi obat.

Resistensi obat adalah keadaan di mana kuman tidak dapat lagi dibunuh dengan
antibiotik. Pada saat antibiotik diberikan, sejumlah kuman akan mati. Tapi kemudian
terjadi mutasi pada gen kuman sehingga ia dapat bertahan dari serangan antibiotik
tersebut. Kuman yang tidak bisa bertahan dari serangan antibiotik akan mati, tapi
kuman yang mengalami mutasi akan bertahan dan hidup. Kuman ini lalu membelah
dengan cepat dan terbentuklah jutaan koloni kuman yang mampu melawan antibiotik
tersebut. Bila nanti kumpulan kuman ini menginfeksi individu lain, maka antibiotik
tersebut tak akan mampu mengatasi infeksi tersebut.

B. Pengertian Antibiotik

Antibiotik adalah golongan obat untuk mengatasi infeksi bakteri. Terdapat


berbagai jenis antibiotik yang tersedia di pasaran, namun biasanya antibiotik
dikelompokkan berdasarkan bagaimana cara kerjanya. Tiap jenis antibiotik hanya
bekerja melawan bakteri atau parasit jenis tertentu. Itulah alasan antibiotik yang
berbeda akan digunakan untuk mengobati jenis-jenis infeksi yang berbeda pula.

Pilihan antibiotik tergantung pada beberapa hal, antara lain:

 Jenis bakteri yang dituju.


 Bagian mana dari bakteri yang dituju.
 Tujuan penggunaan untuk membunuh seluruh bakteri atau terbatas
menghentikan perkembangannya.
 Seberapa lama antibiotik akan digunakan.
 Bagaimana antibiotik itu akan digunakan.

3
Faktor-faktor lain yang memengaruhi pilihan sebuah antibiotik, termasuk
seberapa parah infeksi yang terjadi, bagaimana kondisi ginjal dan hati, jadwal
konsumsi serta obat lain yang menyertai, kemungkinan efek samping, dan catatan
alergi pasien terhadap antibiotik. Atau, jika Anda sedang hamil atau menyusui, ada
sejumlah antibiotik yang dianggap tidak aman untuk dikonsumsi sehingga dokter
tidak akan memberikan obat tersebut kepada Anda. Dokter terkadang juga memilih
antibiotik khusus jika mengetahui adanya pola infeksi tertentu .
Penggunaan antibiotik yang tepat dapat mengobati infeksi kuman, namun lain
halnya infeksi virus. Penggunaan antibiotik untuk mengobati infeksi virus, seperti
penyakit flu, infeksi saluran pernapasan akibat virus, dan radang tenggorokan adalah
hal yang tidak tepat. Lebih jauh lagi, terlalu banyak menggunakan antibiotik dapat
memicu resistensi atau kekebalan bakteriterhadap antibiotik.

C. Klasifikasi resistensi antibiotika.

Resistensi antibiotika dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok,yaitu resistensi


alami dan resistensi yang didapat.

1. Resistensi alami.

Resistensi alami merupakan sifat dari antibiotika tersebut yang memang kurang atau
tidak aktif terhadap kuman, contohnya Pseudomonas aeruginosa yang tidak pernah
sensitive terhadap chloramphenicol.

2. Resistensi yang di dapat.

Resistensi yang didapat yaitu apabila kuman tersebut sebelumnya sensitive terhadap
suatu suatu antibiotika kemudian berubah menjadi resisten, contohnya ialah
Pseudomonas aeruginosa resisten terhadap ceftazidime.

D. Mekanisme terjadinya resistensi

Untuk mendapatkan efek terapi,antibiotika pertama kali harus mencapai target


kedalam sel kuman. Kuman gram negatif mempunyai outer membrane yang sedikit
menghambat antibiotika masuk kedalam sitoplasma. Selanjutnya apabila terjadi
mutasi dari lubang pori outer membrane berakibat antibiotika menjadi lebih sulit
masuk kedalam sitoplasma atau menurunnya permeabilitas membrane terhadap

4
antibiotika,oleh karena lubang pori dari outer membrane tersebut tidak bersifat
selektif maka satu mutasi dari pori tersebut dapat menghambat masuknya lebih dari
satu jenis antibiotika.

Ada berbagai mekanisme yang menyebabkan suatu populasi kuman mejadi resisten
terhadap antibiotika, mekanisme itu antara lain :

1. Mikroorganisme memproduksi enzym yang merusak daya kerja obat,


contohnya adalah stafilokokus yang resisten terhadap penisilin disebabkan
karena stafilokokus memproduksi enzym beta laktam yang memecah cincin
beta laktam dari penisilin sehingga penisilin tidak aktif lagi bekerja.
2. Terjadinya perubahan permeabilitas kuman terhadap obat tertentu, contohnya
adalah streptokokus yang mempunyai barier alami terhadap obat golongan
aminoglikosida.
3. Terjadinya perubahan pada tempat tertentu dalam sel sekelompok
mikroorganisme yang menjadi target obat, misalnya obat golongan
aminoglikosida yang memecah atau membunuh kuman karena obat ini
merusak sistem ribosom sub unit 30S. Bila oleh suatu hal,tempat/lokus kerja
obat pada ribosom sub unit 30S berubah, maka kuman tidak lagi sensitif
terhadap golongan obat ini.
4. Terjadinya perubahan pada metabolic pathway yang menjadi target
obat,misalnya kuman yang resisten terhadap obat golongan sulfonamida, tidak
memerlukan PABA dari luar sel, tapi dapat menggunakan asam folat,
sehingga sulfonamida yang berkompetisi dengan PABA tidak berpengaruh
pada metabolisme sel.
5. Terjadi perubahan enzymatik sehingga kuman meskipun masih dapat hidup
dengan baik, tapi kurang sensitif terhadap antibiotik, contohnya adalah kuman
yang sensitif terhadap sulfonamida yang mempunyai affinitas yang lebih
besar terhadap sulfonamida dibandingkan dengan PABA sehingga kuman
akan mati.

