Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

MULTIPEL FRAKTUR

Oleh Reni Rahmawati, 1606955437

1. Anatomi Fisiologi Tulang


Sistem muskuloskeletal adalah sistem berfungsi dalam mendukung kerja mobilisasi
fisik. Sistem musculoskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot skeletal,
sendi, ligament, rendon, kartilago dan tulang-tulang yang membentuk rangka atau
skeletal (Smeltzere & Bare, 2004).
a. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit (Craven &
Hirnle, 2000). Ada dua tipe kontraksi otot, yaitu kontraksi isotonik dan
kontraksi isometrik. Pada kontraksi isotonic terjadi peningkatan tekanan otot
yang menyebabkan otot memendek. Sedangkan kontraksi isometric
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot. Gerakan volunteer adalah kombinasi
dari kontraksi isotonic dan kontraksi isometric (Sherwood,2010).
b. Skeletal atau Tulang adalah rangka pendukung tubuh yang terdiri dari tulang
panjang, tulang pendek, tulang pipih, dan tulang ireguler atau tidak beraturan
(Tortora & Derrickson, 2009). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ, vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, dan
berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Komposisi jaringan tulang terdiri dari sel-sel tulang yaitu osteosit, osteoblas,
dan osteoklas. Anatomi tulang panjang tipikal sendiri terdiri dari diafisis yang
tersusun dari tulang kompak silinder tebal yang membungkus medulla atau
rongga sumsum sentral yang besar (Sloane, 2003). Rongga sumsum berisi
sumsum tulang kuning (adiposa) atau sumsum merah, tergantung usia
individu. Endosteum merupakan jaringan ikat yang melapisi rongga sumsum.
Periosteum ialah jaringan ikat yang membungkus diafisis.

Osteogenesis merupakan suatu proses pembentukan tulang dalam tubuh


(Scanlon & Sanders, 2007). Ada dua jenis pembentukan tuilang yaitu osifikasi
intramembranose dan osifikasi endokondral. Osifikasi intramembranose
terjadi secara langsung dalam jaringan mesenkim janin dan melibatkan proses
pergantian membrane yang sudah ada. Osifikasi endokondral terjadi melalui
pergantian model kartilago.
c. Sendi merupakan hubungan antara dua tulang yang sedemikian rupa sehingga
memudahkan terjadinya pergerakan (DeLaune & Ladner, 2011). Persendian
diklasifikasikan menjadi:
 Sendi sinostotik yang berfungsi mengikat tulang dengan tulang lainnya
serta mendukung kekuatan dan stabilitas tulang. Cirri khas pada sendi
ini adalah tidak adanya pergerakan sendi. Contoh sendi sinototik
adalah sacrum
 Sendi kartilaginous atau sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan
tetapi elastic dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya. Sendi kartilago terdapat p[ada tulang yang mengalami
penekanan yang konstan, seperti sendi antara sternum dan iga
 Sendi fibrosa atau sindesmodial adalah sendi yang dimana kedua
permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat
ata8u ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan serta dapat bergerak
dengan jumlah terbatas. Contohnya adalah sendi antara tibia dan fibula
 Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas di mana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen
danmembran synovial. Contohnya sendi putar pada pangkal paha dan
sendi engsel pada siku dan sendi interfalang pada jari
d. Ligamen adalah jaringan ikat fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi satu sama lain, dan menghubungkan tulang dan
kartilago (DeLaune & Ladner, 2011). Ligamen bersifat elastis dan membantu
fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antar
vertebra, ligamen non-elastis, dan ligamentum flavum yang mencegah
kerusakan spinal kord saat punggung bergerak.
e. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang berwarna putih dan mengkilat yang
menghubungkan otot dengan tulang (Tortora & Derrickson, 2009). Tendon
bersifat kuat, fleksibel, dan tidak elastis sertamempunyai panjang dan
ketebalan yang berbeda-beda.
f. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
pembuluh vaskuler (DeLaune & Ladner, 2011). Kartilago terutama berada di
sendi dan toraks, trakea, laring, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah
kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali
pada lanjut usia dan penyakit osteoarthritis.

2. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer & Bare, 2004). Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Tortora &
Derrickson, 2009). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges, 2000). Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang (Grace & Borley, 2006). Fraktur adalah patah tulang,
biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price & Wilson, 1995). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang terjadi karena adanya tekanan pada tulang yang
melebihi absorpsi tulang (Black, 1997). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang normal, terjadi ketika tekanan yang berlebihan mengenai tulang dan tidak bisa
diredam. Biasanya hal ini juga menimbulkan cedera jaringan lunak sekitarnya seperti kulit,
jaringan subkutan, otot, pembuluh darah, syaraf, ligamen, dan tendon (Black & Matassarin,
1997).
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya.
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan
terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi
sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat
mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.

Fraktur terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu:

 Complete fracture adalah patah pada seluruh garis tengah tulang secara luas
dan melintang sepanjang periosteum. Biasanya disertai perpindahan tulang.
 Closed fracture adalah patahnya seluruh garis tengah tulang namun tidak
menyebabkan robeknya kulit, sehingga integritas kulit masih utuh.
 Open fracture adalah patah tulang yang menyebabkan luka pada kulit
karena ujung tulang yang patah menembus kulit. Terdapat 3 kategori fraktur
terbuka:
Grade I : tusukan dan kerusakan jaringan minimal
Grade II : tusukan mengenai massa otot
Grade III : luka lebih besar antara 6- 8cm dengan kerusakan pada
pembuluh darah, saraf, otot dan kulit.
 Greenstick/incomplete fracture adalah patahnya tulang hanya sebagian
dan sebagiannya lagi masih utuh. Contohnya pada tulang anak yang
mengandung banyak kolagen ibandingkan dengan orang dewasa sehingga
mudah terjadi fraktur.
 Comminuted fracture adalah
keadaan dimana tulang hancur dan
rusak menjadi bebepara keeping
bagian yang lebih kecil.
 Spiral, suatu fraktur yang
mengelilingi batang tulang.
 Tranversal, suatu fraktur yang
melintang pada tulang (fraktur
sepanjang garis tengah tulang)
 Oblik, yaitu fraktur yang
membentuk sudut dengan garis
tengah tulang (lebih tidak stabil
dibanding tranversal).
 Impacted (Telescopic) atau
kompresi, yaitu sebagian fragmen
tulang menusuk bagian fragmen
yang lain
3. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala fraktur adalah 5P. Pain (Nyeri), Pallor (Pucat), Pulse (Nadi),
Parestesia, dan Paralisis. Manifestasi klinik dari fraktur bervariasi tergantung tempat,
kepelikan, tipe, dan jumlah kerusakan struktur. Beberapa jenis fraktur terlihat jelas
manifestasi kliniknya, tetapi yang lainya akan sulit diidentifikasi tanpa bantuan X-ray.
Beberapa manifestasi klinik yang mungkin timbul adalah:
1. Deformitas
Spasme otot yang kuat mungkin menyebabkan bagian tulang kelebihan beban, karena itu
garis dan kontur tubuh akan berubah seperti sudut dan rotasinya atau terjadi pemendekan
ekstremitas, depresi tulang atau perubahan kurva pada tempat yang injuri, khususnya
terlihat jika dibandingkan dengan ekstremitas yang tidak mengalami cedera.
2. Pembengkakan
Edema mungkin muncul secara cepat karena cairan serosa di tempat yang mengalami
fraktur dan ektravasasi darah ke jaringan yang berdekatan
3. Memar(ekimosis)
Memar terjadi disebabkan oleh perdarahan subkutan
4. Spasme otot
Kontraksi otot involunter mungkin muncul di dekat fraktur
5. Perih(tenderness)
Perih muncul di permukaan tempat fraktur karena injuri dasar
6. Nyeri
