Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
DNR atau do-not-resuscitate adalah suatu perintah yang memberitahukan tenaga
medis untuk tidak melakukan CPR (cardiopulmonary resuscitation). Hal ini berarti bahwa
dokter, perawat, dan tenaga emergensi medis tidak akan melakukan usaha CPR emergensi bila
pernapasan maupun jantung pasien berhenti.
CPR adalah suatu prosedur medis yang digunakan untuk mengembalikan fungsi jantung
(sirkulasi) dan pernapasan spontan pasien bila seorang pasien mengalami kegagalan jantung
maupun pernapasan. CPR melibatkan ventilasi paru (resusitasi mulut ke mulut atau mulut ke
hidung) dan kompresi dinding dada untuk mempertahankan perfusi ke jaringan organ vital
selama dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan respirasi dan ritme jantung yang
spontan. CPR lanjut melibatkan DC shock, insersi tube untuk membuka jalan napas, injeksi obat-
obatan ke jantung dan untuk kasus-kasus ekstrim pijat jantung langsung (melibatkan operasi
bedah toraks).
Perintah DNR untuk pasien harus tertulis baik di catatan medis pasien maupun di
catatan yang dibawa pasien sehari-hari, di rumah sakit atau keperawatan, atau untuk pasien di
rumah. Perintah DNR di rumah sakit memberitahukan kepada staf medis untuk tidak
berusaha menghidupkan pasien kembali sekalipun terjadi henti jantung. Bila kasusnya terjadi
di rumah, maka perintah DNR berarti bahwa staf medis dan tenaga emergensi tidak boleh
melakukan usaha resusitasi maupun mentransfer pasien ke rumah sakit untuk CPR.

B. Tujuan
Untuk menyediakan suatu proses di mana pasien bisa memilih prosedur yang nyaman
dalam hal bantuan hidup oleh tenaga medis emergensi dalam kasus henti jantung atau henti
napas.

C. Dasar Hukum
Undang-undang nomer 44 tahun 2009 bagian empat pasal 32 poin K tentang Rumah Sakit
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Unit terkait
1. Instalasi Gawat Darurat
2. Rawat Inap

B. Ruang Lingkup Pelayanan


1. Menghormati keinginan pasien dan keluarganya
a. Kecuali perintah DNR dituliskan oleh dokter untuk seorang pasien, maka dalam
kasus - kasus henti jantung dan henti napas, tenaga emergensi wajib melakukan
tindakan resusitasi.
b. Ketika memutuskan untuk menuliskan perintah DNR, dokter tidak boleh
mengesampingkan keinginan pasien maupun walinya.
c. Perintah DNR dapat dibatalkan (atau gelang DNR dapat dimusnahkan).
2. Kriteria DNR
a. Perintah DNR dapat diminta oleh pasien dewasa yang kompeten mengambil
keputusan, telah mendapat penjelasan dari dokternya, atau bagi pasien yang
dinyatakan tidak kompeten, keputusan dapat diambil oleh keluarga terdekat, atau
wali yang sah yang ditunjuk oleh pengadilan, atau oleh surrogate decisionmaker.
b. Dengan pertimbangan tertentu, hal-hal di bawah ini dapat menjadi bahan diskusi
perihal DNR dengan pasien/walinya :
1) Kasus-kasus dimana angka harapan keberhasilan pengobatan rendah atau CPR
hanya menunda proses kematian yang alami.
2) Pasien tidak sadar secara permanen.
3) Pasien berada pada kondisi terminal.
4) Ada kelainan atau disfungsi kronik dimana lebih banyak kerugian dibanding
keuntungan jika resusitasi dilakukan.

C. Penanggung Jawab
Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)

D. Fasilitas dan perlengkapan


a. Formulir Penolakan Resusitasi
BAB III
TATA LAKSANA

A. PENJELASAN
1. Mengapa DNR penting ?
CPR bila berhasil, akan mengembalikan denyut jantung dan pernapasan sekaligus
kehidupan pasien. Kesuksesan suatu CPR bergantung pada keadaan keseluruhan pasien.
Umur sendiri tidak menentukan apakah CPR akan berhasil, meskipun penyakit dan
kecacatan pasien yang umumnya sudah tua biasanya membuat CPR kurang berhasil.
Ketika pasien sakit berat atau berada pada kondisi terminal, CPR bisa tidak berhasil atau
hanya berhasil sebagian, dan meninggalkan pasien dengan kerusakan otak atau pada
kondisi medis yang lebih buruk daripada sebelum jantungnya berhenti. Pada kasus-
kasus ini, beberapa pasien memilih untuk dirawat tanpa usaha agresif resusitasi sampai
kematian mereka terjadi secara natural.

