Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

“D”, DENGAN
HIPERTENSI, DI BANJAR PABEAN, DESA KETEWEL,
KECAMATAN SUKAWATI, KABUPATEN GIANYAR
TANGGAL 10 s/d 15 DESEMBER 2018

OLEH:

NI KADEK MARHENDRAYANI
(P07120016014)

TINGKAT III SEMESTER V


D III KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2016
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gerontik


1. Pengertian Lanjut Usia
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi
didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup,
tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda,
baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan
figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan
bahwa usia 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunya
daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi
dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang
terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami
pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi, 2000).

2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/ biologis
menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
b. Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood), atau 29 – 25 tahun,
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas, 25 – 60 tahun atau 65 tahun,
3) Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yangdibagi lagi
dengan:
a) 70 – 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old),
b) Lebih dari 80 (very old).
c. Penggolongan lansia menurut Depkes RI dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga
kelompok yakni :
1) Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru
memasuki lansia.
2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
3) Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.

3. Teori Proses Menua


a. Teori Biologis
1) Teori Genetik
Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan
bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah
terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti
selnya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi
tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, dia akan mati. Manusia
mempunyai umur harapan hidup nomor dua terpanjang setelah bulus. Secara
teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa
waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.
2) Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat
pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi
DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini
terjadi terus- menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ
atau perubahan sel menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. Setiap sel pada
saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel
kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana,
2000).
3) Teori nongenetik
a) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory), mutasi yang
berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun
tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Mutasi yang merusak
membran sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya
sehingga merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit
auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989). Proses metababolisme
tubuh, memproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang
tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah
dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa
berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan autoimun.
b) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori radikal
bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh, karena adanya
proses metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal
bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena
mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif
mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan
atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik, misalnya
karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat
bergenerasi (Halliwel, 1994). Radikal bebas dianggap sebagai penyabab
penting terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat
dilingkungan seperti:
- Asap kendaraan bermotor
- Asap rokok
- Zat pengawet makanan
- Radiasi
- Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan pigmen
dan kolagen pada proses menua.
c) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam berbagai
percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bias
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan
perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat
memperpendek umur (Darmojo, 2000).
d) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan bahwa menua
disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul
kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan
yang menyebabkan perubahan padamembran plasma, yang mengakibatkan
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada
proses menua.
e) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, terdiri
atas teori oksidasi stres (wear and tear theory). Di sini terjadi kelebihan
usaha dan stres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan
tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal).
b. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain:
1) Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci
mempertahankan status sosial berdasarkan kemampuan bersosialisasi. Pokok-
pokok sosial exchange theory antara lain:
a) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya
masing-masing.
b) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan
waktu.
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor mengeluarkan
biaya.
c. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung.
Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil
dari usia pertengahan sampai lanjut usia.
d. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh
tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi lanjut usia. Hal
ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak
berubah, walaupun ia telah lanjut usia.
e. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory). Teori ini membahas
putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu
dengan individu lainnya. Pokok-pokok disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa pensiun. Pada wanita,
terjadi pada masa peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak
menginjak dewasa dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini karena lanjut usia
dapat merasakan tekanan sosial berkurang, sedangkan kaum muda
memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik.
Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan:
1) Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
2) Proses tersebut tidak dapat dihindari
3) Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.

Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961) Teori ini
menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah dengan
adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda (triple loss):
1) Kehilangan peran (loss of role).
2) Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).
3) Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values).

Menurut teori ini, seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses menua yang
berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri
pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya. Dari
penyebab terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang
memungkinkan dapat diintervensi agar proses menua dapat diperlambat.
Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah:
1) Meningkatnya radikal bebas.
2) Memanipulasi sistem imun tubuh.
3) Melalui metabolisme/makanan, memang berbagai misteri kehidupan masih
banyak yang belum bisa terungkap, proses menua merupakan salah satu
misteri yang paling sulit dipecahkan.

Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dariluar (eksogen) tidak boleh
dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya hidup yang salah. Banyak
faktor yang memengaruhi proses menua (menjadi tua), antara lain
herediter/genetik, nutrisi/makanan, status kesehatan, pengalaman hidup,
lingkungan, dan stres. Proses menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit,
karena orang meninggal bukan karena tua, orang muda pun bias meniggal dan
bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos mengenai lanjut usia yang sering
merugikan atau bernada negatif, tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang
dialaminya (Nugroho, 2000).

