Anda di halaman 1dari 9

PEMERINTAH KABUPATEN KONAWE SELATAN

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH (BLUD)


RUMAH SAKIT KONAWE SELATAN
Jl.Poros Andoolo. No.1 – email : rsud.konawe_selatan@yahoo.com

PERATURAN DIREKTUR
BLUD RUMAH SAKIT KONAWE SELATAN
NOMOR : 445 /......... /........-KEB /2018

TENTANG
STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR BLUD RS KONAWE SELATAN

Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan BLUD


Rumah Sakit Konawe Selatan maka diperlukan Standar
Pelayanan Kefarmasian Dan Penggunaan Obat;
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur tentang
Pedom

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
5. Kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
6. 129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56
Tahun 2014 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit
9. Keputusan Bupati Konawe Selatan Nomor: 090/25 tanggal
04 Januari 2017 tentang Surat Pelaksana Tugas Direktur
Rumah Sakit BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR BLUD RUMAH SAKIT
KONAWE SELATAN TENTANG STANDAR
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN
PENGGUNAAN OBAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
2. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur
yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
kefarmasian.
3. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau
dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk paper
maupun electronik untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang
berlaku.
5. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika.
6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk
produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
7. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin
dan/atau implan yang tidak mengandung obat yang
digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi
tubuh.
8. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang
ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use)
yang daftar produknya diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
9. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit.
10. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker.
11. Apoteker pelaksana harus terdaftar di Kementerian
Kesehatan dan telah memiliki Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA), memiliki sertifikat kompetensi
apoteker dan memiliki Surat Izin Praktek Apoteker
(SIPA).
12. Apoteker melakukan supervisi sesuai dengan
penugasannya.
13. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang
membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan
Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli
Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
Pasal 2
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat di BLUD Rumah Sakit Konawe Selatan
bertujuan untuk:
a. Menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat
sediaan farmasi dan alat kesehatan;
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga
kefarmasian;
c. Melindungi pasien, masyarakat, dan staf dari
penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety);
d. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat yang lebih aman (medication
safety);
e. Menurunkan angka kesalahan penggunaan obat.
Pasal 3
1. Pelayanan Kefarmasian di BLUD Rumah Sakit
Konawe Selatan meliputi:
a. Pengelolaan sediaan farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. Pelayanan Farmasi Klinik.
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 hufur a meliputi:
a. Pemilihan;
b. Perencanaan kebutuhan;
c. Pengadaan;
d. Penerimaan;
e. Penyimpanan;
f. Pendistribusian;
g. Pemusnahan dan penarikan;
h. Pengendalian; dan
i. Admistrasi
3. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 huruf b meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan resep;
b. Penelusuran riwayat penggunaaan obat;
c. Rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. Konseling;
f. Visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO).

Pasal 5
1. Pelayanan farmasi adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari system pelayanan rumah sakit yang
utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.
2. Pelayanan farmasi dilaksanakan dengan system satu
pintu.

BAB II
PENGORGANISASIAN
Pasal 6
1. Instalasi farmasi dipimpin oleh Apoteker, berijaza
sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, yang
telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker dan
Surat Izin Praktik Apoteker.
2. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap
segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi
baik terhadap adminstrasi sediaan farmasi dan
pengawasan distribusi.

BAB III
SELEKSI DAN PENGADAAN
Pasal 7
1. Mengatur penggunaan obat dirumah sakit sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
2. Memberikan rekomendasi pada pimpinan Rumah
Sakit untuk mencapai budaya pengelolaan dan
penggunaan obat secara rasional.
3. Khusus untuk pasien kelas tiga agar menggunakan
obat generik.

Pasal 8

1. Pengadaan sediaan obat dan bahan medis habis pakai


dilaksanakan oleh anggota instalasi farmasi.
2. Pengadaan sediaan obat dan bahan medis habis pakai
dilaksanakan sesuai dengan usulan instalasi farmasi.
3. Pembelian dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang
berlaku.