Nyeri sedang akan muncul pada saat injuri. Mengikuti injuri, nyeri muncul karena
spasme otot, kelebihan beban pada pangkal fraktur atau kerusakan pada struktur dasar
7. Mati rasa
Mungkin muncul sebagai akibat kerusakan syaraf atau terjadinya edema dan perdarahan
8. Kehilangan fungsi normal
Ketidakstabilan tulang yang mengalami fraktur, nyeri atau spasme menyebabkan
kehilangan fungsi normal. Paralisis mungkin diakibatkan oleh kerusakan syaraf
9. Imobilitas
Karena ketidakseimbangan yang terjadi akibat fraktur pada tulang panjang
10. Crepitus
Ujung patahan tulang bergesekan dan menghasilkan sensasi parut atau suara ketika
digerakan
11. Shok hipovolemik
Kehilangan darah atau injuri bisa mengakibatkan shok
4. Proses Pemulihan Tulang (Bone Healing)
Proses pemulihan tulang setelah terjadinya fraktur disebut juga bone healing. Kebanyakan
pemulihan tulang stelah fraktur merupakan kombinasi proses pembentukan tulang secara
intramembranose dan endokondral (Smeltzer & Bare, 2004). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pemulihan tulang meliputi (1) Usia, (2) Tipe dan lokasi fraktur, (3)
Reposisi dan imobilisasi, (4) Ruang atau celah antara kedua fragmen yang terpisah, (5)
Adanya tekanan yang ditempatkan di tulang, (6) Nutrisi yang adekuat, (7) Status
kesehatan dan efek trauma seseorang. Proses pemulihan tulang sendiri dibagi menjadi lima
tahapan, yaitu:
a. Tahap pembentukan hematoma.
Pada saat terjadinya fraktur, terjadi cidera pada pembungkus jaringan lunak,
rusaknya jaringan periosteal, dan pembuluh darah ruptur. Pada tiga sampai
lima menit pertama terjadi perdarahan dari tulang dan jaringan ke area antara
dan sekeliling fragmen tulang. Pada dua puluh empat jam pertama terjadi
pembentukan hematoma dan bekuan, terdapat fibrin pada bekuan membrane
periosteal untuk membantu perbaikan. Bekuan mengeluarkan kumpulan fibrin
pada invasi selular. Pembentukan jaringan granulasi oleh fibroblast dan kapiler
baru. Lalu terjadi pengaktifan osteoblas.
b. Tahap proliferasi seluler.
Setelah dua puluh empat jam terjadi peningkatan suplai darah sehingga
membawa kalsium, fosfat, dan fibroblast yang cukup. Pada akhir fragmen
tulang, sel berproliferasi dan berdiferesiasi menjadi kartilago dan jaringan
penghubung. Beberpa hari kemudian hematoma menjadi jaringan granulasi
yang membentuk kerangka untuk substansi pembentukan tulang. Fibroblast
diubah menjadi osteoblas. Pada dua sampai tiga hari kemudia terjadi
halisteresis atau pengurangan ujung tulang untuk 1/8 – ¼ sel-sel tulang
terabsorpsi
c. Pembentukan kalus.
Pada hari keenam sampai kesepuluh terjadi pembentukan tulang pada jaringan
granulasi. Pembentukan tulang di area perbatasan untuk mengisi permukaan
yang berlubang pada fraktur. Pembentukan kartilagopada permukaan yang
lebih jauh dari suplai darah. Terbentuknya kalus sementara untuk
menjembatani fraktur dan menyatukan tulang bersamaan tapi belum dapat
mensuport berat badan. Pada hari keempat belas sampai kedua puluh
satuterjadi pembentukan kalus sejati yang terlihat saat pemeriksaan radiografi.
Kalus menganyam masa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang
melebihi normal. Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan
kekuatan, sementara it uterus meluas melebihi garis fraktur. Tapi kalus yang
berlebih ini akan diabsorpsi saat tahap remodeling dan kartilago akan
berdiferensiasi menjadi tulang.
d. Osifikasi.
Osifikasi terjadi pada tiga samapi sepuluh minggu yaitu pembentukan kalus
menjadi tulang yang terbentuk dibawah periosteum pada fragmen serta
penggabungan defek fraktur. Hal ini disebut juga union stage atau tahap
penyatuan
e. Konsolidasi dan remodeling.
Setelah sembilan bulan terjadi pemulihan kavitas sumsum tulang.
Terbentuknya tulang yang padat. Garis fraktur akan tetap ada pada saat
radiografi

