Anda di halaman 1dari 12

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i

BAB I ............................................................................................................................. i

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1

BAB II ........................................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2

1.2 Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan ................................................ 2

1.3 Langkah-Langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan ............................................ 3

1.4 Perbedaan Sainstek dan Sains Sosial.............................................................. 6

BAB III ......................................................................................................................... 9

PENUTUPAN ............................................................................................................... 9

1.5 Kesimpulan ..................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 10

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Islamisasi sains atau dalam istilahnya yaitu islamisasi ilmu pengetahuan
merupakan salah satu dari epistemologi dari filsafat pendidikan islam. Dengan
proses islamisasi sains ini maka seluruh ilmu pengetahuan dari barat akan
diislamkan atau diberi warna islam ketika masuk dan diadopsi oleh masyarakat
muslim. Pemfilteran tersebut dengan menggunakan kajian al qur’an dan hadist.
Islamisasi ilmu pengetahuan telah menjadi tema dan term popular di
kalangan intelektual Islam, di Indonesia maupun di negara-negara lain. Hal
tersebut tidak lepas dari kesadaran ber-Islam di tengah pergumulan dunia global
yang sarat dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di Ameriaka istilah
ini telah menjadi simbol dari sebuah keinginan besar untuk memberi warna Islam
pada berbagai disiplin ilmu. Dengan sebuah konsep bahwa ummat Islam akan
maju dan dapat menyusul Barat mana kala mampu mentransformasiakan ilmu
pengetahuan dalam memahami wahyu atau memahami wahyu dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dengan proses islamisasi ini diharapkan juga ilmu pengetahuan dalam
islam akan menjadi berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dan juga
diharapkan akan menambah khasanah bagi ilmu pendidikan islam. Karena suatu
ilmu tersebut akan berkembang bila diberi kontribusi oleh ilmu yang lain. Dengan
adanya proses islamisasi ini diharapkan juga tidak akan terjadi proses
ketidakpercayaan terhadap agama atau pengkafiran karena ilmu yang dipelajari
yang berasal dari daerah barat mempunyai epistemologi dan pemikiran yang
berbeda dengan ilmu dari pendidikan islam.
Hal inilah yang memunculkan untuk mempertemukan kelebihan-kelebihan
di antara keduanya, sehingga lahir keilmuan baru yang modern tetapi tetap
bersifat relegius dan bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian dikenal dengan
istilah Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1.2 Latar Belakang Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Pandangan Islam terhadap ilmu menjadi landasan bagi pengembangan
ilmu disepanjang sejarah kehidupan ummat Islam, sejak dari zaman klasik sampai
sekarang. Sejak kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu
besar terhadap ilmu dan menawarkan cahaya untuk mengubah jahiliyah menuju
masyarakat yang berilmu dan beradab.
Proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung sejak
permulaan Islam hingga zaman kita sekarang ini. Ayat-ayat yang diwahyukan
kepada Nabi saw secara jelas menegaskan semangat Islamisasi Ilmu Pengetahuan,
yaitu ketika Allah menekankan bahwa Dia adalah sumber dan asal ilmu manusia.
Pada sekitar abad ke-8 masehi, pada masa pemerintahan Daulah
Abbasiyah, proses Islamisasi ilmu ini berlanjut secara besar-besaran dengan
dilakukannya penerjemahan terhadap karya-karya dari Persia dan Yunani. Salah
satu karya besar tentang usaha Islamisasi ilmu adalah hadirnya karya Imam al-
Ghazali Tahafut al-Falasifah. Hal yang demikian walaupun tidak menggunakan
pelabelan Islamisasi, tetapi aktivitas yang sudah mereka lakukan semisal dengan
makna Islamisasi.
Ada dua tokoh yang dianggap sebagai pencetus gagasan Islamisasi
Pengetahuan yaitu Ismail Raji al-Faruqi (seorang sarjana yang mendirikan
lembagaInternational Institute of Islam Thought di Amerika Serikat) serta Syed
M. Naquib al-Attas (seorang sarjana Budaya Melayu yang membentuk
lembaga International Institute of Islam Thought and Civilization di Kuala
Lumpur). Gagasan ini timbul sejak dasawarsa 1970-an.
Munculnya ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan disebabkan adanya premis
bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai. Ilmu-ilmu yang terkontaminasi oleh
premis demikian dan telah melalui proses sekularisasi dan westernisasi yang tidak
lagi sesuai dengan kepercayaan, justru ini akan membahayakan ummat Islam.
Naquib al-Attas menegaskan bahwa ilmu itu tidaklah bebas nilai tapi sarat akan
nilai. Sedangkan al Faruqi menjelaskan bahwa akibat kemunduran ummat Islam,
karena adanya system pendidikan yang berusaha menjauhkan ummat Islam dari

