Anda di halaman 1dari 105

PEMANFAATAN LIMBAH JEROAN IKAN CAKALANG (Katsuwonus

pelamis) SEBAGAI BAHAN SUBTITUSI TEPUNG IKAN TERHADAP


KINERJA PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

THE UTILISATION OF OFFAL WASTE OF SKIPJACK TUNA


(Katsuwonus pelamis) AS SUBSTITUTE MATERIALS ON THE
PERFORMANCE GROWTH OF TILAPIA (Oreochromis niloticus)

TESIS

RIFAI LA APU
P3300215401

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN PASCASARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
Pemanfaatan Limbah Jeroan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Sebagai Bahan Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Kinerja
Pertumbuhan Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister

Program Studi
Ilmu Perikanan

Diajukan dan di susun oleh

Rifai La Apu

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN PASCASARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rifai La Ap

Nomor pokok : P3300215401

Program Studi : Ilmu Peikanan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambil alihan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti

atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini karya orang

lain, maka saya bersedia eenerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar , Desember 2017

Rifai La Apu
KATA PENGANTAR

Asslamualaikum Wr.Wb

Alhamdulliah kehadirt Allah SWT atas segala limpahan Rahmat taufik

dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai

salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Pascasarjana di

Universitas Hasanuddin. Shalawat dan salam penulis haturkan atas Nabi

besar Muhammad Saw sebagai suri tauladan bagi manusia dalam kehidupan

islam.

Penyelasaian Tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis menghaturkan sembah sujud

sedalam-dalamnya serta ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada

yang tercinta ayahanda La Apu La Konca dan ibunda Jabida Labunga atas

pengorbanan dan keiklasan membesarkan dan mendidik dengan segala

curahan keringat, kasih sayang dan doa sejak dalam kadungan sampai

hingga detik ini. Terima kasih pula kepada Istri Jumiyati Arsjad, SE dan anak

tercinta Kayana Fattiha yang dengan iklas menunggu serta selalu mendoakan

penulis.

Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada Dr. Ir.

Zainuddin, M.Si dan Dr. Ir. Edison Saade, M.Sc selaku pembimbing I dan

pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran ditengah

kesibukannya masing-masing, masih dapat membimbing dan mengarahkan

penulis sehingga Tesis ini dapat terselesaikan. Izinkanlah penulis dengan

segala hormat dan kerendahan hati mengucapkan banyak terima kasih

kepada pihak yang telah membantu selama penulis melaksanakan kuliah :


1. Ketua Program Studi Magister Ilmu Perikanan Dr. Ir. Zainuddin, M.Si
sekaligus pembimbing I yang telah memberikan kebijksanaan yang
sangat berarti kepada penulis
2. Prof. Dr. Ir. Muh. Yusri Karim, Prof. Dr. Ir. Haryati, MS dan Dr. Ir. Siti
Aslamyah, MP selaku penguji yang telah banyak memberikan saran,
arahan dan masukkan demi perbaikan Tesis Ini.
3. Adik-adik tercinta Citra Ratifa La Apu dan Ruslandari La Apu atas doa
dan dukungannya.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan program
Pascasarjana yang telah memberikan ilmu selama proses belajar
mengajar.
5. Kakak-kakak yang selalu memberikan nasehat dan selalu menjadi
motivator bagi penulis ( Ka Bucek dan Abang Onda).
6. Saudaraku (Lisda Haryani Hanaruddin, S.Pi. M.Si. Erfin, S.Pi. M.Si.
Surianti, S.Pi. M.Si dan Harizatul zannah, S.Pi. MSi) atas bantuan dan
kebersamaannya.
7. Pak Oding selaku staf Program Pascasarjana Ilmu Perikanan yang telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan administrasi.
8. Ketua Yayasan Nurrul Hasan, ketua STP Labuha dan ketua Kopertis
Wilayah XII yang telah memberikan rekomendasi dalam melaksanakan
tugas belajar dan terimakasih kepada penyelengara beasiswa BPPDN
9. Teman-teman yang namanya yang tidak dapat disebut satu-persatu
terima kasih atas doa dan kebersamaan selama ini.
Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini

masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik maupun saran yang

sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan

penelitian ini.

Makassar, Nopember 2017

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 5
B. Limbah Jeroan Ikan 6
C. Pengolahan Limbah Ikan 7
D. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila 8
E. Sistem Pencernaan 11
F. Kinerja Pertumbuhan 13
1. Sintasan Pertumbuhan 14
2. Kecernaan 16
3. Rasio Konversi Pakan 19
4. Retensi Nutrien 20
G. Kualitas air 22
H. Kerangka Pemikiran 24
I. Hipotesis 25
III. METODELOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian 26
B. Materi Penelitian 26
C. Prosedur Penelitian 27
D. Rancangan Penelitian 30
E. Parameter Pengamatan 32
F. Analisa Data 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengolahan Jeroan ikan Cakalang 36


B. Kandungan Nutrisi Pakan uji 39
C. Indeks Asam Amino 43
D. Kecernaan Nutrien Ikan Nila 47
E. Retensi Nutrien Ikan Nila 50
F. Pertumbuhan Harian Ikan Nila 54
G. Nilai Konversi Pakan Ikan Nila 57
H. Tingkat Kelangsungan Hidup ikan Nila 60
I. Kualitas Air 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 64
B. Saran 64
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kebutuhan Nutrisii Ikan Nila 11


2. Formulasi Pakan Uji 27
3. Kandungan rata-rata nutrisi tepung jeroan ikan 36
4. Kandungan nutrisi pakan uji 39
5. Kandungan dan indeks asam amino pakan uji 43
6. Kecernaan nutrien rata-rata ikan nila 47
7. Retensi nutrie rata-rata ikan nila 51
8. Pertumbuhan harian ikan nila 55
9. Nilai konversi pakan ikan nila 58
10. Kelangsungan hidup ikan nila 61
11. Hasil pengukuran kualitas air 63
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka pemikiran 24
2. Histogram pertumbhan ikan nila perminggu 54
3. Dokumentasi penelitian 92
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Rata-rata hasil analisis proksimat jeroan ikan 70


2. Hasil analisis sidik ragam kandungan protein jeroan ikan cakalang 70
3. Hasil uji W-Tuckey protein rata-rata jeroan ikan cakalang 70
4. Analisis ragam kandungan lemak rata-rata jeroan ikan cakalang 71
5. Hasil uji W-Tuckey kandungan lemak jeroan ikan cakalang 71
6. Hasil analisis ragam kandungan karbohidrat rata-rata jeroan ikan
cakalang 71
7. Hasil uji W-Tuckey kandungan karbohidrat jeroan ikan cakalang 71
8. Hasil analisis ragam kandungan abu rata-rata jeroan ikan cakalang 72
9. Hasil Uji W-Tuckey kandungan abu jeroan ikan cakalang 72
10. Asam amino esensial pakan 73
11. Asam amino esensial Ikan nila 73
12. Kecernaan total dan protein rata-rata ikan nila 74
13. Hasil analisis sidik ragam kecernaan total 74
14. Hasil analisis sidik ragam kecernaan Protein ikan nila 74
15. Hasil uji W-Tuckey kecernaan total ikan nila 75
16. Hasil uji W-Tuckey kecernaan Protein ikan nila 76
17. Kecernaan lemak rata-rata ikan nila 77
18. Hasil analisis sidik ragam kecernaan lemak ikan nila 77
19. Hasil Uji W-tuckey Kercenaan lemak Ikan nila 78
20. Kecernaan karbohidrat rata-rata ikan nila 79
21. Hasil analisis sidik ragam kecernaan karbohidrat ikan nila 79
22. Hasil uji w-Tuckey Kecernaaan Karbohidrat ikan nila 80
23. Kandungan nutrisi rata-rata tubuh ikan nila 81
24. Rata-rata retensi protein ikan nila 82
25. Hasil analisis ragam retensi protein pada ikan nila 82
26. Rata-rata retensi lemak ikan nila 83
27. Hasil Analisis sidik ragam retensi lemak 83
28. Rata-rata pertumbuhan harian ikan nila perminggu 84
29. Hasil analisis sidik ragam pertumbuhan harian ikan nila 84
30. Hasil uji W-Tuckey pertumbuhan harian ikan nila 85
31. Rata – rata nilai Konversi pakan ikan nila 86
32. Hasi analisis sidik ragam Tingkat Konversi pakan ikannila 86
33. Uji W-Tuckey nilai konversi pakan nila 87
34. Rata – Rata Ikan Tingkat kelangsungan hidup ikan nila 88
35. Hasil analisis sidik ragam Tingkat kelangsungan hidup nila 88
36. Hasil uji lanjut W-Tuckey Tingkat kelangsungan hidup nila 89
37. Dokumentasi penelitian 90
ABSTRAK
Rifai La Apu Pemanfaatan Limbah Jeroan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
Sebagai Bahan Subtitusi Tepung Ikan Terhadap Kinerja Pertumbuhan Pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) (dibimbing Oleh: Dr. Ir. Zainuddin, M.Si dan Dr. Ir. Edison
Saade, M.Sc).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode pengolahan jeroan ikan cakalang
yang produksinya memiliki kandungan nutrisi terbaik dan menentukan dosis tepung
ikan yang dapat disubtitusi oleh jeroan ikan cakalang pada pakan ikan nila. Penelitian
dilaksanakan selama 3 bulan di Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan. penelitian
terdiri dari dua tahapan yaitu mengolah jeroan ikan cakalang untuk mendapatkan
kandungan nutrisi yang terbaik dan pemberian kombinasi tepung jeroan ikan dalam
formulasi pakan dengan dosis yang berbeda pada pemeliharaan ikan nila. Kualitas
nutrisi jeroan ikan dan pakan uji dilakukan analisis proksimat di laboratorium nutrisi
pakan Universitas Hasanuddin Makassar. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari 3 dan 6 perlakuan dan diulangi
sebanyak 3 kali. Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan dilakukan uji
lanjut menggunakan uji W-Tuckey, sedangkan data kualitas air dan asam amino
dianalisis secara dekskroptif berdasarkan kebutuhan ikan nila. Kandungan protein
terbaik terdapat pada pengolahan dengan sistem tanpa pemanasan (74,50%) yang
berbeda nyata (p>0,05) dengan sistem pengukusan (71,37%) dan perebusan
(69,87%). Tepung jeroan ikan cakalang mampu mensubtitusi tepung ikan sebesar
50% dibanding dengan 25%, 75% 100% dan 100% tepung ikan serta pakan komersil.
Pemberian 50% tepung jeroan ikan berbeda nyata (p>0,05) terhadap kinerja
pertumbuhan ikan nila. Retensi nutrien terbaik terdapat pada kombinasi 50:50%
tepung jeroan ikan cakalang tetapi semua perlakuan tidak berpengaruh. Tingkat
kecernaan nutrien terbaik pada pemberian dosis terendah terdapat pada pakan
komersil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap semua perlakuan. Hasil
penelitian dapat disimpulkan : (I) pengolahan jeroan ikan cakalang terbaik dengan
metode langsung dibandingkan dengan metode pengukusan dan perebusan, (II)
dosis tepung jeroan ikan cakalang mampu memsubtitusi tepung ikan sebesar 50%
pada pakan buatan ikan nila.

Kata kunci : pemanfaaan, jeroan ikan cakalang, subtitusi, pakan, kinerja pertumbuhan
ABSTRACT
Rifai La Apu. The Utilization of Skipjack Fish (Katsuwonus pelamis) Innards Waste as
Fish Flour Substitution Material on Growth Performance of parrot fish ( Oreocheomis
niloticus) (Supervised by Dr. Ir Zainuddin, M.Si and Dr. Ir. Edison Saade, M.Sc)

The research aimed to determine, the prosesing method of the skipjack fish
innards whose production had the best nutrition content, and the fish flour dosage
wichh could be subtituted by the skipjack fish innards of parrot fish woof. The research
was conducted for three monts at Bacan, south Halmahera Regency. Prossesing the
skipjack fish innards to obtain the best nurition content, and the fish innards flour in the
woof formulation with the different dosages on the parrot fish during the rearing period.
The proximate analysis was conducted in the woof nutrition laboratory oh Hassanudin
university on the quality of the fish innards nutrition and fish woof. The research was
carried out using the camplete randomizad design with 6 and 3 treatments and 3
replications. The data were analysed using the variance analysis and the advanced
test was carried out using W-Tuckey test.The best protein in obtained in the
prossesing with the system without heat (74,50%) having the significant effek
(p>0,05), with the steaming system (71,37%) and bolling system (69,87%). The
skipjack fish innards flour can subtitution the fish flour 50% compared with on all
treatments. The giving of 50% the fish innards flour has the significant influence
(p>0,05) on the parrot fish grouth performance. The best nutrient retention exists in
25% and 50% having the significant effect (p>0,05) with 75%, 100% and 0 woof. The
best nutrien digestibility level in the lowest dosage giving is in the commercial woof
which has the significant influence (p>0,05) on all treatments.

Keywords: utilization, skipjap innards, subtution, feed, growth performence


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu jenis ikan budidaya yang berkembang pesat di Indonesia

adalah ikan nila (Oreochromi niloticus). Produksi perikanan budidaya

mengalami peningkatan terutama ikan nila yaitu sebesar 7.116 ton pada

tahun 2004 menjadi 220.900 ton pada tahun 2008 atau meningkat

sebesar 23,96 % pertahun (KKP 2009). Ikan nila (Oreochromis niloticus)

memiliki beberapa kelebihan antara lain biomassanya mengandung

protein sangat tinggi, toleran terhadap beberapa kondisi lingkungan

seperti suhu, salinitas, dan dapat hidup pada kerapatan tinggi. Pada

tingkat dunia Indonesia berada pada peringkat empat negara produsen

nila terbesar setelah Cina, Mesir dan Filipina. Usaha untuk meningkatkan

kemampuan ikan mencerna pakan diharapkan akan meningkatkan

pertumbuhan ikan nila.

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan

suatu kegiatan usaha aquakultur, namun tingginya harga pakan buatan

menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh para pembudidaya menjadi

tinggi. Upaya penanganan permasalahan pakan ikan, sudah banyak

dikembangkan dalam penelitian tetapi belum mampu mengatasi secara

sepenuhnya. Hal ini dikarenakan bahan baku yang dibutuhkan belum

mampu dikelola dengan baik sehingga kebanyakan pabrik pakan masih


mengharapkan bahan baku pakan dari luar seperti tepung Ikan. Tepung

ikan sebagai sumber protein utama bagi pakan kultivan masih tergolong

mahal, olehnya itu perlu dilakukan pemanfaatan bahan baku lokal sebagai

sumber protein lain yang mudah didapat dan berkualitas.

Direktur Jendral Budidaya kelautan dan Perikanan pada Tahun 2015

telah mendeklarasikan Gerakan Pakan Mandiri (GERPARI) yang

bertujuan agar masyarakat mampu mengelolah bahan baku lokal dan

membuat pakan sendiri sehingga diharapkan dapat menekan biaya

operasional usaha budidaya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

memilih bahan baku pakan kultivan yaitu: (I) memiliki nilai gizi yang baik,

(II) harga murah, dan (III) mudah diperoleh, (VI) tidak mengandung racun

dan (V) bukan kebutuhan utama manusia sehingga tidak terjadi

persaingan dalam memperoleh bahan makanan.

Salah satu bahan baku potensial yang dapat dikembangkan di

Kabupaten Halmahera Selatan adalah limbah hasil usaha perikanan

tangkap berupa jeroan ikan cakalang yang tidak termanfaatkan di pasar

ikan dan Tempat Pendaratan Ikan (TPI). Ikan cakalang merupakan salah

satu hasil produk usaha perikanan terbesar di Maluku Utara pada umunya

dan Kabupaten Halmahera Selatan pada khususnya, hal ini dapat dilihat

pada data statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera

Selatan dalam tiga tahun terakhir secara berturut-turut menyatakan 3889,

18 ton (2013), 3898, 90 ton (2014), dan sebesar 4000,27 ton (2015) (DKP,

Hal-Sel 2015).
Pengolahan hasil perikanan diikuti dengan produksi limbah yang

tinggi, seperti limbah hasil produksi fillet ikan berupa kepala ikan, jeroan,

dan tulang ikan. Jeroan ikan cakalang yang memiliki bobot 10-15%

(tergantung pada spesies) dari biomassa ikan (Bhaskar dan Mahendrakar,

2008). Produksi jeroan ikan yang besar ini perlu diimbangi usaha

penanganan dan pemanfaatan limbah jeroan ikan tersebut menjadi produk

yang lebih bernilai tambah. Kualitas nutrisi limbah jeroan ikan sebagai

bahan baku pakan sangat tergantung pada sistem pengolahan bahan

baku.

Produksi ikan cakalang rata-rata diperkirakan sekitar 3929,45

ton/tahun dan mampu menghasilkan limbah sebanyak 1,09 -1.64 ton/hari.

Hal ini jika dibiarkan akan berdampak pada lingkungan. Berdasarkan hal

tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang Pemanfaatan Limbah

Jeroan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) sebagai Bahan Baku Pakan

Terhadap Keinerja Pertumbuhan ikan nila (O. niloticus)

B. Rumusan Masalah

Pakan merupakan salah satu kendala dalam budidaya ikan nila

karena harga pakan yang tinggi terutama berbahan baku tepung ikan.

Pemanfaatan bahan baku yang tersedia dan tidak dimanfaatkan oleh

manusia dapat digunakan sebagai upaya menekan biaya produksi.

Produksi ikan cakalang yang tinggi akan terdapat potensi limbah yang

dihasilkan, jika tidak termanfaatkan akan terjadi pencemaran. Kandungan


nutrisi bahan baku pakan yang baik ditentukan oleh cara pengolahan

bahan baku.

Penggunaan jeroan ikan cakalang sebagai bahan baku pakan ikan

diharapkan dapat mensubtitusi tepung ikan komersil. Informasi metode

pengolahan limbah jeroan ikan cakalang menjadi bahan baku pakan yang

menghasilkan kandungan nutrisi terbaik dan berapa besar subtitusi jeroan

ikan terhadap tepung ikan komersil belum diketahui. Berdasarkan hal

tersebut, maka masalah pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimana metode pengolahan jeroan ikan cakalang yang produksinya

memiliki kandungan nutrisi terbaik ?

2. Berapa kombinasi jeroan ikan cakalang dengan tepung ikan yang

memberikan kinerja pertumbuhan terbaik pada ikan nila (O. niloticus) ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan metode pengolahan jeroan ikan cakalang yang

memberikan kualitas terbaik.

2. Untuk menentukan kombinasi terbaik tepung jeroan ikan cakalang

dengan tepung ikan komersil yang memberikan kinerja pertumbuhan

ikan nila.

Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan informasi

kepada pemerintah, stekholder dan masyarakat pembudidaya ikan


tetntang pemanfaatan jeroan ikan cakalang sebagai bahan baku pakan

buatan ikan nila.

II. INJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Ikan Nila Oreochromis niloticus


Pada awalnya dalam klasifikasi ikan nila memiliki genus Tilapia yang

akhirnya mengalami perubahan oleh Trewavas. Perubahan klasifikasi ini

menyebabkan genus Tilapia terbagi menjadi tiga genus yaitu, genus

Oreochromia, genus Sarotherodon dan genus Tilapia. Penggolongan ini

berdasarkan perilaku kepedulian induk ikan terhadap telur dan anak-

anaknya.

Ikan nila termasuk kelompok Tilapia yang memiliki bentuk tubuh

memanjang, ramping dan relatif pipih. Ikan nila dapat hidup di perairan

yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Ikan nila

juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk,

danau, rawa, sawah, tambak air payau atau di dalam jaring terapung.

Salah satu sifat biologi ikan nila yang penting sehingga ikan ini cocok

untuk dibudidayakan adalah respon yang luas terhadap pakan yakni dapat

tumbuh dengan memanfaatkan pakan alami serta pakan buatan soedibya

(2013). Menurut Rachmiwati dan istiyanto (2014), ikan nila bersifat

herbivora, omnivora dan pemakan plankton. Sifat penting lain dari ikan

nila adalah pertumbuhannya relatif cepat dibandingkan ikan jenis lainnya.

