Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan adalah proses multidimensi yang mencakup perubahan-perubahan
penting dalam struktur sosial, sikap rakyat dan lembaga-lembaga nasional dan juga akselerasi
pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan (Todaro
dalam Bryant dan White, 1998). Seiring dengan reformasi dan arus desentralisasi sejak
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah
dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, paradigma pembangunan nasional telah
mengalami suatu perubahan yang signifikan, dari pembangunan yang bertumpu pada negara
menjadi paradigma pembangunan yang bertumpu pada masyarakat atau lebih dikenal dengan
istilah pembangunan masyarakat.
Prinsip partisipasi dalam upaya mewujudkan good governance yang dilakukan melalui
pembangunan infrastruktur dasar, seperti air bersih dan drainase sangat sejalan dengan
pandangan baru yang berkembang di dalam partisipasi masyarakat dengan cara melihat
masyarakat tidak hanya sebagai penonton melainkan sebagai masyarakat yang memiliki jiwa
membantu dan mau bekerja sama dalam pembangunan yang ada di dalamnya (Hendra, 2014).
Infrastruktur air bersih dan drainase adalah komponen penting dalam permukiman.
Pengambilan air tanah yang tidak diimbangi dengan konservasi, jaringan PDAM yang belum
merata, dan pembuangan limpasan air hujan melalui drainase ternyata menimbulkan banyak
masalah dari kekeringan di daerah hulu pada musim kemarau hingga besarnya debit air yang
harus dialirkan ke laut dalam waktu sesingkat mungkin agar tidak menimbulkan genangan,
sementara hujan adalah bagian dari siklus hidrologi yang tidak dapat diatur sesuai keinginan
manusia (Indrawati, 2014).
Hal ini sudah dirasakan oleh masyarakat di Kelurahan Gedawang, Kecamatan
Banyumanik, Kota Semarang. Sejak tahun 2004, ketika musim kemarau masyarakat kesulitan
mendapatkan air bersih karena jaringan PDAM kota belum ada, air sumur banyak yang
kering, sehingga bagi sebagian masyarakat yang mampu akan membeli air dari truk tangki
ukuran 5.000 liter dengan harga Rp 75.000,- per tangki. Dalam satu bulan rata-rata
membutuhkan antara 3-4 truk, sehingga pada musim kemarau pengeluaran untuk air bersih
bisa mencapai Rp 300.000,- perbulan selama 4-6 bulan dalam satu tahun (Khadiyanta, dkk,

1
2009). Oleh karena itu, perlu adanya partisipasi masyarakat dalam pengembangan lingkungan
permukiman pada sektor air bersih dan drainase.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan air bersih dan drainase di perkotaan berawal dari pertumbuhan penduduk
yang sangat cepat akibat urbanisasi yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan
sarana perkotaan memadai. Permasalahan berkaitan dengan kebutuhan akan air bersih serta
permasalahan sistem drainase, khususnya di kawasan perkotaan Kota Semarang, yang
semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, perkembangan ekonomi,
serta perubahan guna lahan. Tingkat kesadaran masyarakat juga menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi baik buruknya sistem air bersih dan drainase di perkotaan di samping
kondisi alamiah suatu daerah tersebut, seperti topografi dan ketersediaan air tanah.
Permasalahan air bersih di Kota Semarang saat ini adalah berkaitan dengan efektivitas
produksi yang baru mencapai 78% dari kapasitas terpasang 3.207 liter/det (idle capacity 698
liter/det). Hal ini disebabkan produksi air yang dihasilkan oleh IPA Kudu pada saat ini masih
belum termanfaatkan secara maksimal karena jaringan pipa distribusi belum seluruhnya
menjangkau ke wilayah potensi pengembangan sambungan baru pelanggan, gangguan
kontinuitas pasokan air baku dari waduk Kedung Ombo dan saluran terbuka Klambu-Kudu
sepanjang 42 km, dan penurunan debit sumur dalam. Sedangkan permasalahan drainase Kota
Semarang yang utama saat ini masih mengenai banjir dan rob.

1.3 Tujuan dan Sasaran


Melihat latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dibuatlah tujuan dan sasaran
sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan
Tujuan yang dicapai dari penyusunan laporan ini, yaitu untuk membuat konsep
masterplan dan rencana tindak komunitas pada sektor air bersih dan drainase guna
memfasilitasi masyarakat untuk mengembangkan potensi lingkungan permukiman
masyarakat transisi RW 1 Kelurahan Gedawang, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang.
Penyusunan arahan dan rencana tindak dilakukan berdasarkan analisis terhadap potensi dan
permasalahan yang ada di wilayah studi.

2
1.3.2 Sasaran
Sasaran dari penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut:
 Mengetahui karakteristik wilayah dan analisis stakeholder di RW 1 Kelurahan Gedawang.
 Merumuskan strategi, metode, dan teknik fasilitasi Community Action Plan (CAP) pada
sektor air bersih dan drainase di RW 1 Kelurahan Gedawang.
 Merumusukan permasalahan dan potensi wilayah pada sektor air bersih dan drainase di
RW 1 Kelurahan Gedawang.
 Merumuskan visi dan strategi pengembangan pada sektor air bersih dan drainase di RW 1
Kelurahan Gedawang.
 Menyusun masterplan sektor air besih dan drainase secara partisipatif.
 Merumuskan rencana tindak melalui identifikasi pilihan guna mencapai tujuan yang
diharapkan dalam menyelesaikan permasalahan pada sektor air bersih dan drainase di RW
1 Kelurahan Gedawang.
 Merumuskan rencana anggaran dan model kelembagaan kerjasama.
 Menyusun instrumen monitoring dan evaluasi.

1.4 Ruang Lingkup


Ruang lingkup merupakan batasan identifikasi wilayah studi yang mencakup ruang
lingkup wilayah dan materi. Berikut adalah penjelasan mengenai ruang lingkup wilayah dan
materi.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah studi meliputi seluruh wilayah RW 1 pada Kelurahan
Gedawang terletak di bagian utara Kelurahan Gedawang dengan luas wilayah 77,76 Ha.
Jumlah penduduk di RW 1 Kelurahan Gedawang pada tahun 2015 mencapai 1.141 jiwa.
Kelurahan Gedawang terdiri dari 8 RT. Berikut adalah batas administrasi dari RW 1
Kelurahan Gedawang:
batas Utara : Kelurahan Padangsari
batas Timur : Kelurahan Jabungan
batas Selatan : RW 03
batas Barat : RW 05

3
Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011
Gambar 1.1
Peta Administrasi RW 1 Kelurahan Gedawang
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi pada penelitian ini berfungsi untuk memberikan batasan
pembahasan sebagai arahan bagi peneliti agar pembahasan yang dilakukan dapat terfokus dan
tidak terlalu luas. Ruang lingkup materi untuk laporan yang berjudul “Masterplan dan
Rencana Tindak Komunitas dalam Pengembangan Lingkungan Permukiman Masyarakat
Transisi RW 1 Kelurahan Gedawang terhadap Sektor Air Bersih dan Drainase” adalah
mengidentifikasi kondisi eksisting sektor air bersih dan drainase pada RW 1 Kelurahan
Gedawang, Kecamatan Banyumanik beserta permasalahannya, mengidentifikasi rencana
pengembangan lingkungan permukiman masyarakat berbasis komunitas pada sektor air
bersih dan drainase serta membuat masterplan terkait rencana tersebut. Hasil dari penelitian
ini nantinya akan digunakan sebagai rekomendasi dalam mengembangkan lingkungan
permukiman masyarakat berbasis komunitas pada sektor air bersih dan drainase di RW 1
Kelurahan Gedawang.

4
1.5 Kerangka Pikir

Keterangan: Tahapan Community Action Planning


Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016
Gambar 1.2
Kerangka Pikir
5
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang mengenai partisipasi masyarakat yang dibutuhkan dalam
pengembangan lingkungan permukiman pada sektor air bersih dan drainase, rumusan
masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup wilayah dan materi, kerangka pikir, serta
sistematika penulisan.
BAB II STUDI LITERATUR: PENDEKATAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
MASYARAKAT SEKTOR AIR BERSIH DAN DRAINASE
Bab ini berisikan deskripsi mengenai definisi dan jenis pengembangan masyarakat, definisi
dan manfaat air bersih dan drainase, serta definisi konsep eco drainage dan peraturan-
peraturan yang mendasarinya.
BAB III KONSTELASI WILAYAH DAN GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
Bab ini berisikan penjelasan mengenai konstelasi wilayah, karakteristik fisik yang disertai
dengan kondisi sarana dan prasarana, serta non fisik yang meliputi aspek kependudukan,
ekonomi, dan kesehatan pada RW 1 Kelurahan Gedawang, Kecamatan Banyumanik.
BAB IV STRATEGI, METODE, DAN TEKNIK FASILITASI COMMUNITY ACTION
PLAN
Bab ini berisikan desain survei terkait dengan sektor air bersih dan drainase yang akan
dilakukan oleh masyarakat dan mahasiswa selama 6 bulan.
BAB V SURVEI BERBASIS KOMUNITAS: PERMASALAHAN DAN POTENSI
WILAYAH
Bab ini berisikan mengenai deskripsi permasalahan dan potensi terhadap sektor air bersih dan
drainase yang terdapat pada wilayah studi.
BAB VI PERUMUSAN VISI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTORAL
Bab ini berisikan penetapan visi dan strategi pengembangan sektor air bersih dan drainase
berdasarkan analisis permasalahan dan potensi di wilayah studi.
BAB VII MASTERPLAN PENGEMBANGAN SEKTORAL
Bab ini berisikan konsep masterplan pengembangan sektor air bersih dan drainase yang telah
disusun secara partisipatif pada wilayah studi.

6
BAB VIII USULAN RENCANA TINDAK (PROJECT PROPOSAL) DAN RENCANA
ANGGARAN, SERTA MODEL KELEMBAGAAN KERJASAMA DAN INSTRUMEN
MONEV
Bab ini berisikan rincian usulan rencana tindak disertai dengan anggarannya, serta model
kerjasama dan penyusunan instrumen monitoring dan evaluasi.
BAB IX PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi mengenai konsep masterplan dan
proposal rencana tindak sektor sistem air bersih dan drainase berdasarkan pembahasan pada
bab sebelumnya.

7
BAB II
STUDI LITERATUR: PENDEKATAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
MASYARAKAT SEKTOR AIR BERSIH DAN DRAINASE