2. Apakah hak pasien untuk meminta atau menerima pengobatan lainnya


dipengaruhi oleh DNR ?
Tidak. Perintah DNR hanyalah sebuah keputusan mengenai CPR dan tidak terkait dengan
usaha pengobatan lainnya.

3. Apakah DNR secara etik dapat diterima ?


DNR sudah dikenal secara luas oleh tenaga kesehatan, kuasa hukum, pengacara, dan
lainnya bahwa DNR adalah sah secara medis dan etik dengan ketentuan tertentu. Untuk
beberapa pasien, CPR justru mendatangkan lebih banyak masalah daripada
keuntungan, dan dapat bertentangan dengan keinginan atau harapan pasien itu
sendiri.

4. DNR membutuhkan consent atau persetujuan pasien ?


Dokter berkewajiban bicara dan menjelaskan kepada pasien sebelum pasien dapat
memutuskan DNR (bila pasien kompeten untuk mengambil keputusan), kecuali
dokter yakin bahwa mendiskusikan hal tersebut dengan pasien tersebut justru akan
menimbulkan dampak negatif terhadap pasien itu. Dalam kasus emergensi di mana
tidak diketahui apa keputusan pasien mengenai CPR dan DNR, dianggap bahwa
semua pasien memberikan persetujuan untuk CPR. Bagaimanapun juga, hal itu tidak
berlaku bila seorang dokter memutuskan bahwa CPR tidak akan berhasil.

5. Bagaimana pasien memberitahukan keinginannya mengenai DNR ?


Seorang pasien dewasa dapat memberikan consent atau persetujuan untuk DNR secara
lisan atau tertulis (seperti surat wasiat) kepada seorang dokter dengan setidaknya hadir
dua saksi.
Sebelum memutuskan tentang CPR, pasien harus bicara terlebih dahulu dengan
dokternya tentang kesehatannya secara keseluruhan dan keuntungan serta kerugian
dari CPR terhadap dirinya. Diskusi secara menyeluruh lebih awal akan memastikan
bahwa keinginan pasien sepenuhnya diketahui.
6. Bila seorang pasien meminta DNR, apakah dokter harus menghargainya ?
Jika seorang pasien tidak menginginkan CPR dan meminta DNR, seorang dokter harus
menyetujui atau jika tidak setuju, dokter dapat :
a. Mentransfer pasien ke dokter lain.
b. Memulai proses untuk menyelesaikan argumentasi atau perdebatan jika pasien
berada di rumah sakit atau rumah perawatan.
c. Jika argumentasi atau perdebatan dalam kurun waktu 72 jam, dokter harus
mentransfer pasien ke dokter lain.