Ikan nila dikenal sebagai ikan yang relatif tahan terhadap perubahan

lingkungan hidup walaupun hidup di perairan tawar, kelompok ikan Tilapia


dapat bertahan hidup, tumbuh juga bereproduksi pada rentang salinitas

yang luas (euryhaline) dengan kadar salinitas sampai 40 mg/ml (Lovell,

1989). Nila adalah spesies akuakultur yang cukup menarik karena

pertumbuhannya cepat, trofik level feeding-nya rendah sehingga dapat

digunakan sebagai filter feeder, reproduksinya cepat dan mampu

menstabilkan kelimpahan fitoplankton (Rachmiwati dan Istiyanto 2014).

Ikan nila bersifat omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih

mudah beradaptasi dengan jenis pakan seperti plankton hewani, plankton

nabati, dan daun tumbuhan yang halus. Selain itu ikan nila dapat diberi

pakan buatan seperti pellet dan pakan tambahan seperti dedak halus,

tepung bungkil sawit, dan ampas kelapa (Sayed, 1999 dalam Rina dan

Elrifadah, 2015). Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan serta

kelangsungan hidupnya ikan memerlukan pakan yang cukup dari segi

kualitas dan kuantitas. Pakan yang bermutu baik, salah satunya

ditentukan oleh kandungan gizi (protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan

mineral) dalam komposisi yang tepat.

B. Limbah Jeroan Ikan

Pengolahan industri perikanan, menghasilkan limbah berupa bagian ikan

yang tidak terpakai atau terbuang misalnya kepala, sirip, dan jeroan (isi perut).

Pengolahan industri perikanan menghasilkan sekitar (25-30)% limbah, yakni

sekitar 3,6 juta ton pertahun (KKP 2010). Limbah merupakan bahan baku

dengan kualitas rendah yang jika tidak dimanfaatkan dapat menimbulkan

masalah lingkungan, kesehatan, dan ekonomi. Bhaskar et al. (2008) menyatakan

bahwa limbah industri perikanan misalnya jeroan memiliki kandungan protein dan
lemak tak jenuh yang tinggi. Kandungan protein dalam jeroan ikan sturgeon

(Acipenser persicus) 15,48%, ikan catla (Catla catla) 8,52% dan ikan tongkol

16,72% (Bhaskar et al., 2008).

Jumlah ikan yang terbuang dari industri perikanan mencapai 20 juta

ton (20% total produksi). Jeroan ikan mengandung protein dan lemak tak

jenuh yang tinggi. Jeroan ikan memiliki bobot 10-15% (bergantung pada

spesies) dari biomassa ikan. Fakta yang ditemukan bahwa produk

buangan kaya akan protein dan lemak sehingga meningkatkan peluang

untuk mengalami kebusukan. Limbah perikanan yang kaya protein dapat

digunakan untuk produksi hidrolisat dan dapat menghindari masalah

lingkungan (Bhaskar dan Mahendrakar 2008). Poernomo dan Buckle

(2002) menyatakan bahwa dalam pengolahan cowtail ray (Trygon sephen)

di Indonesia, jeroan (hingga 20% dari bobot tubuh) terbuang bersama

kepala dan kulit. Pemanfaatan jeroan ikan saat ini terbatas untuk pakan

ternak. Kandungan enzim proteolitik yang melimpah pada jeroan ikan

membuka kemungkinan pemanfaatan jeroan ikan lebih lanjut. Jeroan ikan

mengandung enzim pencernaan yang tinggi dan memungkinkan

penggunaan enzim eksternal yang lebih sedikit untuk hidrolisis jeroan ikan

(Ovissipour, 2008).

Prasertsan dan Prachumratana (2008), menyatakan bahwa spesies

ikan yang ditangkap dari wilayah yang berbeda memiliki ukuran jeroan

yang berbeda. Jeroan ikan tuna berkisar antara 5,18% sampai 7,05%.

Jeroan ikan tuna mengandung aktivitas enzim yang berbeda. Limpa dari

yellowfin tuna mengandung aktivitas protease tertinggi (53,38) U/mL


dengan aktivitas spesifik 2,56 U/mg) sedangkan pankreas mengandung

aktivitas lipase tertinggi (0,72 U/mL dengan aktivitas spesifik 0,03 U/mg).

C. Pengolahan Limbah Ikan

Pengolahan bahan makanan merupakan langkah awal dalam menentukan

nutrisi dari bahan baku proses pembuatan pakan. Pengolahan limbah

merupakan proses pemanfaatan limbah menjadi bahan yang bernilai ekonomis.

Pengolahan limbah ikan secara Perebusan merupakan salah satu cara

pengolahan dengan dengan pemasakan menerima panas melalui media

air, sedangkan pengukusan merupakan proses pemasakan bahan baku

yang sumber panasnya menggunakan uap air. Perebusan dapat

menyebabkan kehilangan zat gizi lebih besar pada bahan pangan

dibandingkan dengan pengukusan. Manfaat perebusan dan pengukusan

adalah dapat menghilangkan bakeri, meningkatkan daya cerna, dan dapat

memecah molekul protein menjadi asam amino (Sumiati, 2008). Haris dan

Karmas (1989), menambahkan proses pemasakan bahan pangan, panas

yang berlebihan akan terjadi proses penurunan zat gizi.

D. Kebutuhan Nutrisi Ikan Nila

Komponen pakan yang berkontribusi terhadap penyediaan materi

dan energi untuk pertumbuhan seperti protein, karbohidrat, dan lemak.

Kemampuan ikan menggunakan nutrient pakan bergantung pada berbagai

faktor seperti sintesis enzim yang tepat, produksi enzim dalam jumlah

yang cukup, dan distribusi enzim dalam saluran pencernaan (Masria

2016).
Proses metabolisme pakan akan menjadi energi bagi ikan untuk

melakukan aktivitasnya. Pemberian pakan haruslah dapat dikonsumsi ikan

secara utuh sehingga pakan tidak ada yang terbuang. Pemberian pakan

yang tidak tepat baik dari kualitas dan kuantitasnya akan menumpuk di

dasar tambak. Hal ini akan mengakibatkan pembusukan bahan organik di

dasar tambak dan akibatnya tambak tercemar, sampai pada batas waktu

tertentu daya dukung tambak semakin berkurang, pada akhirnya

mengakibatkan timbulnya gas beracun dan ini akan memicu terganggunya

kehidupan ikan bahkan dapat mengakibatkan kematian massal (Pusat

Penyuluhan Kelautan dan Perikanan 2011).

Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi

yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang

dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Bahan baku protein

terdiri dari molekul – molekul asam amino yang mengandung unsur C, H,

O dan unsur N ( Selviana, 2013 ). Protein merupakan aspek penting

dalam nutrisi ikan karena protein merupakan salah satu nutrien yang

diperlukan oleh ikan untuk pertumbuhan. Cepat tidaknya pertumbuhan

ikan, ditentukan oleh banyaknya protein yang dapat diserap dan

dimanfaatkan oleh tubuh sebagai zat pembangun. Menurut Poedjiadji

(2009), jumlah kebutuhan protein pakan untuk setiap stadia biasanya

berbeda, pada stadia larva dan benih dibutuhkan protein yang tinggi,

tetapi sebaliknya rendah pada stadia pembesaran, dapat dilihat pada

Tabel 1.
Lemak merupakan sumber utama energi, lemak tersimpan dalam

jaringan dan berfungsi untuk menjaga energi pada ikan. Selain itu lemak

dapat juga sebagai media penyimpanan vitamin- vitamin yang larut dalam

lemak seperti vitamin A, D, E dan vitamin K. Pada makanan ikan lemak

yang digunakan tidak terlalu tinggi kandungannya karena kemampuan

ikan dalam mengkonsumsi protein lebih baik dibanding dengan

kemampuannya mengkonsumsi lemak dan karbohidrat, maka peranan

lemak sebagai sumber energi lebih kecil dibandingkan peran protein. Ikan

dari golongan karnivora memiliki ketersediaan rendah terhadap

karbohidrat. Ikan memanfaatkan lemak sebagai sember energi utama

untuk kelangsungan hidupnya disamping sebagai pembentuk struktur sel

"prekursor" dan memelihara keutuhan biomembran. Biomembran

berperan dalam pengangkutan antar sel seperti vitamin dan sterol dimana

vitamin dan sterol ini merupakan nutrien larut dalam lemak (Rosdiana,

2004).

Karbohidrat atau hidrat arang atau zat pati, berasal dari bahan baku

nabati. Kadar karbohidrat dalam pakan ikan, dapat berkisar antara 10-

50%. Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung

pada kemampuannya untuk menghasilkan enzim pemecah karbohidrat

(amilose) ikan karnivora biasanya membutuhkan karbohidrat sekitar 12%

sedangkan untuk ikan omnivore kadar karbohidratnya dapat mencapai

50% ( Sutikno, 2011). Ikan mempunyai kemampuan lebih rendah dalam

memanfaatkan karbohidrat dibandingkan dengan hewan darat, namun


karbohidrat harus tersedia dalam pakan ikan, sebab jika karbohidrat tidak

cukup tersedia maka nutrien yang lain seperti protein dan lemak akan

dimetabolisme untuk dijadikan energi sehingga pertumbuhan ikan akan

menjadi lambat (Wilson, 1994 dalam Masria 2016). Kebutuhan nutrisi

untuk ikan nila pada seluruh umur dapat perlihatkan pada tabel 1.

Tabel 1.Kebutuhan Zat Gizi Ikan Nila


Zat Gizi Stadia/Ukuran Kebutuhan Referensi
(%)
Protein Larva 35 Santiago et al (1982)
Juvenil 25 – 30 Santiago et al (1982)
Semua ukuran 20 – 25 Litbang deptan (1989)
Asam amino esensial
Agrinin 4,2 Santiago et al (1988)
Lisin 5,1
Treonin 3,8
Histidin 1,7
Isoleusin 3,1
Leusin 3,4
Metionin + sistin 3,2
Fenilalanin+tirosin 5,5
Triptofan 1
Valin 2,8
Lemak
Karbohidrat Semua ukuran 6–8 Litbang deptan (1989)
Vitamin Semua ukuran 6 – 10 Jauncey & Rose (1982)
Mineral Semua ukuran 25 Jauncey & Rose (1982)
Semua ukuran 0,5 – 10 Litbang deptan (1989)
Semua ukuran 0,25 – 0,5 Litbang deptan (1989)
Semua ukuran < 0,9 Watanabe et al (1980)
Sumber : Sachwan 2003

Asam amino merupakan monomer (satuan pembentuk) Protein,

atau merupakan suatu senyawa yang mempunyai dua gugus (gugus

amina dan gugus karbosil) yang terikat pada atom karbon yang

berdekatandengan gugus karbosil (C-a), sehingga kedua gugus asam

amino ini terletak pada atom karbon yang sama (Rudi, 2014). Gugus

karbosil memberikan sifat asam dan gugus amina bersifat basa, yang
dapat membawa muatan listrik total pada sifat larutan. Suatu molekul

mempengaruhi interaksi dengan molekul lain sehingga sifat ini

dimanfaatkan pada isolasi dan pemurnian asam amino dan protein.

Pada umumnya sifat asam amino larut dalam air dan tidak larut

dalam pelarut organik, sifat ini berbeda dengan asam karbosilat maupun

asam amina terutama pada titik leburnya. Beberapa asam amino tidak

dapat di sintesis dalam tubuh, sehingga asam amino tertentu diperoleh

dari makanan. Asam amino yang dijumpai pada protein terdiri atas 20

asam amino yang di kelompokan kedalan asam amino esensial dan asam

amino nonesensial (Mushafaat et al., 2015).

E. Sistem Pencernaan Ikan

Sistem pencernaan pada ikan menyangkut saluran pencernaan dan

kelenjar pencernaan. Pencernaan makanan pada ikan adalah suatu

proses tentang pakan yang dicerna kemudian dihaluskan menjadi

molekul-molekul atau butiran-butiran mikro (lemak) yang sesuai untuk

diabsorpsi melalui dinding gastrointestinal ke dalam aliran darah

(Zonneveld et al., 1991). Ikan herbivora panjang total ususnya melebihi

panjang total badannya. Panjangnya dapat mencapai lima kali panjang

total badannya, sedangkan panjang usus ikan karnivora lebih pendek dari

panjang total badannya dan panjang total ikan omnivora hanya sedikit

lebih panjang dari total badannya (Cahyoko, 2000).

Pada hewan tingkat tinggi, protein yang terdapat sebagai bagian dari

bahan pangannya dihidrolisis terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan lebih


lanjut. Proses ini disebut proteolisis yang dikatalisis oleh enzim – enzim

tertentu. Proses ini berlangsung dalam saluran pencernaan yaitu

ventrikulus dan intestinum. Di dalam ventrikulus, protein pakan akan

mengalami denaturasi oleh kerja HCl dan dihidrolisis oleh enzim pepsin

sehingga protein tersebut berubah menjadi peptid. peptid akan dihidrolisis

oleh enzim karboksipeptidase, tripsin, khemotripsin, dan elastase sebagai

katalisatornya menjadi polipeptid, tripeptid, dan dipeptid Hasil

akhir dari hidrolisis adalah asam amino bebas yang kemudian masuk

dalam kegiatan metabolik (Martoharsono, 1993).

Pencernaan lemak dimulai pada segmen lambung tetapi tidak begitu

efektif. Pencernaan lemak secara intensif dimulai pada segmen usus.

Lemak akan diubah menjadi partikel lemak berukuran kecil yang disebut

micel oleh garam empedu dan lipase pankreatik. Partikel lemak dalam

bentuk micel ini siap diserap oleh dinding usus (enterosit) (Fujaya, 2004).

Pencernaan karbohidrat dimulai pada segmen lambung, tetapi

secara intensif terjadi pada segmen usus yang memiliki enzim amilase

pankreatik. Banyak enzim karbohidrase yang berperan pada segmen

usus, antara lain: amilase, laktase, selulase, dll. Amilum dan glikogen

dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi maltose dan dekstrin. Maltose dan

dekstrin ini akan dihidrolisis oleh enzim laktase -limit dekstrinase menjadi

glukosa. Disakarida dihidrolisis oleh enzim laktase atau sukrase

menghasilkan galaktosa, glukosa, dan fruktosa. Selulosa akan dihidrolisis

oleh enzim selulase menjadi sellubiose, kemudian sellubiose akan


dihidrolisis oleh enzim sellobiose menjadi glukosa. Dalam bentuk glukosa

ini karbohidrat dapat diserap oleh dinding usus (Fujaya, 2004).

Hati merupakan kelenjar yang berukuran besal, berwarna merah

kecoklatan, terletak di bagian depan rongga badan dan mengelilingi usus,

bentuknya tidak tegas, terbagi atas lobus kanan dan lobus kiri, serta

bagian yang menuju ke arah punggung. Fungsi hati menghasilkan

empedu yang disimpan dalam kantung empedu untuk membanfu proses

pencernaan lemak. Kantung empedu berbentuk bulat, berwarna kehijauan

terletak di sebelah kanan hati, dan salurannya bermuara pada lambung.

Kantung empedu berfungsi untuk menyimpan empedu dan disalurkan ke

usus bila diperlukan. Pankreas merupakan organ yang berukuran

mikroskopik sehingga sukar dikenali, fungsi pankreas, antara lain

menghasilkan enzim–enzim pencernaan dan hormon insulin (Pramesda et

al., 2011 dalam Masria 2016).

F. Kinerja Pertumbuhan

1. Sintasan dan Pertumbuhan

Sintasan didefenisikan sebagai persentase organisme yang hidup

dalam waktu tertentu (Effendie, 1997). Menurut Cholik (1988), sintasan

dipengaruhi oleh padat penebaran, umur, sifat genetik, serta faktor

lingkungan seperti suhu, salinitas, pH dan kandungan amoniak.

Pengendalian pada faktor-faktor tersebut merupakan upaya yang dapat

ditempuh untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan

kelangsungan hidup. Kematian ikandapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu


faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah mortalitas

alamiah dan penyakit, sedangkan faktor eksternal dipengaruhi oleh

kualitas air, penanganan dan predator.

Pemeliharaan ikan nila (O. niloticus) terutama larva terjadi kematian

yang tinggi, hal ini sebabkan penyesuaian makanan pasca kehabisan

kuning telur. selain itu kematian terjadi dikarenakan saling memangsa

yang merupakan sifat ikan koi yang dapat timbul kapan saja jika pasokan

makanan masih kurang dalam pemeliharaan.

Pertumbuhan adalah perubahan bentuk dan ukuran, baik panjang,

bobot atau volume dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan secara

spesifik diekspresikan dalam perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun

jaringan tubuh dalam rentang waktu tertentu. Secaramorfologi,

pertumbuhan diwujudkan dalam perubahan bentuk (Metamorphosis).

Secara energik, pertumbuhan dapat diekspresikan dengan perubahan

kandungan total energi (kalori) tubuh pada periode tertentu (Anggoro,

1992).

Menurut Fujaya (2004), pertumbuhan didefinisikan sebagai

pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat. Pertumbuhan pada

organisme dapat terjadi secara sederhana dengan peningkatan jumlah

sel-selnya, dan juga dapat terjadi sebagai akibat dari peningkatan ukuran

sel. Pada umumnya pertumbuhan ditandai oleh adanya peningkatan

jumlah dan ukuran sel, dengan laju sintesis molekul yang kompleks dari

organisme itu misalnya protein harus melebihi laju perombakannya.


sehingga harus ada tambahan molekul organik (asam amino, asam

lemak, gliserol dan glukosa) yang diambil dari lingkungannya.

Pertumbuhan ikan dapat terjadi jika ada materi untuk membangun

suatu struktur atau organ dan energi untuk proses pembangunannya.

Protein, Karbohidrat, dan Lemak diperlukan oleh tubuh ikan sebagai

materi energi untuk pertumbuhan sehingga harus diperoleh dari pakan

yang dikonsumsi. Selanjutnya agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh ikan

untuk pertumbuhan, pakan yang dikonsumsi oleh ikan akan mengalami

proses metabolisme (Effendi 1997).

Pakan dengan kandungan protein rendah akan mengurangi laju

pertumbuhan, proses reproduksi kurang sempurna dan dapat

menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit. Kekurangan lemak

dan asam lemak akan menyebabkan pertumbuhan terhambat, kesulitan

reproduksi dan warna kulit tidak normal. kelbihan protein dan lemak akan

mengakibatkan penimbunan lemak dihati dan ginjal, sehingga ikan

menjadi terlalu gemuk, nafsu makan berkurang dan bengkak disekitar

perut ( Afrianto dan Liviawati, 2005).

2. Kecernaan

Kecernaan merupakan jumlah pakan yang tercerna dalam proses

pencernaan. Kecernaan memberikan pengukuran atau nilai pada pakan

dan nutrien yang dicerna dan diserap. Kecernaan nutrien mengacu pada

nutrien–nutrien tertentu seperti pada protein, karbohidrat, dan lipid dalam

pakan sertakomposisinya. Kecernaan pakan dipengaruhi oleh umur,


ukuran jenis kelaminpadat tebar, waktu dan frekuensi pakan, kualitas dan

kuantitas pakan (Silva dan Anderson, 1995).

Nilai kecernaan pakan atau yang disebut juga koefisiensi kecernaan

disamping dapat menggambarkan kemampuan ikan dalam mencerna

pakan juga dapat menggambarkan kualitas makanan yang dikonsumsi

oleh ikan. Kecernaan pakan dapat ditentukan dengan cara

membandingkan kadar nutrien atau energi pakan dengan kadar nutrient

dalam feses yang dinyatakan dalam persen menggunakan metode

langsung dan tidak langsung (Affandi et al., 2005).

Kemampuan cerna ikan terhadap bahan baku pakan dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu sifat kimia air, suhu air, jenis pakan, ukuran,

umur ikan, kandungan gizi pakan, frekuensi pemberian pakan, sifat fisika

dan kimia pakan serta jumlah dan macam enzim pencernaan yang

terdapat di dalam saluran pencernaan ikan (NRC 1993).

Hasil penelitian Cahyoko, (2007), menunjukkan bahwa kecernaan

pakan yang mengandung glukosa dan sukrosa lebih tinggi dari perlakuan

pati dan dekstrin. Di samping itu menunjukkan adanya aktivitas enzim

sukrase pada substrat sukrosa. Walaupun aktivitas enzim pada substrat

sukrosa menunjukkan nilai lebih rendah dari dekstrin, namun sebagian

dari sukrosa dapat diserap langsung oleh saluran pencernaan.