Pasal 9

1. Bila terjad iobat yang dibutuhkan tidak tersedia, maka


petugas farmasi memberitahukan kepada pembuat
resep tentang kekurangan atau kekosongan obat yang
diminta dan saran subtitusinya.
2. Penggantian obat merek dagang dengan obat generik
atau obat merek dagang lain dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan dari pembuat resep yang
dicatat/didokumentasikan sebagai bukti verifikasi
bahwa benar penggantian obat telah disetujui.
3. Bila penggantian obat yang tidak tersedia, tidak
disetujui oleh pembuat resep maka pengadaan obat
sementara dapat dilakukan melalui apotik luar.

BAB IV

PENYIMPANAN

Pasal 10

1. Penyimpanan obat dan perbekalan farmasi khusus


(obat yang dibawa oleh pasien, obat emergensi, obat
program kesehatan) dilaksanakan berdasarkan
prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
2. Rumah sakit menetapkan proses dan peralatan untuk
pengamanan obat dan perbekalan farmasi lainnya.
3. Perbekalan farmasi khusus meliputi obat-obat
narkotik dan psikotropik, obat-obat High Alert,
elektrolit pekat, obat-obat emergency, dikelola
dengan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
4. Sistem penarikan obat telah diatur sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit.
5. Obat-obat yang kadaluarsa, disimpan dan
dimusnahkan sesuai dengan prosedur yang sudah
ditetapkan oleh rumah sakit.

BAB V
PERESEPAN DAN PENYALINAN
Pasal 11
1. Yang berhak menulis resep adalah staf medis
purnawaktu, dan dokter tamu yang bertugas dan
mempunyai surat izin praktik di Rumah Sakit.
2. Yang berhak menulis resep narkotika adalah dokter
yang memiliki nomor SIP (Surat Izin Praktik) atau
SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di Rumah Sakit.
3. Yang berhak menulis obat anestesi untuk sedasi
adalah dokter yang memiliki nomor SIP (Surat Izin
Praktik) atau SIPK (Surat Izin Praktik Kolektif) di
Rumah Sakit dan memiliki kewenangan melalui
ketetapan dari direktur utama Rumah Sakit.

BAB VI

PERSIAPAN DAN PENYERAHAN

Pasal 12

1. Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan


pasien yang menjamin kompatibilitas dan stabilitas
obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang
ditetapkan
2. Melakukan penyiapan dan penyaluran obat dan produk
steril sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

BAB VII

PEMBERIAN OBAT

Pasal 13

1. Petugas yang berhak memberikan obat kepada pasien


adalah apoteker, Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
dan perawat.
2. Apoteker yang berhak memberikan obat kepada pasien
adalah Apoteker yang berkompeten dan memiliki
Surat Tanda Registrasi apoteker (STRA) dan Surat Ijin
Praktek Apoteker (SIPA).
3. Apabila Apoteker berhalangan hadir atau tidak ada di
tempat maka obat diberikan oleh TTK yang
berkompeten terlatih dan memiliki Surat Tanda
Registrasi Teknis kefarmasian (STRTTK) dan Surat
Ijin Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK).
4. Perawat yang berhak memberikan obat kepada pasien
adalah perawat yang berkompeten dan memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR).

BAB VIII
PEMANTAUAN (MONITOR)
Pasal 14
1. Pamantauan dan pelaporan efek samping obat di
Rumah Sakit dilakukan oleh petugas farmasi
(Apoteker) dibantu oleh Panitia Keselamatan Pasien.
2. Panitia Keselamatan Pasien di Rumah Sakit terdiri
dari dokter spesialis, dokter umum, farmasi dan
perawat.
3. Metode pemantauan dan pelaporan efek samping obat
dilakukan dengan cara monitoring terhadap pasien.
4. Monitoring pengawasan dan keamanan obat
berpedoman pada :
a. Indikasi penggunaan (dosis obat dan rute
pemberian obat)
b. Efektivitas obat dan keamanan obat (safety)
c. Resiko obat
d. Biaya obat
e. Setiap Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang
tidak diantisipasi atau kondisi yang berhubungan
dengan obat baru selama periode pengenalan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan berlaku
sampai 5 (lima) tahun kedepan, namun dapat berubah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Ditetapkan di : Andoolo
Pada tanggal : September 2018

Direktur,

dr. Boni Lambang Pramana, M.Kes


Pembina, Gol.IV/a
NIP. 19770619 200604 1 015

Anda mungkin juga menyukai