Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GERONTIK DENGAN MASALAH POST OP KATARAK DI UPT


PELAYANAN SOSIAL PANTI WERDHA PANDAAN-PASURUAN

DISUSUN OLEH:

NAMA MAHASISWA : MEYSY CAHAYA


KELAS : D-III/3A
PROGRAM STUDI : D-III KEPERAWATAN LAWANG

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Masalah Post


Op Katarak Di Upt Pelayanan Sosial Panti Werdha Pandaan-Pasuruan oleh
Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Program Studi D-III
Keperawatan Lawang

Nama : Meysy Cahaya


NIM : 1601200014

Malang, 8 Maret 2019


Mahasiswa

Meysy Cahaya
NIM: 1601200014

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan


A. Konsep Dasar Lanjut Usia
1. Pengertian
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan
waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah
fase akhir dari rentang kehidupan (Fatimah, 2018).
Usia lanjut adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses
perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade (Notoadmojo,
2018 )
Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun.
Menurut World Health Organization (WHO) ada beberapa batasan umur
Lansia, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) : 45 – 59 tahun
b. Usia lanjut (fiderly) : 60 – 74 tahun
c. Lansia tua (old) : 75 – 90 tahun
d. Lansia sangat tua (very old) : > 90 tahun
Menurut Depkes RI (2009), lansia dibagi atas :
a. Pralansia : Seseorang yang berusia antara 46-55 tahun.
b. Lansia : Seseorang yang berusia 56-65 tahun.
c. Lansia resiko tinggi : Seseorang yang berusia 65 tahun atau lebih

2. Proses Menua
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Nugroho, 2018)
Ada beberapa teori proses penuaan. yaitu:
A. Teori Biologi
1. Teori genetik dan Mutasi (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokomia yang
deprogram oleh molekul-kolekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin
(terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
2. Pemakaian dan Rusak
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai)
3. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh
Pengumpulan dari pigmen atau lemak tubuh, yang disebut Teori Akumulasi Dari
Produk Sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lypofuchine di sel otot jantung dan
sel susunan syaraf pusat pada orang lanjut usia yang mengakibatkan menganggu
fungsi sel itu sendi
4. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan Universitas Sumatera Utara
5. Tidak ada perlindungan terhadap ; radiasi, penyakit, dan kekurangan gizi
6. Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus
yang pada usia dewasa berinvolusi dan semenjak itu terjadilah kelainan autoimun
(Menurut GOLDTERIS & BROCKLEHURST, 1989). Teori ‘’Immunologi Slow
Virus’’ (Imuunology Slow Virus Theory) Sistem immune menjadi efektif dengan
bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan
kerusakan organ tubuh
7. Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubu. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
8. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti
karbohidrat dan protein.Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
9. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khusunya jaringan kolagen.Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan,
dan hilangnya fungsi.
10. Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-
sel tersebut mati.
B. Teori Kejiwaan Sosial
1. Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang
aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup pada lanjut usia.
3. Mempertahankan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia.
4. Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjur usi.Teori ini
merupakan gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personality yang dimilikinya.
C. Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu
dengan individu lainnya. Pada lanjut usia pertama diajukan oleh Cumming and
Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
social lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering
terjadi kehilangan ganda (Triple Loos), yakni :
1. Kehilangan peran (Loos of Role)
2. Hambatan kontak sosial (Restraction of Contacts and Relation Ships)
3. Berkurangnya komitmen (Reduced commitment to social Mores and Values
3. Perubahan-perubahan fisik dan penyakit yang lazim terjadi pada lansia
Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung
rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya
umur. Menurut Nugroho (2018) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai
berikut:
A. Perubahan Fisik
1. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra
seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak
menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan
berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap
dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
3. Sistem Penglihatan.
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan
pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna
menurun.
4. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada
yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia
diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
5. Sistem Cardiovaskuler.
Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1%
setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas
pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan tekanan
darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat
meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg,
diastole normal ± 95 mmHg.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat
yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa factor yang
mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur tubuh menurun,
keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.
7. Sistem Respirasi.
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun.
Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun
menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.
8. Sistem Gastrointestinal.
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran
esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi
menurun.
9. Sistem Genitourinaria.
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200
mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput
lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi
seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.
10. Sistem Endokrin.
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan
sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
11. Sistem Kulit.
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan
kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.
12. System Muskuloskeletal.
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang,
persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis,
atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan
tremor.

4. Perubahan Psikososial
Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan
rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panic
dan depresif. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan
sosioekonomi, pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan
status, teman atau relasi, sadar akan datangnya kematian, perubahan dalam cara
hidup, kemampuan gerak sempit, ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup
tinggi, penyakit kronis, kesepian, pengasingan dari lingkungan social, gangguan
syaraf panca indra, gizi, kehilangan teman dan keluarga, berkurangnya kekuatan
fisik.
Menurut Hernawati Ina MPH (dalam Scribd, 2018) perubahan pada lansia ada 3
yaitu perubahan biologis, psikologis, sosiologis.
A. Perubahan biologis meliputi :
1. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah mengakibatkan
jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan mengerut dan
kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap
2. Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga
dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat, sedangkan
gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn
dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena
adanya kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.
3. Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan ganguan
fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia lanjut.
4. Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan
seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut.
5. Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar yang
dapat menyebabkan wasir .
6. Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia lanjut menjadi
lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat mengganggu
aktivitas/ kegiatan sehari-hari.
7. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan penurunan
daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi, kesulitan berbahasa
kesultan mengenal benda-benda kegagalan melakukan aktivitas bertujuan apraksia
dan ganguan dalam menyusun rencana mengatur sesuatu mengurutkan daya
abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
yang disebut dimensia atau pikun.
8. Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar
juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai dapat terjadi
hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
9. Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan yang
besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang mengalami IU sering
kali mengurangi minum yang mengakibatkan dehidrasi.
B. Kemunduran psikologis
Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan
penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma
lepas jabatan sedih yang berkepanjangan.
C. Kemunduran sosiologi
Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman usia
lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi
kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan
membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan
yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya
diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri
sebaik mungkin.

5. Masalah-masalah keperawatan yang terjadi pada lansia


Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia akibat perubahan
sistem, antara lain:
A. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pernafasan, antara lain:
Penyakit Paru Obstruksi Kronik, Tuberkulosis, Influenza dan Pneumonia.
B. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem kardiovaskuler, antara lain :
Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner, Cardiac Heart Failure.
C. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem neurologi, seperti Cerebro Vaskuler
Accident.
D. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem musculoskeletal, antara lain :
Fraktur, Osteoarthritis, Rheumatoid Arthritis, Gout Artritis, Osteporosis.
E. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem endokrin, seperti DM.
F. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem sensori, antara lain :
Katarak, Glaukoma, Presbikusis.
G. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pencernaan, antara lain :
Ginggivitis / Periodontis, Gastritis, Hemoroid, Konstipasi.
H. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan perkemihan, antara
lain :
Menoupause, BPH, Inkontinensia.
I. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem integumen, antara lain :
Dermatitis Seborik, Pruritus, Candidiasis, Herpes Zoster, Ulkus Ekstremitas
Bawah, Pressure Ulcers.
J. Lansia dengan masalah Kesehatan jiwa, seperti Demensia.
B. Konsep Teori Katarak
1. Definisi
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih dan
merupakan suatu daerah yang berkabut dan keruh didalam lensa. Pada stadium
dini pembentukan katarak, protein dalam serabut-serabut lensa dibawah kapsul
mengalami denaturasi. Lebih lanjut protein tadi berkoagul;asi membentuk daerah
keruh menggantikan serabut-serabut protein lensa yang dalam keadaan normal
seharusnya transparan.
Katarak merupakan setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)lensa, denaturasi protein lensa, atau
akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.

2. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau
bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur
60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu
terinfeksi virus pada saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi :
a) Faktor keturunan.
b) Cacat bawaan sejak lahir.
c) Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d) Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e) Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus).
f) Gangguan pertumbuhan.
g) Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h) Rokok dan Alkohol.
i) Operasi mata sebelumnya dan trauma (kecelakaan) pada mata.
j) Ketuaan (Katarak Senilis).
k) Trauma.
l) Penyakit mata lain (Uveitis).
m) Penyakit sistemik (DM).
n) Defek kongenital (salah satu kelainan herediter sebagai akibat dari infeksi virus
prenatal, seperti German Measles).
o) Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.

3. Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur yang posterior iris yang jernih,
transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang
besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan
warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti
duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjng dari
badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnta protein lensa
normal terjadi disertai influks air kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa
suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes
melitus, namun merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika seseorang
memasuki dekade ke tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosis dapat menyebabkan
ambliopiadan kehilangan penglnatan permane
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleuas, di
perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan
posterior. Dengan bertambah usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi
coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan
posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna namapak seperti kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan Kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, perubahan pada serabut halus multiple (zunula) yang memanjang
daari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa Misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Perubahan Kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi. Sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat
jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa
normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut
lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa
suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah
enzim akan menurun dengan bertambahnya usia darn tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang
berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistematis, seperti DM,
namun sebenarnya merupakan konsekuensi dari proses penuaan yang normal.
Kebanyakan katarak berkembang secara kronik dan matang ketika orang
memasuki decade ke tujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia
dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling sering yang berperan
dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alcohol,
merokok, DM, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu
lama.

4. Manifestasi Klinis
Secara umum terdapat 4 jenis katarak seperti berikut:
a) Katarak congenital:
Merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir yang terjadi akibat
gangguan perkembangan embrio intrauterin.
b) Katarak Traumatik :
Merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata akibat trauma
tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul anterior.
c) Katarak Sekunder
Katarak yang disebabkan oleh konsumsi obat seperti prednisone dan
kortikosteroid, serta penderita diabetes. Katarak diderita 10 kali lebih umum oleh
penderita diabetes daripada oleh populasi secara umum.
d) Katarak yang berkaitan dengan usia:
Merupakan jenis katarak yang paling umum. Berdasarkan lokasinya, terdapat 3
jenis katarak ini, yakni nuclear sclerosis, cortical, dan posterior subcapsular.
Nuclear sclerosis merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi
keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada
pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih
baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna
birru. Katarak jenis cortical terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat
menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari. Posterior subcapsular
merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan
silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca
menurun.
Pada keadaan umum tanpa memperhatiak causa keluhan yang sering
ditemukan pada pasien dengan gangguan katarak adalah sebagai berikut:
a) Penurunan ketajaman penglihatan, silau dan gangguan fungsional sampai derajat
tertentu.
b) Pengembunan seperti mutiara keabuanpada pupil sehingga retina tidak akan
tampak dengan oftalmoskop.
c) Pandangan kabur atau redup, menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah
melihat di malam hari.
d) Pupil yang normalnya hitam akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih.
e) Gatal – gatal pada mata dan air mata mudah keluar
f) Pada malam hari penglihatan terganggu dan pandangan kabur yang tidak dapat
dikoreksi dengan kaca mata atau ukuran kaca mata yang sering berubah.
g) Sulit saat membaca atau mengemudi di malam hari dan dapat melihat dobel
pada satu mata
h) Penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan seperti berasap.
i) Setelah katarak bertambah matang, maka retina menjadi semakin sulit dilihat,
akhirnya reflek fundus tiidak ada, dan pupil berwarna putih.

5. Diagnostik Penunjang
Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit dan
oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound (echography) dan hitung sel endotel
sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila dipertimbangkan akan di
lakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi
Intra Okuler.
1) Kartu nama snellen/mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan) mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akvesus atau
vitreus humor, kesalahan refraksi atau penyakit sistem saraf atau penglihatan
keretina atau jalan optik.
2) Lapang penglihatan. Penurnan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro
vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis atau patologis arteri serebral,
gloukoma.
3) Pengukuran tonografi. Mengkaji tekanan intraokuler (Tekanan Intra Okuler)
normalnya 12-25 mmHg.
4) Pemeriksaan oftalmoskopi. Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi
lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan
pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnosa katarak.
5) Darah lengkap, laju sedimentasi (Laju Endap Darah), menunjukkan anemia
sistemik atau infeksi.
6) EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid. Dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
7) Tes toleransi glukosa, menunjukkan adanya atau kontrol diabetes (Marilyn E.
Doenges,2000)
8) Selain uji mata yang biasa, keratometri dan pemeriksaan lampu slit, dan
oftalmoskopis, maka A-scan ultrasound ( Echograpy ) dan hitung sel endotel
sangat berguna sebagai alat diagnostik khususnya bila dipertimbangkan akan
dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini
merupakan kandidat untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi inta okuler
(Brunner & Suddarth, 2002)

6. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari hari atau bila telah menimbulkan
penyulit, seperti glaucoma dan uveitis.
a) Pengobatan berupa eksisi seluruh lensa untuk diganti oleh lensa buatan, atau
fragmentasi lensa dengan ultrasound atau laser, diikuti oleh aspirasi fragmen dan
penggantian lensa.
b) Pembedahan diindikasikasikan bagi yang memerlukan penglihatan akut untuk
bekerja atau keamanan.
Macam-macam pembedahan yang dapat dilakukan antara lain:
a) Ekstraksi katarak intrakapsuler :
Merupakan pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula
dipisahkan, lensa di angkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara langsung
pada kapsula lentis.
b) Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler :
Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan
katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat mata selama pembedahan.
c) Fakoemulsifikasi
Merupakan penemuan terbaru pada ekstraksi ekstrakapsuler cara ini
memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan
menggunakan alat ultrason frekuensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks
lensa menjadi partikel kecil yang lebih pendek dan penurunan insidensi
astigmatisme pasca operasi.
d) Pengangkatan lensa
Karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus
mata, maka bila lensa di angkat, pasien memerlukan koreksi optikal. Koreksi ini
dapat dilakukan dengan salah satu metode dari 3 metode yaitu:
1) Kaca mata apakia : mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun
pembesaran 25% sampai 30% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan
perifer spasial, membuat benda-benda tampakak jauh lebih dekat dari yang
sebenarnya.
2) Lensa kontak : jauh lebih nyaman dari kaca mata apakia, tidak terjadi
pembesaran yang bermakna (5% sampai 10%), tidak terdapat aberasi sferis, tidak
ada penurunan lapang pandangan dan tak ada kesalahan orientasi spasial.
3) Implan lensa Intraokuler : memberikan alternative bagi lensa apakia yang tebal
dan berat, untuk mengobati penglihatan pasca operasi.

7. Komplikasi
a) Endoftalmitis
b) Edema kornea
c) Distorsi atau terbukanya luka operasi
d) Bilik mata depan dangkal
e) Glaucoma
f) Uveitis
g) Dislokasi lensa intraokuler
h) Perdarahan segmen anterior atau posterior
i) Ablasio retina
j) Sisa massa lensa
k) Robek kapsul posterior
l) Prolaps vitreous
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dan
menentukan hasil dari tahap berikutnya. Pengkajian dilakukan secara sistematis
mulai dari pengumpulan data, identifikasi dan evaulasi status kesehatan klien.
a) Aktifitas Istirahat: Perubahan aktifitas biasanya/hobi sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
b) Neurosensori: Gangguan penglihatan kabur/tak jelas, sinar terang menyababkan
silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan
kerja dengan dekat/merasa diruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak
lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kacamata, pengobatan tidak
memperbaiki penglihatan
Tanda: Tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit
dan merah/mata keras dan kornea berawan (glukoma darurat, peningkatan air
mata.
c) Nyeri/Kenyamanan : Ketidaknyamanan ringan/mata berair. Nyeri tiba-tiba/berat
menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, sakit kepala
d) Pola aktivitas/istirahat: perubahan aktivitas biasanya/hoby sehubungan dengan
gangguan penglihatan.
e) Pola nutrisi: Mual/muntah (glaukoma akut)
f) Pola neurosensory
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau
dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,kesulitan memfokuskan kerja
dengan dekat/ merasa diruang gelap.
Pola penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga glaukoma, diabetes, gangguan sistem vaskuler, riwayat
stress, alergi, ketikseimbangan endokrin, terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas
fenotiazin.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan lapang pandang
vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan tekanan intra okuler.
2) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik
dibatasi
3) Kurang pengetahuan klien tentang kondisi, prognosis, pengobatan dan
penyakitnya berhubungan dengan kuraqng informasi dan keterbatasan kognitif.
4) Ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat.
5) Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan atau
kurang pengetahuan.