Nilai kemampuan cerna nutrien dalam pakan dapat ditentukan

melalui pengukuran secara langsung dan tidak langsung. Pengukuran

secara langsung sulit dilakukan karena berkaitan erat dengan pengukuran


konsumsi pakan dan pengumpulan feses secara kuantitatif, serta dapat

pula dilakukan dengan memisahkan feses dari air/sisa pakan. Pengukuran

secara tidak langsung relatif lebih mudah sehingga lebih sering

digunakan, yaitu pengukuran dengan menggunakan indikator (Talbot

dalam Tyler and Calow 1985). Indikator yang digunakan harus bersifat

tidak dapat dicerna, tidak berubah secara kimia, tidak beracun bagi ikan,

dapat dianalisa dengan baik dan dapat melalui usus secara keseluruhan

bersama dengan bahan tercerna lainnya (Lovell 1989). Indikator yang

biasa digunakan adalah chromic oxide (Cr2O3) sebanyak 0,5-1,0 % dalam

pakan dengan asumsi bahwa semua Cr2O3 yang dikonsumsi oleh ikan

akan keluar dari saluran pencernaan dan akan tampak dalam feses.

Perubahan relatif dari persentase Cr2O3 pada pakan dan feses akan

menggambarkan persentase dari pakan yang dicerna oleh ikan (NRC

1993).

Cara pengukuran yang paling mudah dilakukan untuk menilai

ketersediaan energi dan zat–zat makanan adalah melalui penentuan daya

cerna. Pengukuran kecernaan pakan lebih banyak menggunakan metode

tidak langsung dengan menambahkan indikator ke dalam pakan (Cholik,

1988). Indikator yang digunakan haruslah merupakan bahan yang tidak

dapat dicerna dan diserap serta tidak berpengaruh negatif pada ikan

(Takeuchi, 1988 dalam Masria, 2016).

Kecernaan protein umumnya tinggi dan bervariasi berdasarkan

beberapa faktor antara lain sumber protein, ukuran partikel, dan


keberadaan komponen protein di dalam pakan. Kasein dan gelatin adalah

bahan semi murni yang merupakan sumber protein dan mempunyai

kecernaan sangat tinggi (NRC, 1993), kasein juga mengandung asam

amino esensial yang tinggi kecuai arginin sedangkan gelatin mengandung

arginin. Nilai kecernaan lemak yang berasal dari ikan jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan kecernaan lemak dari hewan daratdan tumbuh-

tumbuhan, kecernaan lemak dari minyak ikan adalah 97% sedangkan

kecernaan lemak dari minyak jagung 76% (NRC, 1993). Karbohidrat

dalam komplek dalam bentuk pati dan dekstrin relatif sukar dicerna dan

dapat menurunkan kecernaan protein, bahan kering dan karbohidrat itu

sendiri.

3. Rasio Konversi Pakan

Rasio konversi pakan (FCR) merupakan suatu ukuran yang

menyatakan jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg

daging. Semakin besar nilai FCR, maka semakin banyak pakan yang

dibutuhkan untuk memproduksi 1 kg daging. FCR berkebalikan dengan

efisiensi pakan yang didapatkan akan semakin rendah dan berlaku pula

sebaliknya. Rasio konversi pakan sangat diperlukan untuk mengetahui

baik tidaknya mutu pakan yang diberikan pada ikan yang dipelihara

(Widanarni et al., 2012).

Faktor yang mempengaruhi kualitas pakan adalah bahan baku yang

digunakan untuk menyusun bahan baku yang terdapat dalam pakan.

Kualitas pakan yang baik yang disertai pemberian jumlah dan frekuensi
yang tepat akan dapat menghasilkan konversi yang baik. Umumnya nilai

FCR kurang dari 2 masih dinyatakan baik. FCR yang tinggi kemungkinan

disebabkan oleh beberapa faktor, seperti over feeding, defisiensi nutrien

tertentu, kualitas air yang buruk. Konversi pakan berhubungan dengan

beberapa faktor seperti mutu pakan, kuantitas pakan, spesies ikan, ukuran

ikan, dan kualitas air, juga berhubungan dengan kualitas pakan, dimana

kualitas pakan dipengaruhi oleh daya cerna atau daya serap ikan

terhadap pakan yang dikonsumsi (Nur, 2011 ).

4. Retensi Nutrien

Retensi protein merupakan gambaran dari protein yang diberikan,

yang dapat diserap dan dimanfaatkan untuk membangun maupun

memperbaiki sel-sel tubuh yag sudah rusak, serta dimanfaatkan tubuh

ikan untuk metabolisme. Cepat tidaknya pertumbuhan ikan, ditentuan oleh

banyaknya protein yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh

sebagai zat pembangun, oleh karena itu agar ikan dapat tumbuh dengan

normal, ransum atau pakan harus harus memiliki kandungan energi yang

cukup untuk memenuhi kebutuhan energi metabolisme sehari-hari dan

memiliki kandungan protein yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan

pembangunan sel-sel tubuh yang baru. Pemberian ransum yang tepat

dengan kisaran kalori / energi pakan yang memenuhi persyaratan bagi

pertumbuhan ikan dan dengan kandungan gizi yang lengkap, akan dapat

meningkatkan nilai retensi protein.


Rasio Efisiensi Protein (REP) merupakan metode yang digunakan

sebagi pembanding kualitas protein yang diartikan sebagai pertambahan

bobot badan (gram) per konsumsi protein, Anggorodi (1994). Iqbal et al.,

(2012), jumlah konsumsi protein berpengaruh terhadap pertambahan

bobot badan, ini disebabkan karena pertambahan bobot berasal dari

sintesis protein tubuh yang berasal dari protein. Peningkatan berat badan

berbanding terbalik dengan rasio efisiensi protein, semakin besar nilai

berat badan yang dihasilkan makan nilai konversi ransum dan rosio

efisiensi protein semakin kecil.

Mahfuds et al., (2010) jumlah pakan yang dikonsumsi menentukan

pertambahan bobot yang dihasilkan, rasio Efisiensi Protein dipengaruhi

oleh pertambahan bobot tubuh dan konsumsi protein. NRC (1993),

Pertambahan umur akan menurunkan nilai rasio efisiensi protein karena

konsumsi pakan meningkat tetapi pertambahan bobot relatif tetap,

semakin kecil nilai REP maka semakin efisien pemanfaatn protein yang

dikonsumsi. Faktor yang mempengaruhi efisien penggunaan pakan

adalah nutrisi, lingkungan, kesehatan ikan dan keseimbangan serta fisik

pakan yang diberikan.

Retensi lemak menunjukan banyaknya lemak pakan yang disimpan

didalam tubuh selam masa pemeliharaan. Retensi lemak menggambarkan

kemampuan ikan dalam menyimpan dan memanfaatkan lemak pakan

(NRC, 1993). Semakin banyak protein yang dikatabolisme maka akan

meningkatkan energi untuk mengoksidasi kelebihan asam amino yang


akhirnya akan meningkatkan amonia yang diproduksi. Energi yang

disimpan dimanfaatkan dalam sintesis komponen sel dan digunakan

sebagai bahan bakar dalam produksi energi sel (Yudiarto et al., 2012).

5. Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan ikan nila. Tingkat keasaman media

pemeliharaan berkisar antara 6-7 yang masih dalam kisaran normal untuk

ikan dapat tumbuh dan berkembang baik. Ikan nila mampu hidup pada

suhu antara 15oC-37oC. Suhu optimum pertumbuhan ikan nila adalah

25oC-30oC, sehingga dengan kisaran suhu 27oC-29oC dapat menunjang

pertumbuhan ikan nila selama penelitian.

Oksigen terlarut dalam air dapat mempengaruhi aktivitas ikan nila

dan berpengaruh pada metabolisme dalam tubuh ikan. Menurut (Djarijah

1995, dalam Arafat et al., 2015), ikan mampu hidup dalam kisaran oksigen

terlarut sebesar 3-5 mg/L, Kecilnya nilai oksigen terlarut dalam air

kemungkinan disebabkan oleh proses aerasi yang kurang tepat karena

besar kecilnya aerasi akan berpengaruh terhadap banyak sedikitnya

oksigen dalam air.

Amoniak merupakan faktor pentig kualitas air yang harus dijaga

keberadaannya di suatu wadah pemeliharaan ikan. kadar amoniak yang

melebihi ambang batas toleransi bagi ikan menyebabkabkan racun di

perairan. Kadar amoniak untuk kehidupan ikan nila diperairan berkisar

antara 0,05 – 0,3 ppm. Menurut Asmawi (1986) dalam Putra dkk (2011),
kualitas perairan memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

survival dan pertumbuhan makhluk yang hidup.


G. Kerangka Pemikiran

Budidaya Ikan Nila

Harga Pakan tidak Terjangkau

Produksi ikan cakalang


Pemanfaatan tinggi
Bahan Baku Lokal
Penelitian Tahap I

Tepung Jeroan Ikan Potensi limbah

Pengolahan
Pencemaran

Tanpa
Perebusan dan pengukusan
Perebusan/
Pengukusan
pemasakan

Kualitas Optimal (Nutrisi)

Kombinasi Tepung Jeroan Ikan


(0,25%,50%,75% dan 100%)
Penelitian Tahap II

Asam Amino

Kecernaan Nutrisi

Kinerja Pertumbuhan
Retensi Nutrisi, Nilai Konversi Pakan, Pertumbuhan
dan Sintasan

Terbaik
50:50%

Gambar 2. Kerangka Pemikiran


H. Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah untuk menduga pengaruh

pemanfaatan limbah jeroan ikan cakalang :

1. Terdapat metode pengolahan jeroan ikan cakalang yang terbaik

dengan beberapa metode pengolahan yang dicobakan.

2. Terdapat kombinasi terbaik jeroan ikan cakalang dengan tepung ikan

komersil yang dapat megoptimalkan kinerja pertumbuhan ikan nila.


III. METODOLOGI PNELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2017 sampai Mei 2017,

bertempat di SMK Negeri I Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan,

Provinsi Maluku Utara. Analisis proksimat bahan baku dan ikan uji akan

dilakukan di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas

Hassanudin Makassar, sedangkan analisis asam amino dilakukan di

Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

B. Materi Penelitian

1. Wadah Penelitian

Wadah yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran 50 x 30 x

30 cm sebanyak 18 buah dengan kapasitas masing-masing 45 L. Air yang

digunakan adalah air tawar yang telah dilakukan sterilisasi, setiap

akuarium dilengkapi aerasi sebagai sumber oksigen

2. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah ikan nila yang panjang rata-rata 7

cm dan berat 6 gram, sebanyak 180 ekor. Setiap wadah diisi benih ikan

nila sebanyak 10 ekor/ aquarium. Ikan yang ditebar sebelumnya dilakukan

aklimatisasi selama seminggu, selama proses aklimatisasi ikan uji diberi

pakan pakan komersil.


3. Pakan Uji

Bentuk pakan uji adalah bulat panjang atau pellet. Formulasi

pakan disusun dengan bahan baku seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Formulasi Pakan Uji


PERLAKUAN
Bahan Baku
A (0%) B (25%) C (50%) (75%) E (100%) Kontrol
Tepung Jeroan - 8,96 17,93 26,96 35,85
Tepung Ikan 35,85 26,89 17,93 8,89 -
TepungBungkil Kelapa 24,33 24,33 24,33 24,33 24,33
Tepung Sagu 21,38 21,38 21,38 21,38 21,38
Tepung Terigu 10,69 10,69 10,69 10,69 10,69
Minyak Ikan 3,75 3,75 3,75 3,75 3,75
Vitamin Mix 4 4 4 4 4
TOTAL 100 100 100 100 100
Air 8,98 12,95 8,83 8,96 8,98 12
Protein kasar 29,89 33,42 32,05 28,73 30,51 39,77
Lemak Kasar 25,88 16,62 20,65 23,3 22,35 2,27
Karbohidrat 39,28 47,23 40,29 39,53 39,79 43,18
- Serat Kasar 6,03 5,83 5,03 5,66 5,47 14,77
- BETN 33,25 41,40 35,26 33,87 34,32 28,41
Abu 6,66 2,75 7,01 8,44 7,35 14,77

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri atas dua tahapan yaitu tahap pertama adalah

pengolahan jeroan ikan cakalang dengan beberapa metode pengolahan,

dan tahap yang kedua adalah uji coba pakan terhadap kinerja

pertumbuhan Ikan nila.

1. Tahap I

Tahap I merupakan tahap pengolahan jeroan ikan cakalang pada

penelitian adalah untuk menentukan hasil olahan jeroan ikan yang

terbaik berdasarkan kandungan nutrisi sehingga dapat dijadikan

sebagai bahan baku pakan buatan. Proses pengolahan jeroan ikan


cakalang berdasarkan metode pengolahan bahan baku pakan

(Sahwan, 2003).

a. Pengolahan Tepung Jeroan Ikan dengan Pemasakan/ Perebusan

Jeroan ikan dibersihkan, dan cincang kecil-kecil kemudian

dimasak pada suhu 60oC selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan

pengepresan selama 10 menit dalam keadaan panas sehingga minyak

dan air lebih mudah untuk keluar, selanjutnya dilakukan pengeringan

dan penepungan

b. Pengolahan Tepung Jeroan Ikan dengan Pengukusan

Jeroan ikan dibersihkan, dan cincang kecil-kecil kemudian

dimasak pada suhu 60oC selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan

pengepresan selama 10 menit dalam keadaan panas sehingga minyak

dan air lebih mudah untuk keluar, selanjutnya dilakukan penjemuran

dan penepungan.

c. Pengolahan Tepung Jeroan Ikan tanpa Pemasakan

Jeroan Ikan cakalang yang diambil kemudian dilakukan

pemisahan dengan insang, selanjutnya jeroan dibersihkan

menggunakan Air tawar yang bersih dan dipotong-potong kecil. Jeroan

ikan di keringkan dengan menggunakan oven atau dijemur di bawah

sinar matahari sampai kering, dan selanjutnya dilakukan penepungan

menggunakan ayakan.

Pengolahan pakan diatas masing-masing akan dilakukan analisis

proksimat ( Protein, Lemak, Karbohidrat, Kadar air, dan Kadar abu),


hasil analisis proksimat jeroan ikan cakalang yang terbaik dari salah

satu pengolahan akan dijadikan sebagai bahan baku pakan untuk

melihat kinerja pertumbuhan pada penelitian tahap kedua.

2. Tahap II

Pada penelitian tahap II ini adalah pembuatan pakan yang dimulai

dengan persiapan bahan seperti tepung jeroan ikan dengan

kandungan nutrisi yang terbaik , tepung ikan, tepung sagu, dan tepung

kopra serta vitamin mineral Mix kemudian dilakukan penimbangan

berdasarkan formulasi yang telah disusun seperti pada Tabel 2.

Selanjutnya dilakukan pencampuran dimulai dari bahan baku yang

volumenya paling kecil sampai dengan volume yang paling besar, agar

pencampuran bahan baku merata. Pakan yang telah dicampur

kemudian, ditambahkan air dan dilakukan pengadukan sampai merata

dan berbentuk adonan.

Pakan yang berbentuk adonan, dimasukan ke dalam alat

pencetak pellet selanjutnya dilakukan pembentukan pellet, kemudian

dikeringkan sampai kira-kira kandungan air 10% dan siap digunakan

sebagai pakan uji.

Pemeliharaan ikan uji diawali dengan proses aklimatisasi ikan uji

terhadap lingkungan dan pakan. Tahap percobaan diawali dengan

menimbang bobot awal ikan uji dan dimasukkan pada masing-masing

wadah percobaan sebanyak 10 ekor. Pemeliharaan dilakukan selama 3

bulan dan pakan diberikan 3 kali sehari pada pukul 07.00, 12.00, dan
17.00 Witt dengan presentase pemberian pakan 3% dari bobot tubuh

ikan uji perhari.

Sampling dilakukan setiap 7 hari sekali untuk mengetahui

pertambahan bobot ikan uji dan penyesuaian jumlah pakan yang akan

diberikan. Untuk mengetahui besarnya kecernaan total dan kecernaan

protein maka dilakukan pemberian pakan yang mengandung Cr 2O3

sebanyak 0,6%. Selama masa pemeliharaan dilakukan penyiponan

feses dan melakukan pergantian air sebesar 50% setiap hari pada pagi

dan sore hari.

D. Rancangan Penelitian
1. Tahap I

Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL) terdiri 3 perlakuan dan 3 ulangan dengan demikian terdapat 9

satuan unit percobaa. Parameter yang diamati adalah kandungan

nutrisi jeroan ikan cakalang setelah terjadi proses pengolahan. Adapun

perlakuan yang dicobakan adalah:

Perlakuan A : Pengolahan dengan pemasakan/ perebusan (CPRKG).

Perlakuan B : Pengolahan dengan pengukusan (CPKuKG).

Perlakuan C : Pengolahan langsung tanpa pemanasan (CPKG).

Adapun tata letak wadah pada percobaan ini disajikan pada gambar 2.
A2 C1 A1

B3 B2 A3

C3 C2 B1
Gambar 2. Tata Letak wadah Penelitian Tahap I

2. Tahap II

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, yang

terdiri dari 6 perlakuan dan diulangi sebanyak 3 kali sehingga terdapat

18 satuan unit percobaan. Perlakuan berupa kombinasi antara tepung

jeroan ikan cakalang dengan tepung ikan sebagai berkut:

Perlakuan A = TJIc 0 % dan TIKo 100%

Perlakuan B = TJIc 25 % dan TIKo 75%

Perlakuan C = TJIc 50 % dan TIKo 50%

Perlakuan D = TJIc 75% dan TIKo 25%

Perlakuan E = TJIc 100 % dan TIKo 0%

Perlakuan F = Pakan Komersil sebagai Kontrol

Ket : TJIc = Tepung Jeroan Ikan Cakalang


TIKo = Tepung Ikan Komersil
Tata letak wadah dalam penelitian ini disajikan pada gambar 3:

A3 C2 K3 C1 D1 A2

E1 B2 D2 A1 E3 B1

C3 D1 E2 K2 B3 K1

Gambar 3. Tata Letak Wadah Penelitian Tahap II

E. Parameter Pengamatan

1. Parameter Tahap I

a. Kandungan Nutrisi Jeroan Ikan Cakalang

Kandungan nutrisi jeroan ikan cakalang dianalisis dengan metode

proksimat. Nutrisi jeroan yang dianalisis meliputi protein kasar, lemak

kasar, serat kasar, BETN dan abu berdasarkan standar Nasional

(lampiran 1).

b. Indeks Asam Amino

Indeks asam amino dihitung menggunaka rumus Oser, (1951) dan

FAO (1983).

Keterangan : n = Jumlah asam amino dalam sampel

a,b,c..j = Kosentrasi asam amino esensial sampel


ac, bc cc.. jc = Kosentrasi asam amino esensial yang

dibutuhkan

2. Parameter Tahap II

a. Kecernaan Nutrien

Daya cerna bahan kering dihitung dengan menggunakan formula

(Windel, 1978 dalam Masria 2016) sebagai berikut:

D Ce ( ) - )

Kecernaan Protein ( ) - )

Keterangan: a = Cr2O3 dalam Pakan


a* = Cr2O3 Dalam feses
b = Protein dalam Pakan
b’ P ei d m feses

b. Retensi Nutrisi

1. Retensi Protein

Retensi protein dilakukan untuk mengukur presentasi protein yang

terdapat pada jaringan tubuh ikan. Retensi protein dihitung berdasarkan

formula Wahju (2004) sebagai berikut:

( ) ( )
( )

2. Retensi Lemak
Retensi protein dilakukan untuk mengukur presentasi protein yang

terdapat pada jaringan tubuh ikan. Retensi protein dihitung berdasarkan

formula Wahju (2004) sebagai berikut:

( ) ( )
( )

c. Pertumbuhan Harian Ikan Nila

Pertumbuhan yang diukur pada penelitian ini adalah pertumbuhan

Harian yang diukur setiap 10 hari, dengan menggunakan formula Effendi

(1979).

