Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2011, Badan kesehatan dunia (World Health Organization/
WHO) memperkirakan di dunia terdapat sekitar 500.000 kasus TB yang resistan
terhadap INH dan Rifampisin (TB MDR) setiap tahunnya dengan angka kematian
sekitar 150.000. Dari jumlah tersebut baru sekitar 10% yang telah ditemukan dan
diobati. World Health Organization memperkenalkan manajemen terpadu untuk
penanganan pasien TB Resistan obat yang disebut sebagai Programmatic
Management of Drug Resistant TB (PMDT). Dalam Rencana Global
Pengendalian TB (The Global Plan to Stop TB) 2006-2015 yang telah direvisi,
secara global direncanakan untuk mengobati sekitar 1,6 juta pasien TB MDR di
dunia pada tahun 2006 sampai 2015 dimana 60% dari jumlah pasien tersebut
berada di negara-negara dengan beban TB MDR tinggi (MDR TB high burden
countries). Prevalensi TB MDR di dunia diperkirakan 2-3 kali lipat lebih tinggi
dari insidens. Global TB report dari WHO tahun 2011 mengenai hasil surveilans
resistansi OAT di beberapa negara menunjukkan terdapatnya negara atau wilayah
yang memiliki angka resistansi terhadap OAT yang sangat tinggi dan bahkan di
beberapa wilayah seperti di negara-negara pecahan Uni Soviet telah menghadapi
ancaman endemi dan epidemi TB MDR. Indonesia telah melakukan beberapa
survei resistansi OAT untuk mendapatkan data resistansi OAT. Survei tersebut
diantaranya dilakukan di Kabupaten Timika Papua pada tahun 2004,
menunjukkan data kasus TB MDR diantara kasus baru TB adalah sebesar 2 %; di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006, data kasus TB MDR di antara kasus baru
TB adalah 1,9 % dan kasus TB MDR pada TB yang pernah diobati sebelumnya
adalah 17,1 %; di Kota Makasar pada tahun 2007, data kasus TB MDR diantara
kasus baru TB adalah sebesar 4,1 % dan pada TB yang pernah diobati
sebelumnya adalah 19,2 %. Hasil Survei terbaru yang dilakukan di Provinsi Jawa
Timur pada tahun 2010 menunjukkan angka 2% untuk kasus baru dan 9,7% untuk
kasus pengobatan ulang. Secara global, WHO pada tahun 2011 menggunakan
angka 2% untuk kasus baru dan 12% untuk kasus pengobatan ulang untuk
memperkirakan jumlah kasus TB MDR di Indonesia. Kegiatan PMDT atau yang
kemudian dialihbahasakan menjadi Manajemen Terpadu Pengendalian TB
Resistan Obat (MTPTRO) sebagai upaya tatalaksana pasien TB resistan obat
mulai dilaksanakan di Indonesia sejak pertengahan tahun 2009 dengan suatu
kegiatan uji pendahuluan di 2 (dua) wilayah yaitu Kota Jakarta Timur dan Kota
Surabaya. Uji pendahuluan tersebut bertujuan untuk mencari dan menguji sistem
manajemen yang paling tepat untuk digunakan dalam pelaksanaan manajemen
penatalaksanaan pasien TB MDR di Indonesia, termasuk diantaranya adalah
untuk menilai jejaring internal maupun eksternal, aspek manajemen klinis serta
manajemen program yang terkait dengan pelaksanaannya serta hal-hal yang
lainnya.
Uji pendahuluan untuk pengobatan 100 pasien telah dilalui dengan hasil
cukup baik, dimana angka konversi biakan mencapai 75% dan angka keberhasilan
pengobatan mencapai 70%. Hal ini menggambarkan prediksi awal untuk
keberhasilan pengobatan pasien TB MDR di masa mendatang. Berdasarkan hasil
tersebut maka pengobatan TB resistan obat ditetapkan menjadi bagian dari
Program Pengendalian TB Nasional dengan terbitnya Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 565/MENKES/PER/III/2011 perihal
Strategi Nasional Pengendalian TB tahun 2011-2014. Kegiatan ini pada awalnya
dikenal sebagai Programmatic Management of Drug Resistant TB (PMDT), untuk
selanjutnya kegiatan ini disebut sebagai Manajemen Terpadu Pengendalian TB
Resistan Obat (MTPTRO).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi TB-MDR
Resistensi ganda adalah M. tuberculosis yang resisten minimal terhadap Rifampisin
dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya.
Secara umum resistensi terhadap obat anti TB terbagi menjadi:
1. Resistensi primer adalah pasien sebelumnya tidak pernah mendapat
pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT < 1 bulan.
2. Resistensi inisial adalah apabila kita tidak tau pasti apakah pasien sudah ada
riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau belum pernah.
3. Resistensi sekunder adalah apabila pasien telah mempunyai pengobatan OAT
mnimal 1 bulan.