Umumnya fraktur sembuh tanpa adanya kompilkasi, jika terjadi kematian


setelah fraktur biasanya dikarenakan kerusakan organ dan jaringan yang mendasari
atau komplikasi dari fraktur/immobilitas komplikasi, bisa secara langsung seperti
penyatuan tulang, nekrosis avascular dan infeksi tulang atau secara tidak langsung
yang berhubungan dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf seperti pada kondisi
venus thrombosis, emboli lemak, trauma / syok hypovolemik.
Komplikasi fraktur dapat diklasifikasikan dalam komplikasi awal dan akhir .

Komplikasi awal
1. Kerusakan arteri
Terdiri dari contused, thrombosis, laserasi, atau arteri yang kejang. Arteries dapat
disebabkan ikatan yang terlalu ketat. Indikasi dari kerusakan arteri antara lain absent /
tidak teraturnya nadi, bengkak, pucat, kehilangan darah terus menerus, nyeri,
hematoma, dan paralysis. Intervensi emergency yaitu pemisahan atau pemindahan
pembalut yang mengikatnya, meninggikan atau merubah posisi dari bagian yang
injuri, mengurangi fraktur / dislokasi, operasi.

2. Shock
Hypolemic shock merupakan masalah yang potensial karena fragment tubuh dapat
melaserasi pembuluh darah besar dan menyebabkan pendarahan, klien yang beresiko
tinggi yaitu klien dengan fraktur femur dan pelvis.

3. Injuri saraf
Injuri saraf radial biasanya disebabkan fraktur humerus, manifestasinya antara lain
paresthesia , paralisis, pucat, ekstremitas yang dingin, meningkatnya nyeri dan
perubahan kemampuan untuk menggerakkan ekstremitas.

4. Sindrom compartment
Kompartment terdiri dari otot, tulang, saraf dan pembuluh darah yang mengalami
fibrosis dan fasia. Sindrom kompartment dapat berkembang jika adanya tekanan dari
luar seperti baluatan yang kuat. Manifestasi klinik yaitu nyeri iskhemik yang terus
menerus yang tidak dapat dikontrol dengan analgesik, nyeri yang meningkat dengan
turunnya aliran arteri dan nyeri ketika dipalpasi atau dipindahkan, klien mungkin akan
mengalami kelemahan beraktivitas, paresthesia, rendahnya / absent dari nadi,
ekstremitas yang dingin dan pucat.

Perawatan yang dilakukan yaitu dengan memindahkan penyebab dari kompresi, jika
sindrom kompartment disebabkan dari edema atau pendarahan maka diperlukan
fasciotomy, biasanya insisi dibiarkan terbuka sampai berkurangnya bengkak, selama
2-3 hari area tersebut dibungkus dengan longgar sehingga pemindahan kulit terjadi.
Sindrom kompartment juga dapat disebabkan klien yang mengalami luka bakar yang
hebat, injuri, gigitan berbisa atau prosedur revascularisasi.

5. Volkmann’s Iskhemik kontraktur


Komplikasi ini dapat menyebabkan lumpuhnya tangan atau lengan bawah akibat
fraktur, dimulai dengan timbulnya sindrom kompartment pada sirkulasi vena dan
arteri. Jika tidak hilang, tekanan dapat menyebabkan iskhemik yang berkepanjangan
dan otot secara bertahap akan digantikan dengan jaringan fibrosis antara tendon dan
saraf. Mati rasa dan paralisis juga sering terjadi.

6. Emboli lemak
Biasanya jarang ditemukan tapi berpotensi mengancam kehidupan akibat komplikasi
dari fraktur tulang panjang (0,5 – 2 %) dan pelvis (±10 %). Sindrom ini timbul 24-48
jam setelah injuri fraktur yang menyebabkan emboli lemak seperti fraktur femur,
tulang iga, tibia, dan pelvis.