2.1 Pengembangan Masyarakat


Menurut Christenson (1989), Community Development adalah sekelompok orang yang
melakukan perubahan sosial untuk merubah ekonomi mereka. Sedangkan menurut Head
(1979), Community Development adalah partisipasi langsung oleh masing-masing individu
dan kelompok di dalam membuat keputusan. Menurut Jim Ife, definisi yang berkaitan dengan
pengembangan komunitas di antaranya sebagai berikut:
1. Community-based Services atau pelayanan yang bertumpu pada komunitas, adalah struktur
dan proses pemenuhan kebutuhan insani (manusia) dengan mengutamakan sumberdaya,
keahlian, dan kearifan komunitas itu sendiri. Definisi tersebut di atas erat kaitannya
dengan berbagai istilah yang telah dikenal, misalnya: pembangunan yang bertumpu pada
komunitas (community-based development) dan pembangunan perumahan yang bertumpu
pada komunitas (community-based housing).
2. Community Development diterjemahkan sebagai pengembangan komunitas, adalah proses
membangun, atau membangun kembali struktur komunitas insani di mana cara-cara baru
untuk berhubungan antar pribadi, mengorganisasikan kehidupan sosial, dan memenuhi
kebutuhan insani menjadi lebih dimungkinkan.
3. Community Works diterjemahkan sebagai pekerjaan pengembangan komunitas, adalah
kegiatan atau praktik-praktik yang dilakukan oleh seseorang yang berupaya memfasilitasi
proses pengembangan komunitas, tanpa memandang apakah orang tersebut menerima
imbalan (bayaran/upah) maupun tidak.
4. Community Worker diterjemahkan sebagai pekerja pengembangan komunitas, adalah
setiap orang yang berupaya memfasilitasi proses pengembangan komunitas, tanpa
memandang apakah seseorang itu memperoleh imbalan (bayaran/upah) maupun tidak.
Menurut Cox (1993), tujuan community development adalah memberantas kemiskinan,
merealisasi keadilan distributif dan peningkatan partisipasi masyarakat secara nyata. Sasaran
program Community Development adalah meningkatkan pendapatan ekonomi rakyat
khususnya masyarakat miskin/tertinggal. Community development sifatnya fungsional, yaitu
mendorong masyarakat menjadi swakarsa. Tujuan dari pelaksanaan community development
harus difokuskan, menurut Hadi (2001), dilihat dari aspek geografi, terdiri dari:
8
1. Community
Fokus pelaksanaan adalah untuk membantu masyarakat yang tertinggal. Community
development pada awal mulanya dilakukan pada sekelompok masyarakat yang tertinggal.
Pelaksanaan program Community Development pada sekelompok masyarakat tersebut ada
yang belum pernah dilakukan sebelumnya atau menerapkan program-program yang telah
dilakukan pada sekelompok masyarakat di tempat lain, dan pada masyarakat lokal tersebut
dapat diterima sesuai kondisi mereka.
2. Regional
Penekanannya adalah pada tersedianya bantuan beberapa orang ahli di bidang
pemberdayaan masyarakat, yang dapat membantu pelaksanaan program Community
Development untuk sementara waktu pada masyarakat lokal.
3. Nasional
Fokus ini adalah pada keinginan bangsa untuk membawa negara lebih maju dalam bidang
teknologi.
Suksesnya pelasanaan community development tidak terlepas dari peranan fasilitator.
Fasilitator menurut Hadi (2001) di dalam program Community Development terdiri dari:
1. Pemimpin Masyarakat Lokal
Pemimpin masyarakat yang dipilih secara demokratis atau mengangkat dirinya sendiri
sebagai pemimpin sehubungan dengan pelaksanaan program Community Development,
dan masyarakat percaya atas kemampuannya dan dianggap mampu untuk menjalankan
program pemberdayaan masyarakat. Sifatnya sukarela dan tidak dibayar. Tingkatnya
bervariasi dari pemimpin masyarakat lokal hingga orang yang telah mendapatkan
pelatihan berbagai macam program pemberdayaan masyarakat.
2. Penduduk Lokal yang Memiliki Keahlian
Penduduk lokal yang memiliki keahlian memperkenalkan program Community
Development seperti peningkatan pendidikan, kesejahteraan sosial, pertanian, kesehatan.
Pada umumnya tipe ini harus bekerja dengan membentuk panitia, di mana anggotanya
berasal dari masyarakat lokal itu sendiri. Panitia tersebut bertanggung jawab untuk
mengatur keuangan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat.
3. Profesional dari Luar
Seseorang yang ahli di bidang Community Development yang berasal dari luar masyarakat
lokal, pada umumnya seorang profesional yang ditugaskan oleh pemerintah untuk
9
memperkenalkan program pemberdayaan masyarakat. Tipe fasilitator ini pada umumnya
hanya menjadikan kesejahteraan masyarakat bersifat sementara, karena tipe fasilitator ini
lebih memperhatikan kepada yang menugaskannya atau sponsor, tapi kurang atau bahkan
tidak untuk kepentingan masyarakat lokal itu sendiri.
4. Pekerja Community Development Serba Bisa
Seorang ahli Community Development yang diundang atau dikirim ke masyarakat lokal
untuk membantu menyelesaikan proyek Community Development, dan pada umumnya
tipe fasilitator ini tertarik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dibantunya.
Kegiatannya untuk memberi pelatihan kepada pemimpin lokal untuk dapat mampu
mengerjakan sendiri pekerjaannya di dalam masyarakat tersebut.

2.2 Community Action Planning (CAP)


Community Action Planning (CAP) merupakan suatu pendekatan yang memberikan
wewenang kepada komunitas/masyarakat untuk mendesain, mengimplemetasikan, serta
mengelola penyelesaian programnya sendiri. CAP adalah salah satu metode perencanaan
partisipatif masyarakat di wilayah perdesaan yang dikembangkan oleh GTZ melalui program
Good Local Governance (GLG). Fokus dari pendekatan ini yaitu membangun koalisi antara
pemerintah dan kelompok non-pemerintahan, antara berbagai departemen pemerintahan serta
antara kelompok komunitas. CAP merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan kapasitas masyarakat dimana masyarakat dapat mengambil tindakan yang
tepat untuk pembangunan mereka sendiri. Dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang
mempersiapkan segalanya. Dengan metode CAP ini diharapkan proses perencanaan
pembangunan dengan partisipasi masyarakat sebagai pelaku utamanya, dapat
diimplementasikan mulai dari melibatkan mereka dalam proses perencanaan, pelaksanaan,
hingga monitoringnya. Melalui metode CAP ini pula, diharapkan aplikasi dari UU No. 25
tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional dapat diimplementasikan
dengan partisipasi masyarakat sebagai kunci pelaksanaan perencanaan pembangunan
nasional. Manfaat lain dari metode CAP ini adalah terciptanya penguatan sipil dalam
perencanaan pembangunan yang partisipatif bagi terbangunnya peran birokrasi pemerintahan
lokal yang baik (good governance) baik dalam lingkup pemerintah di perkotaan maupun
perdesaan.
CAP adalah suatu proses yang bersifat on-going. Dalam hal ini, masyarakat tidak lagi
menjadi subjek, karena mereka akan beralih menjadi objek yang berkedudukan sebagai
10
perencana aktif dan memiliki microproject. CAP akan membangun dan mendukung kapasitas
organisasi yang sudah ada maupun membangun baru. Kecepatan pelaksanaan CAP
tergantung dari kapasitas kelompok microproject yang terbentuk dimana mereka secara
bertahap mengambil peran aktif dalam setiap proses CAP. Proses CAP harus memiliki
akuntabilitas bersama, baik antara masyarakat, pemerintah, dan stakeholder lain.
Community Action Plan (CAP) adalah salah satu bentuk metode pendekatan efektif
dalam proses perencanaan dan pembangunan partisipatif. Dengan CAP ini, segala bentuk
perencanaan tindakan dilakukan bersama masyarakat dan berbasis pada kepentingan
masyarakat itu sendiri. Selain itu, CAP juga dapat dijadikan sebagai upaya untuk merangsang
suatu proses perencanaan yang berbasis pada keterlibatan aktif masyarakat dari wilayah
perencanaan itu sendiri. Proses CAP akan menghasilkan suatu rencana tindak bersama yang
berorientasi pada hasil dalam jangka waktu tertentu, dengan pelaksanan dan penanggung
jawab kegiatan yang jelas, rincian strategi pelaksanaan yang lengkap dan disepakati oleh
seluruh pihak yang terlibat dalam rencana tindak tersebut. Tiga tahapan dalam CAP adalah
sebagai berikut:
a. Pra-CAP
Merupakan tahap persiapan yang meliputi pengarahan masyarakat untuk berkomitmen
dalam kegiatan CAP, penyiapan profil komunitas dan pembuatan panitia lokakarya.
Tahapan ini berfungsi untuk menginformasikan tentang apa yang diharapkan dari kegiatan
CAP yang terdiri atas kegiatan sosialisasi awal sebagai tahapan perkenalan kepada
masyarakat dan semua stakeholder, pembuatan social mapping untuk memetakan wilayah
perencanaan mereka sendiri yang berisikan segala bentuk potensi, permasalahan, dan peta
aktivitas sosial, ekonomi, dan politik lokal termasuk kelembagaan-kelembagaan lokal
yang ada, serta pengorganisasian masyarakat untuk membentuk wadah kegiatan bersama.
b. Lokakarya (Musyawarah/Diskusi) CAP
Tahap lokakarya ini berisikan presentasi dan diskusi dari hasil pemetaan seluruh
permasalahan yang diawali dengan merumuskan dan membahas seluruh permasalahan
dalam suatu kelompok-kelompok kerja kecil atau secara musyawarah. Setelah ditemukan
rumusan-rumusan permasalahan yang lebih komprehensif, barulah dilakukan presentasi
dan diskusi oleh seluruh anggota masyarakat yang terlibat untuk mencapai suatu
komitmen bersama. Hasil dari setiap lokakarya didokumentasikan dalam sebuah folder
kemudian diserahkan kepada masyarakat dan pemerintah sebagai rekaman kesepakatan
yang telah dicapai. Dalam tahap lokakarya ini, masyarakat nantinya akan dibagi menjadi
11
kelompok-kelompok kecil dalam suatu kegiatan microproject di mana mereka nantinya
akan berdiskusi sesuai kelompok-kelompok kecil ini. Pembagian kelompok kecil ini dapat
dibagi berdasar kesamaan kondisi sosial, ekonomi (mata pencaharian), atau pun yang
memiliki suatu kepentingan yang sama.
c. Post-CAP (Implementasi)
Tahap Post-CAP ini lebih dititikberatkan pada kesepakatan-kesepakatan yang telah
didapat dalam tahap lokarya sebelumnya. Kesepakatan-kesepakatan tidak saja berupa
pelaksanaan dari program dan budgeting (pendanaan), tetapi juga terkait dengan komitmen
masyarakat terhadap perubahan perilaku masyarakat yang lebih baik. Tahapan ini berisi
pula monitoring proses implementasi kegiatan yang telah dilakukan.

2.3 Air Bersih dan Drainase


Sebuah permukiman harus didukung oleh prasarana lingkungan dan utilitas umum yang
baik untuk menunjang keberlangsungan hidup masyarakatnya. Salah satu infrastruktur
lingkungan tersebut adalah air bersih dan drainase. Kedua infrastruktur dasar tersebut
merupakan hal penting yang harus diperhatikan, termasuk di dalam permukiman, baik dilihat
dari ketersediaannya, kondisi, maupun kualitasnya.
Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa
dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-
hari dan memenuhi persyaratan untuk pengairan sawah, untuk treatment air minum dan untuk
treatment air sanitasi. Persyaratan disini ditinjau dari persyaratan kandungan kimia, fisika dan
biologis. Secara umum air bersih adalah air yang aman dan sehat yang bisa dikonsumsi
manusia, secara fisik yaitu memiliki ciri tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa,
sedangkan secara kimia yaitu memiliki PH netral (bukan asam/basa) dan tidak mengandung
racun dan logam berat berbahaya. Berdasarkan teori, secara umum sumber air bersih terdapat
tiga macam diantaranya air permukaan, air hujan, dan air tanah. Tetapi ketiganya masih
belum dipastikan baik untuk digunakan oleh manusia, sebab untuk memenuhi syarat
kelayakannya harus dilakukan penelitian terlebih dahulu baik secara fisika, kimia, radioaktif
dan bakteriologi.
Air bersih, menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 mengenai syarat dan
pengawasan kualitas air bersih, memberikan pengertian air bersih adalah air yang digunakan
sehari-hari memiliki kualitas yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum jika sudah
dimasak. Sedangkan air bersih menurut EG. Wagner dan J.N Lanix yang di dalam bukunya
12
berjudul Water Suplay For Rural and Small Communication menyatakan bahwa air yang
sehat adalah air yang tidak merugikan kesehatan penggunanya. Kalau menurut Fair dan
Geyer, air sehat adalah air yang bebas dari kotoran dan tidak menyebabkan kerugian bagi
pemakainya, serta terbebas dari berbagai bahan beracun dan tidak mengandung bahan-bahan
organik berbahaya.
Infrastruktur dasar selanjutnya adalah drainase. Drainase merupakan suatu sistem untuk
menyalurkan air hujan. Sistem ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menciptakan lingkungan yang sehat, terutama di daerah yang berpenduduk padat seperti di
perkotaan. Drainase juga merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya).
Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga
lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan
suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara
penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. Dilihat dari sudut
pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan
masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.
Drainase berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan
dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan, dan berfungsi sebagai pengendali
kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek, genangan air
dan banjir.
Air bersih dan drainase juga diatur dalam pedoman standar pelayanan minimal (SPM)
yang berlaku di Indonesia. Salah satu pedoman tersebut tertuang di dalam Keputusan Menteri
Permukiman dan Prasarana Wilayah No 534 Tahun 2001, yaitu sebagai berikut:

13
Tabel II.1
Standar Pelayanan Minimal Air Bersih dan Drainase
Standar Pelayanan
Bidang Kualitas
No. Indikator Kualitas Keterangan
Pelayanan Tingkat
Cakupan
Pelayanan
I
Prasarana
A.
Lingkungan
 Indikasi penanganan:
 Genangan <10 Ha,
penanganan drainase
mikro
 Genangan >10 Ha,
penanganan drainase
makro

 Kriteria desain/input
 Tidak
perencanaan:
terjadi lagi
 Di lokasi  Saluran primer/makro
genangan
genangan drainase u/ kawasan
banjir bila
dengan: strategis, perdagangan,
terjadi
 Luas  Tinggi industri, permukiman, u/
genangan:
genangan  Tidak ada genangan penanganan >10 Ha,
tinggi
banjir genangan rata-rata >30 PUH 10-25 tahun
Drainase dan genangan
tertangani di banjir di cm  Saluran sekunder u/
1. Pengendalian rata-rata
daerah daerah  Lama penanganan genangan
Banjir <30 cm,
perkotaan dan kota/perkota genangan >2 >10 Ha, PUH 10-25
lama
kualitas an >10Ha jam tahun
genangan
penanganan  Frekuensi  Saluran tersier, u/
<2 jam.
kejadian penanganan genangan
Frekuensi
banjir >2 kali <10 Ha, PUH 2.5 tahun
kejadian
setahun  Bangunan-bangunan
banjir <2
drainase bangunan
kali setahun
terjunan, polder, gorong-
gorong, sodetan, jalan
inspeksi, rumah pompa,
sumur resapan, dll. Lihat
lebih: SK SNI M 18-
1989 u/ standar/metode
perhitungan debit banjir