4. Masalah psikologik pada lansia


Masalah psikologik yang dialami oleh golongan lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara
lain kemunduran badaniah atau dalam kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal
ini dikenal apa yang disebut disengagement theory, yaitu berarti ada penarikan diri
dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain. Dulu hal ini diduga dapat
mensukseskan proses menua. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat
sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap ada social involvement (keterlibatan
sosial) yang dianggap lebih penting dan meyakinkan. Masyarakat sendiri menyambut
hal ini secara positif. Contoh yang dapat dikemukakan umpama dalam bidang
pendidikan, yang masih tetap ditingkatkan pada usia lanjut ini untuk menaikkan
intelegensi dan memperluas wawasannya (Broklehurst dan allen, 1987). Di negara-
negara industri maju bahkan didirikan apa yang disebut university of the thrird age.
Pemisahan diri (disengagement) baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir
kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya yang baru.
Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa sampai
pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang
telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal- hal yang baru terjadi. Pada lansia yang
masih produktif justru banyak yang menggunakan waktu menulis buku ilmiah,
maupun memorinya sendiri. Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai
dengan pembawaanya pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai
berikut:
a. Tipe konstruktif: orang ini mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidupnya,
mempunyai toleransi tinggi, humoristis, fleksibel (luwes) dan tahu diri. Biasanya
sifat-sifat ini dibawanya sejak muda. Mereka dapat menerima fakta-fakta proses
menua, mengalami pensiun dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.
b. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di terima ditengah
masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai
inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai istrinya. Ia
senang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak makan dan minum, tidak
suka bekerja dan senang untuk berlibur.
c. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan tak stabil,
bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak dapat di kontrol,
memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif. Anehnya mereka
takut menghadapi menjadi tua dan tak menyenangi masa pensiun.
d. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang menyebabkan
kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga. Biasanya pekerjaan waktu
dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut
mati, iri hati pada orang yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan-
pekerjaan aktif untuk menghindari masa yang sulit/buruk.
e. Tipe membenci/menyalahkan diri sendiri (selfhaters): orang ini bersifat kritis
terhadap dan menyalahkan diri sendiri, tak mempunyai ambisi, mengalami
penurunan kondisi sosio-ekonomi. Biasanya mempunyai perkawinan yang tidak
bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa menjadi korban dari keadaan, namun
mereka menerima fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda,
merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada. Mereka menganggap kematian
sebagai suatu kejadian yang membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus
bunuh diri menunjukkan angka yang lebih tinggi persentasenya pada golongan
lansia pada golongan lansia ini, apalagi pada mereka yang hidup sendirian
(Darmojo, 2009).

5. Upaya Kesehatan bagi Lanjut Usia


a. Upaya Promotif
Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun masyarakat di
sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi untuk
lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya
peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas
masyarakat lanjut usia.
1) Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau
keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998,
PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang
garapanya adalah membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada
pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang
kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai dengan visipromosi
kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-masing tatanan. Gaya hidup
sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok, melakukan aktivitas
30 menit sehari, personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan seperti
rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.
2) Gizi untuk Lanjut Usia
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi,
yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai
kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi
seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan
zat pengatur.
a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras,
jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.
b) Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan dan
mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan susu.
c) Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.
d) Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan mineral
yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh
contohnya sayuran dan buah.
b. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan
komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan
pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia
(posyandu lansia) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS) lanjut usia.
c. Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan dapat di
lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut
ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan
Desa. Apabila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan
fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.
d. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun
upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan
fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.

6. Pengertian Keperawatan Gerontik


Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan
penyakit pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000)
keperawatan gerontik adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia
yang berfokus pada pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan,
implementasi serta evaluasi.
7. Fungsi Perawat Gerontik
Menurut Eliopoulous (2005), fungsi perawat gerontologi adalah:
a. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing orang
pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
b. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
c. Respect the tight of older adults and ensure other do the same (Menghormati hak
orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang
sama).
d. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan mendorong
kualitas pelayanan).
e. Notice and reduce risks to health and well being (Memerhatikan serta mengurangi
risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
f. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan).
g. Open channels for continued growth (Membuka kesempatan untuk pertumbuhan
selanjutnya).
h. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
i. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat, dukungan dan
harapan).
j. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan, mendukung,
menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
k. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan perawatan
restoratif dan rehabilitatif).
l. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
m. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic maner
(Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu
dan perawatan secara menyeluruh).
n. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan).
o. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya).
p. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each other
(Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan spritual).
q. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya
bekerja).
r. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan dan
kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
s. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).