Ada dua teori yang menyatakan bagaimana terjadinya emboli lemak. Teori
pertama menyatakan bahwa lemak dilepaskan dari sumsum tulang yang mengalami
injuri dan dikeluarkan seiring dengan meningkatnya tekanan intramedular dan
memasuki sirkulasi vena menuju kapiler pulmonal, beberapa tetesan lemak melewati
dasar kapiler dan masuk ke sirkulasi sistemik dan mengemboli organ lainnya seperti
otak. Teori lain menyatakan bahwa katekolamin dilepaskan ketika terjadi mobilisasi
asam lemak bebas oleh trauma dari jaringan adipose, sehingga menyebabkan
hilangnya stabilitas emulsi chylomicron. Chylomicron membentuk tetesan lemak yang
besar pada paru, dan bisa mengakibatkan perubahan biokimia karena injury. Jaringan
dari paru, otak, hati, ginjal dan kulit yang paling sering terkena.

7. Infeksi
Disebabkan kontaminasi fraktur yang terbuka atau terkena saat dioperasi. Agen
infeksi yang biasanya menimbulkan infeksi yaitu pseudomonas. Tetanus atau gas
gangren dapat meningkatkan resiko infeksi. Infeksi gas gangren berkembang didalam
dan mengkontaminasi luka, gas gangren disebabkan bakteri anaerobik.

Pengkajian menunjukkan

- turunnya Hb secara cepat


- naiknya suhu tubuh
- nadi semakin cepat
- nyeri
- bengkak lokal secara tiba-tiba
- pucat
Perawatan yang dapat dilakukan untuk kasus ini yaitu membuka luka lebih lebar
untuk membiarkan udara masuk dan mencegah terjadinya drainase. Insisi multipel
juga dapat dilakukan melewati kulit dan fascia, jahitan dan materi gangren
dihilangkan dan luka diirigasi. Jika gangren tetap berkembang, amputasi mungkin
diperlukan.

Komplikasi lama
1. Joint stiffness ( tulang sendi kaku)
Sendi kaku dapat terjadi pada edema, joint contracture, atau atrophi otot dari
immobilisasi yang berkepanjangan. Biasanya terjadi pada ekstremitas atas (bahu, siku
dan jari).

2. Post traumatic arthritis


Biasanya dipengaruhi dari berbagai macam injuri yang terjadi dan penurunan awal
tulang. Dalam kasus ini operasi mungkin diperlukan untuk mengganti sendi yang
mengalami post thraumatic arthritis.

3. Nekrosis avascular
Yaitu kematian jaringan tulang dikarenakan tidak adanya aliran darah pada jaringan.
Nekrosis aseptik dan asteonekrosis merupakan keadaan yang menggambarkan
terjadinya nekrosis avaskular. Nekrosis avaskular biasanya timbul pada femur bagian
kepala dan fraktur karpal.

4. Distropi refleks simpati


Didefinisikan sebagai sindrom nyeri pada anggota badan yang menyebar, rasa seperti
terbakar, dan biasanya diikuti injuri atau stimulus berbahaya lainnya seperti stimulus
sensori, motorik, otonomik dan perubahan sebaliknya. Penyebab distropi reflex
simpati seperti keseleo, dislokasi, fraktur, laserasi kecil, terbakar, operasi pada tangan
myocardia infraksi, penyakit spinal cord, frostbite, perawatan yang dilakukan
berdasarkan tingkat penyakit. Pada fase akut, simpatis blokade digunakan. Pada fase
distrophi blokade simpatis diperlukan walaupun blokade yang lebih luas juga
diperlukan, sedang pada fase athropi blokade simpatis dapat mengatasi sebagian tetapi
tidak secara total. Selain itu juga diperlukan terapi fisik, konseling psikologis,
antidepresi untuk tidur dan anti inflamasi non steroid.

5. Malunion
Yaitu proses penyembuhan fraktur yang tidak pada tempatnya. Malunion yang dapat
dideteksi pada awal dapat disembuhkan dengan traksi yang sesuai atau
reimmobilisasi. Malunion setelah penyembuhan dirawat / ditangani dengan operasi.

