Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

DENGAN MASALAH POST OP KATARAK DI UPT PELAYANAN SOSIAL


PANTI WERDHA PANDAAN-PASURUAN

DISUSUN OLEH:

NAMA MAHASISWA : OLDI YASKA SASA BELA RAHDIANSAH


KELAS : D-III/3A
PROGRAM STUDI : D-III KEPERAWATAN LAWANG

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Masalah Post Op


Katarak Di Upt Pelayanan Sosial Panti Werdha Pandaan-Pasuruan oleh Mahasiswa
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang, Program Studi D-III Keperawatan Lawang

Nama : Oldi Yaska Sasa Bela Rahdiansah


NIM : 1601200015

Malang, 8 Maret 2019


Mahasiswa

Oldi Yaska Sasa B.R


NIM: 1601200015

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan


BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

1. Pengertian Lanjut Usia


Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi
didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang
hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda,
baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan
lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan
bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua
merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai
sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho
Wahyudi, 2000).

2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.

b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan


menjadi:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau
65 tahun,
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang
dibagi lagi dengan:
a) 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),
b) lebih dari 80 (very old).
c. Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994)
menjadi tiga kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang
baru memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70
tahun.
3. Teori Proses Menua
Proses menua bersifat individual:
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.
b. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua.
1. Teori Biologis
a. Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang
menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang
mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki
suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar
menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar,
dia akan mati. Manusia mempunyai umur harapan hidup nomor
dua terpanjang setelah bulus. Secara teoritis, memperpanjang umur
mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa waktu dengan
pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan
tertentu.
b. Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik
akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam
proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus- menerus sehingga
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel
menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi
sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel
(Suhana, 2000).
c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit
auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989). Proses
metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai
contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa
berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan autoimun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori
radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam
tubuh, karena adanya proses metabolisme atau proses
pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan
suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai
elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif
mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai
kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan
organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994).
Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting terjadinya
kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat
dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pigmen dan kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam
berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori
ternyata bias menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan
kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan
asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan
radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan
perubahan padamembran plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya
fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan
ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear
theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan
sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal).
2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara
lain:
a. Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi
sosial merupakan kunci mempertahankan status sosial berdasarkan
kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok sosial exchange theory
antara lain:
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan
biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor
mengeluarkan biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam
kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya.
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang
lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan
dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi
lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan
harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut
usia.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory). Teori ini
membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat
dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Pokok-pokok
disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa pensiun.
Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam keluarga
berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa dan
meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini karena
lanjut usia dapat merasakan tekanan sosial berkurang,
sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan kerja yang
lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan:
- Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
- Proses tersebut tidak dapat dihindari
- Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.

Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961)


Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia,
apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami
kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role).


2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and
relationship).
3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores
and values)

Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami


proses menua yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan
terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan
mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari penyebab
terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang
memungkinkan dapat diintervensi agar proses menua dapat
diperlambat. Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah:

1. Meningkatnya radikal bebas.


2. Memanipulasi sistem imun tubuh.
3. Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri
kehidupan masih banyak yang belum bisa terungkap, proses
menua merupakan salah satu misteri yang paling sulit
dipecahkan.

Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar (eksogen)
tidak boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya
hidup yang salah. Banyak faktor yang memengaruhi proses menua
(menjadi tua), antara lain herediter/genetik, nutrisi/makanan, status
kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. Proses
menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena orang
meninggal bukan karena tua, orang muda pun bias meniggal dan
bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos mengenai lanjut usia yang
sering merugikan atau bernada negatif, tetapi sangat berbeda
dengan kenyataan yang dialaminya (Nugroho, 2000).

4. Masalah psikologik pada lansia


Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi,
antara lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya. Dalam hal ini dikenal apa yang disebut disengagement
theory, yaitu berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya
satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat mensukseskan proses menua.
Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat sekarang, yang justru
menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan sosial) yang
dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut hal
ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama dalam bidang
pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini untuk
menaikkan intelegensi dan memperluas wawasannya (Broklehurst dan allen,
1987). Di negara-negara industri maju bahkan didirikan apa yang disebut
university of the thrird age. Pemisahan diri (disengagement) baru
dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja. Para lansia
yang realistis dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa
sampai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-
peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal- hal yang baru
terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang menggunakan
waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri. Biasanya sifat-sifat
streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya pada waktu muda.
Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:

1. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati


hidupnya, mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel (luwes) dan
tahu diri. Biasanya sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat
menerima fakta-fakta proses menua, mengalami pensiun dengan tenang,
juga dalam menghadapi masa akhir.