8. Lingkup Keperawatan Gerontik


Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan sebagai
akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia dan pemulihan
untuk mengatas keterbatasan lansia. Sifatnya adalah independen (mandiri),
interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.
B. Konsep Dasar Penyakit Hipertensi
1. Pengertian Hipertensi
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan kronis
(yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifat menetap) dalam tekanan darah arteri
sistolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi tidak peduli apa
penyebabnya, mengikuti suatu pola yang khas (Wolff, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah tradisional tentang
hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan pengaruh utama tekanan darah
tinggi pada penyakit kardiovaskular (Price, 2006).

2. Klasifikasi dari Hipertensi


Menurut NANDA NIC-NOC klasifikasi dari hipertensi, yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih
Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Tingkat 1 (ringan) 140-159 90-99
Tingkat 2 (sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110
Tingkat 4 (sangat berat) ≥210 ≥120

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu :


a. Hipertensi Primer (Esensial)
Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Faktor yang
mempengaruhinya, yaitu : genetik, lingkungan, hiperaktivitas saraf simpatis
sistem renin, angiotensin, dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor
yang meningkatkan risiko adalah obesitas, merokok, alkohol, dan polisitemia.
b. Hipertensi Sekunder
Penyebab, yaitu : penggunaan estrogen, penyakit ginjal, sindrom cushing, dan
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg
dan/atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160
mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

3. Etiologi dari Hipertensi


a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan
1) Umur
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur
seseorang. Ini disebabkan karena dengan bertambahnya umur, dinding
pembuluh darah mengalami perubahan struktur. Setelah umur 45 tahun,
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku.
Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah
besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh
sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan
keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis. Pada usia lanjut terjadi
peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah
yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang.
Sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan
laju filtrasi glomerulus menurun.
2) Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan kelompok ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok,
kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan
pria lebih berhubungan dengan kurang nyaman dengan pekerjaan dan
pengangguran.
3) Genetik (Keturunan)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menye-babkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium. Individu yang memiliki orang tua dengan
hipertensi berisiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
b. Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan
1) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah. Adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil
dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak. Otak
akan bereaksi terhadap niko-tin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal
untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih
berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam
asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan
tekanan darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen
yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh (Astawan, 2002).
2) Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi
terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah
(Basha, 2004).
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormal-kannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya
hipertensi.
Garam mempunyai sifat menahan air. Mengonsumsi garam lebih atau
makan makanan yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan
darah. Hindari pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang diasinkan.
Hal ini tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan
makanan, sebaliknya dengan membatasi jumlah garam yang dikonsumsi
(Wijayakusuma, 2000).
3) Obesitas
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dari
beberapa penyakit degenerasi dan metabolit. Lemak tubuh, khususnya lemak
pada perut berhubungan erat dengan hipertensi. Obesitas meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Semakin besar massa tubuh maka
semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan
ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh
darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding
arteri. Obesitas juga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner dan
merupakan faktor risiko independen yang artinya tidak dapat dipengaruhi oleh
faktor risiko lain.
4) Kurang Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran
obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah maka
akan memu-dahkan terjadinya hipertensi.
5) Stres Emosional
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Meskipun dapat
dikatakan bahwa stres emosional benar-benar meninggikan tekanan darah
untuk jangka waktu yang sing-kat, reaksi tersebut lenyap kembali seiring
dengan menghilangnya penyebab stres. Yang menjadi masalah adalah jika
stres bersifat permanen, maka seseorang akan mengalami hipertensi terus-
menerus sehingga stres menjadi suatu resiko. Kemarahan yang ditekan dapat
meningkatkan tekanan darah karena ada pelepasan adrenalin tambahan oleh
kelenjar adrenal yang terus-menerus dirangsang.
Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah
Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi.
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

4. Patofisiologi dari Hipertensi


Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE meme-gang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Produksi/pelepasan renin oleh
ginjal dipengaruhi oleh penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari vasokonstriksi.
Pada saat sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokons-triksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor
pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
renin (diproduksi oleh ginjal) angiotensinogen akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah
melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat
dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraselu-ler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi
NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler
yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Pathway
Umur Jenis Kelamin Gaya hidup Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah Kurangnya informasi