E. Sebab-sebab terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotic.

Asal mula yang menyebabkan Resistensi kuman terhadap obat dibagi menjadi sebab
non genetik dan genetik.

5
1. Sebab-sebab non genetik

Hampir semua obat antibiotika bekerja baik pada masa aktif pembelahan
kuman, dengan demikian, populasi kuman yang tidak berada pada fase pembelahan
aktif pada umumnya relatif resisten terhadap obat. Misalnya kuman TBC yang tinggal
didalam jaringan dan tidak membelah aktif karena adanya mekanisme pertahanan
badan, maka pada kondisi ini obat anti TBC tidak dapat membunuh kuman TBC
tersebut.

2. Sebab-sebab genetik

Terjadinya resistensi kuman terhadap antibiotika umumnya terjadi karena


perubahan genetik. Perubahan genetik bisa terjadi secara kromosomal maupun ekstra
kromosomal dan perubahan genetik tersebut dapat ditransfer dari satu spesies kuman
kepada spesies kuman lain melalui berbagai mekanisme,yaitu :

a. Resistensi kromosomal

Resistensi kuman terhadap antibiotika yang mempunyai sebab genetik


kromosomal misalnya terjadi karena mutasi spontan pada lokus ADN yang
mengontrol susceptibility terhadap obat tertentu, sebagai contoh adalah protein
P12 pada ribosom kuman sub unit 30S adalah reseptor dari antibiotika
streptomisin. Mutasi pada gen yang mengontrol struktur protein P12 tersebut
akan menyebabkan kuman menjadi resisten terhadap streptomisin.

b. Resistensi ekstra kromosomal

Bakteri mengandung pula materi genetik yang ekstrakromosomal yang


disebut plasmid. Plasmid adalah molekul DNA yang bulat/sirkuler :

– Mempunyai berat 1-3% dari kromosom bakteri

– Berada bebas dalam sitoplasma bakteri

– Adakalanya dapat bersatu ke dalam kromosom bakteri

– Dapat melakukan replikasi sendiri secara otonom

-Dapat pula berpindah atau dipindahkan dari satu spesies ke spesies lain.

6
F. Pengendalian resistensi antibiotika

1. Antibiotika yang diketahui menimbulkan masalah resistensi harus dibatasi


penggunaanya .

2. Pemberian resep yang tepat sehingga masyarakat tidak boleh Menggunakan


Antibiotik sembarangan tanpa rujukan dokter. Sebab, jenis dan dosis antibiotik
pun ada banyak ragamnya.

3. Penggunaan dosis yang tepat dimana pemberian antibiotika pada anak tentu
dosisnya lebih kecil dari orang dewasa.

4. Lama pemberian obat yang tepat dimana antibiotika diberikan lebih dari 3 hari
sehingga kuman betul-betul telah mati.

5. Interval pemberian obat yang tepat yaitu ada jenis antibiotik yang dikonsumsi satu
kali dalam sehari, dua kali, atau tiga kali sehari. Bahkan, ada juga yang harus
mengonsumsinya dua tablet dua kali sehari.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Timbulnya resistensi dari populasi kuman terhadap berbagai jenis antibiotika


menimbulkan banyak problem dalam pengobatan penyakit infeksi, khususnya di
rumah sakit di mana digunakan antibiotika dosis tinggi dan dalam intensitas yang
besar, ditambah lagi dengan munculnya jenis kuman yang henjadi sumber utama
infeksi. Banyak faktor yng mempengaruhi munculnya kuman resisten terhadap
antibiotika, faktor yang paling penting adalah faktor penggunaan antibiotika dan
pengendalian infeksi. Oleh karena itu penggunaan antibiotika secara bijaksana
merupakan hal yang sangat penting, disamping penerapan pengendalian infeksi
secara baik untuk mencegah berkembangnya kuman-kuman resisten tersebut
kemasyarakat.

B. Saran

Dianjurkan kepada setiap dokter dimanapun untuk lebih berhati-hati


menggunakan obat antibiotika dalam dosis yang cukup tinggi dan mencegah
pemakaian obat-obat antibiotika yang poten, sehingga mengurangi atau memperlamb
resistensi terhadap antibiotika.

8
DAFTAR PUSTAKA

Antibiotika Baru : Berpacu Dengan Resistensi Kuman, Azril Kimin, Januari 2008

Mikrobiologi Kedokteran, Jawet, Melnick & adelberg’s, Buku 1 hal 224, 2005
Medikamentosa, Daniel, Edisi April 2006 (Vol.5 No.9).

Obat-obat penting, Khasiat, penggunaan dan efek sampingnya, Hoan Tan Tjay,drs &
Kirana Rahardja,drs, penerbit Elexmedia Computindo,hal 63, agustus 2003.

Pengantar Epidimiologi Penyakit Menular, Nasry Nur Noor, Prof,Dr,MPH, Penerbit


Bineka Cipta hal 27, Pebruari 2006.

Resistensi Antibiotik, Hadi Usman, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Jilid III Edisi
IV, hal 1703, Mei 2006.

Anda mungkin juga menyukai