7. Jika pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR untuk dirinya sendiri, siapa yang
akan memutuskannya ?
Pertama, keputusan bahwa pasien tidak kompeten untuk memutuskan CPR bagi
dirinya harus dibuat oleh minimal dua dokter. Dokter harus memberitahukan
hasilnya kepada pasien dan pasien berhak untuk menyatakan keberatan.
Jika seorang pasien sudah dinilai tidak kompeten untuk memutuskan tentang CPR dan
tidak memberitahukan tentang keinginannya sebelumnya, perintah DNR dapat ditulis
dengan consent dari seseorang yang dipilih oleh pasien, oleh anggota keluarga
(pasangan hidup, orang tua, anak, maupun saudara kandung) atau teman terdekat
atau orang yang ditunjuk dari pengadilan secara hukum. Dalam kasus ini ada dua
pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Advance Directive : ini adalah dokumen yang memuat keinginan dan keputusan
pasien sekiranya di kemudian hari ia tidak mampu melakukannya. Dokumen ini
dapat berbentuk surat wasiat yang menyebutkan keinginan atau keputusan
pasien dengan jelas, atau berbentuk penunjukan orang lain yang spesifik secara
khusus untuk mengambil keputusan medis atas diri pasien (durable power of
attorney for health care). Ada beberapa kontroversi tentang bagaimana surat wasiat
diinterpretasikan. Dalam beberapa kasus, surat wasiat bisa sudah dibuat jauh hari di
masa lalu dan pandangan pasien sudah banyak berubah. Ada juga kasus di mana
pasien berubah pikiran tentang keputusannya mengenai end-of-life ketika
mereka benar-benar menghadapinya. Dalam kasus-kasus seperti ini surat wasiat
ditinjau kembali berdasarkan komunikasi dengan anggota keluarga, teman
terdekat, atau tenaga kesehatan yang memiliki hubungan yang panjang dengan
pasien.
b. Surrogate decision maker : dalam hal ketiadaan dokumen, orang terdekat pasien
atau yang mengenal keinginan pasien dapat membantu. Meskipun pada
praktiknya, semua anggota keluarga dapat dilibatkan dalam diskusi untuk
mencapai kesepakatan, secara hukum dikenal hirarki hubungan untuk
menentukan siapa yang akan menjadi wali atas pasien :
1) Wali yang sah dengan otoritas membuat keputusan medis.
2) Individu yang ditunjuk langsung oleh pasien.
3) Pasangan hidup pasien.
4) Anak pasien yang sudah dewasa.
5) Orang tua pasien.
6) Saudara kandung pasien yang sudah dewasa
Penulisan advance directive dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Menggunakan formulir yang disediakan dari dokter.
b. Menuliskan keinginan sendiri .
c. Meminta formulir dari departemen kesehatan atau departemen pemerintah.
d. Memanggil pengacara.
e. Menggunakan software komputer khusus untuk dokumen legal (tergantung
hukum masing-masing negara).
Sebaiknya segala sesuatu yang sudah ditulis dicek kembali oleh dokter atau kuasa
hukum untuk memastikan bahwa apa yang sudah pasien yang tulis dimengerti
sebagaimana mestinya (mencegah pengertian ganda atau ambigu). Setelah semuanya
selesai, sebaiknya melakukan notarisasi jika memungkinkan dan dikopi untuk diserahkan
pada keluarga dan dokter.

8. Dalam keadaan apa seorang anggota keluarga atau teman terdekat dapat mengambil
keputusan tentang DNR ?
Anggota keluarga atau teman terdekat dapat memberikan persetujuan atau consent
untuk DNR hanya jika pasien tidak mampu memutuskan bagi dirinya sendiri dan pasien
belum memutuskan/memilih orang lain untuk mengambil keputusan tersebut.
Contohnya, dalam keadaan :
a. Pasien dalam kondisi sakit terminal.
b. Pasien yang tidak sadar secara permanen.
c. CPR tidak akan berhasil (medical futility).
d. CPR akan menyebabkan kondisi akan menjadi lebih buruk
Ada beberapa keadaan di mana CPR biasanya memberikan 0% kemungkinan sukses,
misalnya pada kondisi klinis di bawah ini:
a. Persistent vegetative state.
b. Syok septik.
c. Stroke akut.
d. Kanker metastasis (stadium 4).
e. Pneumonia berat
Siapapun yang mengambil keputusan bagi pasien harus mendasarkan keputusannya
pada keinginan personal pasien, meliputi agama dan keyakinan dan kepercayaan moral
pasien. Atau bila keinginan tidak diketahui, keputusan harus selalu didasarkan pada
kepentingan pasien.

9. Bagaimana bila ada anggota keluarga yang tidak setuju ?


Dalam rumah sakit atau rumah perawatan, keluarga pasien dapat meminta untuk
memediasi ketidaksetujuan. Dokter dan meminta mediasi bila ia menemukan adanya
ketidaksetujuan atau kesepakatan di antara anggota keluarga pasien.

10. Bagaimana bila pasien kehilangan kemampuannya untuk membuat keputusan tentang
CPR dan tidak memiliki seorang pun yang bisa mengambil keputusan untuk dirinya ?
Perintah DNR dapat ditulis jika ada dua dokter yang memutuskan bahwa CPR tidak akan
berhasil atau jika pengadilan secara hukum mensahkan DNR terhadap pasien tersebut.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan pada pasien untuk mendiskusikan hal DNR ini
terlebih dahulu dengan dokternya dari awal.