B. Utilitas Umum
 Penduduk  60-220
 Sesuai SK MENKES No.
terlayani  55-75% lt/org/hr u/
416/MENKES/PER/IX/19
1. Air Bersih  Tingkat debit penduduk permukiman di
90
pelayanan/ora terlayani kawasan
 Standar WHO
ng perkotaan

14
Standar Pelayanan
Bidang Kualitas
No. Indikator Kualitas Keterangan
Pelayanan Tingkat
Cakupan
Pelayanan
 Tingkat  30-50 lt/org/hr
kualitas u/ lingkungan
perumahan
 Memenuhi
standar air
bersih
Pengembangan
Perumahan
A. Permukiman
 Persentase  Pemeliharaan Tinggi
daerah saluran genangan <30
genangan drainase cm, lama
 50 s/d 80%
Drainase/Penge tertangani  Penataan genangan/2
1. daerah SK SNII T-07-1990-F
ndalian Banjir  Lama prasarana dan jam frekuensi
genangan
genangan sarana genangan,
 Tinggi lingkungan maksimal 2
genangan permukiman kali setahun
 60-220
lt/org/hr u/
 Penduduk
permukiman di
terlayani
kawasan
 Tingkat debit
 55 s/d 75% perkotaan
Utilitas Umum pelayanan/ora Warna, bau Sesuai SK Men Kes No.
2. penduduk  30-50 lt/org/hr
Air Bersih ng dan rasa 416/MEN/KES/Per/IX/1990
terlayani u/ lingkungan
 Tingkat
perumahan
kualitas air
 Memenuhi
minum
standar air
bersih
Sumber: Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No 534, 2011
Penyelenggaraan sistem drainase perkotaan juga diatur dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No 12 Tahun 2014. Dalam Permen tersebut dibahas secara detail
bagaimana penyelenggaraan dan pengelolaan sistem drainase perkotaan. Selain itu, terdapat
Permen PU No 01 Tahun 2014 yang membahas Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, yang di dalamnya juga membahas terkait air
bersih dan drainase secara rinci, termasuk cara pengukurannya.
SPM Drainase
Sasaran penyediaan sistem drainase adalah meningkatnya kualitas layanan drainase
kawasan perkotaan. Indikator penyediaan sistem drainase adalah:
a. Persentase penduduk yang terlayani sistem jaringan drainase skala kota.
b. Persentase genangan (lebih dari 30 cm selama 2 jam) yang tertangani.
15
SPM pelayanan jaringan drainase skala kawasan dan kota adalah persentase jumlah
masyarakat yang terlayani pada akhir tahun SPM terhadap jumlah masyarakat yang
seharusnya mendapatkan pelayanan sistem drainase.

Jumlah penduduk yang terlayani


SPM = %
Jumlah peduduk seluruh kota

SPM pengurangan luas genangan adalah persentase luasan yang masih tergenang di suatu
kota/kabupaten pada akhir tahun pencapaian SPM terhadap luasan daerah rawan genangan
atau berpotensi tergenang di Kota/Kabupaten dimaksud.
Luas daerah yang masih tergenang 30 cm setelah 2 jam
SPM = %
Luas daerah rawan genangan

SPM Air Baku untuk Rumah Tangga


Sasaran Penyediaan Air Baku untuk Kebutuhan Masyarakat adalah meningkatnya
keberlanjutan dan ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Indikator
Penyediaan Air Baku Untuk Kebutuhan Masyarakat adalah:
a. Persentase tersedianya air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari.
b. Persentase tersedinya air irigasi untuk pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada
sesuai dengan kewenangannya.
Menurut Petunjuk Teknis SPM Bidang Cipta Karya dan Tata Ruang tahun 2014, target
capaian ketersediaan air baku untuk air minum adalah 68,87% dari masyarakat setempat.
Contoh perhitungan:
Diperkirakan pada tahun 2019 Kabupaten A diidentifikasikan akan memiliki jumlah
penduduk 200.000 jiwa, maka jumlah kebutuhan air baku minimal yaitu 60 liter/orang/hari
yang diperlukan Kabupaten A adalah 200.000 jiwa X 0,06 m3/orang/hari X 365 hari =
4.599.000 m3/tahun. Kemudian target pencapaian Standar Pelayanan Minimal pada tahun
2019 adalah 68,87% 200.000 jiwa, sehingga perhitungannya: 4.599.000m3/tahun x 0,6887 =
3.167.331 m3/tahun.

2.4 Eco-Drainage
Eco-drainage merupakan upaya pengelolaan kelebihan air dengan cara sebesar-
besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa
melampaui kapasitas sungai sebelumnya. Terdapat empat prinsip Eco-drainage, yaitu:
16
1. Rain Water Harvesting
2. Peresapan Air (biopori, sumur resapan)
3. Pengaliran Air (saluran makro, penghubung, mikro)
4. Pemeliharaan Air (bioremediasi, fitoremediasi, penyaringan sampah, hingga larangan
membuang sampah di saluran)
Keempat prinsip Eco-drainage akan dijelaskan sebagai berikut.
1. Rain Water Harvesting
Rain Water Harvesting (RWH) adalah proses menampung air hujan dengan menggunakan
dan mengalirkan air melalui pipa menuju water tank yang berada di bawah tanah. Air dari
Rain Water Harvesting dapat dimanfaatkan kembali untuk berbagai kepentingan, misalnya
keperluan pengairan taman dan kawasan hijau, mencuci kendaraan, bilasan toilet, atau untuk
diminum (setelah diproses). RWH biasanya diterapkan di area yang curah hujannya lebih dari
200 mm per tahun, dan Indonesia termasuk di antaranya.
Catchment area-nya adalah atap rumah, air hujan disalurkan ke tangki penampungan
dengan menggunakan pipa (plastik). Air hujan ini kemudian ditampung di tangki yang
terbuat dari PVC tarpaulin (terpal) berkapasitas 1.000 L yang didesain di Korea. Air hujan ini
kemudian bisa digunakan untuk mandi dan mencuci. Tetapi tidak semua air yang ditampung
oleh bangunan bisa langsung diminum karena bisa saja mengandung partikel-partikel
berbahaya yang tak kasat mata terutama pada bangunan yang terlalu tinggi, misalnya lebih
dari dua lantai.
2. Peresapan Air
 Biopori
Biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah sebagai
metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi genangan air dengan cara
meningkatkan daya resap air pada tanah. Peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan
dengan membuat lubang dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan
kompos. Sampah organik yang ditimbunkan pada lubang ini kemudian dapat menghidupi
fauna tanah, yang seterusnya mampu menciptakan pori-pori di dalam tanah.
 Sumur Resapan
Sebuah metode praktis dengan cara membuat sumur-sumur untuk mengalirkan air
hujan yang jatuh pada atap perumahan atau kawasan tertentu (Dr Sunjoto, UGM).
Konstruksi dan kedalaman sumur resapan disesuaikan dengan kondisi lapisan tanah

17
setempat. Perlu diingat bahwa sumur resapan ini hanya untuk air hujan, bukan air limbah
rumah tangga.
3. Pengaliran Air
Metode ini berfungsi untuk mengalirkan air melalui berbagai saluran air baik makro,
penghubung, dan mikro. Kapasitas air yang mengalir di tiap-tiap saluran ini harus tetap
dijaga, sehingga dapat mereduksi limpasan yang mengakibatkan banjir di suatu wilayah.
Selain itu, percepatan aliran air dengan menggunakan sarana dan prasarana pompa juga
menjadi salah satu cara untuk mengurangi potensi banjir.
4. Pemeliharaan Air
Apabila pada ketiga prinsip di atas berfokus pada segi kuantitas air, prinsip keempat ini
berfokus pada penjagaan kualitas air agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga
flora maupun fauna dapat tetap hidup berdampingan dengan manusia. Pada prinsip inilah
penggunaan teknologi seperti bioremediasi, fitoremediasi, penyaringan sampah, hingga
larangan membuang sampah di saluran diberlakukan.

2.5 Best Practice Drainase Berwawasan Lingkungan (Eco-Drainage)


Eco-drainage menjadi paradigma dalam penanganan banjir dan pengelolaan air, di
mana menyimpan air selama mungkin dan memanfaatkan air semaksimal mungkin. Beberapa
negara telah mengimplementasikan konsep ini diantaranya adalah program Low Impact
Development (LID) di Amerika Serikat dan Kanada, Sustainable Urban Drainage System
(SUDS) di Inggris Raya, Water Sensitive Urban Design (WSUD) di Australia, dan Low
Impact Urban Design and Development (LIUDD) di New Zealand dan Ecodrain di
Indonesia. Berdasarkan kajian literatur yang didapat dan dijelaskan sebelumnya, prinsip eco-
drainage yang dipilih pada rencana tindak terhadap sektor air bersih dan drainase di
Kelurahan Gedawang, yaitu penerapan sistem Rain Water Harvesting atau Pemanenan Air
Hujan (PAH). Best practice yang diambil dalam penerapan eco-drainage yang dapat
diterapkan di Kelurahan Gedawang diantaranya pewadahan berupa embung, peresapan air
berupa biopori, sistem pengaliran dan pemeliharaan air secara individu maupun komunal:
 Embung Musuk, Boyolali, Jawa Tengah
Embung adalah cekungan alamiah maupun buatan di daerah dataran tinggi atau
pegunungan yang berfungsi untuk menampung air, baik air hujan maupun air yang berasal
dari mata air dan sungai. Pembuatan embung sebenarnya tidak terlalu sulit untuk
dilaksanakan, namun harus memenuhi beberapa kriteria misalnya jenis tanah, kemiringan,
18
tipe curah hujan, ukuran dan luas daerah tangkapan hujan. Untuk dapat mengkondisikan
menjadi embung alami maka perlu penggalakan penghijauan daerah di sekitar embung
sehingga akan menciptakan daerah tangkapan hujan yang makin luas dan akan
mengakibatkan terjaminnya ketersediaan air pada embung tersebut. Selain itu perlunya
diberikan penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat tentang pemeliharaan embung
bukan hanya menjadi tugas pemerintah tetapi merupakan tugas bersama antara masyarakat
dan pemerintah.
Embung Musuk merupakan embung kedua yang dibangun di Desa Musuk. Perluasan
embung bertujuan untuk meningkatkan volume air dari 110.000 meter kubik menjadi 450.000
meter kubik. Air tersebut sebagai pasokan air baku bagi kebutuhan pelanggan di Kecamatan
Musuk, Boyolali Kota, dan Mojosongo. Harapannya, embung tersebut dapat melayani
kebutuhan air bersih pelanggan selama satu tahun penuh, yang tadinya maksimal hanya
selama delapan bulan.

Sumber: Pemerintah Kabupaten Boyolali, 2014


Gambar 2.1
Embung Musuk, Boyolali, Jawa Tengah
 Sistem Pemanenan Air Hujan di Rumah Heinz Frick di Simongan dan Kelurahan
Karangroto, Semarang
Penyediaan air dengan pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan air non konsumsi sehari-
hari, seperti contoh untuk mencuci, mandi, menyiram kloset, membersihkan rumah
(mengepel/mengelap), dan menyiram tanaman baik di halaman maupun di pot. Sistem Rain
Harvesting dijelaskan dalam diagram:

Keterangan:
(A) air hujan yang turun jatuh ke genting, (B) terdapat 2 jenis talang, yakni talang vertikal
dan horisontal. Air hujan yang jatuh ke genting dikumpulkan oleh talang vertikal dan
kemudian disalurkan oleh talang horisontal ke (C) dua bak air yang berada di permukaan
19
tanah. (D) selanjutnya air yang berada di bak akan dipompa menuju ke (E) bak air ke tiga
yang letaknya di utara rumah. Selanjutnya air dari (E) disalurkan ke kamar mandi, tempat
cuci di dapur, tempat cuci di ruang laundry, dan ke keran-keran yang berada di dalam rumah
maupun halaman. Penyaluran ini tidak memerlukan pompa lagi karena bak ketiga tempatnya
lebih tinggi, sehingga cukup menggunakan gaya gravitasi sehingga menghemat energi.

Sumber: blh.semarangkota.go.id, 2013


Gambar 2.2
PAH Individual di Rumah Bapak Heinz Frick, Semarang

Sumber: blh.semarangkota.go.id, 2013


(a) (b)
Gambar 2.3
(a) Pemanenan Air Hujan di Kelurahan Karangroto; (b) Skema Pemanenan Air Hujan
 Lubang Resapan Biopori Kota Bandung
Teknologi biopori merupakan salah satu teknologi yang mengadopsi konsep biopori.
Teknologi biopori ini dengan membuat suatu lubang yang digali secara vertikal dengan
diameter 10 cm dan kedalaman kurang lebih 1 meter. Penggalian lubang resapan biopori ini
dapat dilakukan dengan menggunakan bor biopori yang bertujuan khusus untuk membuat

20
LRB yang seragam, bor ini telah banyak dijual di pasaran. Selain sebagai penanganan banjir,
biopori dapat menjadi alternatif pengomposan, pencegah genangan air, perbaikan struktur
tanah, dan alternatif air bersih.