( )

keterangan: SGR = Laju Pertumbuhan Harian (%)/hari


Wt = Bobot individu rata-rata pada waktu t (g)
Wo = Bobot individu rata-rata pada awal penelitian (g)
t = Lama pemeliharaan (hari)

d. Tingkat Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup diukur pada akhir penelitian dengan


menghitung selisih Ikan pada awal dan akhir penelitian dengan
menggunakan rumus (Efendi, 1979).

( )

Keterangan :
SR= Sintasan (%)
Nt = Jumlah Ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)

No= Jumlah Ikan pada awal penelitian (ekor)

e. Food Conversi Ratio (FCR)


Rasio Konversi Pakan diukur dengan menggunakan formula (NRC

1977 dalam Rachmawati dan Istiyanto 200) :

( )

Dimana : F = Jumlah pakan yang konsumsi selama penelitian (g)


Wt = Biomassa ikan pada akhir penelitian (g)
W o = Biomassa ikan pada awal penelitian (g)
d = Bobot ikan yang mati (g)

F. Analisis Data
Data penelitian pertumbuhan, sintasan, rasio konversi pakan,

daya cerna, retensi protein, dan retensi lemak dianalisis dengan

menggunakan analisis ragam untuk mengetahui pengaruh perlakuan.

Apabila terjadi pengaruh nyata pada perlakuan maka dilanjutkan

dengan uji w-tuckey untuk menentukan perlakuan yang berbeda nyata.

Sedangkan asam amino pakan uji dan kualitas air media dianalisis

secara diskriptif untuk melihat kesesuaian pada ikan nila.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kandungan Nutrisi Jeroan Ikan Cakalang Dengan Beberapa


Metode Pengolahan

Kandungan nutrisi jeroan ikan cakalang rata-rata terlihat pada

lampiran 1 dan kandungan nutrisi rata-rata disajikan pada Tebel 3.

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Jeroan Ikan Cakalang


Perlakuan Kandungan Nutrien (%) ± Std
Protein Kasar Lemak Kasar Karbohidrat Abu
A 69,87 ± 0,99b 15, 38 ± 0,14b 9,15 ± 0,13a 5,59 ± 0,21a

B 71,37 ± 0,99b 15,65 ± 0,50b 5,70 ± 0,11b 7,27 ± 0,52b

C 74,50 ± 0,39a 9,10 ± 0,21a 10,50 ± 0,12a 5,60 ± 0,16a

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama


menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
A= Perebusan B= Pengukusan C= tanpa Perebusan dan Pengukusan

Kandungan protein perlakuan A sebesar 69,87, perlakuan B sebesar

71,37 dan perlakuan C sebesar 74,50. Hasil analisis ragam (Lampiran 2)

menunjukan bahwa metode pengolahan jeroan ikan cakalang

berpengaruh terhadap kandungan protein. Hasil uji W-Tuckey (Lampiran

3) memperlihatkan perlakuan C berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan

B dan A, sedangkan perlakuan B dan A tidak berbeda nyata.

Jeroan ikan cakalang yang diolah tanpa perebusan dan pengukusan

memiliki kandungan protein lebih tinggi dibanding dengan perebusan dan

pengukusan secara berturut-turut adalah perlakuan C dengan nilai rata-

rata sebesar 74.50%, diikuti perlakuan sebesar 71.37% dan perlakuan A

sebesar 69.87%. Hal ini disebabkan adanya proses pemanasan yang


lama akan terjadi proses oksidasi bahan makanan yang dapat

menurunkan serta dapat merusakkan kualitas nutrisi dari bahan baku

pakan seperti lemak, protein dan vitamin serta bahan anorganik.

Penelitian yang dilakukan Mirzah (2006), Efek perendaman dan

pemanasan limbah udang dengan lama waktu pemanasan 15, 30, 40, dan

60 menit, menyimpulkan bahwa perlakuan perendaman tidak berpengaruh

terhadap kandungan nutrisi namun jika dilanjutkan dengan pemanasan

akan dapat menurunkan kualitas dari limbah tepung udang. Menurut Scott

et al., (1982), penurunan protein kasar juga disebabkan karena adanya

beberapa jenis asam amino yang tidak tahan terhadap panas, seperti

lysin, cystin dan arginin. Mirzah (1997), menambahkan bahwa pengolahan

limbah dengan autoclave menurunkan nutrisi terutama protein kasar dan

lemak kasar yang dapat dipengaruhi oleh lamanya waktu pemberian

tekanan uap dan jenis bahan pakan.

.Lemak merupakan sumber energi yang penting dibanding dengan

karbohidrat dan protein, kandungan lemak kasar jeroan ikan cakalang

tertinggi terdapat pada perlakuan B sebesar 15,65 diikuti perlakuan A

15,38 dan perlakuan C 9,10. Hasil analisis ragam (Lampiran 4)

menunjukan bahwa metode pengolahan berpengaruh terhadap

kandungan lemak. Hasil uji W-Tuckey memperlihatkan perlakuan B tidak

berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan A tetapi berbeda nyata

(p>0,05) dengan perlakuan C.


Tingginya kandungan lemak pada perlakuan B dan A disebabkan

karena waktu pengolahan, dimana pengolahan tanpa pemasakan dan

pengukusan membutuhkan waktu yang lama dala proses pengeringan.

Bahan pangan/ pakan yang mengalami pengolahan akan terjadi

kerusakan lemak, dengan tingkat kerusakan sangat bervariasi tergantung

tekanan suhu dan lama waktu yang digunakan. Sundari et al., (2015),

makin tinggi suhu yang digunakan akan semakin intens kerusakan pada

lemak.

Abu merupakan zat organik dari sisa pembakaran suatu bahan

organik, kandungan abu bahan pangan dan komposisinya tergantung

bahan dan cara pengabuannya, terdapatnya abu pada bahan pangan

menunjukan bahwa terdapatnya bahan anorganik pada bahan baku

tersebut. Kadar abu tertinggi pada penelitian terdapat perlakuan B

sebesar 7,27 diikuti perlakuan C sebesar 5,60 dan perlakuan A 5,59.

Tingginya kandungan abu pada perlakuan B disebabkan karena

keberadaan jeroan ikan cakalang yang lama berada di dalam wadah

perebusan dimana semakin lama proses pemanasan akan semakin

proses pengabuan. Penelitian yang dilakukan oleh Sundari et al (2015),

menyatakan bahwa kenaikan kadar abu pada saat bahan pangan diolah

dengan sistem penggorengan sedangkan pada sistem perebusan/

pengukusan lebih cenderung mengalami penurunan. Selanjutnya Mirzah

(2006), menambahkan semakin lama pemberian panas pada bahan

pangan akan semakin tinggi kandungan abu yang terkandung.


B. Indeks Asam Amino

Indeks asam amino esensial dilakukan untuk memprediksi nilai gizi

suatu protein. Acton dan Rudd (1987) dalam Huda (2003), berpendapat

bahwa nilai indeks asam amino esensial merupakan nilai yang dapat

meramalkan secara tepat mutu protein. Indeks asam amino esensial

pakan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Asam Amino esensial Pakan Uji


Kombinasi TJIC : TIK
Kebutuhan
Jenis Asam Amino 0:100% 25:50% 50:50% 75:25% 100:0% Kontrol Ikan Nila
Histidin 0,35 0,43 0,79 0,44 0,51 0,68 1,7
Isoleusin 0,55 0,59 1 0,75 0,63 0,8 3,1
Leusin 1,95 1,91 2,18 1,69 1,52 1,14 3,4
Lysin 1,47 1,43 1,14 1,79 1,19 1,01 5,1
Methionin + sistein 0,32 0,51 0,62 0,42 0,48 0,67 3,2
Phenyl alanin+
Tirosin 0,55 0,51 0,6 0,83 0,62 0,72 5,5
Valin 1,14 1,45 0,81 1,26 1,26 1,07 2,8
Treonin 0,59 0,62 0,57 0,58 0,72 0,39 3,8
Arginin 0,4 0,59 1,03 0,54 0,49 0,68 4,2
Triptophan - - - - - - 1
Indeks AEE 18,36 19,36 21,73 17,78 18,32 19,81
Keterangan: indeks asam amino esensial belum termasuk triptophan yang
tidak dapa diukur secara bersamaan

Hasil penelitian menunjukan indeks asam amino esensial pakan

tertinggi terdapat pada kombinasi tepung jeroan ikan cakalang 50:50%

sebesar 21,73% dan yang terendah terdapat pada kombinasi 75:25%

17,78. Indeks asam amino pakan belum mampu memenuhi kebutuhan

asam amino esensial ikan nila dengan kekurangan rata-rata diatas 50%.

Indeks asam amino pakan yang diukur belum termasuk asam amino
esensial jenis triptophan namun diduga jika nilai triptophan diketahui maka

indeks asam amino esensial dapat meningkat. Rendahnya nilai indeks

asam amino esensial dalam penelitian ini diduga rendahnya masing-

masing kandungan asam amino esensial dalam bahan baku penyusun

pakan uji yang belum mampu memenuhi kebutuhan ikan nila. Lampiran

10 menunjukan kandungan asam amino esensial dalam pakan uji belum

mampu memenuhi kebutuhan ikan nila. leusyn pada pakan kontrol hampir

mendekati kebutuhan ikan nila yaitu 2,18. Leusyn sangat diperlukan untuk

pertumbuhan dan menjaga keseimbangan nitrogen serta berperan dalam

perombakan dan pembentukan protein.

Kualitas protein tergantung dari kelengkapan dan keseimbangan

asam amino esensialnya, adanya keseimbangan asam amino esensial

dalam pakan dapat meningkatkan pembentukan jaringan tubuh. Huda

(2003), menyatakan bahwa meskipun protein pakan sesuai kebutuhan,

tetapi defisiensi asam amino esensial berdampak pada efisiensi

penggunaan protein untuk pembentukan jaringan tubuh. Protein pakan

yang dikonsumsi akan dipecah menjadi asam amino dan diserap oleh

tubuh untuk disusun menjadi protein jaringan dan telur. proses

penyusunan pakan, kandungan protein, dan asam amino esensial harus

cukup (Muchtadi,1993).

Sitompul, (2004) menyatakn berkurangnya satu atau lebih asam

amino dalam protein berakibat menurunya pertumbuhan dan nafsu

makan serta terhambatnya penggunaan asam- asam amino lain,


walaupun asam amino tersebut tersedia cukup pada pakan. Lebih lanjut

Nur, (2004) menyatakan bahwa ketidakseimbangan asam amino dapat

menyebabkan terjadinya antagonisme asam amino atau toksisitas asam

amino. Antagonisme terjadi apabila beberapa level asam amino yang

diberikan melebihi level yang dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Huda, (2003) yang menyatakaan jika proporsi asam amino pakan berbeda

satu atau lebih proporsi dari asam amino esensial dari profil asam ikan

dan krustacea maka ketidakseimbangan nutrisi pakan dan menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan.

Histidine merupakan asam amino esensial, histidine diperlukan untuk

menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh Muchtadi, (1993). Asam

amino thereonin merupakan asam amino esensial yang bekerja pada

sistem pencernaan dan melindungi hati. Kebutuhan arginin ditentukan

oleh energi tercerna (Dietary energy) dan kandungan protein dalam

pakan. Disamping berperan dalam sintesis protein, arginin juga berperan

dalam biosintesis urea. Arginin didistribusi terutama dalam fraksi

mitokondria, baik pada ginjal maupun hati ikan teleostei (Weltzien et al.,

1999 dalam Musfaat dkk, 2015).

I-leucine dibutuhkan dalam produksi dan penyimpanan protein oleh

tubuh dan pembentukan hemoglobin, juga berperan dalam metabolisme

dan fungsi kelenjar pituitari. Kekurangan lysine menyebabkan kandungan

asam amino esensial dalam pakan tidakseimbang, sehingga

mempengaruhi nilai protein untuk pembentukan jaringan tubuh,karena


protein daging yang terbentuk tergantung dari asam amino esensial yang

palingkurang.

Phenylalanin merupakan senyawa yang berfungsi sebagai

penghantar atau penyampai pesan (neurotransmitter) dan mengatur

sekresi kelenjar tiroid. Asam amino leusin sangat diperlukan untuk

pertumbuhan dan menjaga kesetimbangan nitrogen. Leusin juga berguna

untuk perombakan dan pembentukan protein. Perubahan-perubahan

konsentrasi I-leucine, Leucine dan lysine dalam serum dipengaruhi oleh

peningkatan kadar protein pakan. Methionin merupakan salah satu jenis

asam amino essensial, methionin ini diperlukan untuk pertumbuhan. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Buwono, (2000) menyatakan bahwa

metionin merupakan asam amino yang mengandung gugus sulfur.

Methionin berperan dalam pembentukan asam nukleat dan jaringan serta

sintesa protein, juga menjadi bahan pembentuk asam amino lain (sistein)

dan vitamin (kolin). Selain itu fungsi penting lain menthionin adalah

membantu menyerap lemak dan kolestrol (Mushfaat dkk, 2015).


C. Kecernaan Nutrien ikan nila
Kecernaan nutrien ikan nila yang diberi tepung jeroan ikan cakalang

dengan kombinasi yang berbeda disajikan pada Tabel 6 dan Lampiran

(12).

Tabel 6. Kecernaan Nutrien rata-rata Ikan Nila


Kombinasi TJIC Kecernaan Nutrien Ikan (%) ± Std
: TIK (%) Total Protein Kasar Lemak Kasar Karbohidrat
0:100 62,32±1,48 a 60,85±1,42 ab 57,13±2,72 a 58,44±4,63 a
25:75 59,80±4,59 a 64,57±3,12 a 58,44±4,63 a 58,53±1,52 a
50:50 63,34±2,35 a 64,67±2,75 a 58,53±1,52 a 57,31±3,10 a
a ab
75:25 57,44±2,12 60,16±1,01 57,31±3,10 a 57,49±7,45 a
100:0 57,16±5,80 a 60,52±5,93 ab 57,49±7,45 a 57,13±2,72 a
K 54,76±1,59 b 57,57±2,64 b 38,53±8,28 b 49,26±3,77 b
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Kecernaan total tertinggi terdapat pada kombinasi 50:50 sebesar

63,34 diikuti kombinasi 0:100, 25:75, 75:25, 100:0 dan perlakuan kontrol.

Hasil analisis ragam menunjukkan kombinasi tepung jeroan ikan cakalang

berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kecernaan ikan total (Lampiran 13).

Hasil uji W-Tuckey (Lampiran 15) memperlihatkan kombinasi 50:50

berbeda nyata (p>0,05) dengan kombinasi 75:25, 100:0 dan perlakuan

kontrol tetapi tidak berbeda nyata (p>0,05) pada kombinasi 0:100 dan

25:75.

Kecernaan protein tertinggi terdapat pada kombinasi 50:50 dan yang

paling rendah terdapat pada pakan kontrol. Hasil analisis ragam

(Lampiran 14) menunjukan kombinasi 50:50 berpengaruh terhadap

keceraan protein. Hasil uji w-Tuckey (Lampiran 15) memperlihatkan


kombinasi 50:50 berbeda nyata (p>0,05) dengan pakan kontrol tetapi tidak

berbeda dengan semua perlakuan kombinasi jeroan ikan cakalang.

Kecernaan rata-rata lemak tertinggi 59,66 terdapat pada kombinasi

0:100 dan kecernaan karbohidrat rata-rata tertinggi terdapat pada

kombinasi 25:75 (Lampiran 17 dan 20). Hasil analisis ragam menunjukan

kecernaan lemak dan karbohidrat berpangaruh pada kombinasi tepung

jeroan ikan cakalang 0:100 dan 25:75, hasil uji W-Tuckey memperlihatkan

kecernaan lemak dan karbohidrat berbeda (p.0,05) pada pakan kontrol

tapi tidak berbeda nyata pada semua perlakuan kombinasi jeroan ikan

cakalang.

Tingginya nilai kecernaan pada kombinasi jeroan ikan cakalang rata-

rata diduga sumber protein bahan baku hewani pada pakan yang berasal

tepung jeroan ikan dan tepung ikan memiliki nilai kecernaan yang baik, hal

ini didukung oleh Lovell (1989) dalam Selpiana dkk (2013), menyatakan

penggunaan tepung ikan untuk pakan ikan nila memiliki tingkat kecernaan

protein tinggi. Zonnelveld et al.,(1991) menambahkan pakan yang berasal

dari bahan nabati biasanya lebih sedikit dicerna dibandingkan dengan

bahan hewani karena serat kasar yang sulit dicerna dan mempunyai

dinding sel kuat yang sulit dipecahkan pada sistem pencernaan.

Selain itu Tingginya nilai kecernaan pada setiap pakan uji

disebabkan lama waktu pemeliharaan dimana semakin besar ukuran ikan

kecernaan akan semakin baik. menurut Wooton, et al., (1980) dalam

Selpiana dkk (2013), semakin besar ukuran ikan, kecernaan komponen


serat semakin baik, selain faktor ukuran ikan, nilai kecernaan dipengaruhi

oleh komposisi pakan, jumlah konsumsi, status fisiologi, dan cara

pemberian pakan. Kemampuan cerna ikan terhadap bahan baku pakan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sifat kimia air, suhu air, jenis

pakan, ukuran, umur ikan, kandungan gizi pakan, frekuensi pemberian

pakan, sifat fisika dan kimia pakan serta jumlah dan macam enzim

pencernaan yang terdapat di dalam saluran pencernaan pakan (NRC

1993).

Rata-rata nilai kecernaan yang terendah terdapat pada pakan

kontrol, Rendahnya nilai kecernaan pada pakan kontrol disebabkan

kandungan serat yang terkandung dalam pakan terlalu tinggi ini sesuai

dengan pendapat Cho et al., (1985) menyatakan serat kasar akan

berpengaruh terhadap nilai kecernaan protein. Serat kasar yang tinggi

menyebabkan porsi ekskreta lebih besar, sehingga menyebabkan

semakin berkurangnya masukan protein yang dapat dicerna. Kandungan

serat yang tinggi di dalam pakan ikan akan mempengaruhi daya cerna

dan penyerapan zat-zat makanan di dalam alat pencernaan ikan

(Tawwab, 2012).

Haetami dan Sastrawibawa (2005), melaporkan ikan nila yang

mengonsumsi pakan yang tersusun serat kasar yang tinggi, maka akan

memiliki nilai daya cerna yang rendah,. Soedibya (2013), menyatakan

akibat kelebihan serat dalam pakan mempengaruhi energi yang

digunakan untuk proses metabolisme sangat tinggi, sehingga porsi energi


yang diperuntukkan pertumbuhan menjadi berkurang. Handajani (2010),

menyebutkan bahwa kandungan serat kasar yang tinggi akan

mempercepat laju perjalanan makanan di dalam saluran pencernaan yang

berdampak pada menurunnya kesempatan saluran cerna zat-zat

makanan lainnya dalam pakan. Hasil penelitian yang sama dilaporkan

oleh Handjani (2007), daya cerna protein sebesar 77,50% dengan serat

kasar 4,53%, nilai daya cerna protein sebesar 67,68% (7,5%), nilai daya

cerna protein sebesar 62,19% (6,65%), dan daya cerna protein sebesar

55,51% dengan serat kasar 13,58%.

Serat kasar merupakan penguraian sisa residu yang dikeringkan

pada saat pembakaran sampel dengan larutan H 2SO4 1,25% dan NaOH

1,25% pada kondisi tertentu ( Watanabe, 1998). Serat kasar merupakan

bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna, serata kasar juga dapat

menimbulkan pengotoran dalam wadah namun berfungsi memudahkan

dalam pengeluaran feses. Watanabe (1996), menyatakan terlalu banyak

serat kasar (>10%) akan mengakibatkan daya cerna menurun,

penyerapan menurun, meningkatnya sisa metabolisme dan penurunan

kualitas air. Rukamana (1997), melaporkan pada ikan nila kadar serat

kasar yang optimal dalam menunjang pertumbuhan ikan adalah 4-8%.

Kemampuan cerna terhadap suatu jenis pakan tergantung pada

kuantitas dan kualitas pakan, jenis bahan pakan, kandungan gizi pakan,

jenis serta aktivitas enzim-enzim pencernaan pada sistem pencernaan

ikan, ukuran dan umur ikan serta sifat fisik dan kimia perairan. Kecernaan
total mengindikasikan total kecernaan nutrien sebagai sumber energi yaitu

protein, lemak, dan karbohidrat (Muhlisoh et al., 2015). Perbedaan

komposisi bahan dan zat makanan dalam pakan akan mempengaruhi nilai

ketercernaan total dari pakan. Kandungan serat yang tinggi di dalam

pakan ikan akan mempengaruhi daya cerna dan penyerapan zat-zat

makanan di dalam alat pencernaan ikan (Mokogianta et al., 1999 dalam

Soedibya 2013).