2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di terima


ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak
mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini
dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak
makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk berlibur.

3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan


tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak dapat
di kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif.
Anehnya mereka takut menghadapi menjadi tua dan tak menyenangi masa
pensiun.

4. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang


menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga.
Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya
tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda,
senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif untuk
menghindari masa yang sulit/buruk.

5. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters): orang ini bersifat


kritis terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai ambisi,
mengalami penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya mempunyai
perkawinan yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa menjadi
korban dari keadaan, namun mereka menerima fakta pada proses menua,
tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa sudah cukup mempunyai
apa yang ada. Mereka menganggap kematian sebagai suatu kejadian yang
membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus bunuh diri
menunjukkan angka yang lebih tinggi persentasenya pada golongan lansia
pada golongan lansia ini, apalagi pada mereka yang hidup sendirian
(Darmojo, 2009).
5. Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia
a. Upaya Promotif

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun


masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku
hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak,
presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran jasmani,
pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat lanjut usia.

1) Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan


atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan
seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya
dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah
membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan,
perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan.
Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai dengan visipromosi
kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-masing tatanan. Gaya
hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok,
melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur
kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran
pada tempatnya.

2) Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi


lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit
kekurangan gizi, yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan
tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif
di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang
mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti
beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.

b) Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan


dan mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan
dan susu.

c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.

d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan


mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ
tubuh contohnya sayuran dan buah.

b. Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya


penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa
deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di
kelompok lanjut usia (posyandu lansia) atau Puskesmas dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan
dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia.
Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit
dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas Pembantu,
Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Apabila sakit yang diderita
lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih lengkap,
maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.
d. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif


maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin
mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.

6. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan
dengan penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte
(2000) keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang
perawatan pada lansia yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status
fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.

7. Fungsi Perawat Gerontik


Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing
orang pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same
(Menghormati hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain
melakukan hal yang sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan
mendorong kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi
pelayanan kesehatan).
7. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat,
dukungan dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan
perawatan restoratif dan rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
maner (Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each
other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan
spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan
tempatnya bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan
dan kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan
untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).

8. Lingkup Keperawatan Gerontik


Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan
sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia
dan pemulihan untuk mengatas keterbatasan lansia. Sifatnya adalah
independen (mandiri), interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.

2. KONSEP OSTEOARTRITIS

1. Definisi

Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis

(sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering

ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). (Smeltzer , C

Suzanne, 2002 hal 1087)

Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995) osteoartritis

merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan,

terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa

buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial

dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan

biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin

rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian.( R.

Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)

Osteoarthritis disebut juga penyakit sendi degeneratif, merupakan gangguan

sendi tersering. Kelainan ini sering, jika tidak dapat dikatakan pasti menjadi bagian

dari proses penuaan dan merupakan penyebab penting cacat fisik pada orang berusia

diatas 65 tahun. (

Osteoartritis (OA) yang dalam bahasa awam masyarakat kita sering dinamakan

pekapuran sendi, adalah proses degenerasi atau penuaan sendi (Ahmad Aby, 2014)

Osteoarthritis adalah penyakit tulang degeneratif yang ditandai oleh

pengeroposan kartilago artikular (sendi). Tanpa adanya kartilago sebagai penyangga,


maka tulang dibawahnya akan mengalami iritasi, yang menyebabkan degenerasi

sendi (Elizabeth J.Corwin, 2009)

Osteoartritis (OA) berarti radang sendi, walaupun lebih dikenali sebagai

penyakit degeneratif yang karena disebabkan oleh peradangan sendi dengan penipisan

tulang rawan yang berkaitan. Tulang rawan pada persendian kita memungkinkan

pergerakan sendi yang mulus. Ketika tulang rawan ini rusak karena cedera, infeksi,

atau efek penuaan, pergerakan sendi menjadi terganggu. Akibatnya, jaringan di dalam

sendi mengalami iritasi serta menyebabkan rasa nyeri dan pembengkakan.

Osteoarthritis (OA) atau penyakit degenerasi sendi ialah suatu penyakit

kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat yang tidak diketahui

penyebabnya, meskipun terdapat beberapa factor resiko yang berperan. Keadaan ini

berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang

mananggung beban dan secara klinis ditandai oleh nyeri, deformitas, pembesaran

sendi dan hambatan gerak.

Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :

a. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang

berhubungan dengan osteoartritis


b. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long, C

Barbara, 1996 hal 336)

2. Etiologi

Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa

faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :

a. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang

terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan

bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada

umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.

Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan

penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang

berwarna kuning.

b. Jenis Kelamin.

Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering

terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan dibawah

45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas

50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini

menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesisosteoartritis.

c. Genetic

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari

seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua

kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan
cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari

wanita tanpa osteoarthritis.

Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan

pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya

salah satu dari orang tuanya yang terkena.

d. Suku

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya terdapat

perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya osteoartritis paha lebih


jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia.Osteoartritis lebih

sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini

mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi

kelainan kongenital dan pertumbuhan.

e. Kegemukan (obesitas)

Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk

timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak

hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi juga

dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).

f. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma)

Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang

menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.

g. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear)

Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui

dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus

dikandungnya.

h. Akibat penyakit radang sendi lain


Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi

peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran

sinovial dan sel-sel radang.

i. Joint Mallignment

Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan

membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga

mempercepat proses degenerasi.

j. Penyakit endokrin
Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang

berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan

sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan

menyebabkan produksi proteaglikan menurun.

k. Deposit pada rawan sendi

Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat

mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal

monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi

3. Patofisiologi

Tulang rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan degeneratif pada

osteoarthritis. Tulang rawan sendi memiliki letak strategis yaitu diujung –ujung

tulang untuk melaksanakan 2 fungsi, yaitu 1) menjamin gerakan yang hampir tanpa

gesekan didalam sendi, berkat adanya cairan sinovium, dan 2) disendi sebagai

penerima beban, menebarkan beban keseluruh permukaan sendi sedemikian sehingga

tulang dibawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan.

Kedua fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastis (yaitu memperoleh kembali
arsitektur normalnya setelah tertekan) dan memiliki daya regang (tensile streghth)

yang tinggi.

Seperti pada tulang orang dewasa, tulang rawan sendi tidak statis, tulang ini

mengalami pertukaran, komponen matriks tulang tersebut yang aus diuraikan dan

diganti. Keseimbangan ini dipertahankan oleh kondrosit, yang tidak hanya

menyintesis matriks tetapi juga mengeluarkan enzim yang menguraikan matriks. Pada

osteoarthritis, proses ini terganggu oleh beragam sebab.


Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifiikan baik dalam komposisi

maupun sifat mekanis tulang rawan. Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan

yang mengalami degenerasi memperlihatkan peningkatan kandungan air dan

penurunan konsentrasi proteoglikan dibandingkan dengan tulang rawan sehat. Selain

itu, tampaknya terjadi perlemahan jaringan kolagen, mungkin karena penurunan

sintesis lokal kolagen tipe II, dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada.

Kadar molekul perantara tertentu, termasuk IL-1, TNF, nitrat oksida meningkat pada

tulang rawan osteoarthritis dan tampaknya berperan dalam perubahan komposisi

tulang rawan. Apoptosis juga meningkat, yang mungkin menyebabkan penurunan

jumlah kondrosit fungsional.

Secara keseluruhan, perubahan ini cenderung menurunkan daya regang dan

kelenturan tulang rawan sendi. Sebagai respons terhadap perubahan regresif ini,

kondrosit pada lapisan yang lebih dalam berproliferasi dan berupaya memperbaiki

kerusakan dengan menghasilkan kolagen dan proteoglikan baru. Meskipun perbaikan

ini pada mulanya mampu mengimbangi kemerosotan tulang rawan, sinyal molekular

yang menyebabkan kondrosit lenyap dan matriks ekstrasel berubah akhirnya menjadi

predominan. Faktor yang menyebabkan pergeseran dari gambaran reparatif menjadi


generatif ini masih belum diketahui.

Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan.

Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan

ruang sendi atau kurang digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan

degeneratif yang mengakibatkan karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera

sendi infeksi sendi deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan

menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga

menyebabkan fraktur pada ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang
pada akhirnya mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang

menjadi tebal dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki

kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995).

Sendi yang paling sering terkena adalah sendi yang harus menanggung berat

badan, seperti panggul lutut dan kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan

proksimasi.