Sumber: biopori.com, 2010


Gambar 2.4
Lubang Resapan Biopori
Pada tahun 2013 Pemerintah Kota Bandung melaksanakan gerakan Sejuta Biopori di
beberapa kelurahan sebagai bentuk penanganan banjir Kota Bandung. Melalui kegiatan ini
masyarakat dalam satu lingkungan diwajibkan membuat 3-15 lubang biopori di bagian
halaman atau pekarangan rumah. Tujuan Gerakan Sejuta Biopori Kota Bandung pada jangka
pendek belum dapat dirasakan, namun dalam upaya pemberdayaan masyarakat terhadap
penanganan banjir dan penyediaan air bersih dapat dikatakan berhasil.

21
BAB III
KONSTELASI WILAYAH DAN GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

3.1 Konstelasi Wilayah


3.1.1 Kota Semarang
Kota Semarang merupakan ibu kota Provinsi Jawa Tengah yang terletak di antara garis
6°50’-7°4’ Lintang Selatan dan garis 109°35’-110°50’ Bujur Timur dengan luas wilayah
373,70 km². Berdasarkan data BPS Kota Semarang tahun 2015, jumlah penduduk Kota
Semarang pada tahun 2015 mencapai 1.595.267 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai
4.268 jiwa/km². Kota Semarang juga memiliki pertumbuhan penduduk pada tahun 2015
sebesar 0,65%. Berikut ini adalah batas administrasi dari Kota Semarang.
batas Utara : Laut Jawa
batas Timur : Kabupaten Demak
batas Selatan : Kabupaten Semarang
batas Barat : Kabupaten Kendal

Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011


Gambar 3.1
Peta Administrasi Kota Semarang

22
Kota Semarang adalah suatu kota besar yang terdiri dari 16 kecamatan, yaitu
Kecamatan Banyumanik, Candisari, Gajahmungkur, Gayamsari, Genuk, Gunungpati, Mijen,
Ngaliyan, Pedurungan, Semarang Barat, Semarang Selatan, Semarang Tengah, Semarang
Timur, Semarang Utara, Tembalang, dan Tugu. Pada saat ini perkembangan perumahan dan
permukiman Kota Semarang sudah tidak lagi terkonsentrasi di pusat (segitiga emas Kota
Semarang), melainkan mulai bergeser ke daerah-daerah pinggiran Kota Semarang, seperti di
Kecamatan Genuk, Pedurungan, Mijen, Tembalang, dan Banyumanik. Perkembangan
permukiman dan perumahan di Kota Semarang yang mengarah ke pinggiran Kota Semarang
salah satunya disebabkan oleh harga lahan yang sudah sangat tinggi di pusat Kota Semarang
serta mulai munculnya kegiatan perekonomian di daerah pinggiran Kota Semarang, seperti
kegiatan industri dan kegiatan pendidikan (Universitas). Perkembangan perumahan dan
permukiman yang pesat di daerah pinggiran-pinggiran Kota Semarang pada akhirnya
membutuhkan berbagai sarana dan prasarana penunjang yang memadai sehingga
menimbulkan berbagai permasalahan dan tantangan, salah satunya adalah terkait dengan
penyediaan air bersih dan jaringan drainase.

Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011


Gambar 3.2
Peta Arah Perkembangan Permukiman Kota Semarang

23
3.1.2 Kecamatan Banyumanik
Kecamatan Banyumanik merupakan kecamatan yang terletak di bagian selatan Kota
Semarang dengan luas wilayah 2.391,90 km². Kecamatan Banyumanik terdiri dari 11
kelurahan, yaitu Kelurahan Ngesrep, Tinjomoyo, Srondol Kulon, Sumurboto, Srondol Wetan,
Padangsari, Gedawang, Banyumanik, Jabungan, dan Pudakpayung. Berdasarkan BPS Kota
Semarang tahun 2015, jumlah penduduk di Kecamatan Banyumanik pada tahun 2015
mencapai 132.508 jiwa. Berikut adalah batas administrasi dari Kota Semarang.
batas Utara : Kecamatan Candisari dan Gajahmungkur
batas Timur : Kecamatan Tembalang
batas Selatan : Kabupaten Semarang
batas Barat : Kecamatan Gunungpati

Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011


Gambar 3.3
Peta Administrasi Kecamatan Banyumanik
Berdasarkan RTRW Kota Semarang tahun 2010, Kecamatan Banyumanik termasuk
kedalam kawasan BWK VII dengan peruntukan lahan utama sebagai Perkantoran Militer.
Rencana pengembangan pusat lingkungan di BWK VII meliputi:
a. Pusat lingkungan VII.1 terdapat di Kelurahan Ngesrep dengan daerah pelayanan
Kelurahan Tinjomoyo, Kelurahan Srondol Kulon dan Kelurahan Sumurboto;

24
b. Pusat lingkungan VII.2 terdapat di Kelurahan Pedalangan dengan daerah pelayanan
Kelurahan Srondol Wetan dan Kelurahan Padangsari; dan
c. Pusat lingkungan VII.3 terdapat di Kelurahan Gedawang dengan daerah pelayanan
Kelurahan Banyumanik, Kelurahan Jabungan dan Kelurahan Pudakpayung.
Perkembangan permukiman di Kecamatan Banyumanik tergolong sangat pesat apabila
dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Kota Semarang. Hal ini dibuktikan
adanya sejumlah perumahan baru yang bermunculan di Kecamatan Banyumanik. Tingginya
tingkat perkembangan permukiman di Kecamatan Banyumanik artinya berdampak pula
terhadap penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana penunjang yang harus disegerakan,
terutama air bersih dan drainase. Oleh sebab itulah, pembangunan jaringan air bersih dan
drainase di Kecamatan Banyumanik sangat dibutuhkan guna menjawab permasalahan serta
tantangan yang ada. Berdasarkan RDTRK Kota Semarang tahun 2010 pasal 23 Blok 2.3,
yaitu jaringan air bersih sekunder yang terletak di Jl. Suren-Perum Puri Perdana-Kelurahan
Gedawang-Kecamatan Banyumanik. Serta disebutkan pula pada RDTRK Kota Semarang
tahun 2010 pasal 26 Blok 2.2, yaitu saluran primer yang ditetapkan melalui Jl. Penrintis
Kemerdekaan-Jl. Setiabudi (AS1) dan Jl. Suren-Kelurahan Gedawang-Kecamatan
Banyumanik. Berikut adalah peta rencana jaringan air bersih Kota Semarang.

Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011


Gambar 3.4
Peta Rencana Jaringan Air Bersih Kota Semarang
25
3.1.3 Kelurahan Gedawang
Kelurahan Gedawang merupakan salah satu kelurahan yang terletak di bagian selatan
Kecamatan Banyumanik dengan luas wilayah 299,15 Ha. Berdasarkan BPS Kota Semarang
tahun 2015, jumlah penduduk di Kelurahan Gedawang pada tahun 2015 mencapai 7.223 jiwa.
Kelurahan Gedawang terdiri dari 9 RW dan 56 RT. Berikut adalah batas administrasi dari
Kelurahan Gedawang.
batas Utara : Kelurahan Padangsari
batas Timur : Kelurahan Jabungan
batas Selatan : Kabupaten Semarang
batas Barat : Kelurahan Pudakpayung dan Banyumanik

Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011


Gambar 3.5
Peta Administrasi Kelurahan Gedawang
Berdasarkan RTRW Kota Semarang tahun 2010, pusat lingkungan BWK VII.3 terdapat
di Kelurahan Gedawang dengan daerah pelayanan Kelurahan Banyumanik, Kelurahan
Jabungan dan Kelurahan Pudakpayung. Oleh sebab itu, Kelurahan Gedawang harus mampu
untuk melayani segala sesuatu bagi kelurahan-kelurahan yang harus dilayani. Salah satu
pelayanan yang sangat penting adalah pelayanan jaringan air bersih dan drainase.

26
3.1.4 RW 1 Kelurahan Gedawang
RW 1 pada Kelurahan Gedawang terletak di bagian utara Kelurahan Gedawang dengan
luas wilayah 77,76 Ha. Jumlah penduduk di RW 1 Kelurahan Gedawang pada tahun 2015
mencapai 1.141 jiwa. Kelurahan Gedawang terdiri dari 8 RT. Berikut adalah batas
administrasi dari RW 1 Kelurahan Gedawang.
batas Utara : Kelurahan Padangsari
batas Timur : Kelurahan Jabungan
batas Selatan : RW 03
batas Barat : RW 05

Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011


Gambar 3.6
Peta Administrasi RW 1 Kelurahan Gedawang

3.2 Karakteristik Fisik


Aspek fisik yang dibahas dalam laporan ini meliputi tataguna lahan, daya dukung
lahan, dan kesesuaian lahan, serta beberapa kondisi infrastruktur seperti kondisi jaringan
jalan, air bersih, drainase, dan juga sanitasi.

27
3.2.1 Tataguna Lahan
Penggunaan lahan di RW 1 Kelurahan Gedawang sebagian besar masih berupa Ruang
Terbuka Hijau (RTH), dan sebagian kecil lainnya digunakan untuk kawasan permukiman.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa jumlah penduduk yang ada di RW 1 Kelurahan
Gedawang tidak mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, sehingga kebutuhan akan tempat
tinggal juga belum begitu banyak.

Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011


Gambar 3.7
Peta Tataguna Lahan RW 1
3.2.2 Daya Dukung Lahan
Litologi tanah berpengaruh pada tingkat keasaman, kepekaan terhadap erosi, dan unsur
hara yang terkandung di dalam tanah. Litologi tanah di wilayah studi tergolong dalam latosol
coklat kemerahan yang kurang peka terhadap erosi. Sedangkan daya dukung lahan di wilayah
studi yaitu mayoritas sebagai kawasan penyangga dan sedikit di bagian selatan wilayah studi
sebagai kawasan budidaya. Dengan demikian, wilayah studi dapat dikembangkan dengan
beragam pembangunan untuk aktivitas budidaya seperti permukiman, pelayanan umum, dan
lain-lain.

28
Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011
Gambar 3.8
Peta Daya Dukung Lahan RW 1
3.2.3 Kesesuaian Lahan
Secara keseluruhan, kesesuaian lahan di wilayah studi sesuai dengan peruntukkan lahan
yang telah ditetapkan dan juga daya dukung lahan di wilayah studi. Hanya sedikit yang tidak
sesuai, yaitu yang seharusnya merupakan kawasan penyangga menjadi area terbangun.

Sumber: BAPPEDA Kota Semarang, 2011


Gambar 3.9
Peta Kesesuaian Lahan RW 1
29
3.2.4 Jaringan Jalan
Jaringan jalan yang terdapat di wilayah studi hanya merupakan jalan lokal dan jalan
lingkungan.
a. Jalan lokal
Perkerasan jalan lokal yang terdapat di wilayah studi sudah menggunakan aspal, dan
hanya ditemukan beberapa penggal ruas jalan yang berlubang. Namun berdasarkan hasil
pengamatan, lubang jalan tersebut tidak terlalu besar dan dalam. Jaringan jalan lokal
tersebut berbentuk linear atau memanjang dari sisi barat ke timur, menghubungkan RW 1
dengan beberapa RW di sekitarnya, yaitu RW 03 dan 05.

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Gambar 3.10
Jalan Lokal di RW 1
b. Jalan lingkungan
Jalan lingkungan yang terdapat di wilayah studi berupa perkerasan dengan paving block.
Kondisi jalan lingkungan tersebut sudah rata, namun memang masih terdapat lubang di
beberapa titik.

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Gambar 3.11
Jalan Lingkungan di RW 1

30
3.2.5 Jaringan Air Bersih
Pemenuhan air bersih di wilayah studi, yaitu RW 1 Kelurahan Gedawang masih
menggunakan sumber air yang berasal dari sumur artesis. Berdasarkan hasil observasi, 100%
masyarakat RW 1 menggunakan sumur artesis sebagai sumber air bersih utama. Kuantitas
pemenuhan air bersih dapat dikategorikan baik, karena aliran air dari sumur artesis lancar.
Sedangkan untuk kualitas air di wilayah studi tergolong jernih, dan dapat digunakan untuk
aktivitas masyarakat sehari-hari, seperti mandi dan mencuci.

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Gambar 3.12
Sumber Air Bersih (Sumur) di RW 1
3.2.6 Jaringan Drainase
Jenis drainase yang terdapat pada wilayah studi merupakan drainase tersier karena
berada di kawasan perumahan warga, dan sebagian besar adalah drainase terbuka. Jaringan
drainase ini mengikuti jaringan jalan yang akhirnya akan bermuara pada sebuah sungai kecil.
Kondisi drainase yang ada di RW 1 ini dapat dikatakan buruk karena aliran air yang kurang
lancar. Hal ini disebabkan saluran drainase yang kurang terawat sehingga banyak tumbuhan
liar dan tumpukan sampah yang mengganggu jalannya air pada jaringan drainase.