Hubungan kecernaan nutrisi berbanding lurus dengan pertumbuhan

dimana kecernaan tertinggi terdapat pada pemberian tepung jeroan ikan

50:50% pada pakan dengan pertumbuhan harian sebesar 1,67%. Menurut

Soedibya (2013), menyatakan tingginya nilai daya cerna pakan akan

diikuti oleh tingginya laju pertumbuhan. Tingginya daya cerna pakan

tersebut menunjukkan alokasi energi untuk pertumbuhan lebih besar

dibandingkan untuk kegiatan metabolisme.

D. Retensi Nutrien

Retensi nutrien dan kandungan nutrisi rata-rata tubuh ikan nila yang

mendapat perlakuan pemberian pakan dengan berbagai dosis tepung

jeroan ikan cakalang tersaji pada (Lampiran 23) dan rata-rata retensi

nutrien ikan nila tersaji pada Tabel berikut.


Tabel 7. Nilai retensi nutrien rata-rata ikan nila
Kombinasi TJIC:TIK Retensi dan Efisiensi Protein ± Std
(%) Retensi Protein Retensi Lemak
a
0 :100 8,95 ± 0,922 11,08 ± 1,930a
25 :75 9,01 ± 0,900a 12,70 ± 3,291a
50:50 9,70 ± 4,600a 13,65 ± 1,264a
75 : 25 8,06 ± 0,217 a 12,18 ± 1,244a
100: 0 8,18 ± 1,277a 11,51 ± 2,272a
Pakan Komersil 8,17 ± 0,311a 10,86 ± 2,140a
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Retensi protein tertinggi terdapat pada kombinasi tepung jeroan ikan

50% diikuti 25%, 75%, 100%, 0%, dan kontrol, hasil penelitian

menunjukan protein semua perlakuan kurang dimanfaatkan sebagai

sumber energi.

Hasil analisis ragam menunjukkan kombinasi tepung jeroan ikan

cakalang dalam pakan tidak berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap retensi

protein dan retensi lemak pada ikan nila (Lampiran 25). Tingginya retensi

protein pada kombinasi jeroan ikan cakalang dibanding pakan kontrol

diduga penggunaan energi metabolisme ikan nila berasal dari energi

karbohidrat. Pakan kontrol yang memiliki kandungan protein sebesar

39,77% memiliki retensi protein yang rendah hal ini diduga serat kasar

yang tinggi sehingga energi protein sebagian besar digunakan untuk

metabolisme. Retensi protein ditentukan oleh jumlah protein yang yang

masuk ke dalam tabuh dan jumlah protein yang hilang pada level

metabolisme.
Arief dkk (2015), menyatakan nilai retensi protein selain

menggambarkan adanya deposit dalam tubuh ikan juga menggambarkan

sparing effeck dari lemak dan karbohidrat sebagai penyedia energi untuk

aktivitas sehari-hari. Marsuki (2014), menambahkan bahwa hubungan

protein sparing effect dengan retensi pakan ikan saling berpengaruh

sebab jika protein dalam pakan kurang maka ikan akan memanfaatkan

karbohidrat.

Retensi protein merupakan gambaran dari banyaknya protein yang

diberikan, dan dapat diserap serta dimanfaatkan untuk membangun

ataupun memperbaiki sel-sel yang rusak, serta dimanfaatkan oleh tubuh

ikan bagi metabolisme sehari-hari (Afrianto dan Liviawaty, 2005). Webster

and Lim (2002) dalam Ali dkk (2015), menyatakan bahwa nilai retensi

protein pakan ditentukan oleh sumber protein yang digunakan dalam

pakan dan erat kaitannya dengan kualitas protein yang ditentukan oleh

komposisi asam amino serta kebutuhan ikan akan asam amino tersebut.

Watanabe (1998), menambahkan semakin tinggi nila retensi protein

menunjukan pakan semakin baik. NRC (1993), melaporkan bahwa protein

yang telah dikonsumsi dari pakan selanjutnya akan tercerna dan

terhidrolisis menjadi asam amino bebas yang kemudian akan diabsorbsi

oleh jaringan intestinal dan didistribusikan oleh darah ke jaringan maupun

organ.

Retensi lemak tertinggi secara berturut-turut terdapat pada

kombinasi 50:50 diikuti kombinasi 25:75, 75: 25, 100:0, 0:100 dan kontrol.
Hasil analisis ragam (Lampiran 27) menunjukan kombinasi 50:50 tidak

berpengaruh terhadap semua perlakuan.

Menurut Agustono dkk., (2007), retensi lemak menggambarkan

kemampuan ikan menyimpan dan memanfaatkan lemak pakan. Lemak

merupakan mikronutrien bagi ikan karena selain sebagai sumber energi

nonprotein bagi ikan dan asam lemak esensial, lemak juga memelihara

bentuk dan fungsi fosfolipid dalam membantu absorbsi vitamin yang larut

dalam lemak dan mempertahankan daya apung tubuh (NRC, 1993).

Gusrina (2008), menyatakan komposisi lemak tubuh dipengaruhi oleh

pakan ikan yang mengandung lemak, tingginya lemak yang dikonsumsi

dan tidak dipergunakan sebagai sumber energi akan tersimpan di dalam

tubuh ikan.

Kadar lemak yang terkandung dalam tubuh ikan dapat disimpan dan

digunakan sebagai sumber energi karena setiap gram lemak

menghasilkan 9-9,3 kalori (Aslamyah, 2008). Selain itu kandungan kadar

lemak diduga diperoleh dari kandungan BETN yang tinggi dalam pakan

yang dimanfaatkan ikan nila sebagai lipid dalam bentuk asam lemak.

Agustono dkk (2007), menyatakan ikan mampu mensistesis ( biokonversi)

lemak yang berasal dari non lemak seperti karbohidrat menjadi asam

lemak dan trigliserida yang terjadi dihati dan jaringan lemak.

Perbandingan antara nilai retensi protein lebih rendah dibandingkan

dengan nilai retensi lemak, dengan demikian ikan nila tidak

menggantungkan pemenuhan energinya hanya dari protein sehingga


protein optimal digunakan untuk pertumbuhan. Lemak juga dapat

berperan sebagai protein sparing effect untuk pertumbuhan. Hubungan

antara nilai retensi protein dan laju pertumbuhan harian ikan nila dalam

penelitian ini adalah berkolerasi positif. Pemberian pakan yang diberi

tepung jeroan ikan cakalang sebanyak 50% dan 25% menghasilkan laju

pertumbuhan harian yang terbaik.

E. Pertumbuhan Ikan Nila

Hasil penelitian pertumbuhan rata-rata pada ikan nila setia minggu

selama pemeliharaan ditampilkan pada Gambar 4 berikut:

30.00
25.00 Perlakuan A
Perlakuan B
20.00
Perlakuan C
15.00
Perlakuan D
10.00
Perlakuan E
5.00
Perlakuan K
0.00
0 I II III IV V VI VII VIII IX X XI

Gambar 4. Rata-Rata Pertumbuhan/minggu

Gambar 3 menunjukan rata-rata pertumbuhan sama pada setiap

perlakuan sampai pada minggu ketiga yang dikarenakan ikan nila pada

setiap perlakuan dalam proses penyesuaian pakan yang dicobakan.

Minggu keempat sampai dengan minggu ke duabelas mulai terjadi

perbedaan pertumbuhan terutama pada kombinasi 50:50 sebesar (25,84

g), kemudian secara berturut-turut di ikuti oleh perlakuan 25:75 (20,45 g),

D (20,12g), dan C (19,80g) serta perlakun K (19,00g). rata-rata


pertumbuhan harian pada setiap perlakuan di tunjukan pada (Lampiran

28) dan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata pertumbuhan harian Ikan nila

Kombinasi TJIC :TIK Pertumbuhan Harian ± Std


0 :100 1,43 ± 0,066b
25 :75 1,63 ± 0,015a
50:50 1,69 ± 0,042a
75 : 25 1,41 ± 0,104b
100: 0 1,37 ± 0,017b
Pakan Komersil 1,37 ± 0,040b
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Analisis ragam (Lampiran 28) kombinasi tepung jeroan ikan

cakalang dengan tepung ikan menunjukan subtitusi (50:50%) berpengaruh

nyata pada taraf (P>0,05) terhadap pertumbuhan harian ikan nila yang

dipelihara selama 84 hari dengan rata-rata mengalami pertambahan berat

sebesar 1,69 gram/hari. Sedangkan pertumbuhan harian terendah

terdapat pada perlakuan C (1,37g/hari) dan K (1,37 g/hari).

Hasil uji W-Tuckey (Lampiran 18) di peroleh kombinasi (50:50%)

berbeda terhadap Kombinasi ( 0, 75, 100 dan K) tetapi tidak berbeda

pada kombinasi 25:75% (p<0,05). Tingginya pertumbuhan pada kombinasi

50:50 tepung jeroan ikan cakalang berhubungan dengan kecernaan nutrisi

pakan yang dikonsumsi ikan nila dimana nilai kecernaan dan retensi

protein tertinggi terdapat pada kombinasi 50:50, sehingga nutrisi pakan

benar-benar dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk melakukan

metabolisme dan pertumbuhan. Menurut Effendie (1997), pertumbuhan


dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal sebagian

besar tergantung pada kondisi tubuh ikan tersebut, misalnya kemampuan

ikan dalam memanfaatkan sisa energi dan protein setelah metabolisme

untuk pertumbuhannya, sedangkan faktor eksternal seperti faktor

lingkungan dan pakan sangat berpengaruh pada pertumbuhan ikan.

Kedua faktor tersebut akan menyeimbangkan keadaan tubuh ikan selama

dalam media pemeliharaan dapat menunjang pertumbuhan tubuh ikan.

Ikan nila mengalami pertumbuhan setiap minggunya, hal ini menunjukan

kemampuan ikan nila memanfaatkan pakan yang diberikan dapat

dikonversi menjadi energi yang digunakan sebagai pertumbuhan.

Pertumbuhan ikan erat kaitannya dengan kandungan nutrisi pada pakan

terutama protein, yang dapat mempengaruhi kandungan energi non

protein yang berasal dari lemak dan karbohidrat, (Widtanati, 2009).

Pemberian pakan dengan kombinasi 50:50% dengan kandungan

protein 33,42 memberikan pertumbuhan sebesar 1,69 g/hari, dan

perlakuan K dengan kandungan protein 39,77% menghasilkan

pertumbuhan sebesar 1,37% g/hari, hal ini menggambarkan batas

maksimum kebutuhan protein pada pakan ikan nila sehingga kelebihan

protein dalam pakan absorbsi protein kurang efisien. Rina dan Elrifadah

(2015), bahwa secara umum kebutuhan ikan akan protein berkisar antara

26-35%. Sahwan (2003), menambahkan kebutuhan protein untuk benih

ikan nila 25-30%. Ikan membutuhkan energi untuk tumbuh dan

berkembang yang berasal dari nutrien yang dikonsumsi oleh ikan.


Poedjiadji (1994), menyatakan faktor yang mempengaruhi kebutuhan

nutrien pada ikan diantaranya jumlah dan jenis asam amino esensial,

kandungan protein yang dibutuhkan, kandungan energi pakan dan faktor

fisiologi ikan.

Hasil penelitian yang sama juga diperoleh Martha et al., (2015),

pemberian pakan dengan kadar protein 28,86% memberikan

pertumbuhan mutlak tertinggi sebesar (160,37g) dibanding dengan

kandungan protein pakan 29,69% (152.00 g. Menurut Lan dan Pan

(1993), menyatakan apabila protein dalam pakan berlebih, ikan akan

mengalami excessive protein syndrome, sehingga protein tersebut tidak

digunakan untuk pertumbuhan tetapi akan dibuang dalam bentuk amonia.

Buwono (2000), menambahkan apabila kandungan protein dalam pakan

terlalu tinggi, hanya sebagian yang akan diserap dan digunakan untuk

membentuk ataupun memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Pencampuran

pakan yang seimbang merupakan dasar dalam menyusun formulasi

pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi dari ikan nila. Sahwan

(2003), menyatakan ikan nila memperlihatkan pertumbuhan yang baik

apabila diberi formulasi pakan yang seimbang.

Ikan nila tergolong ikan omnivora tetapi dilihat dari segi ususnya

yang lebih cenderung herbivora sehingga pola makan lebih cenderung

mensekresikan enzim-enzim yang dapat mempercepat hidrolisis

karbohidrat dan lemak seperti lipase dan maltase.


Negassa et al., (2008), melaporkan bahwa hasil analisis lambung

yang terdapat Macrophytes dan Phytoplankton dengan jumlah yang relatif

banyak menunjukkan bahwa ikan nila cenderung herbivora. Tengjaroenkul

(2000), dalam Arafat et al., (2015) menambahkan bahwa terdapat aktifitas

lipase dan maltase yang cukup tinggi pada ikan nila. Selain faktor usus

lambung ikan nila yang memberikan perbedaan antara perlakuan,

pertumbuhan ikan nila juga dipengaruh oleh kandungan serat yang tinggi

pada perlakuan K sebesar (13%) berbanding dengan perlakuan B

(4,58%) dan A (5,07%), tingginya serat kasar pada perlakuan K

menyebabkan berkurangnya masukan protein yang dapat dicerna. Cho et

al., (1985), menyatakan serat kasar akan mempengaruhi terhadap nilai

kecernaan protein, serat kasar yang tinggi akan menyebabkan porsi

ekstreta lebih besar. Mudjiman (2000) dalam Rina & Elrifadah (2015),

menyatakan penggunaaan serat kasar dalam pakan tidak boleh lebih dari

8%.

F. Rasio Konversi Pakan (FCR)

Pemberian tepung jeroan ikan cakalang dengan dosis yang berbeda

terhadapa nilai konversi pakan selama penelitian pada setiap perlakuan

tersaji pada (Lampiran 31). Rata- rata rasio konversi pakan setiap

perlakuan disajikan pada Tabel 9.


Tabel 9. Nilai konversi pakan rata-rata selama penelitian

Kombinasi TJIC :TIK


(%) Nilai Konversi Pakan ± Std
0:100 2,90± 0,108b
25 : 75 2,84± 0,108a
50:50 2,73 ± 0,557a
b
75 :25 3,11 ± 0,501
100 :0 2,93 ± 0,212b
Pakan Komersil 3,42 ± 0,250b
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)

Nilai konversi pakan menunjukkan seberapa besar pakan yang

dikonsumsi menjadi biomassa tubuh ikan. Hasil penelitian menunjukan

nilai konversi pakan yang terendah selama pemeliharaan terdapat pada

kombinasi 50:50% (2,73), diikuti 25:75% (2,84), 0:100 (2,90), 100:0 (

2,93), 25:75 (3,11) dan K (3,42).

Hasil analisi ragam (Lampiran 32) menunjukan kombinasi 50:50

jeroan ikan cakalang memberikan pengaruh nyata (p>0,05), terhadap

terhadap nilai konversi pakan. Hasil uji W-Tuckey (Lampiran 33)

menunjukan perlakuan terbaik terdapat pada subtitusi tepung jeroan ikan

cakalang 50% tidak berbeda nyata (p<0,05) dengan subtitusi 25%, tetapi

berbeda nyata (p<0,05) pada subtitusi 100%, 75%, 0% dan pakan

komersil. Perlakuan 25%.

Rendahnya nilai rasio konversi pakan pada perlakuan (25%) dan

(50%) berhubungan erat dengan retensi protein dan kecernaan protein,

dimana retensi protein tertinggi masing-masing terdapat pada kombinasi


50:50. Satpahty et al., (2003) menyatakan bahwa laju pertambahan bobot

harian ikan erat hubungannya dengan nilai efisiensi pakan, jika laju

pertumbuhan harian meningkat maka pakan yang diberikan dapat

tercerna dan dapat dimanfaatkan seefisien mungkin untuk pertumbuhan,

sehingga nilai efisiensi pakan meningkat dan rasio konversi pakan

semakin menurun. Kombinasi tepung jeroan ikan cakalang 50:50% dan

25:75% memiliki nilai konversi pakan rendah tetapi masih dianggap belum

efisien karena untuk memperoleh 1 kg daging akan membutuhkan pakan

sebanyak 2,73 – 2,84 kg.

Kurang efisiennya rasio konversi pakan berhubungan dengan

kandungan asam amino esensial yang terkandung dalam pakan masih

belum memenuhi kebutuhan asam amino esensial ikan nila sehingga

pakan yang terkonsumsi belum termanfaatkan dengan baik sebagai

energi pertumbuhan. Djarijah (2005), menyatakan kualitas pakan

mempengaruhi daya cerna dan daya serap ikan terhadap pakan yang

dikonsumsi semakin kecil nilai konversi pakan, semakin baik kualitas

pakan yang diberikan.

Hasil penelitian yang dilaporkan Martha dkk (2015), dengan nilai

konversi pakan 2,36 – 2,43 pada pemberian pakan komersil yang

berbeda, hasil yang berbeda diperoleh Putra dkk, (2011) memperoleh nilai

konversi pakan antara 1,43 - 1,95 dianggap baik pada pemeliharaan ikan

nila. Selanjutnya Rina dan Elrifadah (2015), memperoleh nilai konversi

pakan 1,11-1,12 pada pemberian pakan ikan nila berbasis kiambang.


Sardiati dkk (2011), melaporkan semakin rendan nilai konversi pakan

semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging

ikan. Nilai rasio konversi pakan pada ikan nila ditentukan oleh

pertumbuhan dan jumlah pakan yang diberikan. Handjani (2011),

menyatakan bahwa nilai koefisien penggunaan pakan menunjukan nilai

pakan yang dapat merubah menjadi pertumbuhan pada ikan. Barrows dan

Hardy (2001) dalam Rina dan Elrifadah (2015), menambahkan bahwa nilai

rasio konversi pakan dipengaruhi oleh protein pakan, protein pakan yang

sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan mengakibatkan pemberian pakan

lebih efisien. Selain itu dipengaruhi oleh jumlah pakan yang diberikan,

dengan semakin sedikit jumlah pakan yang diberikan maka pakan

semakin efisien.

G. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Nila

Rata-rata tingakat kelangsungan hidup selama penelitian disajikan

pada (Lampiran 34) dan Tabel 10.

Tabel 10. Tingkat kelangsungan rata-rata hidup ikan nila


Kombinasi TJIC : TIK
(%) Tingkat Kelangsungan Hidup ± Std
0 :100 73,33± 5,774 b
25 :75 76,66± 5,774 b
50:50 76,66± 5,774 b
75 : 25 70,00± 5,774 b
100: 0 73,33± 0,000b
Pakan Komersil 93,33± 5,774a
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama
menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05)
Tingkat kelangsungan hidup ikan nila tertinggi selama penelitian

secara berturut-turut terdapat pada pakan kontrol (93,33%), diikuti

kombinasi 50:50, 25:75, 0:100, 100:0 dan kombinasi 75:25.

Analisis ragam ( Lampiran 35) menunjukan pakan kontrol

berpengaruh terhadap semua perlakuan kombinasi tepung jeroan ikan

cakalang. Hasil uji W-Tuckey (Lampiran 36) menunjukan perlakuan

Kontrol berbeda nyata (p<0,05) dengan perlakuan kombinasi tepung

jeroan ikan cakalang dan tepung ikan komersil, sedangkan setiap

perlakuan kombinasi jeroan ikan tidak berbeda nyata pada masing-masing

perlakuan.

Kematian ikan pada setiap perlakuan kombinasi jeroan ikan cakalang

diakibatkan kualitas pakan yang belum baik terutama daya apung pakan

uji. Pakan uji yang cepat tenggelam mengakibatkan kualitas air dalam

akuarium cepat keruh sedangkan pakan pada perlakuan K daya apung

sangat lama sehingga kualitas air tetap terjaga, selain itu sisa pakan yang

tidak termakan oleh ikan menyebabkan kualitas air menurun, Umroh

(2007), menyatakan pembusukan bahan- bahan organik didasar perairan

baik dari hasil metabolisme ikan maupun penguraian sisa pakan akan

menyebabkan pencemaran pada air. Selanjutnya Yanti (2013),

menambahkan secara alami perairan mampu menanggulangi pengaruh

kontaminan sampai batas maksimum selanjutnya akan terjadi

pencemaran yang mengakibatkan kematian pada organisme aquatik.