Resistensi Pembuluh darah otak Vasokontriksi tdk tahu masalah kesehatan

Afterload
Defisiensi
Nyeri akut pengetahuan
(kepala)
Penurunan curah
jantung
Kesiapan
peningkatan
Deprivasi Tidur Intoleransi pengetahuan
aktivitas
5. Gejala Klinis dari Hipertensi
Menurut NANDA (2013), manifestasi klinis pada hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter terdiagnosa jika
tekanan arteri tidak terukur.
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Beberapa pasien yang menderita hipertensi mengeluh sebagai berikut:
1) Mengeluh sakit kepala, pusing
2) Lemas, kelelahan
3) Sesak nafas
4) Gelisah
5) Mual
6) Muntah
7) Epistaksis
8) Kesadaran menurun

6. Komplikasi dari Hipertensi


a. Miokard infark
b. Stroke
c. Cerebral vaskular accident
d. Penyakit vascular perifer: aterosklerosis, aneurisma.
e. Gagal ginjal
f. Left ventricular failure

7. Penatalaksanaan dari Hipertensi


Tujuan penanganan : Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pe-nyerta
dengan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan temba-kau, latihan
dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan.
2) Perubahan cara hidup
3) Mengurangi intake garam dan lemak
4) Mengurangi intake alkohol
5) Mengurangi BB untuk yang obesitas
6) Latihan/peningkatan aktivitas fisik
7) Olah raga teratur
8) Menghindari ketegangan
9) Istirahat cukup
b. Penatalaksanaan Farmakologis
Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam risiko tinggi
dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95 mmHg dan
sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.
Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :
1) Golongan Diuretic
a) Diuretik Thiazid. Misalnya : klortalidon, hydroklorotiazid.
b) Diuretik Loop, Misalnya furosemid.
2) Golongan Penghambat Simpatis
Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-motor otak
seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf perifer, seperti golongan
reserpin dan goanetidin.
3) Golongan Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan curah
jantung dan efek penekanan sekresi renin. Misalnya, pindo-lol, propanolol,
timolol.
4) Golongan Vasodilator
Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil, diazoksid dan
sodium nitrofusid.
5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin
Misalnya : captropil.
6) Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-hambat
kontraktilitas. Misalnya: nifedifin, diltiasem atau verama-miu.
8. Discharge Planning
a. Berhenti merokok.
b. Pertahankan gaya hidup sehat.
c. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stres.
d. Batasi konsumsi alkohol.
e. Penjelasan mengenai hipertensi.
f. Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaannya secara rutin.
g. Batasan diet dan pengendalian berat badan.
h. Diet garam.
i. Periksa tekanan darah secara teratur.

C. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hipertensi


1. Pengkajian Keperawatan
Data Subyektif
a. Identitas Pasien
Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini antara lain : nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, keluarga/orang terdekat, alamat,
nomor registrasi.
b. Riwayat atau Adanya Faktor Risiko
1) Riwayat garis keluarga tentang hipertensi
2) Penggunaan obat yang memicu hipertensi
c. Aktivitas/Istirahat
1) Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Frekuensi jantung meningkat
3) Perubahan irama jantung
4) Takipnea
d. Integritas ego
1) Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria atau marah
kronik.
2) Faktor faktor stress multiple (hubungan, keuangan yang berkaitan dengan
pekerjaan).
e. Makanan dan cairan
1) Makanan yang disukai, dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi
lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju, telur) gula-
gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah.
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat atau menurun).
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.

Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau katup
dan penyakit cerebro vaskuler.
2) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-truksi.
3) Neurosensori
a) Keluhan pusing.
b) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4) Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.

b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-ngan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan
faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi
jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-tensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-ningkatkan
hipertensi).
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-steron
utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-katkan
hipertensi.
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat meng-
indikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokon-striksi
dan hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme pri-mer
(penyebab).
9) Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi gin-jal
dan/atau adanya diabetes.
10) VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindi-kasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan
untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
11) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai risiko
terjadinya hipertensi.
12) Streroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : Dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area katup ;
deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung.
15) CT-Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan
feokromisitoma.
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan
konduksi.Catatan : Luas, peningggian gelombang P ada-lah salah satu
tanda dini penyakit jantung hipertensi (Doenges,2000).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitasi berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai O2 ke otak
menurun.
e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi.