2
agamanya sendiri dan dari sejarah kegemilangan yang seharusnya dijadikan
kebanggaan tersendiri atas agama Islam. Oleh sebab itu ia memberikan solusi,
yaitu perlunya perbaikan system pendidikan yang memadukan antara ilmu-ilmu
umum dan agama sebagai langkah membentuk peradaban Islam yang sempurna.
Pada akhir abad 20-an, konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan mendapat
kritikan dari kalangan pemikir Muslim sendiri, seperti Fazlul Rahman, Muhsin
Muhdi, Abdus Salam Soroush, Bassam Taibi dan lainnya. Fazlul Rahman
misalnya mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat di Islamkan karena
tidak ada yang salah dalam ilmu pengetahuan.
Walaupun dalam perkembangannya Islamisasi Ilmu Pengetahuan dikritik,
tetapi gagasan Islamisasi ini merupakan suatu revolusi epistemologis yang
merupakan jawaban terhadap krisis epistemology yangh bukan hanya melanda
dunia Islam tapi juga budaya dan peradaban Barat Sekuler.

1.3 Langkah-Langkah Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Ketika mengeluarkan suatu ide besar yang dikemukakan oleh para
intelektual atau ilmuwan pasti ada suatu cara maupun langkah-langkah yang harus
dilakukan agar tercapai suatu hal yang diinginkan. Dengan begitu, Ismail Raji Al-
faruqi sebagai tokoh pemabaharu Islam yang membahas tentang Islamisasi Ilmu
Pengetahuan memberikan suatu langkah-langkah yang sistematis untuk mencapai
ide tersebut, diantaranya:
1. Penguasaan Disiplin Ilmu Modern: Penguraian Kategoris
Mengenai disiplin-disiplin ilmu dalam kemajuannya di zaman sekarang
harus dipecah menjadi kategori-kategori, prinsip-prinsip, metodologi-
metodologi, problema-problema, dan tema-tema yang mencerminkan daftar
isi dalam sebuah buku teks (pelajaran) dalam bidang metodologi disiplin ilmu
yang bersangkutan.
2. Survei Disiplin Ilmu
Apabila kategori-kategori disiplin ilmu telah dipilah-pilah, maka suatu
survei secara menyeluruh harus ditulis untuk setiap disiplin ilmu, seperti
mengenai asal-usul dan perkembangannya serta pertumbuhan metodologinya,
perluasan cakrawala wawasannya, sumbangan-sumbangan pemikiran yang
diberikan oleh para tokoh utama, memberikan bibliografi dengan singkat, dan

3
mencantumkan karya-karya tepenting. Langkah-langkah ini diperlukan bagi
para sarjana-sarjana Muslim agar mampu menguasai setiap disiplin ilmu
modern.
3. Penguasaan Khasanah Islam: Sebuah Antologi
Di langkah yang ketiga ini, sebelum kita mengetahui secara jauh ilmu-
ilmu pengetahuan modern diperlukan penguasaan ilmu-ilmu ilmiah warisan
para ilmuwan Islam dari nenek moyang kita. Hal itu diperlukan karena
sebagai titik awal usaha yang dilakukan untuk mengIslamkan ilmu-ilmu
modern.
4. Penguasaan Khasanah Ilmiah Islam Tahap Analisa
Apabila antalogi-antalogi sudah disiapkan dengan baik, maka langkah
selanjutnya yang harus diambil untuk memahami warisan ilmu-ilmu Islam
adalah melakukan suatu analisa sesuai dengan permasalahan-permasalahan
yang dihadapi masa kini atau sesuai dengan perspektif dari masing-masing
bidang keilmuan.
5. Penentuan Relevansi Islam yang Khas Terhadap Disiplin-disiplin Ilmu
Dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para pemikir Islam
terdahulu, secara bersamaan telah memfokuskan permasalahan pada
perkembangan ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan khasanah ke Islaman.
Maka dari itu, relevensi khasanah Islam menurut Al-Faruqi bias dilakukan
dengan mengajukan tiga persoalan, yaitu:
a. Apa yang telah disumbangkan oleh Islam, mulai dari alquran hingga ke
pemikiran-pemikiran kaum modernis masa kini kepada seluruh
permasalahan yang telah dicakup oleh disiplin ilmu modern?
b. Seberapa besar sumbangan itu jika dibandingkan dengan hasil-hasil yang
dicapai oleh ilmu-ilmu Barat tersebut, atau sampai dimanakah tingkat
pemenuhan, kekurangan serta kelebihan khasanah Islam itu dibandingkan
dengan wawasan dan ruang lingkup disiplin ilmu Barat modern tersebut.
c. Apabila ada bidang-bidang masalah yang sedikit diperhatikan atau bahkan
tidak diperhatikan sama sekali oleh warisan ilmu-ilmu Islam, ke arah
manakah kaum Muslim harus mengusahakan untuk mengisi kekurangan

