Referat Kulit Almarchiano Sandi
Referat Kulit Almarchiano Sandi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gonore adalah salah satu penyakit menular seksual paling umum yang
disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae (Irianto, 2014). Neisseria
gonorrhoeae (N. Gonorrhoeae) merupakan bakteri diplokokkus gram negatif dan
manusia merupakan satu-satunya faktor host alamiah untuk gonokokus, infeksi
gonore hampir selalu ditularkan saat aktivitas seksual (Sari et al., 2012). Menurut
Irianto (2014) bahwa setiap tahunnya kasus gonore lebih banyak terjadi pada
wanita daripada pria.
Ties et al. (2015) memperkirakan setiap tahun terdapat 78 juta penderita
baru penyakit menular seksual dan pada tahun 2012 tercatat data yang diperoleh
untuk penderita baru penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
gonorrhoeae sebanyak 78,3 juta diseluruh dunia. Kementerian Kesehatan
Indonesia pada tahun 2007 dan 2011 melakukan survei yang dikenal dengan nama
surveilans terpadu biologis dan perilaku (STBP) dilakukan di 11 provinsi dan 33
kota di Indonesia. Hasil STBP 2007 yang ditulis Mustikawati et al. (2009)
menyebutkan prevalensi penyakit gonore berjumlah 4.339 kasus terdiri dari wanita
pekerja seks langsung (WPSL) sebanyak 1.872 kasus, wanita pekerja seks tidak
langsung (WPSTL) sebanyak 1.105 kasus, waria sebanyak 512 kasus dan lelaki
seks lelaki (LSL) sebanyak 850 kasus. Hasil STBP 2011 yang ditulis oleh
Kementerian Kesehatan RI (2011)a menyebutkan prevalensi penyakit gonore
berjumlah 4.644 kasus terdiri dari WPSL sebanyak 2.279 kasus, WPSTL sebanyak
1.484 kasus, waria sebanyak 468 kasus dan LSL sebanyak 413 kasus. Dalam
profil kesehatan provinsi Jawa Tengah yang ditulis oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah (2014) menyebutkan bahwa jumlah kasus baru penyakit menular
seksual pada tahun 2011 sebanyak 10.752 kasus, tahun 2012 sebanyak 8.671
kasus, tahun 2013 sebanyak 10.471 kasus.
1
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, mekanisme, dan penatalaksanaan Urethritis
Gonorrheae.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk memenuhi tugas kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Kulit &
Kelamin RSUD dr. Slamet, Garut,
a. Definisi gonore
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2015), gonore
adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh bakteri Neisseria
gonorrhoeae yang dapat menginfeksi baik pria dan wanita yang
mengakibatkan infeksi pada alat kelamin, rektum dan tenggorokan.
b. Klasifikasi gonore
Centers for Disease Control and Prevention (2015) mengklasifikasikan
gonore menjadi 4 golongan yaitu:
1) Infeksi gonokokal non komplikasi/ Uncomplicated Gonococcal Infections.
Infeksi gonokokal yang termasuk dalam golongan ini adalah infeksi
gonokokal urogenital (serviks, uretra dan rektum), faring dan gonokokal
konjungtivitis. Contoh infeksi gonokokal non komplikasi untuk lebih jelas
ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Contoh infeksi gonokokal non komplikasi (A) infeksi gonokokal serviks
(B) infeksi gonokokal uretra (C) infeksi gonokokal faring (D) infeksi gonokokal
konjungtivis (Centers for Disease Control and Prevention, 2005).
2) Infeksi gonokokal diseminasi/ Disseminated Gonococcal Infections.
Infeksi gonokokal diseminasi ditandai dengan munculnya lesi pada
kulit, arthritis dan seringkali komplikasi perihepatitis, endokarditis dan
meningitis. Contoh infeksi gonokokal diseminasi untuk lebih jelas
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Contoh infeksi diseminasi gonokokal (A) infeksi gonokokal lesi pada
jari (B) infeksi gonokokal lesi pada kaki (C) infeksi gonokokal arthritis (Centers
forDisease Control and Prevention, 2005).
d. Faktor resiko
Manhart et al. (2004) dalam penelitiannya menjelaskan beberapa faktor
resiko penularan infeksi gonore antara lain:
1) Usia muda (18-39 tahun)
2) Berganti-ganti pasangan seksual
3) Homoseksual
4) Status sosial ekonomi yang rendah
5) Mobilitas penduduk yang tinggi
6) Tidak menggunakan kondom
7
7) Seks anal
8) Memiliki riwayat penyakit menularseksual
e. Gejala klinik
f. Diagnosis
Kementerian Kesehatan RI (2011)b memberikan pedoman tentang tata
cara melakukan diagnosis gonore yang terdiri dari:
1) Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan oleh tenaga medis atau paramedis dengan
menanyakan beberapa informasi terkait penyakit kepada pasien untuk
membantu menentukan faktor resiko pasien, menegakkan diagnosis sebelum
melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di daerah sekitar genital pria atau
wanita dengan bantuan lampu sorot yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
ahli. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada wanita dan pria memiliki
perbedaan seperti:
a) Pasien wanita, diperiksa dengan berbaring pada meja ginekologik
dengan posisi litotomi. Pemeriksaan dilakukan dengan memisahkan
kedua labia dan diperhatikan adanya tanda kemerahan, pembengkakan,
luka/ lecet, massa atau duh tubuh vagina (cairan yang keluar dari dalam
vagina, bukan darah dan bukan air seni).
Gambar 5. Posisi litotomi (Kementerian Kesehatan RI, 2011) b.
RI, 2011)b.
e) Tes thomson
Tes ini dilakukan dengan menampung urin setelah bangun pagi
ke dalam 2 gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas pertama
ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama tampak
keruh sedangkan gelas kedua tampak jernih.
5) Pemeriksaan lain
Jenis pemeriksaan lain yang dapat digunakan untuk menunjang
diagnosis gonore sesuai Kementerian Kesehatan RI (2011)b terdiri dari
pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan anoskopi.
g. Penatalaksana gonore
Penatalaksana gonore menurut Kemenkes RI (2011)b dilakukan secara
kombinasi yaitu terhadap kuman gonokokus (N.gonorrhoeae dan non gonokokus
(Chlamydia trachomatis) yang dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Penatalaksanaan gonore dilakukan dengan pemberian salah satu terapi
antibiotik yang disebabkan oleh kuman gonokokus yaitu sefiksim, levofloksasin,
kanamisin, tiamfenikol, dan seftriakson yang dikombinasikan dengan salah satu
antibiotik untuk kuman non gonokokus yaitu azitromisin, doksisiklin, dan eritromisin.
Pemberian kombinasi antibiotik tersebut diatur dalam Permenkes No. 874
Tahun 2011c Tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik. Tujuan pengobatan
kombinasi pada penyakit gonore menurut Knodel (2008) karena gonore
merupakan penyakit koinfeksi dengan klamidia.
h. .Prognosis
Bila di tangani dengan tepat,prognosis dari penyakit ini cukup baik untuk di
lakukan pentalaksanaan dan bisa di lakukan pencegahan dari penyebaran penyakit ini
(Siregar,2005).
Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad functionam: ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
(Siregar, 2005)
i. Komplikasi
Komplikasi dari penyakit ini di bedakan dari wanita dan pria dan juga di lihat
dari infeksi pertama yang terjadi serta dari susunan anatominya (Djuanda,2002).
Pada pria dengan infeksi pertama uretritis terdapat komplikasi lokal dan
ascenden. Komplikasi lokal terdiri dari penyakit tysonitis, parauteritis, littritis,
cowperitis. Sedangkan komplikasi ascenden terdiri dari penyakit prostatitis,
vesikulitis, funikulitis, vas deferentitis, epididimitis, dan trigonitis (Djuanda,2002).
Tysonitis
Kelenjar Tyson adalah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi biasanya
terjadi pada penderita dengan preputium yang sangat panjang dan kebersihan yang
kurang baik. Diagnosis dibuat berdassarkan ditemukannnya butir pus atau
pembengkakan pada daerah frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan
timbul abses dan merupakan sumber infeksi laten (Daili, 2010).
Parauretritis
Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau hipospadia.
Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus pada kedua muara parauretra (Daili,
2010).
Littritis
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau butir-
butir. Bila salah satu saluran tersumbat, dapat terjadi abses folikular. Didiagnosis
dengan uretroskopi (Daili, 2010).
Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Kalau infeksi terjadi pada
kelenjar Cowper dapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan pada
daerha perineum disertai rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan
disuria. Jika tidak diobati abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra, atau
rektum dan mengakibatkan proktitis (Daili, 2010).
Asenden:
Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum dan
suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing samapi hematuri, spasme otot uretra
sehingga terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang air besar, dan obstipasi.Pada
pemeriksaan teraba pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan, dan
didapatkan fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati, abses akan pecah,
masuk ke uretra posterior atau ke arah rektum mengakibatkan proktitis (Daili, 2010).
Bila prostatitis menjadi kronik, gejalanya ringan dan intermiten, tetapi kadang-
kadang menetap. Terasa tidka enak pada perineum bagian dalam dan rasa tidak enak
bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat terasa kenyal, berbentuk nodus, dan
sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan dengan pengurutan prostat biasanya sulit
menemukan kuman diplokok atau gonokok (Daili, 2010).
Vesikulitis
Vesikulitis adalah radang akut yang mengenani vesikula seminalis dan duktus
ejakulatorius, dapat timbul menyertai protatitis akut atau epididimitis akut. Gejala
subyektif menyerupai gejala prostatitis akut, berupa demam, polakisuria, hematuria
terminal, nyeri pada waktu ereksi atau ejakulasi, dan spasme mengandung darah. Pada
pemeriksaan melalui rektum dapat diraba vesikula seminalis yang membengkak dan
keras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada kalanya sulit menemukan batas
kelenjar prostat yang membesar (Daili, 2010).
Vas deferentitis/funikulitis
Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang
sama (Daili, 2010).
Epididimitis
Epididimitis akut biasanya unilateral, dan setiapepididimitis biasanya disertai
derefentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis adalah trauma pada
uretra posterior yang disebabkan oleh salah penanganan atau kelalaian penderita
sendiri. Faktor yang mempenngaruhi keadaan ini antara lain irigasi yang terlalu sering
dilakukan, cairan irigator terlalu panas atau terlalu pekat, instrumentasi yang kasar,
pengurutan prostat yang berlebihan, atau aktivitas seksual dan jasmani yang
berlebihan. Epididimitis dan tali spermatika membengkak dan teraba panas, juga
testis, sehingga menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali.
Bila mengenai kedua epididimitis dapat menngakibatkan sterilitas (Daili, 2010).
Trigonitis
Infeksi asenden dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria.
Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuria (Daili, 2010).
Sama seperti pria, wanita pun di lihat dari infeksi pertama nya serta terdapat
komplikasi lokal dan ascenden. Infeksi pertama uretritis dapat menimbulakan
komplikasi lokal seperti parauteritis, dan bartholitis dan bila yang terjadi infeksi
pertama servisitis maka dapat terjadi komplikasi ascenden nya berupa salpingitis dan
P.I.D (Djuanda,2002).
Infeksi pertama Uretritis
Komplikasi
Lokal:
Parauretritis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
Bartholinitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeri tekan.
Kelenjar Bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan dan
penderita sukar duduk. Bila saluran kelenjar tersumbat dapat timbul abses dan dapat
pecah melalui mukosa atau kulit. Kalau tidka diobati dapat terjadi rekuren atau
menjadi kista. (Daili, 2010)
Terdapat juga komplikasi diseminata pada pria dan wanita dapat berupa artritis,
miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis dan dermatitis. Sedangkan kelainan
yang timbul akibat hubungan kelamin selain cara genito-genital dapat berupa
orofaringitis,proktitis dan konjungtivitis (Djuanda, 2002) .
Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal
genitalia. (Daili, 2010; Harkness, 2012).
j. Pencegahan
Jangan bergonta-ganti pasangan seks
Gunakan alat pengaman semisal kondom dengan benar setiap kali
melakukan hubungan seksual
Batasi kontak seksual dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Daili, S.F., 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Djuanda, Adhi. 2002. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Djuanda, Adhi, Mochtar H, Siti Aisah dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta; Badan penerbit FKUI. hal : 363-79.2.
Farer H. 2005. Perawatan Maternitas. EGC. Jakarta