6. Delayed union (penyatuan yang lambat)


Yaitu gagalnya fraktur untuk bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu
tahun, biasanya dihubungkan dengan adanya retardasi pada proses penyembuhan
seperti kurangnya aliran darah. Ditangani dengan tambahan waktu untuk mengkoreksi
penyebabnya.

7. Non union
Yaitu gagalnya fraktur untuk bersatu atau tidak lengkap, tegas dan stabil setelah 4-6
tahun, biasanya dikarenakan adanya gerakan yang berlebihan pada bagian yang
mengalami fraktur yang menyebabkan tidak tepatnya persatuan tulang dan disebut
juga ‘pseudoarthrosis’. Ditangani dengan pemindahan tulang, fiksasi internal, fiksasi
eksternal, stimulasi tulang dengan listrik, atau kombinasi metode-metode tersebut.

5. Pengkajian Diagnostik

o Pemeriksaan rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.

o Skan tulang, tomografi, skan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur;juga dapat


digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

o Arteriogram:Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

o Hitung darah lengkap; Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau


menurun(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal sete lah trauma.

o Kreatinin; Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

o Profil koagulasi; Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple,
atau cidera hati.

6. Pengkajian Keperawatan

Aktivitas

Tanda :
 Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena(mungkin segera,
fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan, nyeri)
Sirkulasi

Tanda :

 Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri, ansietas)


 Hipotensi (kehilangan darah)
 Takikardia (respon stres, hipovolemia)
 Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera
 Pengisian kapiler lambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera
Neurosensor

Gejala :

 Hilangnya gerakan/sensasi
 Spasme otot
 Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda :

 Deformitas lokal
 Angulasi abnormal
 Pemendekan
 Rotasi
 Krepitasi
 Spame otot
 Terlihat kelemahan/hilang fungsi
 Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas/trauma)
Nyeri/kenyamanan

Gejala :

 Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang dengan imobilisasi)
 Tidak ada nyeri karena kerusakan syaraf
 Spasme/kram otot (setelah imobilisasi0
Keamanan

Tanda :

 Laserasi kulit
 Avulsi jaringan
 Perdarahan
 Perubahan warna
 Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

8. Manajemen Fraktur
Tujuan manajemen fraktur adalah penataan kembali ujung tulang yang patah dan
imobilisasi tulang yang retak dengan perban, gips, traksi, atau perangkat fiksasi
(Williams & Hopper, 2003). Manajemen fraktur meliputi:
a. Reduksi tertutup.
Reduksi tertutup adalah pengobatan yang paling umum untuk fraktur
sederhana. Sementara secara manual menarik pada tulang (anggota tubuh),
dokter memanipulasi ujung tulang dalam penataan kembali. Analgesia biasa
digunakan sebelum prosedur. Pemeriksaan x-ray dilakukan untuk
mengkonfirmasi ujung tulang sejajar sebelum daerah tersebut diimobilisasi.
b. Perban dan bebat.
Untuk beberapa area tubuh seperti klavikula dan pergelangan tangan perban
elastic atau bebat dapat digunakan untuk mengimobilisasi tulang selama fase
pemulihan. Bebat dapat digunakan ketika fraktur memiliki beberapa kerusakan
jaringan lunak yang memerlukan perawatan atau jika diperkirakan terjadi
pembengkakan. Hal yang penting adalah pembebatan dilakukan dengan baik
dan empuk sehingga mencegah kerusakan kulit atau tekanan yang tidak perlu
dan lakukan pengkajian neurovascular untuk memastikan aliran darah cukup
ke area tersebut.
c. Gips.
Gips memberikan topangan yang kuat untuk patah tulang sehingga membantu
dalam mobilitas dini dan penurunan rasa sakit. Gips juga digunakan untuk
memperbaiki cacat dan lemah untuk menopang sendi sementara membatasi
gerak. Jenis yang digunakan tergantung pada alasan yang diterapkan. Untuk
patah tulang yang lebih luas atau daerah yang menahan beban, digunakan gips
yang lebih kaku atau tahan lama untuk imobilisasi. Setelah penyembuhan
tulang selesai gips dilepas.