31
Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015
Gambar 3.13
Saluran Drainase di RW 1
3.2.7 Jaringan Sanitasi
Kondisi sanitasi di RW 1 Kelurahan Gedawang dapat dikatakan baik, karena setiap
rumah warga sudah memiliki jamban pribadi dan kondisinya bersih. Selain itu, septic tank
pada tiap rumah ditutup rapat agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap.

Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015


Gambar 3.14
Septic Tank di RW 1
3.3 Karakteristik Non Fisik
Aspek non fisik wilayah studi membahas aspek kependudukan, perekonomian, dan
kesehatan. Dalam aspek kependudukan, membahas jumlah penduduk, tingkat pendidikan dan
pemeluk agama. Aspek perekonomian membahas mata pencaharian penduduk yang
berkontribusi terhadap pendapatan di wilayah studi.
3.3.1 Kependudukan
Jumlah penduduk Kelurahan Gedawang berdasarkan data monografi pada tahun 2015
berjumlah 9.457 jiwa yang terdiri atas 4.738 penduduk laki-laki dan 4.719 penduduk
32
perempuan, sehingga dapat diketahui bahwa penduduk laki-laki lebih banyak daripada
penduduk perempuan di Kelurahan Gedawang. Jumlah penduduk Kelurahan Gedawang
sebesar 4,8 % dari jumlah seluruh penduduk yang ada di Kecamatan Banyumanik. Dari data
Badan Pusat Statistik Jawa Tengah dalam buku Kecamatan Banyumanik dalam Angka Tahun
2016, Kelurahan Gedawang adalah urutan ke sepuluh dari 11 kelurahan untuk jumlah
penduduk terbanyak di Kecamatan Banyumanik.
RW 1 Kelurahan Gedawang terdiri dari 8 RT dan memiliki 369 KK (Kepala Keluarga)
dengan jumlah kepadatan penduduk sebesar 0,189 jiwa/km2. Jumlah penduduk RW 1
Kelurahan Gedawang pada tahun 2015 yaitu berjumlah 1.141 jiwa yang terdiri atas 579
penduduk laki-laki dan 562 penduduk perempuan dengan sex ratio sebesar 103%, sehingga
dapat diketahui bahwa penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan.
Penduduk terbanyak terdapat di RT 3 yaitu laki-laki 112 jiwa dan perempuan 105 jiwa.
Berdasarkan Kecamatan Banyumanik dalam angka, penduduk menurut pendidikan di
Kelurahan Gedawang paling banyak merupakan penduduk yang tamat SD yaitu 26% dengan
jumlah 1.569 jiwa sedangkan yang paling sedikit adalah yang perguruan tinggi dan tamat
akademik yaitu masing-masing 4% yaitu dengan jumlah 242 untuk tamat perguruan tinggi
dan 224 untuk yang tamat akademik. Hal ini menunjukkan bahwa pada Kelurahan Gedawang
kesadaran akan pentingnya pendidikan sudah tinggi, dapat dilihat dari penduduk yang tidak
sekolah mempunyai intensitas yang sangat rendah dibanding dengan yang lain, namun
kesadaran melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi setelah Tamat SMA masih rendah.
Berdasarkan tingkat pendidikan di RW 1 Kelurahan Gedawang, penduduk mayoritas
merupakan tamatan SD sebanyak 437 jiwa, kemudian tamat SMP sebanyak 323 jiwa, tamat
SMA 307 jiwa, tidak tamat SD 194 jiwa, tamat akademi 64 orang dan tamat perguruan tinggi
juga sebanyak 64 orang. Pada RW 1 Kelurahan Gedawang, penduduknya paling banyak
tamat SD terdapat di RT 3 yaitu sebanyak 76 jiwa. Jumlah ini merupakan yang paling banyak
jika dibandingkan dengan dengan RW lainnya.
Berdasarkan data dari Kecamatan Banyumanik dalam angka, persentase yang paling
banyak adalah yang beragama Islam yaitu 91% atau sebanyak 7.282 jiwa hal tersebut
diperkuat dengan dalam setiap RW hampir semua ada tempat peribadatan untuk yang
beragama Islam seperti Masjid dan Mushola. Pada RW 1, jumlah pemeluk agama Islam
sebesar 1471 jiwa, Protestan 64 jiwa, Katholik 81 jiwa, Budha 1 jiwa, dan tidak ada yang
beragama Hindu. Penyediaan sarana peribadatan yang terdapat di RW 1 Kelurahan
Gedawang adalah masjid sebanyak 1 buah dan gereja sebanyak 1 buah.
33
3.3.2 Ekonomi
Perekonomian di wilayah studi dapat dilihat dari mayoritas mata pencaharian
penduduk. Mayoritas mata pencaharian penduduk di wilayah studi bermata pencaharian
sebagai petani, sedangkan sisanya bermatapencaharian sebagai PNS/ABRI, burung
bangunan, pensiunan dan pedagang. Adapun pendapatan mayoritas penduduk per bulan di
wilayah studi yaitu sekitar Rp 1.000.000,00 - Rp 1.500.000,00 per bulan.
Tabel III.1
Mata Pencaharian Penduduk RW 1 Kelurahan Gedawang
Pekerjaan Jumlah
Petani 114
Pengusaha 9
Buruh Industri 9
Buruh Bangunan 57
Pedagang 18
Usaha Angkutan 10
PNS/ABRI 73
Pensiunan 31
Jasa/Lainnya 6
Jumlah 327
Sumber: Kecamatan Banyumanik Dalam Angka, 2015
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat
Kelurahan Gedawang bermatapencaharian sebagai petani dengan jumlah 114 orang. Hal ini
disebabkan Kelurahan Gedawang memiliki jenis tanah yang subur. Tanaman yang ditanam
berupa padi, sayur-sayuran, dan buah-buahan dan juga banyak penduduk yang beternak,
khususnya beternak ayam kampung. Keadaan alam di RW 1 memang cenderung masih
terjaga kelestariannya. Hal ini ditunjukkan dengan masih banyak wilayah yang berupa hutan
(pohon jati, mahoni) maupun kebun (jagung, ketela pohon, durian, rambutan, nangka, dan
lain-lain). Selain petani, banyak juga penduduk Kelurahan Gedawang yang bekerja sebagai
PNS/ABRI, yaitu sebanyak 73 orang. Kemudian mata pencaharian berikutnya adalah buruh
bangunan sebanyak 57 orang, pensiunan sebanyak 31 orang, pedagang sebanyak 18 orang,
pengusaha sebanyak 9 orang, dan buruh industri sebanyak 9 orang.
Di Kelurahan Gedawang terdapat sektor industri berupa industri rumah tangga, industri
kecil, dan industri besar. Industri besar yang terdapat di Kelurahan Gedawang terletak di RW
1 yang merupakan pabrik perusahaan Swiss Bakery. Selain itu, jenis perdagangan yang
34
terdapat di RW 1 Kelurahan Gedawang adalah warung atau toko. Warung dan toko banyak
dijumpai karena lokasinya terletak bersebelahan dengan rumah sang pemilik warung atau
toko yang menjadikan warung atau toko tersebut sebagai salah satu mata pencaharian.
Kemudian untuk sektor jasa yang banyak terdapat di RW 1 Kelurahan Gedawang adalah
personalized service, yaitu jasa-jasa yang ditawarkan untuk mempermudah kegiatan
masyarakat kelurahan tersebut seperty bengkel, laundry, tempat cuci motor/mobil, koperasi,
dan sebagainya.
3.3.3 Kesehatan
Derajat Kesehatan merupakan suatu penilaian yang dilakukan untuk menilai kondisi
pembangunan kesehatan. Untuk menilai derajat kesehatan digunakan beberapa indikator yang
mencerminkan kondisi mortalitas (kematian), status gizi dan morbiditas (kesakitan). Selain
menilai derajat masyarakat, keadaan kesehatan lingkungan juga mampu menggambarkan
lingkungan yang memengaruhi kesehatan masyarakat indikator keadaan kesehatan
lingkungan adalah akses terhadap air bersih berkualitas, air minum berkualitas dan akses
terhadap sanitasi layak. Mengetahui profil kesehatan menjadi pertimbangan dalam
penyusunan rencana tindak berbasis masyarakat khususnya sektor air bersih dan drainase.
Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2014 dapat diketahui bahwa umur
harapan hidup (UHH) pada tahun 2014 meningkat mencapai 72,40. Sedangkan untuk tingkat
mortalitas diketahui bahwa kasus kematian bayi dan balita sebanyak 253 kasus dari 26.992
kelahiran hidup, khususnya Kecamatan Banyumanik terjadi 3 kasus di Kelurahan Padangsari
dan 1 kasus di Kelurahan Pudak Payung. Artinya angka kematian balita (AKB) adalah 32 per
1000 KH dibawah target MDGs. Status kasus gizi buruk terjadi 1 kasus di Kelurahan
Padangsari. Indikator morbiditas dilakukan dengan meliahat pola 10 besar penyakit
puskesmas, berdasarkan data yang ada salah satu jenis penyakit yang cukup berhubungan
dengan kualitas air bersih/air minum adalah Diare sebear 6.547 kasus dan Dermatitis Kontak
Alergik sejumlah 6.632 kasus
Selain derajat kesehatan, lingkungan menjadi faktor penting untuk kesehatan
masyarakat dalam suatu wilayah. Untuk melihat kondisi kesehatan lingkungan digunakan dua
indikator yaitu (1) sarana air bersih dan akses air minum berkualitas; (2) Sarana dan Akses
Terhadap Sanitasi Dasar. Tahun 2014 jumlah penduduk yang memiliki akses air minum
sebesar 65,85% dan jumlah penduduk dengan akses sanitasi layak sebesar 74,5%.
Perilaku masyarakat menjadi faktor penyebab utama permasalahan kesehatan. Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
35
kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan-aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya. Upaya pencegahan lebih efektif dan efisien dibanding upaya pengobatan,
masyarakat mempunyai kemampuan melakukan upaya pencegahan apabila melalui upaya
pemberdayaan masyarakat terutama untuk ber-perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Berdasarkan data profil, jumlag rumah tangga yang dilakukan survei PHBS tatanan rumah
tangga tahun 2014 dilakukan pada 381.683 rumah tangga meningkat 3,2% juka dibandingkan
dengan survei PHBS tahun 2013. Survei PHBS tatanan rumah tangga tahun 2014 diperoleh
hasil strata utama sebanyak 258.218 (67,65 %) dan strata paripurna sebanyak 88.741
(23,25%), sehingga untuk strata PHBS tingkat kota adalah paripurna dengan nilai sebesar
90,90% sedangkan target nasional sebesar 60%. Dari data tersebut, target Kota Semarang
sudah melebihi target .nasional.

3.4 Analisis Stakeholder


Stakeholder merupakan pihak-pihak yang dapat mempengaruhi dan dipengaruhi
(menerima dampak) dari keputusan yang diambil (Freeman, 1984), Dalam kegiatan
penyusunan dan pelaksanaan rencana tindak pengembangan masyarakat RW 1 terhadap
sektor air bersih dan drainase stakeholder terdiri dari orang, kelompok atau lembaga yang
memiliki perhatian dan dapat mempengaruhi rencana. Hasil observasi dan Focus Group
Discussion yang telah dilalkukan bahwa stakeholder dalam pembangunan sektor air bersih
dan drainase di Kelurahan Gedawang khususnya RW 1 terdiri dari (1) Masyarakat RW 1, (2)
Karang Taruna, (3) PKK, (4) Ketua RW 1, (5) Seksi Pembangunan Kelurahan, (6) Bidang
Perumahan dan Permukiman Dinas Tata Kota dan Perumahan, (7) Dinas Pengelolaan SDA
dan ESDM, (8) Tokoh masyarakat, dan (9) Pemerintah Kota.
Jika mengacu kepada Ortrengen (2004) secara garis besar dalam penelitian ini terdapat
4 kategori stakeholder yang berpotensi dalam rencana tindak, yaitu (1) Kelompok target,
yaitu masyarakat RW 02, (2) Kelompok pelaksana kegiatan: karang taruna, ketua RW 02,
PKK, Seksi Pembangunan Kelurahan, tokoh masyarakat (3) Kelompok pembuat kebijakan
terdiri dari: Dintakot dan Dinas PSDA-ESDM (4) kelompok penyandang dana: Pemerintah
Kota.
Stakeholder dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana tindak pengembangan
masyarakat RW 1 terhadap sektor air bersih dan drainase memiliki kepentingan (interest)
serta pengaruh (power) yang beragam hal ini perlu dipetakan untuk memperjelas posisi dan
36
kedudukan masing-masing stakeholder. Berikut ini adalah matriks skoring sebagai dasar
pemetaan.
Tabel III.2
Matriks Analisis Kepentingan (Interest) dan Pengaruh (Power) Stakeholder dalam
Pengembangan Masyarakat RW 1 terhadap Sektor Air Bersih dan Drainase
Prioritas
Pengaruh (Power)
Stakeholder Kepentingan (Interest) berdasarkan
terhadap RW 1
kepentingan
Masyarakat Pemanfaatan air bersih dan drainase untuk +++/--- 1
RW 1 memenuhi kebutuhan hidup
Karang Kesejahteraan sosial bagi generasi muda ++/- 3
Taruna RW 1
PKK Ketercapain program-program pokok ++ 3
PKK
Ketua RW 1 Kerukunan antar warga RW 1 ++ 2
Lurah/Seksi Kesejahteraan warga Kelurahan ++ 2
Pembangunan Gedawang
Dinas Tata Merencanakan, mengkoordinasikan, ++ 2
Kota dan membina, mengawasi dan mengendalikan
Perumahan serta mengevaluasi di bidang pengelolaan
permukiman, bidang sarana prasarana
lingkungan dan bidang pemeliharaan
sarana prasarana
Dinas PSDA Merencanakan, mengkoordinasikan, ++ 2
dan ESDM membina, mengawasi dan mengendalikan
serta mengevaluasi di bidang drainase,
bidang operasional dan pemeliharaan tata
air serta bidang sarana dan prasarana tata
air.
Tokoh Kelestarian sosial-budaya dan ++ 2
Masyarakat kesejahteraan masyarakat
Pemerintah Ketercapaian visi misi pembangunan Kota +++ 2
Kota Semarang
LSM Peningkatan kapasitas masyarakat + 3
(advokasi)
Keterangan: +++/--- = tinggi, ++/-- = sedang, +/- = rendah
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016
Berdasarkan hasil matriks penyusunan dan pelaksanaan rencana tindak pengembangan
masyarakat RW 1 terhadap sektor air bersih dan drainase dapat dipetakan sebagai berikut.