4. Manifestasi Klinik

a. Nyeri dan kekakuan pada satu atau lebih sendi, biasanya pada tangan,

pergelangan tangan, kaki, lutut, spina bagian atas dan bawah, panggul, dan

bahu. Nyeri dapat berkaitan dengan rasa kesemutan atau kebas, terutama

pada malam hari

b. Pembengkakan sendi yang terkena, dan penurunan rentang gerak. Sendi

tampak mengalami deformitas

c. Nodus Heberden, pertumbuhan tulang di sendi interfalangeal distal pada jari

tangan, dapat terbentuk

d. Pemeriksaan menunjukkan adanya daerah nyeri tekan krepitus, dan tanda-


tanda inflamasi pada saat-saat tertentu

e. Kehilangan fungsi secara progresif

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Untuk OA tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diagnostik, tetapi

pemeriksan laboratorium yang spesifik dapat membantu mengetahui

penyakit yang mendasari pada OA sekunder.


b. Dengan uji serologik dengan pendeteksian di dalam cairan sinovium dan/

serum adanya makromolekul (mis, glikosaminoglikan) yang dilepas oleh

tulang rawan / tulang yang mengalami degenerasi.

c. Sinar-X.

a. Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada

tulang seperti pecahnya tulang rawan.

d. Tes darah.

b. Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.

e. Analisa cairan engsel

c. Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian

diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.

f. Artroskopi

d. Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel

tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.

g. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi

sebagai penyempitan rongga sendi

6. Komplikasi

Komplikasi yang umum adalah kekakuan sendi dan nyeri tumpul yang dalam,

terutama pada pagi hari. Pemakaian sendi berulang-ulang cenderung menambah

nyeri. Krepitus, suara berderak akibat permukaan yang terpajan saling bergesekan,

sering terdengar pada kasus yang berat. Biasanya sendi agak bengkak, dan mungkin

terjadi efusi ringan.

7. Prognosis
Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat

konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi. Progresif lambat.

Dubia, tergantung sendi yang terlibat dan tingkat keparahan

8. Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh

karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk

mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.

Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan sekaligus

mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses

patologis osteoartritis.

1) Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari

atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun

perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal

2) Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS,

seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk


osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid.

Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping

utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.

3) Injeksi cortisone. Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada

engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu

4) Suplementasi-visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam

hyluronik yang akan mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan

ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.


b. Perlindungan sendi

Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang

baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian

tongkat, alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan.

Beban pada lutut berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).

c. Diet

Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi

program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat

mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.

d. Dukungan psikososial

Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang

menahun dan ketidakmampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin

menyembunyikan ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut

memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai

alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.

e. Persoalan Seksual.

Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada tulang
belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter

karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.

f. Fisioterapi

Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi

pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang

sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada

sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai

sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti Hidrokolator,


bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran

panas. Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat

otot yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih

baik dari pada isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi

dan tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban

ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular memegang

peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban, maka penguatan otot-

otot tersebut adalah penting.

g. Operasi

Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang

nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan

adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian,

debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan sendi, pebersihan

osteofit.

1) Penggantian engsel (artroplasti). Engsel yang rusak akan diangkat dan

diganti dengan alat yang terbuat dari plastik atau metal yang disebut

prostesis.
2) Pembersihan sambungan (debridemen). Dokter bedah tulang akan

mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan mengganggu

pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.

3) Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan

remaja. Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima

beban saat bergerak.

h. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat

badan, upaya untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang
berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami

inflamasi ( bidai penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl

dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.

9. Pencegahan

Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut:

a. Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-kacangan

b. Minum obat yang direkomendasikan dokter.

c. Pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu saat beraktivitas untuk

mengurangi bahaya.

d. Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.

e. Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh

sambungan tulang.

f. Pilih sepatu yang tepat.

g. Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat beban.

h. Teknik relaksasi juga dapat membantu, seperti mengambil napas dalam dan

hipnosis.
3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Riwayat Kesehatan

- Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
- Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien

mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas/istirahat

Gejala : nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stress

dengan sendi, kekakuan senda pada pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan

simetris.

Tanda : malaise, keterbatasan ruang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur atau kelainan

pada sendi dan otot.

2) Kardiovaskur

Gejala : fenomena Raynaud jari tangan/kaki, missal pucat intermitten, sianotik

kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal

3) Integritas ego

Gejala : factor-faktor stress akut/kronis missal finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,

factor-faktor hubungan social, keputusan dan ketidakberdayaan. Ancaman pada

konsep diri, citra tubuh, identitas diri missal ketergantungan pada orang lain, dan

perubahan bentuk anggota tubuh


4) Makanan / cairan

Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengonsumsi makanan atau

cairan adekuat : mual, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.