3. Rencana Keperawatan

1 Penurunan NOC: NIC :


Curah Jantung - Cardiac Pump Cardiac Care
b/d effectiveness - Evaluasi adanya nyeri dada
peningkatan - Circulation status (intensitas, lokasi, durasi)
afterload, - Vital sign status - Catat adanya distrimia jantung
vasokontriksi, Kriteria hasil : - Catat adanya tanda dan gejala
hipertrofi/rigidi - Tanda vital dalam penurunan cardiac output
tas ventrikuler, rentan normal - Monitor status kardiovaskuler
iskemia (tekanan darah, nadi, - Monitor status pernafasan yang
miokard. respirasi) menandakan gagal jantung
- Dapat mentoleransi - Monitor abdomen sebagai
aktivitas, tidak ada indikator penurunan fungsi
kelelahan - Monitor balance cairan
- Tidak ada edema - Monitor adanya perubahan
paru, perifer, dan tekanan darah
tidak ada ascites - Monitor respon pasien terhadap
- Tidak ada penurunan efek pengobatan anti aritmia
kesadaran - Atur periode latihan dan
istirahat untuk menghindari
kelelahan
- Monitor toleransi aktivitas
pasien
- Monitor adanya dypsneu,
fatigue, takipneu, dan ortopneu
- Anjurkan untuk menurunkan
stres
Vital Sign Monitoring
- Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
- Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, berdiri
- Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor adanya pulsus
paradoksus
- Monitor adanya pulsus alterans
- Monitor jumlah dan irama
jantung
- Monitor bunyi jantung
- Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembapan kulit
- Monitor syanosis perifer
- Monitor adanya cushyng triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign.
2 Nyeri Akut NOC : NIC :
b/d - Pain level - Lakukan pengkajian nyeri
peningkatan - Pain control secara komprehensif termasuk
tekanan - Comfort level lokasi, karakteristik, furasi,
vaskuler frekuensi, kualitas dan faktor
cerebral dan Setelah dilakukan tindakan presipitasi
iskemia keperawatan selama ... x 24 - Observasi reaksi nonverbal dari
jam. Pasien tidak ketidaknyamanan
mengalami nyeri, dengan : - Bantu pasien dan keluarga untuk
Kriteria Hasil mrncari dan menemukan
- Mampu mengontrol dukungan
nyeri (tahu penyebab - Kontrol lingkungan yang dapat
nyer, mampu mempengaruhi nyeri seperti
menggunakan teknik suhu rungan, pencahayaan dan
nonfarmakologi untuk kebisingan
mengurangi nyeri, - Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan) - Kaji tipe dan sumber nyeri
- Melaporkan bahwa untuk menentukan intervensi
nyeri berkurang dnegan - Ajarkan tentang teknik non
menggunakan farmakologi : napas dala,
manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres
- Mampu mengenali nyeri hangat/dingin
(skala, intensitas, - Berikan informasi tentang nyeri
frekuensi dan tanda seperti penyebab nyeri, berapa
nyeri) lama nyeri akan berkurang dan
- Menyatakan rasa antisipasi ketidaknyamanan dari
nyaman setelah nyeri prosedur
berkurang - Monitor vital sign sebelum dan
- Tanda vital dalam sesudah pemberian analgesik
rentang normal
- Tidak mengalami
gangguan tidur

3 Intoleransi NOC NIC


aktivitas b/d
- Energy conservation Activity therapy
kelemahan,
- Activity tolerance
ketidakseimban - Kolaborasikan dengan tenaga
- Self care : ADLs
gan suplai dan rehabilitasi medic dalam

kebutuhan merencanakan program therapy

oksigen Kriteria Hasil yang tepat


- Bantu klien untuk
- Berpartisipasi dalam
mengidentifikasi aktivitas yang
aktvitas fisik tanpa
mampu dilakukan
disertai peningkatan
- Bantu untuk memilih aktivitas
tekanan darah, nadi,
konsisten yang sesuai dengan
dan RR
kemampuan fisik, psikologi, dan
- Mampu melakukan
social
aktivitas seharihar
- Bantu untuk mengidentifikas dan
ADLs secara mandiri
mendapatkan sumber daya yang
- Anda tanda vital
diperlukan untuk aktofitas yang
normal
diiginkan
- Energy psikomotor
- Bantu untk mendapatkan alat
- Level kelemahan
bantuan aktivitas seperti kursi
- Mampu berpindah:
roda dan krek
dengan atau tanpa
- Bantu untuk mengidentifikasi
bantuan alat
aktifitas yang disukai
- Status kardiopulmonari
- Bantu klien untuk membuat
adekuat
jadwal latihan dalam waktu
- Sirkualasi status baik
luang
- Tatus respirasi:
- Bantu klien/keluarag untuk
pertukaran gas da
mengidentifikasi kekurangan
ventilasi adekuat
dalam beraktifitas
- Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktifitas
- Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
- Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