37
Tabel III.3
Pemetaan Stakeholder Berdasarkan Tingkat Kepentingan (Interest) dan Pengaruh (Power)
A B
Pemerintah Kota Masyarakat RW 1

C D
Ketua RW 1 Karang Taruna
Lurah/Seksi Pembangunan Dinas Tata Kota dan Perumahan
Kepentingan

Dinas PSDA dan ESDM


Tokoh Masyarakat
LSM
PKK

Pengaruh
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016
Gambar di atas menunjukkan bahwa stakeholder dalam pengembangan masyarakat RW 1
terhadap sektor air bersih dan drainase:
A. Stakeholder dengan tingkat kepentingan (interest) yang tinggi tetapi memiliki pengaruh
(power) yang rendah diklasifikasikan sebagai Subjects (Kotak A). Stakeholder ini
memiliki kapasitas yang rendah dalam pencapaian tujuan, akan tetapi dapat menjadi
berpengaruh dengan membentuk aliansi dengan stakeholder lainnya (Reed et al, 2009).
Stakeholder dalam kotak A adalah Pemerintah Kota, dapat mempengaruh program
terutama dalam pendanaan tetapi tidak begitu punya kepentingan dengan program. Mereka
dapat menjadi resiko yang signifikan, perlu diperlakukan secara hati-hati dan dijaga
kepuasannya.
B. Stakeholder dengan tingkat kepentingan (interest) dan memiliki pengaruh (power) yang
tinggi diklasifikasikan sebagai Key Players (Kotak B). Dalam hal ini stakeholder terkait
adalah Masyarakat RW 1. Stakeholder yang paling penting dan minat mereka harus
mendapat keterwakilan dalam program. Perlu untuk membangun hubungan kerja yang
baik dengan mereka, untuk memastikan koalisi yang efektif dari dukungan program.
Stakeholder ini juga memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang tinggi
diklasifikasikan. Stakeholder ini harus lebih aktif dilibatkan secara penuh termasuk dalam
evaluasi dan strategi baru.
C. Stakeholder dengan tingkat kepentingan (interest) dan memiliki pengaruh (power) yang
rendah diklasifikasikan sebagai Crowd (Kotak C). Stakeholder yang berada dalam kotak C
bukanlah merupakan stakeholder kunci, mereka tetap memerlukan pemantauan yang
terbatas, tetapi prioritasnya rendah. Diperlukan sedikit dipertimbangkan untuk melibatkan

38
stakeholder ini lebih jauh karena kepentingan dan pengaruh yang dimiliki biasanya
berubah seiring berjalannya waktu (Reed et al, 2009). Stakeholder ini harus tetap
dimonitor dan dijalin komunikasi dengan baik (Thompson, 2011; Gardner et al, 1986).
Stakeholder yang diklasifikasikan sebagai crowd dalam penelitian ini adalah Ketua RW 1
dan Lurah/Seksi Pembangunan.
D. Stakeholder dengan tingkat kepentingan (interest) yang rendah dan memiliki pengaruh
(power) yang tingi diklasifikasikan sebagai Context Setters (Kotak D). Demikian juga
dengan stakeholder yang berada dalam kotak D yang memiliki minat paling kuat perlu
terwakilkan dalam program. Mereka bisa menjadi penting untuk mempengaruhi pihak
yang lebih kuat, dan kepentingannya perlu dilindungi. Stakeholder ini relatif pasif, akan
tetapi dapat berubah menjadi key players karena suatu peristiwa (Gardner et al, 1986).
Hubungan baik dengan stakeholder ini terus dibina. Untuk itu segala informasi yang
dibutuhkan harus tetap diberikan sehingga mereka dapat terus berperan aktif dalam
pencapaian tujuan (Thompson, 2011).

39
BAB IV
STRATEGI, METODE DAN TEKNIK FASILITASI COMMUNITY ACTION PLAN

4.1 Strategi
Strategi yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan fasilitasi adalah Community
Action Planning (CAP). CAP merupakan suatu langkah yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan kapasitas masyarakat dalam hal pengambilan keputusan dan tindakan yang
tepat. Melalui CAP ini, maka masyarakat ikut berpartisipasi secara penuh dari proses
perencanaan pembangunan, implementasi, hingga monitoring dari perencanaan yang telah
mereka buat. Proses CAP akan menghasilkan suatu rencana tindak bersama yang berorientasi
pada hasil dalam jangka waktu tertentu, dengan pelaksanan dan penanggung jawab kegiatan
yang jelas, rincian strategi pelaksanaan yang lengkap dan disepakati oleh seluruh pihak yang
terlibat dalam rencana tindak tersebut. Perumusan strategi yang dibuat dan disepakati oleh
seluruh pihak masyarakat diharap mampu memberi jaminan ketepatan sasaran untuk semua
pihak yang terlibat dari pelaksanaan maupun pemeliharaan hasil tindakan yang telah
dilakukan.

4.2 Metode
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan program pengembangan lingkungan
permukiman terhadap sektor air bersih dan drainase di RW 1 Kelurahan Gedawang adalah
metode CAP (Community Action Planning) dengan pendekatan “Strategic Action Planning”.
Metode ini bertujuan untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam mengelola air bersih
dan drainase yang ada di lingkungan sekitarnya. Pelaksanaan metode CAP dengan
pendekatan Strategic Action Planning di RW 1 Kelurahan Gedawang ini akan dilaksanakan
dengan beberapa tahapan pelaksanaan, yaitu:
1. Tahap pertama: Pra-CAP
Merupakan tahap persiapan yang memberikan pengarahan kepada masyarakat tentang
kegiatan CAP dan pembuatan panitia lokakarya. Hal-hal yang dilakukan pada saat tahap
pra-CAP adalah:
 Sosialisasi persiapan pelaksanaan di tingkat kelurahan dan RT/RW tentang tujuan
pelaksanaan program pengembangan lingkungan permukiman di wilayah studi, serta
memaparkan kondisi yang diharapkan dari adanya pelaksanaan program tersebut

40
 Memetakan potensi dan permasalahan, serta aktivitas sosial dan ekonomi, termasuk
juga kelembagaan-kelembagaan lokal yang ada di dalam wilayah studi
2. Tahap kedua: Lokakarya
Merupakan tahap diskusi yang melibatkan seluruh anggota masyarakat untuk mencapai
konsensus. Dalam melakukan diskusinya, seluruh anggota masyarakat ini dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil dan pembagiannya berdasarkan kesamaan lingkungan tempat
tinggal terhadap program pengembangan sektor masing-masing. Hal-hal yang akan
dilakukan pada saat tahap lokakarya adalah:
 Diskusi hasil analisis masalah dan merumuskan tujuan
 Menyusun rencana pengelolaan air bersih dan drainase dengan memperhatikan prinsip-
prinsip pengelolaannya
 Diskusi dan sinkronisasi program dengan analisis potensi dan masalah yang telah
dilakukan sebelumnya
3. Tahap ketiga: Post-CAP
Merupakan tahap terakhir yang meliputi pengadaan kesepakatan program terhadap
pelaksanaan dan anggaran biaya yang dibutuhkan. Selain itu, pada tahap ini juga akan
dilakukan monitoring proses implementasi kegiatan yang telah dilakukan. Berikut ini
adalah alur pelaksanaan metode Community Action Planning di RW 1 Kelurahan
Gedawang.

Sosialisasi Membuat
Pelatihan
Kegiatan penampungan air hujan

Pelaksanaan

Perencanaan Membuat lubang


biopori

Merumuskan potensi dan Implementasi program


masalah kegiatan

Menyusun
rencana kegiatan

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016


Gambar 4.1
Alur Pengembangan RW 1 Kelurahan Gedawang terhadap Air Bersih dan Drainase

41
4.3 Teknik
Teknik yang telah dilakukan dalam menyusun Community Action Planning (CAP)
adalah seperti berikut:
1. Survei dan musyawarah swadaya menggunakan teknik transformasi pengalaman
Survei lapangan ini dilakukan oleh masyarakat setempat secara swadaya dengan
pendampingan dari fasilitator. Masyarakat diajak untuk mengetahui dan menggali
permasalahan serta potensi yang ada di lingkungan tempat tinggalnya terkait jaringan air
bersih dan drainase. Selanjutnya dilakukan musyawarah untuk menandai titik-titik persebaran
air bersih dan jaringan drainase pada kondisi eksisting di lapangan. Dari musyawarah ini
dihasilkan preferensi masyarakat terkait sumber air bersih dan identifikasi kondisi jaringan
drainase yang ada. Menurut Kolb (1984), menegaskan bahwa belajar hakekatnya merupakan
proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Proses pembelajaran yang
baik adalah proses pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri
secara keseluruhan proses baik secara mental maupun secara fisik. Hal inilah yang membuat
kegiatan survei dan musyawarah awal dengan masyarakat sangat penting untuk dilakukan
oleh fasilitator.
2. Identifikasi potensi dan masalah menggunakan teknik pemetaan
Pada saat melakukan identifikasi dan pengelompokkan potensi-masalah, masyarakat
diajak untuk belajar memetakan dengan cara yang sederhana namun mudah
diimplementasikan. Fasilitator menyediakan suatu peta dengan ukuran A0 dan masyarakat
diajak untuk memberi tanda terkait potensi-masalah air bersih dan drainase yang ada di
lingkungannya, seperti berikut:
 Jalan = garis dengan spidol berwarna merah
 Sungai = garis dengan spidol berwarna biru
 Batas administrasi RW = garis putus-putus dengan spidol berwarna ungu
 Letak sumur artetis = titik dengan spidol berwarna biru
 Drainase tersumbat = arsiran dengan spidol berwarna hijau
 Drainase terputus = tanda silang dengan spidol berwarna cokelat
3. Penyusunan pohon masalah dengan teknik sebab-akibat
Sebelum menyusun pohon masalah, warga diajak untuk menuliskan potensi pada kertas
berwarna biru dan permasalahan pada kertas berwarna merah sesuai dengan yang mereka
alami di lingkungannya. Fasilitator mengarahkan masyarakat untuk menuliskan potensi serta
permasalahan di kertas warna dengan menggunakan huruf kapital dan jumlahnya maksimal
42
tujuh suku kata. Hal ini bertujuan agar tulisan masih dapat terbaca dari jarak yang cukup
jauh. Setelah itu, masyarakat diajak untuk melakukan voting terkait urgensi permasalahan dan
potensi dari apa yang telah mereka tulis dan dikumpulkan kepada fasilitator. Jika telah
ditemukan potensi dan masalah yang menjadi prioritas warga, dapat disusun sebuah pohon
masalah dengan menghubungkan sebab-akibatnya. Sedangkan dari potensi yang sudah
dibuat, dapat dijadikan sebagai suatu strategi pemecahan permasalahan utama yang ada di
RW 1 Kelurahan Gedawang tersebut.
Berikut ini adalah timeline dari kegiatan Community Action Planning (CAP) di RW 1
Kelurahan Gedawang.

43
Tabel IV.1
Timeline Kegiatan Community Action Planning (CAP) RW 1 Kelurahan Gedawang
Bulan Ke-
No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 PJ
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Sosialisasi tingkat Kelurahan dan
1
Kelurahan Fasilitator
Sosialisasi tingkat Fasilitator dan
2
RW Ketua RW
Survei I (Impresi
3 Fasilitator
Awal)
Verifikasi peta
4 administrasi dan Fasilitator
hasil survei I
Pemaparan CAP I
Fasilitator dan
5 (Gambaran Umum
Dosen
Wilayah)
Pemaparan CAP II Fasilitator dan
6
(Teknik Survei) Dosen
Survei II (Identifikasi
7 Fasilitator
Potensi dan Masalah)
Pembuatan peta
8 Fasilitator
potensi dan masalah
Verifikasi data
potensi dan masalah Fasilitator dan
9
kepada masing- Ketua RT
masing Ketua RT
Revisi peta potensi
10 Fasilitator
dan masalah
Verifikasi dan
persetujuan data Fasilitator dan
11
potensi dan masalah Ketua RW
kepada Ketua RW
44
Bulan Ke-
No Kegiatan 1 2 3 4 5 6 PJ
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pemaparan CAP III
Fasilitator dan
12 (Potensi dan Masalah
Dosen
Wilayah)
FGD dengan
13 masyarakat terkait Fasilitator
potensi dan masalah
Penentuan konsep Fasilitator dan
berdasarkan pada Perwakilan
14
potensi dan masalah Kelompok
eksisting Masyarakat
Sosialisasi konsep
perencanaan kepada
15 perwakilan Fasilitator
kelompok
masyarakat
Pembuatan dan
Fasilitator dan
16 Persetujuan
Dosen
Masterplan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016

45
BAB V
SURVEI BERBASIS KOMUNITAS: PERMASALAHAN DAN POTENSI WILAYAH

5.1 Permasalahan
Permasalahan RW 1 terkait sektor air bersih dan drainase dilakukan melalui diskusi
dengan tiap elemen masayarakat yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Selanjutnya
setelah permasalahan dilakukan identifikasi, kemudian dianalisis menggunakan metode USG
(Urgency, Seriousness dan Growth) sehingga muncul prioritas permasalahan yang harus
ditangani dan menjadi permasalahan yang paling dirasakan oleh masyarakat RW 1. Berikut
merupakan permasalahan serta prioritas masalah sektor air bersih dan drainase di RW 1
Kelurahan Gedawang.
Tabel V.1
Permasalahan Sektor Air Bersih dan Drainase RW 1 Kelurahan Gedawang
No. Permasalahan Fakta U S G Total

 Hal ini terjadi karena akibat dari adanya 4 5 3 12


tempat pengepulan plastik bekas di RT
III
1. Pencemaran air tanah
 Menurut Gelbert (1996) bahwa sampah
jenis padat dan plastic sulit teruraikan
dan hasil uraian tersebut akan
mencemarkan tanah dan air tanah.
 Hal ini disebabkan oleh sumber air bersih 4 5 3 11
yang hanya bersumber dari air tanah
Pasokan air bersih terbatas pada sehingga sangat bergantung pada
2.
saat musim kemarau ketersediaan air tanah baik itu PAM
maupun sumur artetis.
 Indikasi eksploitasi air tanah sebagai
sumber air bersih utama.
Air hujan tidak diserap oleh tanah  Hal ini disebabkan oleh terdapatnya 2 2 2 6
3.
secara maksimal jaringan drainase yang tersumbat oleh
sampah
Terdapat jaringan drainase yang  Berdasarkan hasil survei, di beberapa titik 1 2 1 4
4.
hanya di satu sisi jalan masih terdapat jaringan drainase yang
hanya ada di satu sisi jalan saja
Terdapat jaringan drainase yang  Jaringan drainase yang terputus dapat 2 2 1 5
5.
terputus ditemui di RT 2, RT 4, RT 6, dan RT 7

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016


Keterangan:
Sektor Air Bersih
Sektor Drainase

46
Berdasarkan tingkat USG maka diperoleh prioritas masalah pasokan air bersih terbatas
pada saat musim kemarau, pencemaran air tanah, air hujan tidak diserap oleh tanah secara
maksimal, terdapat jaringan drainase yang terputus, dan terdapat jaringan drainase yang
hanya di satu sisi jalan. Dari identifikasi serta prioritas masalah, bersama masyarakat
menyusun pohon masalah dan pohon tujuan untuk mengetahui sebab, akibat dan isu
permsalahan sektor air bersih dan drainase di RW 1 Kelurahan Gedawang.

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016


Gambar 5.1
Pohon Masalah

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016


Gambar 5.2
Pohon Tujuan
47
48
5.2 Potensi
Berikut ini adalah beberapa fakta di lapangan yang dapat dijadikan sebagai potensi
pada sektor air bersih dan drainase di RW 1 Kelurahan Gedawang.
Tabel V.1
Permasalahan Sektor Air Bersih dan Drainase RW 1 Kelurahan Gedawang
No. Potensi Fakta
 Berdasarkan data BPS pada tahun 2015 rata-rata curah
hujan Kota Semarang sebesar 3.101 mm, mengacu
pada klasifikasi SK Mentan Nomor
1. Curah hujan tinggi 837/Kpts/Um/11/80 Kota Semarang tergolong dalam
kelas IV Curah Hujan Tinggi
 Puncak curah hujan terjadi pada bulan Januari-April
dan Desember
 Masyarakat RW 1 masih memanfaatkan atap sesuai
Pemanfaatan atap rumah untuk
2. fungsi konvensial, inovasi memanfaatkan atap sebagai
menangkap air hujan
bagian dari Pemanenan Air Hujan
 Rata-rata pemanfaatan lahan untuk rumah hunian di
RW 1 memberikan 10-20% untuk lahan non
Pemanfaatan pekarangan rumah untuk
3. terbangun, seperti pekarangan/parkir
titik biopori
 Hal ini menjadi potensi, yaitu dapat dimanfaatkan
sebagai konservasi air tanah di RW 1
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016
Keterangan:
Sektor Air Bersih
Sektor Drainase

Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016


Gambar 5.3
Skema Tujuan dan Potensi Rencana Aksi Sektor Air Bersih dan Drainase
Skema di atas menjelaskan hubungan antara tujuan dan potensi di RW 1 terhadap
sektor air bersih dan drainase. Tujuan utamanya yaitu pelayanan air bersih dan drainase
dijabarkan menjadi konservasi air tanah, terdapat cadangan air pada musim kemarau, dan air
hujan diserap oleh tanah secara maksimal. Jika dikaitkan dengan potensi yang ada untuk
konservasi air tanah dapat diatasi dengan potensi pemanfaatan pekarangan rumah dan tujuan
terdapat cadangan air pada musim kemarau dapat diatasi dengan pemanfaatan atap rumah
untuk menangkap air hujan. Kedua hal tersebut diikuti dengan curah hujan tinggi di Kota
Semarang.
49
50
BAB VI
PERUMUSAN VISI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN SEKTORAL

6.1 Visi Pengembangan Air Bersih dan Drainase


Berangkat dari kondisi yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka visi atau
tujuan pengembangan air bersih dan drainase di RW 1 Kelurahan Gedawang adalah:
“Mewujudkan Lingkungan RW 1 Kelurahan Gedawang yang Berkelanjutan dan Inovatif
pada Sektor Air Bersih dan Drainase Berbasis Masyarakat Tahun 2021”
Visi tersebut kemudian dirumuskan dalam beberapa misi yang akan memberikan arah
sekaligus batasan pada proses pencapaian tujuan. Beberapa misinya adalah sebagai berikut:
1. Terwujudnya sarana dan prasarana air bersih dan drainase yang berkualitas
2. Terjangkaunya cakupan layanan air bersih dan drainase di RW 1 Kelurahan Gedawang
3. Terwujudnya pemanfaatan air bersih dan drainase yang optimal dengan menerapkan
konsep Eco-Drainage
4. Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pengembangan sektor air bersih dan drainase
yang berkelanjutan
5. Terwujudnya kinerja perangkat desa, organisasi masyarakat, dan karang taruna yang
optimal untuk mengembangkan sektor air bersih dan drainase.

6.2 Strategi Pengembangan Air Bersih dan Drainase


Dalam mencapai tujuan pengembangan sektor air bersih dan drainase di RW 1
Kelurahan Gedawang perlu dirumuskan beberapa strategi perencanaan. Strategi perencanaan
untuk pengembangan sektor air bersih adalah:
1. Menciptakan kesadaran seluruh stakeholders terhadap pentingnya peningkatan layanan air
bersih dalam pengembangan sumber daya manusia dan produktivitas kerja
2. Meningkatkan peran serta seluruh stakeholders dalam upaya mengembangkan Rain Water
Harvesting sebagai upaya pemenuhan kebutuhan air bersih
3. Melestarikan budaya dan kearifan lokal yang mendukung pelestarian dan penjagaan
kualitas air bersih
4. Meningkatkan jangkuan pelayanan air bersih melalui Rain Water Harvesting
5. Melaksanakan percontohan Rain Water Harvesting dan pengembangan peran serta
masyarakat dalam menjaga kelestarian sumber air baku

51
6. Menyediakan sumber pembiayaan yang memadai dan berkelanjutan dalam pengembangan
Rain Water Harvesting
7. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola pelayanan air bersih melalui uji
kompetensi, pendidikan, pelatihan dan perbaikan pelayanan kesehatan.
Sedangkan strategi perencanaan yang digunakan untuk pengembangan sektor drainase
adalah:
1. Mewujudkan drainase yang ramah lingkungan dengan penerapan Eco-Drainage
2. Melakukan operasional dan pemeliharaan drainase di RW 01 Kelurahan Gedawang
3. Meningkatkan kualitas sarana prasarana drainase di RW 01 Kelurahan Gedawang
4. Meningkatkan kuantitas jangkauan sarana prasarana drainase di RW 01 Kelurahan
Gedawang
5. Melakukan rehabilitasi drainase yang mengalami kerusakan di RW 01 Kelurahan
Gedawang
6. Menyediakan sumber pembiayaan yang memadai dan berkelanjutan dalam pengembangan
Eco-Drainage.

52
BAB VII
MASTERPLAN PENGEMBANGAN SEKTORAL

53
BAB VIII
USULAN RENCANA TINDAK, RENCANA ANGGARAN, MODEL KELEMBAGAAN
DAN INSTRUMEN MONITORING DAN EVALUASI

8.1 Rencana Tindak Pengembangan Sektor Air Bersih dan Drainase Berbasis Komunitas
Rencana tindak merupakan proses persiapan secara sistematis dan berisikan kegiatan-kegiatan yang dijadikan sebagai prioritas untuk
mencapai suatu tujuan tertentu, atau dapat dikatakan sebuah rencana pelaksanaan program berdasarkan strategi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Penyusunan rencana tindak komunitas di RW 1 Kelurahan Gedawang ini dibagi ke dalam beberapa tahapan atau kegiatan yang
akan dilaksanakan selama lima tahun. Berikut adalah tabel rencana tindak komunitas RW 1 Kelurahan Gedawang.
Tabel VIII.1
Rencana Tindak Komunitas RW 1 Kelurahan Gedawang
Tahun ke-
No. Rencana/Program Indikator I II Pelaksana Sumber Data
III IV V
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
Masyarakat memahami
pentingnya pelayanan air
bersih dan drainase untuk
Sosialisasi pengelolaan Pemerintah,
kebutuhan sehari-hari dan Masyarakat dan
1. air bersih dan drainase Swasta, dan
termotivasi untuk Pemerintah
berbasis komunitas Swadaya
bekerjasama dalam
pengentasan masalah air
bersih dan drainase
Identifikasi potensi Masyarakat mampu
dan masalah mengenai mengidentifikasi serta Pemerintah,
2. air bersih dan drainase memetakan potensi dan Masyarakat Swasta, dan
di RW 1 Kelurahan masalah yang ada di Swadaya
Gedawang lingkungannya terkait air
54
Tahun ke-
No. Rencana/Program Indikator I II Pelaksana Sumber Data
III IV V
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
bersih dan drainase
Penyusunan dan
penentuan konsep
yang akan diterapkan Masyarakat ikut serta
Pemerintah,
di RW 1 Kelurahan memberikan ide terkait Masyarakat dan
3. Swasta, dan
Gedawang dalam konsep yang akan Pemerintah
Swadaya
mengatasi masalah diterapkan
terkait air bersih dan
drainase
Masyarakat ikut
Penyusunan master berpartisipasi dalam
Pemerintah,
plan sistem air bersih menyusun dan memetakan Masyarakat dan
4. Swasta, dan
dan drainase RW 1 master plan terkait air Pemerintah
Swadaya
Kelurahan Gedawang bersih dan drainase di RW
1 Kelurahan Gedawang
Masyarakat ikut serta
dalam penyusunan
Penyusunan proposal Pemerintah,
substansi proposal yang Masyarakat dan
5. terkait konsep Swasta, dan
akan diajukan kepada Pemerintah
perencanaan Swadaya
pemerintah sebagai sumber
dana
Penyusunan
kesepakatan bersama Masyarakat ikut
sebagai acuan dalam berpartisipasi dalam
Pemerintah,
mewujudkan rencana penyusunan aturan, serta Masyarakat dan
6. Swasta, dan
penataan sistem air dapat memahami dan Pemerintah
Swadaya
bersih dan drainase di menaati aturan bersama
RW 1 Kelurahan yang telah dibuat
Gedawang
Musrenbang dan Musyawarah antara Masyarakat dan Pemerintah,
7.
legalisasi rencana masyarakat, pemerintah, Pemerintah Swasta, dan
55
Tahun ke-
No. Rencana/Program Indikator I II Pelaksana Sumber Data
III IV V
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4
dan fasilitator dapat Swadaya
terselenggara, serta
dokumen perencanaan telah
dilegalisasi
Masyarakat berperan aktif
dalam perbaikan sistem air
Pemerintah,
bersih dan drainase sesuai Masyarakat dan
8. Realisasi rencana Swasta, dan
dengan konsep master plan Pemerintah
Swadaya
yang telah disusun
sebelumnya
Monitoring dan
evaluasi realisasi
Keseluruhan program Pemerintah,
program penataan Masyarakat dan
9. dilihat sejauh mana sudah Swasta, dan
sistem air bersih dan Pemerintah
terealisasikan Swadaya
drainase berbasis
komunitas
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016