4
itu, kemudian merumuskan kembali permasalahan-permasalahan yang
dihadapi dan memperluas visi disiplin ilmu tersebut.
6. Penilaian Kritis Terhadap Disiplin Ilmu Modern: Tingkat Perkembangannya
di Masa Kini
Setelah menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh ilmu
modern dan ilmu-ilmu warisan Islam mulai dari metodologi, prinsip, tema,
permasalahan dan hasil-hasil yang telah dicapai harus diidentifikasi, disurvei
dan di analisa, dan setelah relevansi Islam telah dijelaskan dan ditegaskan.
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memberikan suatu
penilaian (baik dalam hal perbaikan, penabahan, perubahan atau ada suatu
yang dihapus) terhadap disiplin ilmu serta memberikan suatu analisa yang
mendalam dilihat dari susut pandang Islam.
7. Penilaian Kritis Terhadap Khasanah Islam: Tingkat Perkembangan
Dewasa Ini
Dalam setiap bidang kehidupan manusia harus dinilai, dikritik, bahkan di
analisa sesuai dengan yang dimaksudkan dalam dunia khasanah Islam yiatu
alquran dan sunnah Rasulullah, begitu pula dengan relevansi kontemporernya
juga harus dirumuskan dan dikritik yang dilihat dari beberapa sudut pandang,
yaitu:
a. Sejauh pengetahuan tentang wawasan Islam berasal dari sumber-
sumber wahtu serta kebenaran yang diperoleh dalam sejarah
kehidupan Rasulullah saw., para sahabat dan keturunannya.
b. Kebutuhan umat Islam masa kini.
c. Semua pengetahuan modern diwakili oleh disiplin ilmu tersebut
(ilmu warisan Islam).
8. Survei Permasalahan yang Dihadapi Umat Islam
Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam seperti masalah
politik, social, ekonomi, intelektual, budaya, moral, dan spiritual (masalah
yang ada dalam kehidupan manusia) membutuhkan suatu survey yang
empiris serta analisis kritis yang harus digunakan.
9. Survei Permasalahan yang Dihadapi Umat Manusia

5
Permasalahan yang dihadapi tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, akan
tetapi yang membedakannya adalah pada studi ini difokuskan pada umat
manusia.
10. Analisia Kreatif dan Sintesa
Pada tahap ini para sarjana Muslim harus sudah siap melaksanakan sintesa
antara khasanah-khasanah Islam dan disiplin ilmu modern agar dapat
mendobrak kemandegan selama beberapa abad terakhir ini. Dari situlah,
khasanah pemikir Islam harus sinambung dengan hasil-hasil ilmu modern dan
harus mulai menggerakkan tapal batas depan ilmu pengetahuan ke cakrawala-
cakrawala yang lebih jauh dari apa yang diperkirakan oleh disiplin ilmu-ilmu
modern.
11. Penuangan Kembali Disiplin Ilmu Modern ke dalam Kerangka Islam: Buku-
buku Daras Tingkat Universitas
Setelah adanya keseimbangan antara ilmu warisan Islam dengan disiplin
ilmu modern telah dicapai, maka langkah selanjutnya yang harus
direalisasikan adalah menulis buku-buku teks universitas untuk menuangkan
kembali disiplin ilmu-ilmu moden dalam cetakan Islam. Selain itu, buku-
buku tersebut diharapkan dapat dipergunakan sebagai pedoman umum bagi
para ilmuwan kelak di kemudian hari.
12. Penyebarluasan Ilmu-ilmu yang Telah DiIslamkan
Apabila buku-buku teks universitas sudah tercetak menjadi sebuah karya
dari langkah-langkah sebelumnya harus digunakan untuk membangkitkan,
menerangi, dan memperkaya umat Islam, maka buku-buku tersebut harus
dibagikan secara cuma-cuma kepada setiap ilmuwan Muslim yang ada di
perguruan tinggi dan disajikan di semua perguruan tinggi Muslim dunia
dengan maksud agar mereka dapat mempertimbangkan buku atau produk
tersebut sebagai bahan bacaan wajib di fakultas yang bersesuaian.