Putra (2011), menyatakan bahwa pakan pellet yang cepat tengelam akan
cepat hancur bila terendam air dan mengakibatkan pencemaran

lingkungan terutama butiran yang tidak termakan oleh ikan. Umroh (2007),

melaporkan kurang dari lebih 15% pakan yang diberikan kepada ikan tidak

termakan, sedangkan 20% dari 85% pakan yang terkonsumsi akan

terbuang melalui kotoran, sisa pakan yang tidak terkomsumsi akan

terbuang menjadi bahan organik dengan protein tinggi selanjutnya akan

terurai menjadi amoniak sebagai produk akhir.

Rata- rata ikan yang mati juga dikarenakan terserang jamur pada

bagian mulut dan sirip serta bagian tubuh ikan. jamur yang menyerang

ikan selama penelitian diduga jenis Saprolegnia sp yang ditandai dengan

bentuk seperti kapas berwarnah puti pada bagian sirip ekor, sirip

punggung dan terdapat beberapa ekor yang terserang pada bagian mulut,

ikan yang biasa terserang selalu berada didekat tepi aquarium. Quiniou

(1998), menyatakan tanda-tanda kehadiran Saprolegnia sp dengan

munculnya bintik seperti kapas berwarna putih, terkadang kombinasi

kelabu dan coklat pada kulit, sirip, mata atau telur ikan. Arie (2008),

menambahkan jamur Saprolegnia sp menyerang tubuh bagian luar seperti

kepala, tutup insang sirip dan bagian tubuh luar lainnya, terutama pada

saat kualitas air tidak baik, kekurangan makanan, suhu air rendah, dan

oksigen rendah, serta kepadatan yang tinggi.

Kurniawan dkk (2014), melaporkan ikan yang terserang jamur

Saprolegnia sp disebabkan adanya luka yang dibuat pada tubuh ikan dan

faktor lingkungan, sehingga kondisi tersebut ikan mengalami stress dan


penurunan sistem imun. Quniou (1998), menambahkan penyerangan

jamur pada ikan ketika ikan mengalami stress atau sistem imun yang

menurun karena kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan atau

ikan kehilangan lendir akibat penangan yang kurang baik. Webster dan

Weber (2007), menambahkan kehadiran jamur dapat dipicu oleh kondisi

air yang buruk pada aquarium baik secara fisik maupun kimia.

H. Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur pada media pemeliharaan selama

penelitian berlangsung antara lain suhu, pH, salinitas, oksigen terlarut,

dan ammonia. Kisaran kualitas air selama penelitian tersebut tersaji pada

Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Pengukuran Kualitas Air

NO Parameter Kisaran yang di Kisaran Optimum


peroleh
1 Suhu 28-29 oC 25oC-30oC
2 pH 6,3 – 7,8 5-9
3 DO 2,64 - 5,12 3 – 5 ppm
4 Amoniak 0.002 - 0.012 0,05 – 0,3 ppm

Kualitas air merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan ikan nila. berdasarkan tabel 9. suhu berkisar

antara 28-29 oC kisaran masih optimal untuk pertumbuhan ikan nila.

Menurut Suyanto (1994,) bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan ikan

nila antara 25–30 ºC. Suhu air berpengaruh terhadap nafsu makan dan
proses metabolisme ikan. Pada suhu rendah proses pencernaan makanan

pada ikan berlangsung lambat, sedangkan pada suhu hangat proses

pencernaan berlangsung lebih cepat.

Derajat keasaman (pH) dalam penelitian ini berkisar antara 7,07–

8,01. Kisaran pH tersebut merupakan kondisi yang baik untuk habitat dan

pertumbuhan ikan nila. Menurut Sherif (2009) dalam Yanti (2013), kisaran

pH untuk pertumbuhan optimalnya terjadi pada pH 7–8, sedangkan pH

untuk habitat ikan nila antara 6–8,5. Kandungan oksigen merupakan salah

satu faktor lingkungan yang penting bagi kehidupan ikan. Nilai pH selama

penelitian juga masih dalam kisaran optimal, nilai pH yang dapat

mengganggu kehidupan ikan adalah pH yang terlalu rendah (sangat

asam) dan pH yang terlalu tinggi (sangat basa), sebagian besar ikan

dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan perairan yang

mempunyai pH berkisar antara 5-9 (Effendi, 2003).

Kandungan oksigen terlarut (DO) dalam penelitian ini berkisar antara

3,64–5,12 ppm. Yanti (2013) , menyatakan Kisaran minimal konsentrasi

oksigen untuk kehidupan ikan yaitu 4 ppm . Rendahnya kisaran DO

perairan pada penelitian ini masih layak untuk kehidupan ikan nila.

Namun, Ikan nila dapat mentoleransi kadar DO sampai 1 ppm, tetapi

pertumbuhannya tidak optimal (Kordi, 2000 dalam Elyana 2011). Apabila

konsentrasi oksigen terlarut rendah maka nafsu makan organisme yang

dipelihara mengalami penurunan sehingga mempengaruhi pertumbuhan.


Nilai amonia juga masih dalam kisaran optimal untuk pertumbuhan

ikan nila. Jobling (1994) dalam Effendi (2003), Mengemukakan bahwa

ekskresi amonia ikan yang diberi pakan setiap hari lebih tinggi

dibandingkan ikan yang dipuasakan, peningkatan tersebut bahkan bisa

sampai 2 kali lebih tinggi.

Secara keseluruhan didapatkan bahwa fisika-kimia air pada media

penelitian dapat mendukung kelangsungan hidup ikan yang dipelihara dan

tidak ada perbedaan yang signifikan nilai fisika-kimia air pada semua

perlakuan. Hal ini karena penelitian dilakukan secara terkontrol di

laboratorium.
IV.KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pengolahan dan pemberian tepung jeroan

ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) sebagai bahan subtitusi tepung

ikan dapat disimpulkan:

1. Pengolahan jeroan ikan cakalang terbaik dilakukan dengan metode

langsung tanpa adanya proses pemanasan.

2. Subtitusi jeroan ikan cakalang sebesar 50:50% dapat

mengoptimlkan kinerja pertumbuhan.

B. Saran

1. Pengolahan jeroan ikan cakalang sebaiknya dilakukan dengan

metode tanpa pemanasan yang dapat mengurangi kandungan

nutrisi jeroan ikan.

2. Untuk mengurangi biaya produksi tepung ikan sebaiknya

penggunaan tepung jeroan ikan cakalang dalam pakan

menggunakan dosis 50%.


DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawati E. 2005. Pakan Ikan. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Raharjo, dan Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan,
Pencernaan dan Penyerapan Makanan, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Bogor: IPB. 0-215

Ali, M., Santoso L., dan Fransiska D. 2015. Pengaruh Subtitusi Tepung Ikan
dengan Tepung Kepala Ikan Teri terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (
Oreochromis niloticus). Maspari Jurnal. 7,(1): 63-70

Agustono, Arief M., dan Yudiarto S. 2007. Pengaruh penambahan Atrakan yang
Berbeda dalam Pakan Pasta terhadap Retensi Protein, Lemak dan Energi
benih Ikan sidat (Anguilla bicolar) Stadia Elver. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan Universitas Airlangga. Surabaya. 4 (2): 135-140

Arafat, M.Y., Nurlita A., dan Devianto R. D. (2015). Pengaruh Penambahan


Enzim pada Pakan Ikan terhadap Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis
niloticus). Jurnal Sains Dan Seni ITS Vol. 4, No.1, (2015). Surabaya.
Indonesia.

Arie U. 2008. Pembenihan dan Pembesaran Nila Gift. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Arief M. Faradiba D. Dan Al Arief M.A. 2015. Pengaruh Pemberian Probiotik Plus
Herbal pada Pakan Komersil terhadap Retensi Protein Dan Retensi Lemak
Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. Universitas Airlangga. Surabaya. Vol 7, (2):207-211

Aslamyah S. 2008. Pembelajaran Berbasis SCL pada Mata Kuliah Biokimia


Nutrisi. UNHAS. Makassar.

Bhaskar N dan Mahendrakar NS. 2008. Protein hydrolisate from visceral waste
protein of Catla (Catla catla) : Optimization Of Hydrolysis Condition For A
Commercial Neutral Protease. Bioresource Technology 99 : 4105-4111.

Bhaskar N, Benila T, Radha C, Lalitha RG. 2008. Thenawidjaja, penerjemah.


Jakarta: Erlangga.

Cahyoko Y. 2000. Kecernaan Pakan dan Aktivitas Karbohidrase Pada Benih


Gurami (Osphronemus goramy Lacepede) yang diberi Pakan
Mengandung Beberapa Jenis Karbohidrat. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Airlangga. Surabaya.

Cholik F. 1988. Dasar-dasar Bertambak Udang. Balai Penelitian Budidaya


Pantai. Maros, Sulawesi Selatan.
Cho C.V., Cowey C.B., & Watanaben T. (1985). Finsfish Nutrition in Asia. IDRC.
Singapore.

DKP HALSEL. 2015. Statistik Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan Dan


Perikanan Kab. Halmahera Selatan. Bacan.

Effendi M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta.

Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan (dasar pengembangan teknik perikanan). Rineka


Cipta, Jakarta.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Haetami dan Sastrawibawa. 2005. Evaluasi Kecernaan Tepung Azzola dalam


Ransum Ikan Bawal Air Tawar. Jurnal Bionatura. 7 (3) : 225 - 233

Handajani. 2012. Optimalisasi Subtitusi tepung Azolla terfermentasi pada Pakan


ikan Untuk Meningkatkan Produktivitas Ikan Nila Gift (Oreochromis sp).
Jurnal Penelitian Gamma. 3(6) : 177 - 181

Handajani. 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Sebagai Penyusun


Pakan Ikan terhadap Pertumbuhan dan Daya Cerna Ikan Nila Gift
(Oreochromis sp). Jurnal Penelitian Gamma. 1(2) : 94 -115

Haris R.S dan E Karmas.1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan.
Penelitian ITB. Bandung.
Huda N. 2003. Komposisi Asam Amino dan Mutu Protein Ikan Kerisi (Nemipterus
japonicus). Fish J Garing 12 (1):31-38

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2010. Indonesian Fisheries Statistics


Index 2009. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Kurniawan D. Suryanto, D. dan Ezraneti R. 2014. Pengendalian Saprolegnia sp.


Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Salinitas yang Berbeda.

Lan C.C., dan Pan B.S.. 1993. Invitro Ability Stimulating The Proteolysis of Feed
Protein in The Midgut Gland of Grass Shrimp (Pennaeus monodon).

Lovell T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish. New York. Pp. 260

Mahfuds L.D, Sarjana T.A, dan Sarengat W. 2010. Efisiensi Penggunaan Protein
Ransum yang Mengandung Limbah Destilasi Minuman Beralkohol (LDMB)
oleh Burung Puyuh (Cortunis cortunis japonica ) Jantan. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Marsuki, M. 2014. Pengaruh Rasio Protein dan Energi Pakan terhadap


Kadar Enenrgi Serta Kadae Glikogen Hati dan Otot Ikan Bandeng
(Chanos chanos Forsskal). Skripsi. Universitas Hasanuddin.
Masria A. 2016. Pengaruh Pemberian Cairan Rumen Sapi Pada Berbagai Level
Karbohidrat dalam Pakan terhadap Kinerja Pertumbuhan Ikan Bandeng
(Chanos Chanos Forsskal). Tesis Program Studi Ilmu Perikanan
Universitas Hassanudin. Makassar.

Martoharsono, S. 1993. Biokimia. Jilid II. UGM Press, Yogyakarta

Martha F., Hamadi., Sampekalo J., dan Lantu S. (2015). Pengaruh Pemberian
Pakan Komersil yang Berbeda pada Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis
niloticus). Jurnal Budidaya Perairan. .Manado. Universitas Samratullangi.

Merantica dan wina. 2007. Pemanfaatan Meat Bone meal sebagai Pengganti
Tepung Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Skripsi. Program Studi Teknologi
dan Manejemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan. IPB
Bogor.

Mirzah. 1997. Pengaruh Pengolahan Tepung Limbah Udang dengan Tekanan


Uap Panas Terhadap Kualitas dan Pemanfaatan dalam Ransum Ayam
Broiler. Disertasi. Bandung. Pascasarjana Universitas Pandjajaran.

Mirzah. 2006. Efek Pemanasan Limbah Udang yang Direndam dalam Air Abu
Sekam terhadap Kandungan Nutrisi dan Energi Metabolisme. Jurnal
Peternakan. Padang. Vol 3, 2: 45-50

Muhlisoh, Mustahal dan Putra A.N. 2015 Kecernaan Ikan Patin ( Pangasius sp)
dengan Penambahan Dosis Probiotik yang Berbeda. Jurnal Perikanan dan
Kelautan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5 (1) : 19 – 25.

Muchtadi D. 1993. Teknik Evaluasi Gizi Protein. Program Studi Ilmu Pangan.
Program Pascasarjan IPB. Bogor.

Mushafaat L.,Sukria H.A., dan Suryahadi. 2015. Kualitas Protein dan Komposisi
Asam Amino Ampas Sagu Hasil Fermentasi Aspergillus niger dengan
Penambahan Urea dan Zeolit. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). 20
(2) : 124-130

Negassa, A. and Prabu, P. C. 2008. Abundance, Food Habits, and Breeding


Season of Exotic Tilapia Zillii and Oreochromis niloticus L. Fish Species in
Zwai, Ethiopia. Maejo International Science and Technology 02: 345-360.

NRC. 1993. Nutrient Requirement of Fish. National Academy Press. Washington,


D.C. pp. 48.

Nur, A. 2011. Manajemen Pemeliharaan Udang Vaname. Direktorat Jenderal


Perikanan Budidaya. Balai Pengembangan Budidaya Air Payau. Pusat
Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan Dan
Perikanan.

Ovissipour M.R, Abedian AM, Motamedzadegan A, Rasco B, Safari R, and


Shahiri H. 2008. The effect of enzymatic hydrolysis on amino acid
composition of Persian sturgeon (Acipenser percius) viscera protein
hydrolysate. 18th National Congress on Food Technology 18:1-3.

Poedjiadji A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta. UI Perss.

Poernomo A, dan Buckle KA. 2002. Crude peptones from cowtail ray (Trygon
sephen) viscera as microbial growth media. World Journal of Microbiology
& Biotechnology 18: 333–340.

Prasertsan P, and Prachumratana T. 2008. Comparison and selection of


protease and lipase sources from visceral organs of three tuna species.
Songklanakarin J.Sci. Technol 30 : 73-76.

Putra, I., Setiayanto, D. D., dan Wahyjuningrum D. 2011. Pertumbuhan dan


Kelangsungan Hidup Ikan Nila ( Oreochromis nilticus) pada Sistem
Resirkulasi. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 16 (1) : 56-63

Rahmiwati D dan Istiyanto S. 2014. Penambahan Fitase dalam Pakan Buatan


sebagai Upaya Peningkatan Kecernaan, Laju Pertumbuhan Spesifik dan
kelulushidupan Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Journal Sintetik
Perikanan. Universitas Diponegoro. Semarang. 3 (2) :31-45
Rina I. dan Elrifadah. (2015). Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan ikan Nila
(Oreochromis niloticus) yang Diberi Pakan Buatan Berbasis Kiambang.
Ju Zi ’ h. U ive si s Achm d Y i. B j b u.

Rukmana, R. 1997. Ikan Nila. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Poedjiadi, A. Supriyanti. 2009. Dasar-Dasar Biokomia. Jakarta: UI Press.

Pusat Penyuluhan Kealutan dan Perikanan, 2011. Blok diakses pada tanggal 10
Oktober 2016.

Quiniou, S.M.A. Bigler S and Clwm L.W.1993. Effek of Water Temperature on


Mucus Cell Distribution in Channel Catfish. A Factor Winter Saprolegniasis.
Fish Shellfish immonial. 8 : 1-11

Rosdiana. 2004. Metabolisme Asam Lemak. Makalah. Program studi Biokimia.


Universitas Sumatera Utara.

Rudi S. 2014. Identifikasi Asam Amino Dan Protein. Laporan Praktikum.


Universitas Bengkulu.

Selviana. 2013. Kajian Tingkat kecernaan pakan Buatan yang Berbasis Tepung
Ikan Rucah pada Ikan Nila Merah. Jurnal Rekayasa dan Teknologi
Budidaya Perairan. 1 (3) : 101 – 108

Sahwan M.F. (2003). Pakan Ikan dan Udang. Penebar Awadaya. Jakarta.

Scott, M. L.M.C. Nesheim and R.J Young. 1982. Nutrition of Chicken. New York.
Silva S. S & Anderson, T. A. 1995. Fish Nutrion in Aquaculture. Champman dan
Hall. London – Madras.

Sitompul S. 2004. Analisis asam amino dalam tepung ikan dan bungkil kedelai.
Buletin Teknik Pertanian. 37.9(1): 33

Soedibya P.H. 2013. Retensi Protein pada Ikan Nila yang diberi Pakan Azzola
pinnata dengan diperkaya Mikroba Probiotik. Jurnal Akuakultur
Indonesia.12 (2): 109-113.

Sumiati T. 2008. Pengaruh Pengolahan Terhadap Mutu Cerna Protein Ikan


Mujair (Tilapia mossambica). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Sundari D., Almasyhuri., dan Astuti L. (2015). Pengaruh Proses Pemasakan


Terhadap Komposisi zat Gizi bahan Pangan Sumber Protein. Pusat
Teknologi Terapan Kesehatan. Kementrian Kesehatan. Jakarta Pusat.

Sutikno, E. 2011. Pembuatan Pakan Buatan Ikan Bandeng. Direktorat Jenderal


Perikanan Budidaya, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
Jepara.
Suyanto, S.R. 1994. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 105 hal
Tawwab, M. A. 2012. Effect Of Dietary Protein Levels and Rearing Density
on Growth Performance and Stress Response Of Nile Tilapia, Oreochromis
niloticus (L.). International Aquatic Research 4: 1-13.

Umroh. 2007. Pemanfaatan Konsorsia Mikroorganisme sebagai Agen


Bioremediasi untuk mereduksi Amonia pada Pemeliharaan Udang windu
(Paneus monodon fabricius). Jurnal Sumberdaya Perairan. 1. (1): 15-20

Yanti, Z., Muchlisin A. Z.,dan Sugito. 2013. Perubahan dan Kelangsungan Hidup
Benih Ikan nila pada Beberapa Konsentrasi Tepung daun jaloh (Salix
tetrasperma) dalam Pakan. Depik 2. (1) : 16-19

Yudiarto, S; M. Arief; dan Agustono. 2012. Pengaruh Penambahan


Atraktan yang Berbeda dalam Pakan Pasta terhadap Retensi
Protein, Lemak dan Energi Benih Ikan Sidat (Anguila bicolor)
Stadia Elver. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol IV (2) Hal : 135-
140.

Webster, J., and Weber, R. W. S. 2007. Introduction to Fungi. Cambridge


University Press. New York. 13 (7): 23-31

Widanarni., Widagdo, P., Wahjuningrum, D. 2012. Aplikasi probiotik, prebiotik,


dan sinbiotik melaluipakan udang Vaname (Litopenaeus vannamei) yang
diinfeksi bakteri Vibrio harveyi. Jurnal Akuakultur Indonesia. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Widtanati, W. (2009). Kinerja Pertumbuhan Ikan Nila (Orechromis niloticus) yang


Diberi Berbagai Dosis Enzim Cairan Rumen Pada Pakan Berbasis Daun
Lamtorogung (Leucaena leucophala) Tesis. Institutut Pertanaian Bogor.
Bogor.

Watanabe T. 1998. Fish nutrition and mariculture. Department of aquatic


Bioscience. Tokyo University of Fisheries. JICA.

Zonneveld NZA, Huisman EA, Bonn JH. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 318h

LAMPIRAN LAMPIRAN

Lampiran 1. Kandungan nutrisi rata-rata jeroan ikan cakalang


Metode Kandungan Nutrisi (%)
Pengolahan
Jeroan Ikan Ulangan Air Protein kasar Lemak Kasar Karbohidrat Abu
I 8,17 68,84 15,06 10,28 5,82
CPRKG II 8,41 70,83 15,69 7,93 5,55
III 8,91 69,95 15,40 9,25 5,40
Rata-Rata 8,50 69,87±0,99 15,38±0,14 9,15±0,13 5,59±0,21
I 10,66 71,54 15,09 6,11 7,25
CPKuKG II 10,99 70,31 16,03 5,87 7,79
III 11,10 72,27 15,84 5,12 6,76
Rata-Rata 10,92 71,37±0,99 15,65±0,50 5,70±0,11 7,27±0,52
I 13,99 75,12 8,86 9,63 5,48
CPKG II 13,99 74,18 9,18 11,10 5,55
III 14,10 74,20 9,26 10,76 5,78
Rata-Rata 14,03 74,50±0,39 9,10±0,21 10,50±0,12 5,60±0,16

Lampiran 2. Hasil analisis ragam kandungan protein rata-rata jeroan ikan


cakalang
Source of Variation SS Df MS F Sig
Between Groups 33,43209 2 16,71604 22,14958 0,002s
Within Groups 4,528133 6 0,754689
Total 37,96022 8
s: significant
Lampiran 3. Hasil uji W-Tuckey pengaruh pengolahan jeroan ikan cakalang terhadap
kandungan protein
95% Confidence Interval
(J) Mean Std.
(I) perlakuan Sig. Lower Upper
perlakuan Difference Error
Bound Bound
Perlakuan A Perlakuan B -1,5000 0,70931 0,16685 -3,6764 0,6764
Perlakuan C -4,62667* 0,70931 0,00151 -6,803 -2,4503
Perlakuan B Perlakuan A 1,5000 0,70931 0,16685 -0,6764 3,6764
Perlakuan C -3,12667* 0,70931 0,01075 -5,303 -0,9503
Perlakuan C Perlakuan A 4,62667* 0,70931 0,00151 2,4503 6,803
perlakuan B 3,12667* 0,70931 0,01075 0,9503 5,303
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 4. Hasil analisis ragam kandungan lemak rata-rata jeroan ikan cakalang
Source of Variation SS Df MS F sig
Between Groups 82,4994 2 41,2497 316,278 0,000s
Within Groups 0,78253 6 0,13042

Total 83,2819 8
s: significant
Lampiran 5. Hasil uji W-Tuckey pengaruh pengolahan jeroan ikan cakalang terhadap kadar
lemak
Mean 95% Confidence Interval
(J) Std.
(I) perlakuan Difference Sig.Lower Upper
perlakuan Error
(I-J) Bound Bound
perlakuan A perlakuan B -0,270 0,295 0,651 -1,175 0,635
perlakuan C 6,28333* 0,295 0,000 5,379 7,188
perlakuan B perlakuan A 0,270 0,295 0,651 -0,635 1,175
perlakuan C 6,55333* 0,295 0,000 5,649 7,458
*
perlakuan C perlakuan A -6,28333 0,295 0,000 -7,188 -5,379
perlakuan B -6,55333* 0,295 0,000 -7,458 -5,649
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 6. Hasil analisis ragam kandungan karbohidrat rata-rata jeroan ikan cakalang
Source of Variation SS df MS F Sig
s
Between Groups 30.839 2 15.419 17.566 .005
Within Groups 4.389 5 .878
Total 35.228 7
s: significant
Lampiran 7. Hasil uji W-Tuckey pengaruh pengolahan jeroan ikan cakalang terhadap
kandungan karbohidrat
Mean 95% Confidence Interval
Std.
(I) perlakuan (J) perlakuan Difference Sig. Lower Upper
Error
(I-J) Bound Bound
*
Perlakuan A Perlakuan B 3.45333 .76499 .006 14.869 54.198
Perlakuan C -121.167 .85529 .216 -34.103 .9869
Perlakuan B Perlakuan A -345.333 .76499 .006 -54.198 -14.869
*
Perlakuan C -4.66500 .85529 .003 -68.636 -24.664
*
Perlakuan C Perlakuan A 121.167 .85529 .216 -.9869 34.103
*
Perlakuan B 4.66500 .85529 .003 24.664 68.636
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 8. Hasil analisis ragam kandungan abu rata-rata jeroan ikan cakalang
Sum of Squares Df Mean Square F Sig
Between Groups 5.578 2 2.789 24.949 0,001S
Within Groups .671 6 0.112
Total 6.249 8
S: significant
Lampiran 9. Hasil uji W-Tuckey pengaruh pengolahan jeroan ikan cakalang terhadap
kandungan abu
95% Confidence
Mean Std. Interval
(I) perlakuan (J) perlakuan Sig.
Difference Error Lower Upper
(I-J) Bound Bound
-
Perlakuan A Perlakuan B -1.67667* .27299 .002 25.143 -.8390
Perlakuan C -.01333 .27299 .999 -.8510 .8243
Perlakuan B Perlakuan A 1.67667* .27299 .002 .8390 25.143
Perlakuan C 1.66333* .27299 .002 .8257 25.010
Perlakuan C Perlakuan A .01333 .27299 .999 -.8243 .8510
-
Perlakuan B -1.66333* .27299 .002 25.010 -.8257
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 10. Kandungan asam amino pakan uji
Jenis Asam Kombinasi TJIC : TIK
Amino 0:100% 25:50% 50:50% 75:25% 100:0% Kontrol
Asam Amino Esensial
Histidin 0,35 0,43 0,79 0,44 0,51 0,68
Isoleusin 0,55 0,59 1 0,75 0,63 0,8
Leusin 1,95 1,91 2,18 1,69 1,52 1,14
Lysin 1,47 1,43 1,14 1,79 1,19 1,01
Methionin 0,32 0,51 0,62 0,42 0,48 0,67
Phenyl alanin 0,55 0,51 0,6 0,83 0,62 0,72
Valin 1,14 1,45 0,81 1,26 1,26 1,07
Treonin 0,59 0,62 0,57 0,58 0,72 0,39
Arginin 0,4 0,59 1,03 0,54 0,49 0,68
Asam Amino Non Esensial
Tirosin 0,82 0,84 0,82 0,72 0,47 1,12
Glisin 0,43 0,83 0,67 0,59 0,48 0,85
Alanin 0,80 0,58 1,21 1,05 0,69 1,24
Serin 0,29 0,62 0,51 0,37 0,31 0,50
Asam Glutamat 2,73 4,38 4,97 2,76 3,42 3,91
Asam asparat 1,41 2,42 2,20 1,35 1,26 2,04
Prolin 1,84 1,18 1,61 1,67 1,84 1,63
sistein 0,29 0,72 0,34 0,25 0,39 0,60

Lampiran 11. Kandungann asam amino ikan nila


Jenis Asam Kombinasi TJIC : TIK
Amino 0:100% 25:50% 50:50% 75:25% 100:0% Kontrol
Asam Amino Esensial
Histidin 0,84 0,75 1,45 0,89 0,88 1,04
Isoleusin 0,96 1,17 1,58 2,44 1,04 2,15
Leusin 3,53 3,9 6,22 3,75 3,41 4,14
Lysin 3,21 2,94 3,14 2,25 3,11 3,32
Methionin 0,74 0,65 0,95 1,5 0,63 0,93
Phenyl alanin 0,82 0,62 1,11 1,28 0,83 0,99
Valin 2,35 2,28 2,63 2,94 2,29 2,91
Treonin 1,56 1,18 1,67 2,25 1,32 1,43
Arginin 1,05 0,8 1,58 0,68 1,11 1,29
Asam Amino Non Esensial
Tirosin 1,28 0,94 1,46 1,37 1,25 1,34
Glisin 0,69 0,61 1,75 2,22 0,73 0,66
Alanin 0,71 0,96 1,08 2,88 1,01 0,9
Serin 1,64 1,39 1,71 1,29 1,77 1,31
Asam Glutamat 6,16 6,85 8,97 7,54 6,41 6,47
Asam asparat 2,55 2,25 3,04 3,1 2,25 2,82
Prolin 3,21 3,68 4,85 3,82 3,47 3,42
Sistein 0,38 0,58 0,97 0,97 0,39 0,69
Lampiran 12. Kecernaan total dan protein rata-rata ikan nila
Kombinasi Kandungan Cromium Kandungan Protein Kecernaan± Std
Ulangan
TJIC:TIK (%) Pakan Feses Pakan Feses Total Protein
A I 1,59 29,90 62.32 62.30
II 0,6 1,50 29,89 30,25 59.97 59.49
0:100 III 1,48 29,01 59.58 60.77
Rata-Rata 1,53 29,72 60,62±1,48 60,85±1,42
B I 1,32 28,56 54.55 61.16
II 0,6 1,57 33,42 30,35 61.75 65.27
25:75 III 1,63 29,61 63.09 67.30
Rata-Rata 1,50 29,51 59,80±4,59 64,57±3,12
C I 1,61 30,16 62.78 64.97
II 0,6 1,76 32,05 30,81 65.93 67.25
50:50 III 1,55 31,68 61.33 61.77
Rata-Rata 1,64 30,88 63,34±2,35 64,67±2,75
D ii 1,45 27,79 58.66 60.01
II 0,6 1,33 28,73 26,02 54.99 59.24
75:25 III 1,45 26,95 58.68 61.24
Rata-Rata 1,41 26,92 57,44±2,12 60,16±1,01
E I 1,61 27,23 62.66 66.67
II 0,6 1,42 30,51 28,83 57.73 60.06
100:0 III 1,23 28,18 51.10 54.83
Rata-rata 1,42 28,08 57,16±5,80 60,52±5,93
I 1,31 38,18 54.35 56.17
K II 0,6 1,38 39,77 36,04 56.52 60.61
III 1,29 37,62 53.41 55.93
Rata-rata 1,33 37,28 54,76±1,59 57,57±2,64

Lampiran 13. Hasil analisis ragam kecernaan total rata-rata ikan nila
Sum of Squares Df Mean Square F Sig
Between
Groups 137.437 5 27.487 2.372 .102s
Within Groups 139.060 12 11.588
Total 276.497 17
s: significant
Lampiran 14. Hasil analisis ragam kecernaan protein rata-rata ikan nila
Sum of Squares Df Mean Square F Sig
Between
Groups 114.035 5 22.807 2.189 .124s
Within Groups 125.022 12 10.419
Total 239.057 17
s: significant
Lampiran 15. Hasil uji W-Tuckey kecernaan total ikan nila
Mean 95% Confidence Interval
(I) (J) Difference (I- Std. Lower Upper Bound
PERLAKUAN PERLAKUAN J) Error Sig. Bound
25:75 .82667 2.77949 .771 -5.2293 6.8827
50:50 -2.72333 2.77949 .347 -8.7793 3.3327
0:100 75:25 3.18000 2.77949 .275 -2.8760 9.2360
100:0 3.46000 2.77949 .237 -2.5960 9.5160
Kontrol 5.86333 2.77949 .057 -.1927 11.9193
0:100 -.82667 2.77949 .771 -6.8827 5.2293
50:50 -3.55000 2.77949 .226 -9.6060 2.5060
25:50% 75:25 2.35333 2.77949 .414 -3.7027 8.4093
100:0 2.63333 2.77949 .362 -3.4227 8.6893
Kontrol 5.03667 2.77949 .095 -1.0193 11.0927
0:100 2.72333 2.77949 .347 -3.3327 8.7793
25:75 3.55000 2.77949 .226 -2.5060 9.6060
50:50% 75:25 5.90333 2.77949 .055 -.1527 11.9593
*
100:0 6.18333 2.77949 .046 .1273 12.2393
*
Kontrol 8.58667 2.77949 .009 2.5307 14.6427
0:100 -3.18000 2.77949 .275 -9.2360 2.8760
25:75 -2.35333 2.77949 .414 -8.4093 3.7027
75:25% 50:50 -5.90333 2.77949 .055 -11.9593 .1527
100:0 .28000 2.77949 .921 -5.7760 6.3360
Kontrol 2.68333 2.77949 .353 -3.3727 8.7393
0:100 -3.46000 2.77949 .237 -9.5160 2.5960
25:75 -2.63333 2.77949 .362 -8.6893 3.4227
100:0% 50:50 -6.18333 *
2.77949 .046 -12.2393 -.1273
75:25 -.28000 2.77949 .921 -6.3360 5.7760
Kontrol 2.40333 2.77949 .404 -3.6527 8.4593
0:100 -5.86333 2.77949 .057 -11.9193 .1927
25:75 -5.03667 2.77949 .095 -11.0927 1.0193
Kontrol 50:50 -8.58667 *
2.77949 .009 -14.6427 -2.5307
75:25 -2.68333 2.77949 .353 -8.7393 3.3727
100:0 -2.40333 2.77949 .404 -8.4593 3.6527
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 16. Hasil uji W-Tuckey kecernaan Protein ikan nila


(I) (J) Mean Std. Sig. 95% Confidence Interval
PERLAKUAN PERLAKUAN Difference Error Lower Bound Upper Bound
(I-J)
25:50% -3.72333 2.63547 .183 -9.4655 2.0189
50:50% -3.81000 2.63547 .174 -9.5522 1.9322
0:100 75:25% .69000 2.63547 .798 -5.0522 6.4322
100:0% .33333 2.63547 .901 -5.4089 6.0755
Kontrol 3.28333 2.63547 .237 -2.4589 9.0255
50:50% 3.72333 2.63547 .183 -2.0189 9.4655
75:25% -.08667 2.63547 .974 -5.8289 5.6555
25:50% 100:0% 4.41333 2.63547 .120 -1.3289 10.1555
0:100% 4.05667 2.63547 .150 -1.6855 9.7989
*
Kontrol 7.00667 2.63547 .021 1.2645 12.7489
25:50% 3.81000 2.63547 .174 -1.9322 9.5522
75:25% .08667 2.63547 .974 -5.6555 5.8289
50:50% 100:0% 4.50000 2.63547 .113 -1.2422 10.2422
0:100% 4.14333 2.63547 .142 -1.5989 9.8855
*
Kontrol 7.09333 2.63547 .020 1.3511 12.8355
25:50% -.69000 2.63547 .798 -6.4322 5.0522
50:50% -4.41333 2.63547 .120 -10.1555 1.3289
75:25% 100:0% -4.50000 2.63547 .113 -10.2422 1.2422
0:100% -.35667 2.63547 .895 -6.0989 5.3855
Kontrol 2.59333 2.63547 .345 -3.1489 8.3355
25:50% -.33333 2.63547 .901 -6.0755 5.4089
50:50% -4.05667 2.63547 .150 -9.7989 1.6855
100:0% 75:25% -4.14333 2.63547 .142 -9.8855 1.5989
0:100% .35667 2.63547 .895 -5.3855 6.0989
Kontrol 2.95000 2.63547 .285 -2.7922 8.6922
25:50% -3.28333 2.63547 .237 -9.0255 2.4589
*
50:50% -7.00667 2.63547 .021 -12.7489 -1.2645
Kontrol *
75:25% -7.09333 2.63547 .020 -12.8355 -1.3511
100:0% -2.59333 2.63547 .345 -8.3355 3.1489
0:100% -2.95000 2.63547 .285 -8.6922 2.7922
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Lampiran 17. Kecernaan lemak rata-rata ikan nila


Kombinasi Kandungan Cromium Kandungan Lemak Kecernaan
TJIC:TIK Pakan Feses Pakan Feses lemak
1,59 27,70 59,66
0:100% 0,6 1,50 25,88 27,49 57,48
1,48 29,30 54,25
Rata-Rata 1,53 28,16 57,13±2,72
1,32 16,97 53,59
25:50 % 0,6 1,57 16,62 17,85 58,93
1,63 16,74 62,81
Rata-Rata 1,50 17,19 58,44±4,63
1,61 22,75 58,99
50:50 % 0,6 1,76 20,65 24,38 59,77
1,55 23,04 56,84
Rata-Rata 1,64 23,39 58,53±1,52
1,45 25,85 54,13
75:25 % 0,6 1,33 23,3 22,03 57,45
1,45 22,37 60,33
Rata-Rata 1,41 23,42 57,31±3,10
1,61 20,53 65,70
100 % : 0 0,6 1,42 22,35 23,47 55,61
1,23 22,32 51,17
Rata-Rata 1,42 22,11 57,49±7,45
1,31 2,90 41,67
Pakan 0,6 2,27
1,38 3,10 40,62
Komersil
1,29 3,25 33,30
Rata-Rata 1,33 3,08 38,53±8,28

Lampiran 18. Hasil analisis ragam kecernaan lemak rata-rata ikan nila
Sum of Squares Df Mean F Sig
Square
Between
Groups 931.689 5 186.338 9.556 .001s
Within Groups 233.996 12 19.500
Total 1165.685 17
s: significant
Lampiran 19. Hasil uji W-Tuckey kecernaan lemak ikan nila

Mean 95% Confidence Interval


(I) (J) Difference Std. Lower Upper
PERLAKUAN PERLAKUAN (I-J) Error Sig. Bound Bound
25:50% -1.31333 3.60552 .722 -9.1691 6.5424
50:50% -1.40333 3.60552 .704 -9.2591 6.4524
0:100 75:25% -.17333 3.60552 .962 -8.0291 7.6824
100:0% -.36333 3.60552 .921 -8.2191 7.4924
*
Kontrol 18.60000 3.60552 .000 10.7442 26.4558
50:50% 1.31333 3.60552 .722 -6.5424 9.1691
75:25% -.09000 3.60552 .980 -7.9458 7.7658
25:50% 100:0% 1.14000 3.60552 .757 -6.7158 8.9958
0:100% .95000 3.60552 .797 -6.9058 8.8058
*
Kontrol 19.91333 3.60552 .000 12.0576 27.7691
25:50% 1.40333 3.60552 .704 -6.4524 9.2591
75:25% .09000 3.60552 .980 -7.7658 7.9458
50:50% 100:0% 1.23000 3.60552 .739 -6.6258 9.0858
0:100% 1.04000 3.60552 .778 -6.8158 8.8958
*
Kontrol 20.00333 3.60552 .000 12.1476 27.8591
25:50% .17333 3.60552 .962 -7.6824 8.0291
50:50% -1.14000 3.60552 .757 -8.9958 6.7158
75:25% 100:0% -1.23000 3.60552 .739 -9.0858 6.6258
0:100% -.19000 3.60552 .959 -8.0458 7.6658
*
Kontrol 18.77333 3.60552 .000 10.9176 26.6291
25:50% .36333 3.60552 .921 -7.4924 8.2191
50:50% -.95000 3.60552 .797 -8.8058 6.9058
100:0% 75:25% -1.04000 3.60552 .778 -8.8958 6.8158
0:100% .19000 3.60552 .959 -7.6658 8.0458
*
Kontrol 18.96333 3.60552 .000 11.1076 26.8191
*
25:50% -18.60000 3.60552 .000 -26.4558 -10.7442
*
50:50% -19.91333 3.60552 .000 -27.7691 -12.0576
Kontrol 75:25% -20.00333 *
3.60552 .000 -27.8591 -12.1476
*
100:0% -18.77333 3.60552 .000 -26.6291 -10.9176
*
0:100% -18.96333 3.60552 .000 -26.8191 -11.1076
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 20. Kecernaan karbohidrat rata-rata ikan nila
kombinasi Kandungan Cromium Kandungan Karbohidrat Kecernaan
TJIC:TIK Pakan Feses Pakan Karbohidrat Karbohidrat
1,32 37,05 53,59
0:100 % 0,6 1,57 37,56 34,04 58,93
1,63 37,75 62,81
Rata-Rata 1,50 36,28 58,44±4,63
1,61 32,61 58,99
25:50 % 0,6 1,76 47,23 31,20 59,77
1,55 31,31 56,84
Rata-Rata 1,64 31,71 58,53±1,52
1,45 31,17 54,13
50:50 % 0,6 1,33 40,29 37,36 57,45
1,45 38,18 60,33
Rata-Rata 1,41 35,57 57,31±3,10
1,61 30,68 65,70
75:25 % 0,6 1,42 39,53 30,18 55,61
1,23 33,27 51,17
Rata-Rata 1,42 31,38 57,49±7,45
1,59 31,68 59,66
100: 0% 0,6 1,50 39,79 31,60 57,48
1,48 30,98 54,25
Rata-Rata 1,53 31,42 57,13±2,72
1,31 45,68 51,85
Pakan 0,6 1,38 43,18 47,57 50,99
Komersil
1,29 45,65 44,94
Rata-Rata 1,33 46,30 49,26±3,77