Tanda : penurunan berat badan, dan membrane mukosa kering.

5) Hygiene

Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara

mandiri, ketergantungan pada orang lain.


6) Neurosensory

Gejala : kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.

Tanda : pembengkakan sendi simetri

7) Nyeri/kenyamanan

Gejala : fase akut dari nyeri ( disertai / tidak disertai pembengkakan jaringan lunak

pada sendi ), rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari ).

8) Keamanan

Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodus subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki, kesulitan

dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, demam ringan menetap,

kekeringan pada mata, dan membrane mukosa.

9) Interaksi social

Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.

c. Riwayat Psiko Sosial

Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi

pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan

adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari


menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien

khususnya aspek body image dan harga diri klien.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
3. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri yeri akut/kronis berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi
jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam, nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria: Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi,
dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien
tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
Intervensi
a. Kaji nyeri dengan skala 0-4
b. Atur posisi imobilisasi dan pembebatan sendi lulut dengan perban elstistin.
c. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam ketika nyeri muncul.
d. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
e. Kolaborasi: pemberian analgesik, anti inflamasi, dan sinar intra merah.
f. Pembedahan artoplasti atau artodesis.

2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,


ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
Kriteria hasil : Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur
sendi, bertambahnya kekuatan otot, klien menunujukan tindakan untuk
menungkatkan mobilitas.
Intervensi
a. Kaji mobilitas yang ada dan obsevasi peningkatan teratur fungsi motoric.
b. Atur posisi mobilisasi pada lulut.
c. Beri alat bantu tongkat.
d. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam, klien mampu mengetahui mengenai penyakit.
Kriteria Hasil :

 Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang proses

penyakit

Intervensi :

a. Kaji tingkat pengetahuan klien saat ini dan pemahaman terhdapa materi

b. Tetapkan tujuan pembelajaran bersama yang realistis dengan klien

c. Pilih metode dan strategi penyuluhan yang sesuai

d. Beri waktu pada klien untuk mengajukan pertanyaan dan mendiskusikan

permasalahannya
DAFTAR PUSTAKA

2012-2014. Jakarta : EGC


Aby, Ahmad. 2014. Osteoarthritis OA atau Pengapuran Sendi.
http://ahmadaby.blogspot.com. Diakses tanggal 8 Oktober 2014, 18:15 WITA
Anonim. 2012. Osteoarthritis Knee-Pain.
http://www.singhealth.com.sg/Patientcare/Overseas-
Referral/bh/Conditions/Pages/Osteoarthritis-Knee-Pain.aspx. Diakses tanggal 8
Oktober 2014, 18:27 WITA
Cania, Murni. 2014. Askep Osteoarthritis. http://murnicania.blogspot.com. Diakses
tanggal 8 Oktober 2014, 18:17 WITA
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku edisi 3. Jakarta : EGC
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi Petugas
Kesehatan: Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Usia
Lanjut
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan
Idrus, Alwi, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi V, jilid III. Jakarta :
Internal Publishing
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2.
Jakarta : MediAction
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan
Lippincorl Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : Mosby
Eliopoulos, C. (2005). Gerontological Nursing (6 th Ed). Philadelphia: JB.
Madyaningratri,Ambar.2012.Fisiologi Sistem kardio vaskular
(Hemodinamika).Available:http://www.academia.edu/9841261/Fisiologi_Sist
em_Kardio_Vaskular_Hemodinamika_. Diakses pada Rabu, 05 Maret 2019
pukul 18.00 WIB
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal : Aplikasi Pada Praktik
Klinik Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3. Jakarta:
EGC
Nurma, Ningsih lukman. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Putri, Puniari Eka.2012.Aliran Darah dan Denyut
Jantung.Available:https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-
Denyut-Jantung. Diakses pada Rabu, 05 Maret 2019 pukul 18.00 WIB
Shann,Resti.2012.Laporan Praktikum Anfisman Tekanan
Darah.Available:http://www.academia.edu/6475438/LAPORAN_PRAKTIK
UM_ANFISMAN_TEKANAN_DARAH. Diakses pada Rabu, 05 Maret 2019
pukul 18.00 WIB

Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Alih Bahasa Andry Hartono, dkk. Jakarta : EGC
Soeparman, A. 1995. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FK
UI
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. Jakarta : EGC
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
Volume 2. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith.M, Nancy R.Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan :
Diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC.Edisi 9. Jakarta : EGC
Zairin, Noor Helmi. 2014. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai