Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN HEPATOBILLIER (HEPATITIS, SIROSIS HEPATIS DAN

BATU EMPEDU)

Untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Ns. Priyanto, M.Kep.,Ns.Sp.Kep.MB

Disusun Oleh :

1. Nur Afifah (010117A069)


2. Regita Azmi Pramestya (010117A082)
3. Retno Hastuti (010117A083)
4. Rizal Olief Syafrudin (010117A089)
5. Rizaldi Haris Syarifudin (010117A090)
6. Supriyati (010117A105)
7. Ovie Intan Ariani (010115A105)

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Sistem hepatobilier adalah sistem yang mengatur pengeluaran atau seksresi cairan empedu yang
berasal dari hati dan kandung empedu untuk diekskresikan ke dalam usus halus untuk pencernaan
lemak dalam makanan. Fungsi hati adalah pembentukan dan eksresi empedu. Hati mengeksresikan
empedu sebanyak satu liter perhari ke dalam usus halus. Unsur pertama empedu adalah air, elektrolit,
garam empedu.
Penyakit hati dapat bersifat fokal atau difus, ringan atau parah dan reversibel, atau irreversibel.
Akibat yang berasal langsung dari kerusakan akut sel fungsional hati terutama hepatosit, tanpa
gangguan kemampuan hati untuk melakukan regenerasi, umumnya reversibel. Akibat lain penyakit
hati irreversibel, yang biasanya dijumpai pada sirosis.
Batu empedu merupakan penyakit yang terjadi di saluran empedu. Faktor pencetusnya meliputi
hiperkolesterolemia, penyumbatan saluran empedu, dan radang saluran empedu. Obat yang sering
digunakan untuk membantu melarutkan batu empedu adalah asam kenodioksilat dan asam empedu
dengan cara mengurangi penjenuhan kolesterol-empedu dengan cara mengurangi seksresi kolesterol
dan meningkatkan sekresi asam empedu.
Sistem hepatobilier adalah sistem yang mengatur pengeluaran atausekresi cairan empedu yang
berasal dari hati dan kandung empedu untuk disekresikan ke dalam usus halus untuk pencernaan
lemak dalam makanan.Fungsi hati adalah pembentukan dan ekskresi empedu. Hati
mengekresikanempedu sebanyak satu liter perhari ke dalam usus halus. Unsur utama empeduadalah
air, elektrolit, garam empedu.
Hati merupakan salah satu organ tubuh yang besar dan merupakan pusat metabolisme tubuh
manusia. Organ ini memiliki fungsi yang kompleks di antaranya mempunyai peranan dalam
memetabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan obat-obatan (Ganong, 2008). Pada proses
metabolisme, obat akan diproses melalui hati sehingga enzim hati akan melakukan perubahan
(biotransformasi) kemudian obat menjadi dapat lebih larut dalam tubuh dan dikeluarkan melalui urin
atau empedu (Depkes RI, 2003).
2. Rumusan Masalah
Menjelaskan asuhan keperawatan Hepatobillier (hepatitis, sirosis hepatis dan batu empedu)
3. Tujuan
 Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan Hepatobillier (hepatitis, sirosis hepatis dan batu empedu)
 Tujuan khusus
1. Menjelaskan definisi hepatitis, sirosis hepatis dan batu empedu
2. Menjelaskan anatomi hepatitis, sirosis hepatis dan batu empedu
3. Menjelaskan etiologi hepatitis, sirosis hepatis dan batu empedu
4. Menjelaskan patofisiologi hepatitis, sirosis hepatis dan batu empedu
5. Menjelaskan manifestasi klinis hepatitis, sirosis hepatis dan batu empedu
6. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik hepatitis, sirosis hepatis dan batu empedu
7. Menjelaskan komplikasi hepatitis, sirosis hepatis dan batu empedu
BAB II
PEMBAHASAN

1 HEPATITIS
A. Pengertian
Hepatitis adalah suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti; kimia atau obat atau
agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)
Hepatitis virus akut meupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh walaupun
efek yang menyolok terjadi pada hati dgn memberikan gambaran klinis yang mirip yang dapat
berfariasi dari keadaan subklinis tanpa gejala hingga keadaan infeksi akut yang fatal. (Sylvia A.
price, 1995; 439).
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999).

B. Anatomi Fisiologi

Hati terletak di bawah diafragma kanan, dilindungi bagian bawah tulang iga kanan. Hati normal
kenyal dengan permukaannya yang licin (Chandrasoma, 2006). Hati merupakan kelenjar tubuh yang
paling besar dengan berat 1000-1500 gram. Hati terdiri dari dua lobus utama, kanan dan kiri. Lobus
kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior, lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan
lateral oleh ligamentum Falsiformis (Noer, 2002).
Setiap lobus dibagi menjadi lobuli. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas
lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus mengelilingi vena sentralis. Diantara lempengan terdapat
kapiler yang disebut sinusoid yang dibatasi sel kupffer. Sel kupffer berfungsi sebagai pertahanan
hati (Price, 2006). Sistem biliaris dimulai dari kanalikulus biliaris, yang merupakan saluran kecil
dilapisi oleh mikrovili kompleks di sekililing sel hati. Kanalikulus biliaris membentuk duktus biliaris
intralobular, yang mengalirkan empedu ke duktus biliaris di dalam traktus porta (Chandrasoma,
2006)

Fungsi dasar hati dibagi menjadi :

1. Fungsi pembentukan dan ekskresi empedu.


2. Fungsi metabolic
3. Fungsi pertahanan tubuh
4. Fungsi vaskular hati

a. Fungsi Pembentukan dan Ekskresi Empedu


Hal ini merupakan fungsi utama hati. Saluran empedu mengalirkan, kandungan empedu
menyimpan dan mengeluarkan ke dalam usus halus sesuai yang dibutuhkan. Hati
mengekskresikan sekitar 1 liter empedu tiap hari. unsur utama empedu adalah air (97%),
elektrolit, garam empedu fosfolipid, kolesterol dan pigmen empedu (terutama bilirubin
terkonjugasi). Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus.
Oleh bakteri usus halus sebagian besar garam empedu direabsorbsi dalam ileum, mengalami
sirkulasi ke hati, kemudian mengalami rekonjugasi dan resekresi. Walaupun bilirubin (pigmen
empedu) merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak mempunyai peran aktif,
ia penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin cenderung
mewarnai jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya.

b. Fungsi Metabolik
Hati memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
juga memproduksi energi dan tenaga. Zat tersebut di atas dikirim melalui vena porta setelah
diabsorbsi oleh usus. Monosaksarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan di simpan
dalam hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini mensuplai glukosa secara konstan ke darah
(glikogenesis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam
jaringan unuk menghasilkan panas atau tenaga (energi) dan sisanya diubah menjadi glikogen,
disimpan dalam otot atau menjadi lemak yang disimpan dalam jaringan subcutan. Hati juga
mampu menyintetis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis).
Peran hati pada metabolisme protein penting untuk hidup. Protein plasma, kecuali globulin
gamma, disintetis oleh hati. Protein ini adalah albumin yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan osmotik koloid, fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan yang lain.

c. Fungsi Pertahanan Tubuh


Terdiri dari fungsi detoksifikasi dan fungsi perlindungan, dimana fungsi detoksifikasi oleh
enzim-enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi zat yang
memungkinkan membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang secara fisiologis tidak
aktif. Fungsi perlindungan dimana yang berperanan penting adalah sel kuffer yang berfungsi
sebagai sistem endoteal yang berkemampuan memfagositosis dan juga menghasilkan
immunolobulin.

d. Fungsi Vaskuler Hati


Setiap menit mengalir 1200 cc darah portal ke dalam hati melalui sinusoid hati, seterusnya
darah mengalir ke vena sentralis dan menuju ke vena hepatika untuk selanjutnya masuk ke
dalam vena kava inferior. Selain itu dari arteria hepatika mengalir masuk kira-kira 350 cc
darah. Darah arterial ini akan masuk dan bercampur dengan darah portal. Pada orang dewasa
jumlah aliran darah ke hati diperkirakan mencapai 1500 cc tiap menit.

C. Manifestasi Klinis

Terdapat tiga stadium :


1. Stadium pre ikterik
Berlangsung selama 4 – 7 hari, pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah,
demam, nyeri otot, dan nyeri perut kanan atas, urine lebih coklat.
2. Stadium ikterik,
yang berlangsung selama 3 – 6 minggu. Ikterus mula-mula terlihat pada sclera, kemudian pada
kulit seluruh tubuh. Keluhan berkurang tetapi pasien masih lemah, anoreksia dan muntah, tinja
mungkin berwarna kelabu atau kuning muda, hati membesar dan nyeri tekan.
3. Stadium pasca ikterik (rekonvalensensi)
Ikterus mereda, warna urine dan tinja menjadi normal lagi. Penyembuhan pada anak-anak lebih
cepat daripada orang dewasa, yaitu pada akhir bulan kedua. Karena penyebab yang biasa berbeda.
D. Etiologi
1. Virus.
2. Bakteri (salmonella typhi).
3. Obat-obatan.
4. Racun (hepatotoxic).
5. Alcohol.

E. Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi
toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul
dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi
pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-
sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel
hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel
hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh
dengan fungsi hepar normal.Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan
nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum
mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati
dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam
hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan
regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin
yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama
disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin
konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

F. Klasifikasi
Terdapat dua jenis virus yang menjadi penyebab yaitu RNA (Ribo Nucleic Acid) dan DNA (Deoksi
Nucleic Acid).
1. HepatitisA/Hepatitis infeksius
Sering kali infeksi hepatitis A pada anak-anak tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada orang
dewasa menyebabkan gejala mirip flu, rasa lelah, demam, diare, mual, nyeri perut, mata kuning
dan hilangnya nafsu makan. Penyakit ini ditularkan terutama melalui kontaminasi oral fekal
akibat higyne yang buruk atau makanan yang tercemar.Gejala hilang sama sekali setelah 6-12
minggu. Orang yang terinfeksi hepatitis A akan kebal terhadap penyakit tersebut. Berbeda
dengan hepatitis B dan C, infeksi hepatitis A tidak berlanjut ke hepatitis kronik. Masa inkubasi
30 hari.Penularan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi feces pasien, misalnya
makan buah-buahan, sayur yang tidak dimasak atau makan kerang yang setengah matang. Minum
dengan es batu yang prosesnyaterkontaminasi. Saat ini sudah ada vaksin hepatitis A, memberikan
kekebalan selama 4 minggu setelah suntikan pertama, untuk kekebalan yang panjang diperlukan
suntikan vaksin beberapa kali. Pecandu narkotika dan hubungan seks anal, termasuk homoseks
merupakan risiko tinggi tertular hepatitis A.
2. HepatitisB/hepatitis serum
Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA untai ganda yang disebut partikel dane. Virus ini
memiliki sejumlah antigen inti dan antigen permukaan yang telah diketahui secara rinci dapat
diidentifikasikan dari sampel darah hasil pemeriksaan lab.hepatitis B memiliki masa tunas yang
lama, antara 1 – 7 bulan dengan awitan rata-rata 1-2 bulan. Sekitar 5-10% orang dewasa yang
terjangkit hepatitis B akan mengalami hepatitis kronis dan terus mengalami peradangan hati
selama lebih dari 6 bulan. Gejalanya mirip hepatitis A, mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan,
mual, muntah, rasa lelah, mata kuning dan muntah serta demam. Penularan dapat melalui jarum
suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia.
Pengobatan dengan interferon alfa-2b dan lamivudine, serta imunoglobulin yang mengandung
antibodi terhadap hepatitis-B yang diberikan 14 hari setelah paparan. Vaksin hepatitis B yang
aman dan efektif sudah tersedia sejak beberapa tahun yang lalu. Yang merupakan risiko tertular
hepatitis B adalah pecandu narkotika, orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.
3. Hepatitis C
Hepatitis c diidentifikasi pada tahun 1989.cara penularan virus RNA tersebut sama dengan
hepatitis B dan terutama ditularkan melalui transfusi darah dikalangan penduduk amerika serikat
sebelum ada penapisan. Virus ini dapat dijumpai dalam semen dan sekresi vagina tetapi jarang
sekali pasangan seksual cukup lama dari pembawa hepatitis C terinfeksi dengan virus ini. Masa
tunas hepatitis C berkisar dari 15 sampai 150 hari, dengan rata-rata 50 hari. Karena gejalanya
cenderung lebih ringan dari hepatitis B, invidu mugkin tidak menyadari mereka mengidap infeksi
serius sehingga tidak datang ke pelayanan kesehatan. Antibody terhadap virus hepatitis C dan
virus itu sendiri dapat di deteksi dalam darah, sehingga penapisan donor darah efektif. Adanya
antibody terhadap virus hepatitis C tidak berarti stadium kronis tidak terjadi saat ini belum
tersedia vaksin hepatitis C.
4. Hepatitis D
Hepatitis D Virus ( HDV ) atau virus delta adalah virus yang unik, yang tidak lengkap dan untuk
replikasi memerlukan keberadaan virus hepatitis B. Penularan melalui hubungan seksual, jarum
suntik dan transfusi darah. Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala
yang ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. agen hepatitis D ini meningkatkan resiko timbulnya
hepatitis Fulminan, kegagalan hati dan kematian. Pencegahan dapat dilakukan dengan
menghindari virus hepatitis B.
5. Hepatitis E
Virus ini adalah suatu virus RNA yang terutama ditularkan melalui ingesti air yang tercemar.
Gejala mirip hepatitis A, demam pegel linu, lelah, hilang nafsu makan dan sakit perut. Penyakit
yang akan sembuh sendiri ( self-limited ), keculai bila terjadi pada kehamilan, khususnya
trimester ketiga, dapat mematikan. Penularan melalui air yang terkontaminasi feces.
Jenis Penularan Prognosis Diagnosis
Hepatitis A Oral atau fekal Biasanya sembuh Antibody hepatitis A ;
sendiri IgM(stadium
dini),IgG(stadium
lanjut)
Hepatitis B Ditularkan melalui Biasanya sembuh Antigen permukaan
darah,khususnya sendiri.10% hepatitis B
dari ibu ke anak. diantaranya (HbsAg) dan
Juga ditularkan dapat menjadi antigen
melalui hepatitis B inti(HbeAg) yang
hubungan kronis atau diikuti dengan
seksual fulminan. antibody terhadap
antigen permukaan
hepatits B dan
antigen inti.
Heparitis C Ditularkan melalui 50% dapat menjadi Antibody hepatitis C
darah ( angkat infeksi kronis
penularan
melalui
hubungan
kelamin rendah).
Hepatitis D Ditularkan melalui Meningkatkan Antigen hepatitis D,
darah.ko-infeksi kemungkinan antibody hepatitis
hanya dengan perburukan D.
hepatitis B hepatitis B
Hepatitis E Air tercemar, oral Biasanya sembuh Pengukuran virus
atau fekal sendiri, tetapi hepatitis E
menimbulkan
angka kematian
tinggi pada
wanita hamil
G. Komplikasi
Komplikasi hepatitis virus yang paling sering dijumpai adalah perjalanan penyakit yang memanjang
hingga 4 sampai 8 bulan. Keadaan ini dikenal sebagai hepatitis kronis persisten. Sekitar 5 % dari
pasien hepatitis virus akan mengalami kekambuhan setelah serangan awal yang dapat dihubungkan
dengan alkohol atau aktivitas fisik yang berlebihan setelah hepatitis virus akut sejumlah kecil pasien
akan mengalami hepatitis agresif atau kronik aktif dimana terjadi kerusakan hati seperti digerogoti
(picce meal). Akhirnya satu komplikasi lanjut dari hepatitis yang cukup bermakna adalah
perkembangan karsinoma hepatoseluler.
Penyakit hepatitis kadang-kadang dapat timbul sebagai komplikasi leptospirosis, sifilis,
tuberculosis, toksoplasmosis, dan amebiasis, yang kesemuanya peka terhadap pengobatan khusus.
Penyebab noninfeksiosa meliputi penyumbatan empedu, sirosis empedu primer, keracunan obat, dan
reaksi hipersensitivitas obat. Komplikasi akibat hepatitis A hampir tidak ada, keculai pada para
lansia atau seseorang yang memang sudah mengidap penyakit kronis hati atau sirosis.
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta
metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati
yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.

H. Pemeriksaan DiagnostiK

1. Laboratorium

Pemeriksaan pigmen

1) Urobilirubin direk
2) bilirubun serum total
3) bilirubin urine
4) urobilinogen urine
5) urobilinogen feses

Pemeriksaan protein

1) protein totel serum


2) albumin serum
3) globulin serum
4) HbsAG

Waktu protombin

1) Respon waktu protombin terhadap vitamin K


2) Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
3) AST atau SGOT
4) ALT atau SGPT
5) LDH
6) Amonia serum

Radiologi

1) foto rontgen abdomen


2) pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
3) kolestogram dan kalangiogram
4) arteriografi pembuluh darah seliaka

Pemeriksaan tambahan

1) Laparoskopi
2) biopsi hati

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEPATITIS

A. Pengkajian
Biodata
a). Identitas klien meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, No register, dan dignosa medis.
b). Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, agama, alamat, pekerjaan, penghasilan,
umur, dan pendidikan terakhir.
c). Identitas saudara kandung meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, dan hubungan
dengan klien.
Keluhan Utama
Keluhan dapat berupa nafsu makan menurun, muntah, lemah, sakit kepala, batuk, sakit perut kanan
atas, demam dan kuning
Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual muntah, demam, nyeri perut kanan atas
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu berkaitan dengan penyakit yang pernah diderita sebelumnya,
kecelakaan yang pernah dialami termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan rumah
sakit serta perkembangan anak dibanding dengan saudara-saudaranya.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit menular khususnya berkaitan dengan
penyakit pencernaan.
Data Dasar Pengkajian pada Pasien dengan Penyakit Hepatitis
a) Aktifitas
1) Kelemahan
2) Kelelahan
3) Malaise
b) Sirkulasi
1) Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
2) Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa

c) Eliminasi
1) Urine gelap
2) Diare feses warna tanah liat

d) Makanan dan Cairan


1) Anoreksia
2) Berat badan menurun
3) Mual dan muntah
4) Peningkatan oedema
5) Asites

e) Neurosensori
1) Peka terhadap rangsang
2) Cenderung tidur
3) Letargi
4) Asteriksis

f) Nyeri / Kenyamanan
1) Kram abdomen
2) Nyeri tekan pada kuadran kanan
3) Mialgia
4) Atralgia
5) Sakit kepala
6) Gatal ( pruritus )

g) Keamanan
1) Demam
2) Urtikaria
3) Lesi makulopopuler
4) Eritema
5) Splenomegali
6) Pembesaran nodus servikal posterior

h) Seksualitas
Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan

Diagnosa Keperawatan
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di
kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan
masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi
hepar.
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder
terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites
penurunan ekspansi paru dan akumulasi secret
7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus

Intervensi dan Rasional

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di
kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan
untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

No Intervensi Rasional
1. Ajarkan dan bantu klien untuk Keletihan berlanjut menurunkan
istirahat sebelum makan keinginan untuk makan
2. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, adanya pembesaran hepar dapat
tawarkan makan sedikit tapi menekan saluran gastro intestinal
sering dan tawarkan pagi paling dan menurunkan kapasitasnya.
sering
3. Pertahankan hygiene mulut yang baik akumulasi partikel makanan di mulut
sebelum makan dan sesudah dapat menambah baru dan rasa tak
makan sedap yang menurunkan nafsu
makan.
4. Anjurkan makan pada posisi duduk menurunkan rasa penuh pada abdomen
tegak dan dapat meningkatkan pemasukan
5. Berikan diit tinggi kalori, rendah glukosa dalam karbohidrat cukup efektif
lemak untuk pemenuhan energi, sedangkan
lemak sulit untuk
diserap/dimetabolisme sehingga
akan membebani hepar.

2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati dan bendungan vena porta.

No. Intervensi Rasional


1. Kolaborasi dengan individu untuk nyeri yang berhubungan dengan
menentukan metode yang dapat hepatitis sangat tidak nyaman, oleh
digunakan untuk intensitas nyeri karena terdapat peregangan secara
kapsula hati, melalui pendekatan
kepada individu yang mengalami
perubahan kenyamanan nyeri
diharapkan lebih efektif
mengurangi nyeri.
2. Tunjukkan pada klien penerimaan klienlah yang harus mencoba
tentang respon klien terhadap meyakinkan pemberi pelayanan
nyeri kesehatan bahwa ia mengalami
nyeri
3. Berikan informasi akurat dan jelaskan klien yang disiapkan untuk mengalami
penyebab nyeri, tunjukkan berapa nyeri melalui penjelasan nyeri yang
lama nyeri akan berakhir, bila sesungguhnya akan dirasakan
diketahui (cenderung lebih tenang dibanding
klien yang penjelasan kurang/tidak
terdapat penjelasan)
4. Bahas dengan dokter penggunaan kemungkinan nyeri sudah tak bisa
analgetik yang tak mengandung dibatasi dengan teknik untuk
efek hepatotoksi mengurangi nyeri.

3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi
hepar.

No. Intervensi Rasional


1. Monitor tanda vital : suhu badan sebagai indikator untuk mengetahui
status hypertermi
2. Ajarkan klien pentingnya dalam kondisi demam terjadi
mempertahankan cairan yang peningkatan evaporasi yang
adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) memicu timbulnya dehidrasi
untuk mencegah dehidrasi,
misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
3. Berikan kompres hangat pada lipatan menghambat pusat simpatis di
ketiak dan femur hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat untuk
mengurangi panas tubuh melalui
penguapan
4. Anjurkan klien untuk memakai kondisi kulit yang mengalami lembab
pakaian yang menyerap keringat memicu timbulnya pertumbuhan
jamur. Juga akan mengurangi
kenyamanan klien, mencegah
timbulnya ruam kulit.

4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis

No. Intervensi Rasional


1. Jelaskan sebab-sebab keletihan dengan penjelasan sebab-sebab
individu keletihan maka keadaan klien
cenderung lebih tenang
2. Sarankan klien untuk tirah baring tirah baring akan meminimalkan energi
yang dikeluarkan sehingga
metabolisme dapat digunakan untuk
penyembuhan penyakit.
3. Bantu individu untuk memungkinkan klien dapat
mengidentifikasi kekuatan- memprioritaskan kegiatan-kegiatan
kekuatan, kemampuan- yang sangat penting dan
kemampuan meminimalkan pengeluaran energi
untuk kegiatan yang kurang penting
4. Analisa bersama-sama tingkat keletihan dapat segera diminimalkan
keletihan selama 24 jam meliputi dengan mengurangi kegiatan yang
waktu puncak energi, waktu dapat menimbulkan keletihan
kelelahan, aktivitas yang
berhubungan dengan keletihan
5. Bantu untuk belajar tentang untuk mengurangi keletihan baik fisik
keterampilan koping yang efektif maupun psikologis
(bersikap asertif, teknik relaksasi)

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder
No. Intervensi Rasional
1. Pertahankan kebersihan tanpa kekeringan meningkatkan sensitifitas
menyebabkan kulit kering kulit dengan merangsang ujung
syaraf

2. Cegah penghangatan yang berlebihan penghangatan yang berlebih


dengan pertahankan suhu ruangan menambah pruritus dengan
dingin dan kelembaban rendah, meningkatkan sensitivitas melalui
hindari pakaian terlalu tebal vasodilatasi
3. Anjurkan tidak menggaruk, penggantian merangsang pelepasan
instruksikan klien untuk hidtamin, menghasilkan lebih
memberikan tekanan kuat pada banyak pruritus
area pruritus untuk tujuan
menggaruk
4. Pertahankan kelembaban ruangan pendinginan akan menurunkan
pada 30%-40% dan dingin vasodilatasi dan kelembaban
kekeringan

5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan
ekspansi paru dan akumulasi sekret.

No. Intervensi Rasional


1. Awasi frekwensi , kedalaman dan pernafasan dangkal/cepat kemungkinan
upaya pernafasan terdapat hipoksia atau akumulasi
cairan dalam abdomen
2. Auskultasi bunyi nafas tambahan kemungkinan menunjukkan adanya
akumulasi cairan
3. Berikan posisi semi fowler memudahkan pernafasan dengan
menurunkan tekanan pada
diafragma dan meminimalkan
ukuran sekret
4. Berikan latihan nafas dalam dan batuk membantu ekspansi paru dan
efektif mengeluarkan secret
5. Berikan oksigen sesuai kebutuhan mungkin perlu untuk mencegah
hipoksia

6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus.

No. Intervensi Rasional


1. Gunakan kewaspadaan umum pencegahan tersebut dapat
terhadap substansi tubuh yang memutuskan metode transmisi
tepat untuk menangani semua virus hepatitis
cairan tubuh
a. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan semua
klien atau spesimen
b. Gunakan sarung tangan untuk
kontak dengan darah dan cairan
tubuh
c. Tempatkan spuit yang telah
digunakan dengan segera pada
wadah yang tepat, jangan
menutup kembali atau
memanipulasi jarum dengan
cara apapun

2. Gunakan teknik pembuangan teknik ini membantu melindungi


sampah infeksius, linen dan orang lain dari kontak dengan
cairan tubuh dengan tepat untuk materi infeksius dan mencegah
membersihkan peralatan- transmisi penyakit
peralatan dan permukaan yang
terkontaminasi
3. Jelaskan pentingnya mencuci mencuci tangan menghilangkan
tangan dengan sering pada klien, organisme yang merusak rantai
keluarga dan pengunjung lain transmisi infeksi
dan petugas pelayanan
kesehatan.
4. Rujuk ke petugas pengontrol infeksi rujukan tersebut perlu untuk
untuk evaluasi departemen mengidentifikasikan sumber
kesehatan yang tepat pemajanan dan kemungkinan
orang lain terinfeksi

Implementasi
1. Diagnosa 1:
a) Mengajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan Memberikan snack atau
makanan yang mengundang selera pasien
b) Mengawasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan
pagi paling sering
c) Mempertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
d) Menganjurkan makan pada posisi duduk tegak
e) Memberikan diit tinggi kalori, rendah lemak
2. Diagnosa 2:
a) Menunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
b) Memberikan informasi dari penyebab nyeri
c) Membahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
d) Berkolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk
intensitas nyeri
3. Diagnosa 3 :
a) Memonitor tanda vital : suhu badan
b) Mengajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari)
untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
c) Memberikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
d) Menganjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
4. Diagnosa 4 :
a) Menjelaskan sebab-sebab keletihan individu
b) Menyarankan klien untuk tirah baring
c) Membantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-kemampuan dan
minat-minat
d) Menganalisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi,
waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan
e) Membantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik
relaksasi)
5. Diagnosa 5 :
a) Mempertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
b) Mencegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan
kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
c) Menganjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area
pruritus untuk tujuan menggaruk
d) Mempertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
6. Diagnosa 6 :
a) Mengawasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
b) Mengauskultasi bunyi nafas tambahan
c) Memberikan posisi semi fowler
d) Memberikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
e) Memberikan oksigen sesuai kebutuhan
7. Diagnosa 7 :
b) Menggunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani
semua cairan tubuh
c) Menggunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat
untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi
d) Menjelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung
lain dan petugas pelayanan kesehatan.
e) Merujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat

Evaluasi
1. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan
bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
2. Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan,
menangis intensitas dan lokasinya)
3. Tidak terjadi peningkatan suhu
4. Tidak terjadi keletihan
5. Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
6. Pola nafaas adekuat
B. SIROSIS HATI
1. Definisi Sirosis Hepatis
Istilah sirosis hati dicetuskan oleh Laennec tahun 1819 yang berasal dari kata Khirros yang berarti
warna kuning orange. Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh
darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi (Sutiadi, 2003).
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan
proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit
hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat,
dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro
dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-
pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak
berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson, 2001:445).

2. Etiologi Sirosis Hepatis


Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang di
timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi saluran
empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera
hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:

1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol.
Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati.
Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang
sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan
peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
2. Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi, misalnya
untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan kerusakan hati yang
progresif dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati.
3. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur
beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi
besi yang abnormal(hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada
hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi
yang berlebihan dari makanan.
4. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu
kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan imunitas pada
PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil
empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui
empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus
serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan
mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua).
5. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali
ditemukan pada pasien dengan . Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati
menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada
infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya
menyebabkan sirosis.
6. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem
imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis
autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang
progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
7. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) kekurangan
enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan
sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat
menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum
pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung
kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian
utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum
dari penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).

3. Klasifikasi Sirosis Hepatis


Terdiri atas:

1. Etiologi (dibahas di etiologi sirosis hepatis)


2. Morfologi

Secara makroskopik sirosis dibagi atas:

Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul
halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm,
sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi
makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an makronodular.
Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya
juga bervariasi ada nodul besar di dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkim.
Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
Fungsional
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas:

1. Kompensasi baik (laten, sirosis dini)


2. Dekompensasi (aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)

Kegagalan hati/ hepatoselular


Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, gembung, mual, dll.
1) Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas
2) Eritema Palmaris
3) Asites
4) Pertumbuhan rambut berkurang
5) Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
Sebagai tambahan dapat timbul:
6) Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan factor hepatic
7) Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor akibat ammonia dan
produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
8) Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/ defisiensi protombin

Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik karena mengurangnya
sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan
arteri hepatic ke system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa disebabkan satu factor saja
misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya. Biasa yang dominan adalah
peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa:
1) Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik meningkat
tetapi tekanan portal intra hepatic normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga
diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis
limfa.
2) Intrahepatik
a) Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
b) Sinusoidal (sirosis hati)
c) Post-sinusoidal (veno oklusif)
Biasa terdapat lokasi obstruksi campuran
3) Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufiensi trikuspidal (Sjaifoellah, 2000).
Dalam buku Mary Baradero 2008, sirosis hepatis diklasifikasikan menjadi 4, antara lain:
Sirosis Laennec :
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada awal tahap ini, hepar membesar dan
mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan nodular.
Sirosis Pascanekrotik:
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal dari hepatitis
virus. HepSar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
Sirosis Bilier:
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koleduktus komunis (duktus
sitikus).
Sirosis Cardiac:
Penyebabnya adalh gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).

3. Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis


a). Pembesaran Hati ( hepatomegali ):
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati
tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri
abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan
regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut,
ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan
hati.
b). Obstruksi Portal dan Asites:
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi
oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif akan berkumpul dalam
vena portal dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal
akan menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau
gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan
jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
seluruh tubuh.
c). Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan
pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting)
darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
d). Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi
albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi
aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
e). Defisiensi Vitamin dan Anemia:
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai
(terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai
khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis
kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan
gangguan fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat
yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
f). Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati. Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang mencakup perilaku umum
pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:

1. Mual-mual dan nafsu makan menurun


2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
4. Penurunan berat badan
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
7. Ikterus, spider navi, erytema palmaris
8. Hematemesis, melena

4. Patofisiologi Sirosis Hepatis


Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam
waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang
terjadi pada peminum alcohol aktif. Hal ini kemudian membauat hati merespon kerusakan sel
tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada
cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memicu
timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga
ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel
hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata
dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah
perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan
penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada
akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan
banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena
pada hati akan menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya
manifestasi klinis (Sujono, 2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah
melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua
factor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk
bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system portal. Pembebasan system portal
ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono,
2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular sehingga perfusi ginjal pun
mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat.
Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan
peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan
lama-lama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang
ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati.
Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang
meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono, 2002).

5. Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis


Pemeriksaan Diagnostik

1. Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati


2. Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin
sebagai factor predisposisi.
3. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
4. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena portal

Pemeriksaan Laboratorium

1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak
meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati
membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti
HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah
terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan
radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi
untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan
penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography
(ERCP) (Sjaifoellah, 2000).

6. Komplikasi Sirosis Hepatis


Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises
esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul
perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah
yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur
dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi).
Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya
varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita
Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii,
18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya
koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga
hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer.
Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit,
obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya
pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada
keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian
oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak
amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak
menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan
penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada
mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain
ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 %
penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis
Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis,
kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang sering timbul pada penderita
sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru,
glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun
septikemi (Sujono, 2002).

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
A. Identitas Klien
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
B. Riwayat Sakit dan Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang:
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan
prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan
dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai
pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan
dalam status jasmani serta rohani pasien. Selain itu apakah pasien memiliki penyakit hepatitis,
obstruksi empedu, atau bahkan pernah mengalami gagal jantung kanan.
Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan
atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi,ginjal yang ada
dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari
keluarga pasien.
Riwayat Tumbuh Kembang:
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang
dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama,
atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang
berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit
hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu
peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan
psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,karena pada
pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi
labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan
sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema,gangguan integument,
dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter).Terjadinya perubahan gaya hidup,
perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, danperubahan status financial
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kakiTD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang
merupakan tolak ukur dari keadaan umumpasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari
kepala sampai kaki dan lebihfocus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan
menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga
penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan
BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan
nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.

1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis,
tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati
tumpul dan ada nyeri tekan padaperabaan hati.
2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :-Schuffner, hati membesar ke
medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-
VIII)-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites,
manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher,
dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya
eritema palmaris, ginekomastiadan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid

Metabolism steroid seks pria (esterogen, progesterone, testoteron) menurun, akibatnya sifat-sifat
kepriaan menurun diganti sifat-sifat kewanitaan karena estrogen meningkat. Pada wanita, sifat-sifat
kewanitaan menurun karena testoteron meningkat.

4. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

1. B1 (Breathing) : sesak, keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan asites.


2. B2 (Blood) : pendarahan, anemia, menstruari menghilang. Obstruksi pengeluaran empedu
mengakibatkan absorpsi lemak menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya,
factor-faktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan pendarahan. Produksi pembekuan
darah menurun yang mengakibatkan gangguan pembekuan darah, selanjutnya cenderung
mengalami pendarahan dan mengakibatkan anemia. produksi albumin menurun
mengakibatkan penurunan tekanan osmotic koloid, yang akhirnya menimbulkan edema dan
asites. Gangguan system imun : sistesis protein secara umum menurun, sehingga menggangu
system imun, akhirnya penyembuhan melambat.
3. B3 (Brain) : Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien
dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis
penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak
langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan
pasokanO2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
4. B4 (Bladder) : urine berwarna kuning tua dan berbuih. Bilirubin tak-terkonjugasi
meningkat bilirubin dalam urine dan ikterik serta pruritus
5. B5 (Bowel) : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Vena-vena gastrointestinal
menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi gastrointestinal terganggu. Sintetisb asam lemak
dan trigliserida meningkat yang mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya menjadi
hepatomegali : oksidasi asam lemak menurun yang menyebabkan penurunan produksi tenaga.
Akibatnya, berat badan menurun.
6. B6 (Bone) : keletihan, metabolism tubuh meningkat produksi energy kurang.
Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan glikoneogenesis meningkat yang menyebabkan
gangguan metabolisme glukosa. Akibatnya terjadi penurunan tenaga (Marry, 2008).

Masalah Keperawatan yang Muncul


Data subjektif

1. Keluahan : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen.


2. Kulit, selaput lender, sclera : kekuning-kuningan, gatal, urine berwarna kuning tua dan
berbuih.
3. Kebiasaan : merokok, minum alcohol, obat-obatan terlarang, dan sebagainya.
4. Seksualitas : impoten, libido menurun, menstruasi menghilang.

Data objektif

1. Tanda vital tekanan darah menunjukkan tekanan darah ortostatik.


2. Kulit dan skelra : ikterik, petekie, hematoma, luka bekas garukan, spider angioma, eritema
palmar, edema, ginekomastia.
3. Abdomen : gerakan paristaltik (auskultasi), distensi abdomen, nyeri tekan, pembesaran hepar
dan limpa, asites, dilatasi vena pada abdomen (kaput medusea).
4. Neuromuscular : pengecilan otot-otot, koorsinasi berkurang

Diagnosa

1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.

Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
1. Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.
3. Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi)
4. Identifikasi makanan yang disukai termasuk kebutuhan kultural.
5. Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.
6. Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
7. Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
8. Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzim
pencernaan.
9. Kolaborasi pemberian antiemetik

Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Intervensi :
1. Tawarkan diet tinggi kalori, tinggi protein (TKTP).
2. Berikan suplemen vitamin (A, B kompleks, C dan K)
3. Motivasi pasien untuk melakukan latihan yang diselingi istirahat
4. Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang ditingkatkan
secara bertahap.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : Integritas kulit baik
Intervensi :
1. Batasi natrium seperti yang diresepkan.
2. Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.
3. Ubah posisi tidur pasien dengan sering.
4. Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
5. Lakukan latihan gerak secara pasif, tinggikan ekstremitas edematus

C. KANDUNG EMPEDU
Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk pir yang terletak tepat di bawah lobus
kanan hati. Empedu yang disekresikan secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu
yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih besar
yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kiri dan kanan yang segera bersatu
membentuk duktus hepatikus komunis.
Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Duktus
koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri sebelum bermuara ke usus
halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang
dikenal dengan sfingter oddi.

s
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung empedu
mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tidak
langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke
duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah
mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu
dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala
kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan
ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu
adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan
rangsangan terkuat untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi.
Dua penyakit saluran empedu yang paling sering frekuensinya adalah pembentukan batu
(kolelitiasis) dan radang kronik penyertanya (kolesistitis). Dua keadaan ini biasa timbul sendiri-
sendiri, atau timbul bersamaan. (Sjamsuhidajat R, 2005)

1. Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan
untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di
dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di
dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter,
edisi 72, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam kandung empedu.
Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks
inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu
kolesterol dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen
utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol
lebih dari 80%.

2. ETIOLOGI
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22%
fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih
belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk
cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak
larut dan membentuk endapan di luar empedu.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak
faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis.
Faktor resiko tersebut antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun
3. Kegemukan (obesitas)
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker
kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
13. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang
Afrika)

3. KLASIFIKASI
Gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga)
golongan:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. Lebih
dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol). Untuk
terbentuknya batu kolesterol diperlukan 3 faktor utama :
 Supersaturasi kolesterol
 Hipomotilitas kandung empedu
 Nukleasi/ pembentukan nidus cepat.
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung <20%
kolesterol. Jenisnya antara lain:
 Batu pigmen kalsium bilirubinat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor
stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter
Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu,
khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi
menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium
bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan
erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat. Umumnya batu pigmen
cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
 Batu pigmen hitam
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa
zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini
terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini
belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan
empedu yang steril.
 Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50% kolesterol.

4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala. Lebih dari 80%
batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala klinik yang timbul pada orang
dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik, intoleransi makanan yang mengandung
lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak
spesifik karena bisa terjadi pada orang dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan obstructive
jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang ditandai oleh gejala nyeri
yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5 jam. Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan
atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam
waktu yang tidak beraturan. Nyeri perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran penting
adanya kolelitiasis. Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga
terlokalisir di epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu atas. Mekanisme
nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung empedu
bertambah sebagai usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan, perut kanan atas
atau epigastrium biasanya dalam keadaan tegang.
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas yang berulang
dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinik yang timbul, sisanya meliputi
nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to thrive, keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya
10% dijumpai dengan gejala asimptomatik. Mual dan muntah juga umum terjadi. Demam umum
terjadi pada anak dengan umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan
beratnya serangan sangat bervariasi. Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada
sepertiga pasien terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema
pada kandung empedu.
Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung empedu, kolangitis
duktus dan pankreatitis. Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa kolesistitis akut
dengan gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering
disertai teraba masa pada lokasi nyeri tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri tekan pada
perut kanan atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas (Murphy’s sign)
berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika dilakukan palpasi dalam di
daerah subkosta kanan.

5. PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya
pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua
batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam
empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam
bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel
yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar
asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.
Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus,
dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
benih pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : bilirubinat,
karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam
empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak
terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang
akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin
tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi
pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu



Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan operasi

PATHWAY
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan
karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada
penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien
terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah
berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi.
Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang
mengalami dilatasi.
 Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi
oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu
untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral
kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media
kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.
 Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah
menebal. (Williams 2003)
 ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat
pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke
dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam
duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam
duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi
serta evaluasi percabangan bilier.
 Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan serum kolesterol
2) Kenaikan fosfolipid
3) Penurunan ester kolesterol
4) Kenaikan protrombin serum time
5) Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
6) Penurunan urobilirubin
7) Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 - 10.000/iu)
8) Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama
(Normal: 17 - 115 unit/100ml)

7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
 Asimtomatik
 Obstruksi duktus sistikus
 Kolik bilier
 Kolesistitis akut
 Perikolesistitis
 Peradangan pankreas (pankreatitis)
 Perforasi
 Kolesistitis kronis
 Hidrop kandung empedu
 Empiema kandung empedu
 Fistel kolesistoenterik
 Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu
muncul lagi)
 Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan menghasilkan kontraksi
kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi
duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sistikus
secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat
menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,
omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus
dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal
ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari
kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis
atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat
terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran
cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

Konsep Asuhan Kperawatan


Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat:

 subyektif : kelemahan

 Obyektif : kelelahan

2. Sirkulasi :

 Obyektif : Takikardia, Diaphoresis

3. Eliminasi :

 Subektif : Perubahan pada warna urine dan feces

 Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas, urine
pekat .

4. Makan / minum (cairan)

Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.

 Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.

 Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.

 Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).

 Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.

Obyektif :

 Kegemukan.

 Kehilangan berat badan (kurus).

5. Nyeri/ Kenyamanan :

Subyektif :

 Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu.

 Nyeri apigastrium setelah makan.

 Nyeri tiba-tiba dan mencapai puncak setelah 30 menit.

Obyektif :
Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot meregang /kaku hal ini dilakukan pada
pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).

6. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.

7. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan (
defisiensi Vit K ).

8. Belajar mengajar :
Obyektif : Pada keluarga juga pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu.
Juga pada riwayat DM dan gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah.
Prioritas Perawatan :

1. Meningkatkan fungsi pernafasan.

2. Mencegah komplikasi.

3. Memberi informasi/pengetahuan tentang penyakit, prosedur, prognosa dan pengobatan

Tujuan Asuhan Perawatan :

1. Ventilasi/oksigenasi yang adekwat.

2. Mencegah/mengurangi komplikasi.

3. Mengerti tentang proses penyakit, prosedur pembedahan, prognosis dan pengobatan

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus kolelitiasis adalah sebagai berikut :

1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya proses peradangan, agen cidera biologis proses
inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme duktus, iskemia jaringan (nekrosis).

2. Hypertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal.

3. Aktual/resiko tinggi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
peningkatan asam lambung.

4. Gangguan rasa nyaman cemas b.d kurangnya pengetahuan

5. Gangguan pemenuhan ADL b.d atropi oto, kelemahan fisik


6. Resiko tinggi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah berlebihan

7. Gangguan integritas kulit b.d prosedur invasif, faktor mekanik.

BAB III
PENUTUP
 KESIMPULAN
Sistem hepatobilier adalah sistem yang mengatur pengeluaran atau seksresi cairan empedu yang
berasal dari hati dan kandung empedu untuk diekskresikan ke dalam usus halus untuk pencernaan
lemak dalam makanan. Fungsi hati adalah pembentukan dan eksresi empedu. Hati mengeksresikan
empedu sebanyak satu liter perhari ke dalam usus halus. Unsur pertama empedu adalah air, elektrolit,
garam empedu.
1). Hepatitis
Istilah ini dipakai untuk semua peradangan yang terjadi pada hati. Penyebab dari hepatitis
berbagai macam, mulai dari virus sampai obat-obatan termasuk semua jenis bat-obatan
tradisional. Infeksi virus hepatitis B di Amerika Serikat menurut CDC (The Centers for Disease
Control and Prevention) sekitar 300.000 kasus. Virus hepatitis terdiri dari banyak jenis: hepatitis
A,B,C,D,E,F dan Kelanjutan dari penyakit hepatitis karena virus bisa menjadi akut, kronik,
bahkan menjadi kanker hati. Virus-virus ini dapat dibedakan melalui penanda antigenetiknya,
namun virus-virus ini dapat menyebabkan penyakit yang serupa secara klinis dan berakibat
infeksi sub klinis asimtomatik hingga berakibat infeksi akut yang fatal ( Depkes RI, 2007)
2). Sirosis hati
Istilah sirosis hati dicetuskan oleh Laennec tahun 1819 yang berasal dari kata Khirros yang berarti
warna kuning orange. Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak
teratur dan terjadi jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi
(Sutiadi, 2003).

3). Batu Empedu


Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang
terbentuk di
dalam kandung empedu. Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau
di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut kolelitiasis,
sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter,
edisi 72, 2011).

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, S.C. (2002). Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. (Terj. Agung
Waluyo). Jakarta: EGC.
Dr. H. Y. 2009. Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi 2.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Nucleus Precise Newsletter. 2011. Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise.
Price A. Sylvia, lorraine M Wilson.2005. Patofisiologi konsep-konsep klinis proses-proses
penyakit, edisi 6, volume 1. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Baradero, mary. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Penerbit buku kedocteran egc.
Jakarta.
Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive outcome. St.Louis
: Elvier Saunders
Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition. Philadelpia:
Lippincott William & Wilkins
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999).Rencana
asuhankeperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.
Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran (EGC).

Anda mungkin juga menyukai