3. Intervensi Keperawatan
1) Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan lapang pandang
vitreus, perdarahan intraokuler, peningkatan tekanan intra okuler.
Tujuan :
Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan
cedera.
Kriteria hasil :
 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko
dan untuk melindungi diri dari cedera.
 Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi
a. Kaji kemampuan lapang pandang klien dan resiko terhadap cedera serta
kemampuan klien dalam beraktivitas
b. Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi pasca operasi, nyeri, pembatasan
aktifitas, penampilan, balutan mata.
c. Berikan posisi yang nyaman pada passion misalnya: posisi bersandar, kepala
tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
d. Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk mata,
membongkok.
e. Ambulasi dengan bantuan dengan cara anjurkan pada keluarga untuk membantu
dalam pemenuhan activity daily living klien seperti ke kamarmadii, duduk, makan
dll.
f. Berikan tempat tidu yang nyaman pada pasien dan pasang pengaman pada
tempat tidur seperti guling disisi kanan dan kiri klien atau pagar pembatas bed.
g. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
h. Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam tiba-tiba,
Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan balutan. Observasi hifema dengan
senter sesuai indikasi.
i. Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, analgesik.
2) Gangguan persepsi sensori-perseptual penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik
dibatasi.
Tujuan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu, mengenal
gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Kriteria Hasil :
 Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
 Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital klien sesuai program dan keadaan klien.
b. Observasi ketajaman penglihatan, dan kajia danya masalah dalam penglihatan
klien
c. Orientasikan klien tehadap lingkungan yang mudah dikenal dengan tujuan
mempermudah klien belajar beraktivitas.
d. Observasi tanda-tanda disorientasi seperti mata kabur dll.
e. Anjurkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar
kurang lebih 25 persen, pelihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
f. Anjurkan pada keeluarga untuk membantu klien dalam beraktivitas
3) Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi, prognosis, pengobatan
dan penyakitnya berhubungan dengan kuraqng informasi dan keterbatasan
kognitif.
Tujuan :
Klien menunjukkan pemhaman tentang kondisi, proses penyakit dan pengobatan.
Kriteria Hasil :
 Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
a. Kaji informasi tentang kondisi individu, prognosis, tipe prosedur, dan tingkat
pengetahuan klien dan keluarga tentang katarak.
b. Berikan penyuluhan tentang pentingnya perawatan dan evaluasi pada katarak.
c. Berikan penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit katarak dan
perawatan klien dengan katarak dirumah..
d. Diskusikan kemungkinan efek/interaksi antar obat mata dan masalah medis
klien.
e. Anjurkan klien menghindari membaca, berkedip, mengangkat berat, mengejan
saat defekasi, membongkok pada panggul, dll.
f. Anjurkan klien memeriksa ke dokter tentang aktifitas seksual, tentukan
kebutuhan tidur menggunakan kacamata pelindung.
g. Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, misal: nyeri tiba-
tiba.
4) Ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai perawatan pasca operatif, pemberian obat.
Tujuan:
Klien pasca operasi tidak mengalami kecemasan akan penyakitnya setelah
dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil:
 Menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi
 Penerimaan pembedahan dan pemahaman instruksi.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk menyampaikan
penyebab kecemasannya
b. Orientasika pasien pada lingkungan yang baru.
c. Berikan penyuluhan tentang operasi katarak dan poerawatan pasien katarak
d. Beri penyuluhan klien dan keluarga tentang penyakitnya, pencegahan dan
komplikasi pada pasien katarak.
e. Jelaskan tentang prosedur pembadahan.
f. Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien.
g. Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan.
5) Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan atau
kurang pengetahuan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak mengalami cedera
tak memahami cara pencegahan cedera
Kriteria hasil:
 Dapat menurunkan resiko terjadinya cedera.
 Dapat beraktivitas tanpa cedera
Intervensi
a. Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pascaoperasi sampai stabil dan
sampai mencapai penglihatan dan ketrampilan koping yang memadai.
Rasional: menurunkan resiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan atau
tidak mempunyai ketrampilan koping untuk kerusakan penglihatan.
b. Bantu pasien manata lingkungan
Rasional: memfasilitasi kemendirian dan menurunkan resiko cedera
c. Orientasikan pasien pada ruangan
Rasional: meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
d. Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kacamata bila diperlukan.
Rasional: temeng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap cedera.
e. Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma
Rasional: tekanan pada mata dapat menyebabkan kerusakan serius lebih lanjut.
f. Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata.
Rasional: cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata.
DAFTAR RUJUKAN

Academia.com, 2018. Keperawatan Gerontik,


http://www.academia.edu/15662613/ASUHAN_KEPERAWATAN_GERONTIK
_DENGAN_SALAH_SATU, diakses pada 5 Maret 2019.
Academia.com. 2018. Keperawatan Gerontik,
https://www.academia.edu/9829715/Laporan_Pendahuluan_Keperawatan_Geronti
k, diakses pada 5 Maret 2019.
Academia.com. 2018. Katarak, http://www.academia.edu/18899435/
KATARAK, diakses pada 26 Februari 2019.
Hendriyanto. 2017. Askep Gerontika, https://kupdf.net/download/laporan-
pendahuluan-asuhan-keperawatan-Gerontik-dengan-masalah-
katarakdocx_59de329108bbc5696ee65427_pdf, diakses pada 5 Maret 2019.
Santang, 2018. Katarak, http://www.academia.edu/4675905/ Katarak_print,
diakses pada 5 Maret 2019.
Scribd.com. 2018. Katarak, https://id.scribd.com/doc/299396640/Katarak,
diakses pada 5 Maret 2019.
PATHWAY KATARAK

Anda mungkin juga menyukai