Lampiran 21. Hasil analisis ragam kecernaan karbohidrat rata-rata ikan nila
Sum of Squares Df Mean F Sig
Square
Between
Groups 186.723 5 37.345 2.030 .146s
Within Groups 220.779 12 18.398
Total 407.502 17
s: significant
Lampiran 22. Hasil uji W-Tuckey kecernaaan karbohidrat ikan nila
Mean 95% Confidence Interval
(I) (J) Difference Std. Lower Upper
PERLAKUAN PERLAKUAN (I-J) Error Sig. Bound Bound
25:50% -.09000 3.50221 .980 -7.7207 7.5407
50:50% 1.14000 3.50221 .750 -6.4907 8.7707
0:100 75:25% .95000 3.50221 .791 -6.6807 8.5807
100:0% 1.31333 3.50221 .714 -6.3173 8.9440
*
Kontrol 9.18333 3.50221 .022 1.5527 16.8140
50:50% .09000 3.50221 .980 -7.5407 7.7207
75:25% 1.23000 3.50221 .732 -6.4007 8.8607
25:50% 100:0% 1.04000 3.50221 .772 -6.5907 8.6707
0:100% 1.40333 3.50221 .696 -6.2273 9.0340
*
Kontrol 9.27333 3.50221 .021 1.6427 16.9040
25:50% -1.14000 3.50221 .750 -8.7707 6.4907
75:25% -1.23000 3.50221 .732 -8.8607 6.4007
50:50% 100:0% -.19000 3.50221 .958 -7.8207 7.4407
0:100% .17333 3.50221 .961 -7.4573 7.8040
*
Kontrol 8.04333 3.50221 .040 .4127 15.6740
25:50% -.95000 3.50221 .791 -8.5807 6.6807
50:50% -1.04000 3.50221 .772 -8.6707 6.5907
75:25% 100:0% .19000 3.50221 .958 -7.4407 7.8207
0:100% .36333 3.50221 .919 -7.2673 7.9940
*
Kontrol 8.23333 3.50221 .037 .6027 15.8640
25:50% -1.31333 3.50221 .714 -8.9440 6.3173
50:50% -1.40333 3.50221 .696 -9.0340 6.2273
100:0% 75:25% -.17333 3.50221 .961 -7.8040 7.4573
0:100% -.36333 3.50221 .919 -7.9940 7.2673
*
Kontrol 7.87000 3.50221 .044 .2393 15.5007
*
25:50% -9.18333 3.50221 .022 -16.8140 -1.5527
*
50:50% -9.27333 3.50221 .021 -16.9040 -1.6427
Kontrol 75:25% -8.04333 *
3.50221 .040 -15.6740 -.4127
*
100:0% -8.23333 3.50221 .037 -15.8640 -.6027
*
0:100% -7.87000 3.50221 .044 -15.5007 -.2393
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 23. Kandungan nutrisi rata-rata tubuh ikan nila
Kandungan Nutrisi Ikan
Perlakuan
Ulangan Air Protein Lemak Kasar Karbohidrat Abu
Ikan Awal 10,37 68,14 4,57 12,08 15,21
I 14,25 74,94 11,77 3,17 10,12
0 : 100 II 13,37 73,69 12,40 1,89 12,02
II 13,44 75,97 11,41 2,71 9,90
Rata-Rata 13,40 75,90 10,45 3,30 10,34
I 17,01 76,62 11,11 1,17 11,10
25:75 II 13,11 75,16 9,18 4,88 10,77
II 10,09 75,91 11,08 3,86 9,15
Rata-Rata 13,40 75,90 10,45 3,30 10,34
I 14,22 76,15 11,46 1,95 10,45
50:50:00 II 14,30 76,11 10,47 2,40 11,02
II 16,06 75,51 12,99 1,78 9,73
Rata-Rata 14,86 75,92 11,64 2,04 10,40
I 14,24 75,16 9,03 2,12 13,69
75:25:00 II 15,34 73,64 9,66 2,06 14,65
II 14,50 74,18 9,22 4,34 12,27
Rata-Rata 14,69 74,32 9,30 2,84 13,54
I 13,71 73,50 9,28 4,66 12,56
100:0 II 15,96 74,31 9,67 4,72 11,29
II 17,16 74,47 8,53 2,51 14,49
25:75 I 17,01 76,62 11,11 1,17 11,10
I 14,69 75,40 11,31 5,19 8,10
Pakan 13,71 75,99 11,12 3,20 9,69
II
Kontrol
II 14,37 74,90 12,80 3,56 8,73
Rata-Rata 14,26 75,43 11,74 3,99 8,84
Lampiran 24. Retensi protein rata-rata ikan nila
Jumlah Protein Tubuh Ikan
Kombinasi
Ulangan konsumsi Retensi Protein
TIJC : TIK Awal Akhir
Protein
I 71,03 69,94 9.57
0:100 % II 70,31 68,14 68,69 7.89
III 72,67 69,97 9.39
Rata-Rata 71,34 71,57 8,95
I 96,70 71,62 8.77
25:50 % II 97,06 68,14 71,16 8.26
III 87,61 71,91 10.01
Rata-Rata 93,79 71,57 9,01
I 101,73 71,85 8.56
50:50 % II 94,83 68,14 72,11 9.46
III 102,51 74,51 1.08
Rata-Rata 99,69 72,82 9,70
I 77,11 69,16 7.81
75:25 % II 62,19 68,14 68,24 8.19
III 61,51 68,18 8.18
Rata-Rata 66,94 68,52 8,06
I 80,33 69,50 7.91
100: 0% II 64,43 68,14 69,31 9.57
III 75,45 68,47 7.06
Rata-Rata 73,40 69,53 8,18
I 125,20 73,40 8.19
Pakan
II 140,01 68,14 73,99 7.75
Komersil
III 137,10 74,90 8.58
Rata-Rata 134,10 74,10 8,17

Lampiran 25. Hasil analisis ragam rata-rata retensi protein


Sum of Squares Df Mean F Sig
tSquare
Between
Groups 13.741 5 2.748 .616 .691ns
Within Groups 49.100 11 4.464
Total 62.841 16
ns: nonsignificant
Lampiran 26. Retensi lemak rata-rata ikan nila
Jumlah Lemak Tubuh Ikan
Kombinasi Retensi
TIJC : TIK
Ulangan Konsumsi
Awal Akhir Lemak
Lemak
I 27,97 7,27 8.86
0:100% II 29,16 4,79 8,40 12.38
III 27,74 8,11 11.99
Rata-Rata 28,29 7,93 11,08
I 32,15 8,11 10.33
25:50 % II 26,66 4,79 9,18 16.46
III 29,05 8,08 11.32
Rata-Rata 29,29 8,45 12,70
I 36,37 9,46 12.84
50:50 % II 30,98 4,79 9,47 15.10
III 41,55 10,19 12.99
Rata-Rata 36,30 9,70 13,65
I 24,23 8,03 13.36
75:25 % II 20,91 4,79 7,06 10.88
III 19,74 7,22 12.30
Rata-Rata 21,63 7,43 12,18
I 24,43 7,28 10.21
100 % : 0 II 20,42 4,79 7,67 14.13
III 21,10 6,53 10.18
Rata-Rata 21,98 7,16 11,51
I 35,60 9,31 12.70
Pakan
II 39,14 4,79 8,12 8.51
Komersil
III 44,12 9,80 11.36
Rata-Rata 39,62 9,08 10,86

Lampiran 27. Hasil analisis ragam rata-rata retensi lemak ikan nila
Sum of Squares Df Mean F Sig
Square
Between
Groups 16.892 5 3.378 .739 .609ns
Within Groups 54.878 12 4.573
Total 71.769 17
ns: nonsignificant
Lampiran 28. Pertumbuhan harian rata-rata ikan nila
Kombinasi
TJIC : TIK Bobot Ikan lama Pertumbuhan
Ulangan
Pemeliharaan (%)/hari ± Std
(%) Ikan Awal Ikan Akhir
I 6,01 18,84 1,33
0:100 II 6,01 21,03 84 1,37
III 6,01 20.21 1,41
Rata-Rata 6,01 20,03 1,37± 0,066
I 6,01 23,30 1,61
25 : 75 II 6,01 23,66 84 1,63
III 6,01 23,81 1,64
Rata-Rata 6,01 23,59 1,63 ± 0,015
I 6,01 24,35 1,67
50:50 II 6,01 25,18 84 1,71
III 6,01 24,89 1,69
Rata-Rata 6,01 24,81 1,69 ± 0,042
I 6,01 21,66 1,53
75 : 25 % II 6,01 19,13 84 1,38
III 6,01 18,44 1,33
Rata-Rata 6,01 19,74 1,41 ± 0,104
I 6,01 19,34 1,39
100 : 0 % II 6,01 18,82 84 1,36
III 6,01 18,84 1,36
Rata-Rata 6,01 19 1,37 ± 0,017
I 6,01 18,4 1,33
Kontrol II 6,01 18,99 84 1,37
III 6,01 19,62 1,41
Rata-Rata 6,01 19 1,37±0,040

Lampiran 29. Hasil analisis ragam pertumbuhan harian rata-rata ikan nila
Sum of Squares Df Mean F Sig
Square
Between
Groups .274 5 .055 17.304 0,000S
Within Groups .038 12 .003
Total .312 17
S: significant
Lampiran 30. Hasil uji W-Tuckey pertumbuhan harian ikan nila
Mean 95% Confidence Interval
(I) (J) Difference Std. Lower Upper
PERLAKUAN PERLAKUAN (I-J) Error Sig. Bound Bound
*
25:50% -.19667 0,04595 0,011 -0,3510 -0,0423
50:50% -.24667* 0,04595 0,002 -0,4010 -0,0923
0:100 75:25% .01667 0,04595 0,999 -0,1377 0,1710
100:0% .06000 0,04595 0,777 -0,0943 0,2143
Kontrol .06000 0,04595 0,777 -0,0943 0,2143
50:50% -.05000 0,04595 0,877 -0,2043 0,1043
75:25% .21333* 0,04595 0,006 0,0590 0,3677
25:50% 100:0% .25667* 0,04595 0,001 0,1023 0,4110
0:100% .19667* 0,04595 0,011 0,0423 0,3510
Kontrol .25667* 0,04595 0,001 0,1023 0,4110
25:50% .05000 0,04595 0,877 -0,1043 0,2043
75:25% .26333* 0,04595 0,001 0,1090 0,4177
50:50% 100:0% .30667* 0,04595 0,000 0,1523 0,4610
0:100% .24667* 0,04595 0,002 0,0923 0,4010
Kontrol .30667* 0,04595 0,000 0,1523 0,4610
25:50% -.21333* 0,04595 0,006 -0,3677 -0,0590
50:50% -.26333* 0,04595 0,001 -0,4177 -0,1090
75:25% 100:0% .04333 0,04595 0,927 -0,1110 0,1977
0:100% -.01667 0,04595 0,999 -0,1710 0,1377
Kontrol .04333 0,04595 0,927 -0,1110 0,1977
25:50% -.25667* 0,04595 0,001 -0,4110 -0,1023
50:50% -.30667* 0,04595 0,000 -0,4610 -0,1523
100:0% 75:25% -.04333 0,04595 0,927 -0,1977 0,1110
0:100% -.06000 0,04595 0,777 -0,2143 0,0943
Kontrol .00000 0,04595 1,000 -0,1543 0,1543
25:50% -.25667* 0,04595 0,001 -0,4110 -0,1023
*
50:50% -.30667 0,04595 0,000 -0,4610 -0,1523
Kontrol 75:25% -.04333 0,04595 0,927 -0,1977 0,1110
100:0% .00000 0,04595 1,000 -0,1543 0,1543
0:100% -.06000 0,04595 0,777 -0,2143 0,0943
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 31. Rasio konversi pakan rata-rata ikan nila
Kombinasi
W0 WT D F FCR ± Std
TJIC : TIK Ulangan
I 60,12 113,05 34,47 297,96 2,94
0:100 II 60,12 126,20 26,31 294,41 2,90
III 60,12 121,24 28,30 286,00 2,87
Rata-Rata I 60,12 113,05 34,47 297,96 2,94±0,492
I 60,12 163,07 20,60 361,70 2,75
25 : 75 II 60,12 165,63 20,02 363,05 2,76
III 60,12 142,85 33,94 327,70 2,68
Rata-Rata 60,12 157,18 24,85 350,82 2,73±0,158
I 60,12 194,64 18,39 396,75 2,96
50:50:00 II 60,12 174,24 25,69 369,86 2,52
III 60,12 170,44 19,71 376,29 3,03
Rata-Rata 60,12 179,77 21,26 380,97 2,84±0,404
I 60,12 151,59 19,50 335,46 3,42
75:25:00 II 60,12 114,80 24,65 270,54 2,78
III 60,12 110,65 24,65 267,57 3,13
Rata-Rata 60,12 125,68 22,93 291,19 3,11±0,108
I 60,12 135,00 27,15 329,10 3,02
100 :0 II 60,12 112,92 25,34 263,97 2,86
III 60,12 131,85 18,18 309,13 2,92
Rata-Rata I 60,12 163,07 20,60 361,70 2,75±0,115
I 60,12 165,58 6,03 393,49 3,40
Kontrol II 60,12 189,88 0,00 440,02 3,55
III 60,12 176,54 16,21 430,88 3,30
Rata-Rata 60,12 177,33 7,41 421,46 3,42±0,321

Lampiran 32. Hasil analisis ragam rasio konversi pakan ikan nila
Sum of Squares Df Mean F Sig
Square
Between s
Groups 1.229 5 .246 9.232 .001
Within Groups .319 12 .027
Total 1.548 17
S: significant
Lampiran 33. Hasil Uji W-Tuckey rasio konversi pakan nila
Mean 95% Confidence Interval
(I) (J) Difference Std. Lower Upper
PERLAKUAN PERLAKUAN (I-J) Error Sig. Bound Bound
*
25 : 75 .39000 .13321 .013 .0998 .6802
*
50 : 50 .55667 .13321 .001 .2664 .8469
0:100 75 : 25 -.05667 .13321 .678 -.3469 .2336
100 : 0 -.08333 .13321 .543 -.3736 .2069
Kontrol -.12333 .13321 .373 -.4136 .1669
*
0:100 -.39000 .13321 .013 -.6802 -.0998
50 : 50 .16667 .13321 .235 -.1236 .4569
25:50% 75 : 25 -.44667 *
.13321 .006 -.7369 -.1564
*
100 : 0 -.47333 .13321 .004 -.7636 -.1831
*
Kontrol -.51333 .13321 .002 -.8036 -.2231
*
0:100 -.55667 .13321 .001 -.8469 -.2664
25 : 75 -.16667 .13321 .235 -.4569 .1236
*
50:50% 75 : 25 -.61333 .13321 .001 -.9036 -.3231
*
100 : 0 -.64000 .13321 .000 -.9302 -.3498
*
Kontrol -.68000 .13321 .000 -.9702 -.3898
0:100 .05667 .13321 .678 -.2336 .3469
*
25 : 75 .44667 .13321 .006 .1564 .7369
75:25% 50 : 50 .61333 *
.13321 .001 .3231 .9036
100 : 0 -.02667 .13321 .845 -.3169 .2636
Kontrol -.06667 .13321 .626 -.3569 .2236
0:100 .08333 .13321 .543 -.2069 .3736
*
25 : 75 .47333 .13321 .004 .1831 .7636
100:0% 50 : 50 .64000 *
.13321 .000 .3498 .9302
75 : 25 .02667 .13321 .845 -.2636 .3169
Kontrol -.04000 .13321 .769 -.3302 .2502
0:100 .12333 .13321 .373 -.1669 .4136
*
25 : 75 .51333 .13321 .002 .2231 .8036
Kontrol 50 : 50 .68000 *
.13321 .000 .3898 .9702
75 : 25 .06667 .13321 .626 -.2236 .3569
100 : 0 .04000 .13321 .769 -.2502 .3302
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 34. Tingkat kelangsungan hidup rata-rata ikan nila
Kombinasi
TJIC : TIK (%) Ulangan Ikan Awal Ikan Akhir SR ± std (%)
I 10 7 70
0:100 II 10 7 70
III 10 8 80
Rata-Rata 10 7,33 73,33 ± 5,773
I 10 8 80
25 : 75 II 10 7 70
III 10 8 80
Rata-Rata 10 7,66 76,66 ± 5,773
I 10 7 70
50 : 50 II 10 8 80
III 10 8 70
Rata-Rata 10 7,66 76,66 ± 5,773
I 10 8 80
75 :25 II 10 6 60
III 10 7 70
Rata-Rata 10 7 70 ± 10,000
I 10 7 70
100 :0 II 10 8 80
III 10 7 70
Rata-Rata 10 7,33 73,33 ± 5,773
I 10 9 90
Kontrol II 10 10 100
III 10 9 90
Rata-Rata
10 9,33 93,33 ± 5,773

Lampiran 35. Hasi analisis ragam tingkat kelangsungan hidup ikan nila
Sum of Squares Df Mean F Sig
Square
Between
Groups 1066.667 5 213.333 4.800 .012S
Within Groups 533.333 12 44.444
Total 1600.000 17
S: significant
Lampiran 36. Hasil uji lanjut W-Tuckey tingkat kelangsungan hidup ikan nila
Mean 95% Confidence Interval
(I) (J) Difference Std. Lower Upper
PERLAKUAN PERLAKUAN (I-J) Error Sig. Bound Bound
25:50% -6.66667 4.30331 .147 -16.0428 2.7095
50:50% -6.66667 4.30331 .147 -16.0428 2.7095
0:100 75:25% -3.33333 4.30331 .454 -12.7095 6.0428
100:0% -6.66667 4.30331 .147 -16.0428 2.7095
*
Kontrol -33.33333 4.30331 .000 -42.7095 -23.9572
50:50% 3.33333 5.44331 .552 -8.5266 15.1933
75:25% 6.66667 5.44331 .244 -5.1933 18.5266
25:50% 100:0% 3.33333 5.44331 .552 -8.5266 15.1933
0:100% 3.33333 5.44331 .552 -8.5266 15.1933
*
Kontrol -16.66667 5.44331 .010 -28.5266 -4.8067
25:50% -3.33333 5.44331 .552 -15.1933 8.5266
75:25% 3.33333 5.44331 .552 -8.5266 15.1933
50:50% 100:0% .00000 5.44331 1.000 -11.8600 11.8600
0:100% .00000 5.44331 1.000 -11.8600 11.8600
*
Kontrol -20.00000 5.44331 .003 -31.8600 -8.1400
25:50% -6.66667 5.44331 .244 -18.5266 5.1933
50:50% -3.33333 5.44331 .552 -15.1933 8.5266
75:25% 100:0% -3.33333 5.44331 .552 -15.1933 8.5266
0:100% -3.33333 5.44331 .552 -15.1933 8.5266
*
Kontrol -23.33333 5.44331 .001 -35.1933 -11.4734
25:50% -3.33333 5.44331 .552 -15.1933 8.5266
50:50% .00000 5.44331 1.000 -11.8600 11.8600
100:0% 75:25% 3.33333 5.44331 .552 -8.5266 15.1933
0:100% .00000 5.44331 1.000 -11.8600 11.8600
*
Kontrol -20.00000 5.44331 .003 -31.8600 -8.1400
*
25:50% 16.66667 5.44331 .010 4.8067 28.5266
*
50:50% 20.00000 5.44331 .003 8.1400 31.8600
Kontrol 75:25% 23.33333
*
5.44331 .001 11.4734 35.1933
*
100:0% 20.00000 5.44331 .003 8.1400 31.8600
*
0:100% 20.00000 5.44331 .003 8.1400 31.8600
Jeroan Ikan Bahan Baku Pakan Uji

Penjemuran Jeroan Ikan Percetakan Pakan

Pengukusan Jeroan Ikan Penjemuran Pakan


Alat Ukur Kualitas Air
Bak Pengendapan

Wadah Penelitian Ikan Terserang Jamur

pengukuran kualitas Air Sampel Penelitian

Anda mungkin juga menyukai