4 Risiko NOC : NIC :


ketidakefektifa - Circulation status Peripheral Sensation Management
n perfusi - Tissue perfusion : (Manajemen Sensasi Perifer)
jaringan otak cerebral - Monitor adanya daerah tertentu
b.d suplai O2 ke Kriteria hasil : yang hanya peka terhadap
otak menurun - Mendemonstrasikan panas/dingin/tajam/tumpul
status sirkulasi yang - Monitor adanya paretese
ditandai dengan : - Intruksikan keluarga untuk
 Tekanan sistole mengobservasi jika ada lesi atau
diastole dalam laserasi
rentang yang - Gunakan sarung tangan untuk
diharapkan proteksi
 Tidak ada ortostatik - Batasi gerakan pada kepala,
hipertensi leher, dan punggung
 Tidak ada tanda- - Monitor kemampuan BAB
tanda peningkatan - Kolaborasi pemberian analgetik
tekanan intracarnial - Monitor adanya tromboplebitis
(tidak lebih dari 15 - Diskusikan mengenai penyebab
mmHg) perubahan sensasi
- Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
yang ditandai dengan :
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat keputusan
yang benar
 Menunjukkan
fungsi sensori
motorik kranial
yang utuh :
Tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan
involunteer.

5 Defisiensi NOC NIC


pengetahuan 1. Knowledge : disease Teaching : disease proces
b.d kurang proces - Berikan penilaian tentang
pajanan 2. Knowledge : health tingkat pengetahuan pasien
informasi behavior tentang proses penyakit yang
Kriteria hasil spesifik
1. Pasien dan keluarga - Gambarkan tanda dan gejala
menyatakan tentang yang biasa pada penyakit,
penyakit, kondisi, dengan tanda yang tepat
prognosis dan program - Identifikasi kemungkinan
pengobatan penyebab, dengan cara yang
2. Pasien dan keluarga tepat
mampu melaksanakan - Diskusikan perubahan gaya
prosedur yang hidup yang mungkin
dijelaskan secara diperlukan untuk mencegah
benar. komplikasi yang akan datang
3. Pasien dan keluarga dan atau proses pengontrolan
mampu menjelaskan penyakit.
kembali apa yang - Diskusikan pilihan terapi atau
dijelaskan perawat/tim penanganan.
kesehatan lainnya. - Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second informasi
atau opinion
- Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat.

4. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Monitor adanya perubahan tekanan darah
3. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
4. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
5. Memantau asupan nutrisi
6. Memantau intake dan output cairan
7. Membantu meningkatkan koping
8. Memberikan HE agar menghindari penyebab timbulnya hipertensi.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini kita
melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan dengan kriteria
hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:
1. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign dalam
batas normal
2. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
3. Tidak ada ortostatikhipertensi
4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15
mmHg)
5. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira.
Depkes RI. (2001). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia lanjut bagi PetugasKesehatan:
Materi Pembinaan. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan UsiaLanjut
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Herdman, Heather. 2012. Nanda International Diagnosis Keperawatan 2012-2014.
Jakarta : EGC
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC
Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi ke 3.Jakarta: EGC
Kozier, B.B., & Erb, G. (1987). Fundamentals of Nursing: Concepts and Procedures
Massachussets: Eddison Wesley
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta :
EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2. Jakarta :
MediAction
Lueckenotte, A.G. (2000). Gerontologic Nursing. (2nd ed.). Missouri : MosbyEliopoulos,
C. (2005). Gerontological Nursing (6thEd). Philadelphia: JB.
LippincorlBrooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta : EGC
Madyaningratri,Ambar.2012.Fisiologi Sistem kardio vaskular
(Hemodinamika).Available:http://www.academia.edu/9841261/Fisiologi_Sistem_
Kardio_Vaskular_Hemodinamika_. Diakses pada 12 Desember 2018
Putri, Puniari Eka.2012.Aliran Darah dan Denyut
Jantung.Available:https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-Denyut-
Jantung. Diakses pada 12 desember 2018
Shann,Resti.2012.Laporan Praktikum Anfisman Tekanan
Darah.Available:http://www.academia.edu/6475438/LAPORAN_PRAKTIKUM_
ANFISMAN_TEKANAN_DARAH. Diakses pada 12 desember 2018
Gianyar, Desember 2018

Pembimbing Praktik/CI Mahasiswa

Ida Ayu Putu Riastiary

NIP. NIM. P07120016015

Mengetahui

Pembimbing Institusi/CT

NIP.

Anda mungkin juga menyukai