1.4 Perbedaan Sainstek dan Sains Sosial


Sains memiliki tinjauan makna yang bersifat umum sekaligus khusus.
Sains dalam bahasa Indonesia dimaknai sebagai ilmu atau ilmu pengetahuan.
Selain dari itu, sains dapat bermakna khusus sebagai ilmu pengetahuan alam, yaitu
pengetahuan alam yang sistematik mengenai botani, zoologi, kimia, geologi, dan

6
lainnya. Sains sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu science yang berarti
pengetahuan mengenai struktur dan tingkah laku dari alam dan dunia yang fisik,
berdasarkan fakta yang dapat dibuktikan seperti dengan percobaan. Makna
science pada berbagai kamus lebih banyak bersifat konseptual yang mengacu
seperti hal di atas.

Perbedaan sains barat dan sains Islam dapat ditelusuri lagi melalui cara
pandang. Perbadaan cara pandang ini berarti perbedaan yang paling fundamental.
Cara pandang sains Islam tidak hanya menempatkan pemikiran dan akal dalam
landasan berfikir, tetapi ada faktor wahyu, intuisi dan pengalaman di dalamnya.
Wahyu dijadikan pondasi utama dalam pengambilan suatu asumsi atau teori,tetapi
dalam pandangan sains barat, akalah yang menjadi landasan berfikir, wahyu dan
keberadaan Tuhan tidak dikenal disini. Sains barat menempatkan akal pada
rujukan satu-satunya yang menjadikan pemikiran sains barat menganggap semua
fenomena alam dapat dijelaskan dengan akal. Tinggal masalah waktu hal-hal yang
belum terungkap akan terungkap oleh akal.

Dapat dilihat dengan jelas bahwa dalam prinsip dasar Islam, Allah lah
yang menciptakan alam semesta. Sehingga alam semesta ini adalah sebuah bukti
nyata dari ayat-ayat Allah. Semua ciptaan-Nya akan tunduk dan patuh pada
peraturan, perintah dan larangan-Nya. Sehingga tidak mungkin ada asumsi atau
praduga yang akan bertentangan dengan hukum Allah. Asumsi atau hipotesa yang
ada pada sains barat yang menentang adanya konsep keTuhanan biasanya hanya
bersifat tekstual atau praduga semata. Hal itu tidak dapat di buktikan dengan pasti,
sehingga nilai kebenaran dari hipotesa atau praduga tersebut sangat jauh dari
kepastian.

Sains memang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan zaman.


Perhatian masyarakat akan hal itu semua, tidak bisa terelakkan lagi karena
semakin berkembang pesat jumlah populasi orang makin semakin besar pula
kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan yang semakin mendesak inilah yang
telah membuktikan dengan penggeseran pemahaman masyarakat akan posisi sains
yang sebenarnya.

7
Banyak pendirian mayarakat yang mengansumsikan bahwa sains adalah
suatu hal yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Tanpa pembuktian yang ilmiah
akan menjadi sebuah penghayatan yang tidak akan pernah dihiraukan lagi.
pembuktian yang ilmiah inilah yang akan membawa pada sebuah sains yang
memerlukan argumentasi yang logis dan tidak mengenalnya sains dengan
kebenaran mutlak, sehingga ilmuwan harus bekerja seoptimal mungkin untuk
menguatkan teorinya apabila ia tidak mau menanggung konsekwensi diasingkan
dari masyarakat ilmiah karena sebuah teorinya yang gagal.

Asumsi masyarakat inilah yang menjadikan banyak ilmuwan berpacu


untuk menguatkan segala teori yang dia hasilkan tanpa menghiraukan dampak
yang akan dihasilkan dari semua teorinya. Titik akhir yang terjadi adalah sains
yang berbuah pada mala petaka bagi umat manusia. Sayyed Husain
Nasr dalam the Encounter of man and nature “ menaggapi hal-hal yang terjadi
dalam dunia sains selama ini dalam penerapannya telah terpisah dari ilmu
pengetahuan wahyu akibat dari proses sekulerisasi, sehingga seluruh rangkaian
dari sains menjadi salah kaprah dan teramat berbahaya bagi kehidupan”.