11. Siapa yang bisa memberikan persetujuan atau consent tentang DNR pada anak ?
Orang tua pasien atau wali pasien anak tersebut. Jika seorang anak telah cukup
umurnya untuk mengerti dan memutuskan tentang CPR, maka persetujuan dibuat atas
consent anak yang bersangkutan.

12. Bagaimana bila pasien berubah keputusan setelah DNR ditulis ?


Pasien atau siapapun yang memberikan consent tentang DNR tersebut dapat
membatalkan atau mencabut consentnya dengan memberitahu dokter atau perawat
atau siapapun tentang keputusannya. Selama pada saat mengubah keputusan
tersebut, pasien dalam keadaan kompeten yang berarti mampu berpikir rasional dan
memberitahukan keinginannya dengan jelas. Perubahan itu sebaiknya disahkan secara
hukum dan diketahui pula oleh dokter dan anggota keluarga.

13. Bagaimana bila pasien ditransfer ke tempat perawatan lain ?


DNR tetap berlaku sampai dokter yang memeriksa memutuskan lain. Bila hal itu terjadi,
dokter tersebut wajib memberitahukan hal tersebut kepada pasien atau siapapun
yang berwenang memutuskan untuk pasien untuk mendapatkan persetujuan.
Di beberapa negara sudah ada aturan yang mewajibkan pasien mengenakan gelang
tentang keputusannya apakah memilih CPR atau DNR.
Prosedur yang direkomendasikan :
a. Meminta informed consent dari pasien atau walinya.
b. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam medis pasien dan
serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga dan caregiver.
c. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di tempat-tempat
yang mudah dilihat seperti headboard, bedstand, pintu kamar, atau kulkas.
d. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di pergelangantangan atau
kaki (jika memungkinkan) .
e. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya, revisi bila ada
perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan
DNR dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR dimusnahkan.
f. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
1) Diagnosis
2) Alasan DNR
3) Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
4) Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
g. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis harus pula
dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) harus dimusnahkan.
BAB IV
DOKUMENTASI
Form DNR
Dokter Pelaksana Tindakan (DPJP) :
No JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA TANGAN PASIEN/WALI

1 Diagnosis
2 Alasan DNR
3 Tata Cara
4 Tujuan
5 Risiko
6 Prognosis
7 Lain-lain
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal-hal diatas Tanda tangan DPJP
secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya
dan/atau berdiskusi
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagaimana Tanda tangan Pasien/Keluarga
diatas yang saya beri tanda/paraf dikolom kanannya, dan telah
memahaminya.
* Bila pasen tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima informasi adalah wali atau
keluarga terdekat
PENOLAKAN RESUSITASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ………………………........................................... Umur…………...................... L / P
Alamat : …………………………………………....................................................................................................

Dengan ini menyatakan penolakan untuk dilakukannya tindakan ..................................................................


terhadap saya/ ............................... saya* bernama : ……………………….............................................................
Umur :………………. L / P Alamat : …………………………………………................................................

Saya memahami perlunya dan manfaat tindakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan seperti diatas kepada
saya, termasuk risiko dan komplikasi yang mungkin timbul. Saya juga menyadari bahwa kehidupan dan kematian
sangat bergantung kepada izin Tuhan Yang Maha Esa.

Dumai, tanggal ..........................., pukul ..........


Saksi – 1 Saksi-2

(..............................)* ( ......................... ) ( .......................... ) ( .......................... )


DPJP Keluarga/Wali
BAB V
PENUTUP

Dengan adanya panduan penolakan resusitasi/DNR diharapkan hak pasien dan keluarga
dalam dalam pengambilan keputusan dapat berjalan dengan baik, Bagi para staf diharapkan
panduan ini dapat bermanfaat sebagai panduan untuk memberikan pelayanan penolakan
resusitasi pada pasien.

Direktur RSUD Kota Dumai

dr. H. SYAIFUL
NIP : 19710724 200112 1 004

Anda mungkin juga menyukai