56
8.2 Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya dibuat untuk mengetahui berapa besar biaya yang dibutuhkan untuk pengembangan sektor air bersih dan drainase
di RW 1 Kelurahan Gedawang. Biaya tersebut terdiri dari biaya fasilitator, mobilisasi, identifikasi, rencana, sosialisasi dokumen perencanaan,
dan pembangunan terkait implementasi konsep. Berikut adalah rincian RAB terkait pelaksanaan rencana tindak pengembangan sektor air bersih
dan drainase RW 1 Kelurahan Gedawang.
Tabel VIII.2
Rencana Tindak Komunitas RW 1 Kelurahan Gedawang

Biaya Sumber dana


No Kegiatan Kebutuhan Pelaksana
Satuan Biaya satuan
Volume Jumlah Swadaya Pemda Swasta
kegiatan kegiatan
A B C D E F G H I J K
I. BIAYA FASILITATOR

Biaya Langsung Tenaga


Masyarakat dan
1 Pendamping Tenaga ahli orang 4 18.000.000,00 72.000.000.00 72.000.000.00
pemerintah
Perencanaan

Sub Jumlah I 72.000.000.00 72.000.000.00


II. MOBILISASI DAN PERSIAPAN

Alat, media
Sosialisasi tingkat sosialisasi, Masyarakat dan
1 orang 8 10.000,00 80.000,00 80.000,00
Kelurahan ATK, dan pemerintah
konsumsi

57
Biaya Sumber dana
No Kegiatan Kebutuhan Pelaksana
Satuan Biaya satuan
Volume Jumlah Swadaya Pemda Swasta
kegiatan kegiatan
A B C D E F G H I J K

Alat, media
sosialisasi, Masyarakat dan
2 Sosialisasi tingkat RW orang 369 15.000,00 5.535.000.00 535.000.00 5.000.000.00
ATK, dan pemerintah
konsumsi

Sub Jumlah II 5.535.000.00 615.000,00 5.000.000.00

III. IDENTIFIKASI

Survey Lapangan I Instrumen Masyarakat dan


1 lembar 20 1.000.00 20.000.00 20.000,00
(Impresi Awal) Survei tenaga ahli

Verifikasi peta
Peta, ATK, Masyarakat dan
2 administrasi dan hasil orang 20 10.000.00 200.000,00 200.000,00
konsumsi tenaga ahli
survey I

Pemaparan CAP I Masyarakat,


Konsumsi +
3 (Gambaran Umum orang 369 5.000.00 1.845.000,00 845.000,00 1.000.000.00 tenaga ahli, dan
ATK
Wilayah) pemerintah

58
Biaya Sumber dana
No Kegiatan Kebutuhan Pelaksana
Satuan Biaya satuan
Volume Jumlah Swadaya Pemda Swasta
kegiatan kegiatan
A B C D E F G H I J K

Masyarakat,
Pemaparan CAP II Konsumsi +
4 orang 369 5.000.00 1.845.000,00 845.000,00 1.000.000.00 tenaga ahli, dan
(Teknik Survey) ATK
pemerintah

Survey Lapangan II
Instrumen Masyarakat dan
5 (Identifikasi Potensi dan lembar 20 1.000.00 20.000,00 20.000,00
Survei tenaga ahli
Masalah)

Pembuatan Peta Potensi Peta RW Masyarakat dan


6 lembar 10 5.000.00 50.000,00 50.000,00
dan Masalah Ukuran A3 tenaga ahli

Modul, Perwakilan tiap


Verifikasi data potensi
7 ATK, orang 10 10.000.00 100.000,00 100.000,00 RT dan tenaga
dan masalah
konsumsi ahli

Verifikasi dan
Peta Potensi
persetujuan peta potensi Ketua RW dan
8 dan Masalah lembar 2 20.000,00 40.000,00 40.000,00
dan masalah kepada tenaga ahli
Ukuran A1
ketua RW

59
Biaya Sumber dana
No Kegiatan Kebutuhan Pelaksana
Satuan Biaya satuan
Volume Jumlah Swadaya Pemda Swasta
kegiatan kegiatan
A B C D E F G H I J K

Pemaparan CAP III


Masyarakat,
(Potensi dan Masalah Konsumsi +
7 orang 369 10.000.00 3.690.000,00 690.000,00 3.000.000.00 tenaga ahli, dan
Wilayah RW 01 ATK
pemerintah
Gedawang) dan FGD

2.810.000,0
Sub Jumlah III 7.810.000,00 5.000.000,00
0
IV RENCANA
Penentuan konsep
perencanaan
Konsumsi +
1 berdasarkan pada orang 4 5.000,00 20.000,00 20.000,00 Tenaga ahli
ATK
potensi dan masalah
eksisting

Sosialisasi konsep
perencanaan
Konsumsi + Masyarakat dan
2 pengelolaan air bersih orang 369 5.000.00 1.845.000.00 345.000.00 1.500.000.00
ATK pemerintah
dan drainase RW 01
Gedawang

Penyusunan Masterplan
Sektor Air Bersih dan Masyarakat dan
3 Tenaga ahli orang 1 2.000.000.00 2.000.000.00 2.000.000.00
Drainase RW 01 pemerintah
Gedawang

60
Biaya Sumber dana
No Kegiatan Kebutuhan Pelaksana
Satuan Biaya satuan
Volume Jumlah Swadaya Pemda Swasta
kegiatan kegiatan
A B C D E F G H I J K
Penyusunan dan
Konsumsi + Masyarakat dan
4 Penyepakatan Aturan orang 369 5.000.00 1.845.000.00 345.000.00 1.500.000.00
ATK pemerintah
Bersama
Konsultasi dengan
Masyarakat,
Pemkot terkait legalisasi Konsumsi +
5 orang 12 20.000.00 240.000,00 240.000,00 tenaga ahli dan
dokumen dan ATK
pemerintah
masterplan
Sub Jumlah IV 5.950.000,00 950.000,00 5.000.000,00
V SOSIALISASI DOKUMEN RENCANA PENGEMBANGAN SEKTOR AIR BERSIH DAN DRAINASE, MASTEPLAN, DAN ATURAN BERSAMA

Penggandaan Dokumen
Fotocopy,
Rencana Pengembangan
cetak Masyarakat dan
1 Sektor Air Bersih dan lembar 10 200.000,00 2.000.000,00 2.000.000,00
Masterplan pemerintah
Drainase, Masterplan,
dan jilid
dan Aturan Bersama

Media Sosialisasi: Cetak Papan Masyarakat dan


Unit 1 500.000,00 500.000,00 500.000,00
Papan Informasi RW Informasi pemerintah

Sub Jumlah V 2.500.000,00 2.500.000,00

61
Biaya Sumber dana
No Kegiatan Kebutuhan Pelaksana
Satuan Biaya satuan
Volume Jumlah Swadaya Pemda Swasta
kegiatan kegiatan
A B C D E F G H I J K
VI PELAPORAN & PERTANGGUNGJAWABAN KEMAJUAN PEKERJAAN DAN KEUANGAN

Penyusunan Laporan
ATK,
1 Pertanggungjawaban exemplar 1 20.000.00 20.000,00 20.000,00
Fotocopy
(LPJ)

Sub Jumlah VI 20.000,00 20.000,00

VII KESEKRETARIATAN & ALAT PENUNJANG

1 Pembelian Printer A4 Printer unit 1 1.000.000,00 1.000.000,00 1.000.000,00 Swasta

2 Kamera Digital Kamera unit 1 2.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 Swasta

Pembelian LCD dan


3 LCD unit 1 4.000.000,00 4.000.000,00 4.000.000,00 Swasta
Layar

Biaya Listrik
4 unit bulan 1 2.500.000,00 2.500.000,00 2.500.000,00 Swasta
Telepon/Internet

10.000.000,0
Sub Jumlah VII 10.000.000,00
0

62
Biaya Sumber dana
No Kegiatan Kebutuhan Pelaksana
Satuan Biaya satuan
Volume Jumlah Swadaya Pemda Swasta
kegiatan kegiatan
A B C D E F G H I J K
VIII IMPLEMENTASI KONSEP

Tandon Masyarakat,
Pembelian Tandon 2.187.000.000, 364.500.00 1.800.000.00
1 Ukuran unit 729 3.000.000,00 22.500.000,00 pemerintah, dan
Penguin 00 0,00 0,00
30.000 L swasta

Masyarakat,
1.400.000,0
2 Pembelian Alat Biopori Bor Tanah unit 8 175.000,00 1.400.000,00 pemerintah, dan
0
swasta

Masyarakat,
Pembelian Pipa untuk Lubang 500.000.000,0 500.000.000,0
3 unit 10.000 50.000,00 pemerintah, dan
Lubang Biopori Biopori 0 0
swasta
2.688.400.000, 365.900.00 522.500.000,0 1.800.000.00
Sub Jumlah VIII
00 0,00 0 0,00
2.792.215.000, 370.295.00 612.000.000,0 1.810.000.00
Total Jumlah
00 0,00 0 0,00
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016

63
8.3 Kelembagaan
Dalam hal impelementasi program pengembangan sektor air bersih dan drainase,
diperlukan penggerak berupa sumberdaya manusia yang berupaya untuk menjalankan
program tersebut sesuai dengan analisis stakeholder yang dilakukan pada bab sebelumnya.
Stakeholder dalam rencana ini digolongkan menjadi 4 bagian yaitu key players, subject,
crowd, dan context setter masing-masing golongan memiliki peran dan tanggung jawab
dalam rencana ini, yaitu:
Tabel VIII.3
Rencana Peran dan Tanggung Jawab Stakeholder
No Stakeholder Golongan Peran dan Tanggung Jawab
 Memanfaatkan program secara optimal
 Menyusun rencana program bersama fasilitator
 Melaksanakan implementasi program (pemasangan
1. Masyarakat RW 1 Key Player
komponen Pemanenan Air Hujan dan Biopori)
 Menyusun instrumen pengawasan dan evaluasi
program
 Mendukung masyarakat RW 1 dalam hal kebijakan
2. Pemerintah Kota Subject
dan alokasi APBD dalam pelaksanaan program
3. Ketua RW 1  Mengkoordinasikan seluruh elemen masyarakat RW I
 Bersama ketua RW 1 mengkoordinasikan seluruh
Crowd elemen RW 1
4. Lurah/Sie.Pembangunan
 Menjamin pengembangan sektor air bersih dan
drainase di RW I selaras dengan RW lainnya
 Mengajak seluruh pemudah di RW 1 untuk
6. Karang Taruna
berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program
Dinas Tata Kota dan  Membantu masyarakat dalam pelaksanaan program
7.
Perumahan sesuai standar/petunjuk ditetapkan oleh pemerintah.
 Membantu masyarakat dalam pelaksanaan program
8. Dinas PSDA dan ESDM
sesuai standar/petunjuk ditetapkan oleh pemerintah.
 Bersama masyarakat RW 1 menyampaikan aspirasi
masyarakat
9. Tokoh Masyarakat
Context  Memberikan pengaruh kepada masyarakat RW 1
Setter dalam mendukung program
 Sosialisasi pentingnya hidup sehat terkait sektor air
bersih dan drainase.
 Menjadi perantara antara dinas terkait dengan
10. LSM
masyarakat RW 1
 Mengadvokasi dan memperjuangkan aspirasi
masyarakat
 Mengajak seluruh anggota PKK di RW 1 untuk
11. PKK
berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan program
Sumber: Hasil Analisis Kelompok 4B Pengembangan Masyarakat, 2016

64
8.4 Monitoring dan Evaluasi

65
BAB IX
PENUTUP

9.1 Kesimpulan

9.2 Rekomendasi

66

Anda mungkin juga menyukai