Bertambahnya akibat dari sekulerisasi dalam dunia sains yang terjadi


adalah landasan moral yang seharusnya menjadi perhitungan dari munculnya sains
telah dijungkir balikkan sedemikian rupa sehingga nilai-nilai buatan manusia
sekarang ini telah dipakai sebagai penentu akhir untuk mengadili persoalan benar
dan salah.

Inilah yang selama ini membedakan antara sains Islam dengan sains Barat.
Sains Islam mempunyai sisi lain yang tidak dipunyai oleh sains Barat. Konsep
sains Islam yang cukup khas mengenai nilai, pengetahuan dan metodelogi yang
menawarkan struktur social dan dan etika sebagai sebuah kerangka yang lebih
baik bagi kemajuan sains yang beradab. Sehingga sains Islam pada intinya akan
bermuara pada kemajuan umat manusia yang mengedepankan unsur kemaslahatan
dengan berpijak pada pemikiran Islam dan analisis konseptual Qurani yang tidak
dimiliki oleh sains Barat.

Penawaran dari sains Islam inilah yang selama ini diharapkan oleh
masyarakat dunia sebagai pandangan yang maju tanpa meninggalkan asas nilai

8
manfaat dalam setiap pengembanganya. Akan tetapi pandangan yang ditawarkan
dalam perspektif holistikya oleh dunia sains Islam menjadi sebuah tantangan bagi
kalangan metodelogis sains Barat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
pandangan sains Barat yang selalu terpatahkan dalam setiap hasil teori-teorinya
oleh sains Islam.

Kegagalan sains Barat adalah dengan meminggirkan isu nilai dan


moralitas dan hanya aspek-aspek penalaran murni yang dianggap sebagai
penelitian teoritis yang dianggap paling berharga. Hal inilah yang membuktikan
bahwa selama ini sains Barat tidak akan mungkin disatukan dengan alam. Padahal
sains diharapkan dapat menjadi nuansa baru perkembangan bagi terjalinnya
hubungan antara manusia dengan alam. Kalau kita hipotesis dengan hal itu semua
merupakan kesalahan system atau landasan dasar yang telah keliru dan salah
kaprah dalam pengembangan sains Barat.

Nilai yang terdapat didalam sains Barat tentunya telah membuka sebuah
cakrawala yang negatif karena didasarkan berbagai asumsi sains yang
dimunculkan mempuanyai daya serang dan dampak negatif yang ditimbulkan.
Tentunya kesalahan yang selama ini hadir dalam sains Barat adalah kesalahan
penempatan dalam sebuah system yang mereka buat tanpa mengimbanginya
dengan penguasaan moral. Hal ini membuktikan hasil yang mereka capai berbalik
arah menjadi hasil yang menakutkan bagi arah harapan yang ingin mereka capai.

BAB III
PENUTUPAN

1.5 Kesimpulan
Dari makalah diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

9
1. Munculnya ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan disebabkan adanya premis
bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas nilai. Ilmu-ilmu yang terkontaminasi
oleh premis demikian dan telah melalui proses sekularisasi dan
westernisasi yang tidak lagi sesuai dengan kepercayaan, justru ini akan
membahayakan ummat Islam.

2. Langkah-langkah Islamisasi perlu dilakukan agar tidak terjadi sekulerisasi


terhadap ilmu pengetahuan.

3. Cara pandang sains Islam tidak hanya menempatkan pemikiran dan akal
dalam landasan berfikir, tetapi ada faktor wahyu, intuisi dan pengalaman
di dalamnya. Wahyu dijadikan pondasi utama dalam pengambilan suatu
asumsi atau teori,tetapi dalam pandangan sains barat, akalah yang menjadi
landasan berfikir, wahyu dan keberadaan Tuhan tidak dikenal disini. Sains
barat menempatkan akal pada rujukan satu-satunya yang menjadikan
pemikiran sains barat menganggap semua fenomena alam dapat dijelaskan
dengan akal.

DAFTAR PUSTAKA

Amal, Taufik Adnan, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman, Cet. VI ; Bandung : Mizan, 1996
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, (Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.
Moeflich Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: Pustaka mCidesendo,2000.

10
Kartanegara, Mulyadi, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam,
Cet, I, Bandung: Mizan, 2003, Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jakarta:
Pustaka Cidesendo,2000
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Cet. IX; Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2004.
Raharjo, M. Dawan, Strategi Islamisasi Pengetahuan, (ed.) Moeflich Hasbullah,
Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Pustaka,
Cidesendo,2000.
Syaefuddin, AM., Desekularisasi Pemikiran, Bandung: Mizan, 1991.

11

Anda mungkin juga menyukai