d. Traksi.
Untuk pengobatan patah tulang yang mengharuskan pasien dirawat di rumah
sakit biasanya digunakan traksi. Traksi adalah aplikasi dari kekuatan yang
menarik bagian tubuh untuk memberikan keselarasan tulang, pengurangan
nyeri, reposisi fragmen tulang, dan imobilisasi sementara. Traksi
diklasifikasikan menjadi traksi kontinu dan traksi intermiten. Traksi kontinu
digunakan untuk manajemen fraktur sedangkan traksi intermiten digunakan
untuk pasien kejang otot.

e. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal atau Open reduction with internal
fixation (ORIF).
ORIF adalah pengobatan perlindungan untuk pasien yang tidak dapat dikelola
dengan gips maupun traksi. Salah satu indikasi yang umum untuk
dilakukannya prosedur pembedahan ini adalah fraktur pada pinggul.
- Insisi dilakukan pada
tempat yang mengalami
cidera dan diteruskan
sepanjang bidang anatomik
menuju tempat yang
mengalami fraktur

- Fraktur diperiksa dan


diteliti

- Fragmen yang telah mati


dilakukan irigasi dari luka

- Fraktur di reposisi agar


mendapatkan posisi yang
normal kembali

- Saesudah reduksi fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat


ortopedik berupa; pin, sekrup, plate, dan paku

Keuntungan:

- Reduksi akurat

- Stabilitas reduksi tinggi

- Pemeriksaan struktu neurovaskuler

- Berkurangnya kebutuhan alat imobilisasi eksternal

- Penyatuan sendi yang berdekatan dengan tulang yang patah menjadi lebih
cepat

- Rawat inap lebih singkat

- Dapat lebih cepat kembali ke pola kehidupan normal

Kerugian

- Kemungkinan terjadi infeksi

- Osteomielitis

f. Fiksasi eksternal.
Fiksasi eksternal merupakan pengobatan alternative untuk beberapa patah
tulang. Fiksasi eksternal digunakan ketika terjadi kerusakan tulang yang parah,
seperti patah tulang yang hancur atau remuk, atau jika ada banyak patah
sepanjang tulang. Setelah fraktur berkurang, dokter melakukan pembedahan
dengan memasukan pin ke dalam tulang. Pin ditahan pada tempatnya oleh
bingkai logam eksternal untuk mencegah gerakan tulang. Fiksasi eksternal
sangat ideal untuk pasien yang memiliki fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak.

9. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Nyeri
b. Hambatan Mobilitas Fisik
c. Resiko Kekurangan Volume Cairan
d. Gangguan Integritas Kulit
e. Defisit perawatan diri

DAFTAR PUSTAKA

Behrman dkk. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 1 Edisi 15. Editor A.
Samik Wahab. Jakarta: EGC
Berman, A. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Edisi V. Editor Fruriolina Ariani.
Jakarta: EGC
Davis, B. D. (2000). Routledge essentials for nurses: Caring for people in pain.
London: Routledge
DeLaune, S. C & Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of nursing: Standards &
Practice (4th Ed). New York: Delmar Cengage Learning

Kozier, B. et all. (2003). Buku ajar praktik keperawatan klinis ed.5. (Terj. Eny
Meiliya, Esty Wahyuningsih, Devi Yulianti). Jakarta: EGC

Scanlon, V. C & Sanders, T. (2007). Essentials of anatomy and physiology (5th Ed).
Philadelphia: F. A. Davis Company

Sherwood, L. (2010). Human physiology : From cells to system (7th Ed). USA :
Brooks/Cole.

Sloane, E. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk pemula (terj. James Veldman). Jakarta:
EGC
Smeltzer, S. C & Bare, B. (2004). Brunner & suddarth’s textbook of medical surgical
nursing (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins

Tortora, G. J & Derrickson, B. (2009). Principles of anatomy and physiology (12th


Ed). New Jersey: John Willey & Sons, Inc

Williams, L. S. & Hopper, P. D. (2003). Understanding medical-surgical nursing (2nd


Ed). Philadelphia: F. A. Davis Company

Anda mungkin juga menyukai