Mandor”
Karya : Rahman Arge
Sutradara: Heru subagiyo
Supervisi: Eko “Ompong” Santosa
Susannah Day
Pemain :
IA KERINGATAN. IA BATUK-BATUK.
IA ROBOH.
SANG MANDOR : Aku tidak kesepian bukan karena kau ada, Perempuan! Kau
ada atau tidak ada, aku tidak kesepian. Aku tahu mengurus
diriku sendiri, tanpa siapa-siapa...
ISTERI SANG MANDOR : Aku tak akan diam! Sepanjang hidupku tak pernah tidak
kau koyak-koyak hatiku. Sejak dulu, Sampai kini.
MERATAP SEDIH
MELEDAK LAGI
SANG MANDOR : Sampai kapan, kau anak kecil, bisa berhenti berkothbah
didepan saya?
JUKI : MENINGKAT.
JUKI : Cinta-mencintai?
JUKI : Maaf, Pak, satu Perahu Bapak terpaksa saya jual untuk
ongkos kawin dan kontrak rumah.
UDUK : Dan saya Uduk. Kami siap membantu Bapak. Kapan saja,
Dan dimana saja, saya anak Ketiga
POKE : MEMOTONG
SEMUA : BEREBUT
Betul...betul...betul.....Pak........
Tid...tidak...tidak...tidak...pak...
SANG MANDOR : Nah, itu pertanda, dalam pingsanpun aku harus bisa
mandiri.
Jangan!
SANGAT LEMBUT.
UDUK : SERIUS.
MENDEKATI MANDOR
Saya selalu memompakan kedalam Jiwa anak ini, jurus
“Main Kayu Sembunyi Tangan!” Pukul dulu baru berfikir!
UDUK : Saya juga anaknya. Saya wajib membela ayah saya. Saya
tidak mau beliau cedera! Apalagi pingsan!
POKE : Jadi kau, Juki ; Kau yang menjadi sebab ayah tadi
pingsan? Sampai hati kau, ha?! Kita, ya, terutama aku, aku
yang selalu berusaha keras menjaga ayah, tahu-tahu
kecolongan oleh orang dalam rumah sendiri. Tega nian!
Sampai hati kamu!
SANG MANDOR : Rimba, kenapa diam seperti tiang kapal di situ? Buktikan
bahwa kamu bukan cuma jago berkata-kata! Buktikan!
Buktikan! Pisahkan mereka... Pisahkan!
RIMBA : PUCAT TERSIPU-SIPU.
Ma... maaf... maaf, Daeng. Ini tidak termasuk dalam jurus
persilatan saya...
ISTRI SANG MANDOR : TERHARU , TAK DAPAT MENAHAN DIRI KARENA GEMBIRA
MELIHAT SANG MANDOR TEGAK.
Daeng, Daengku... engkau mampu mengatasi lumpuhmu.
Aku, aku merasakan diriku tegak berdiri di pelabuhan, di
tepi dermaga , melambaikan sapu tangan ketika kapalmu
bertolak... Aku memandang tubuhmu yang perkasa, kau
senyum padaku...
MENATAP ANAK-ANAKNYA.
Sudah kukatakan, dalam pingsan aun aku harus mandiri.
Apalagi kini. Rasanya aku segar sekali.
DIAM LAGI.
Pergilah. Kini, aku tak punya apa-apa lagi kecuali satu
kalimat:
Jangan lagi menadahkan tangan kecuali kepada tuhan
JUKI,POKE,UDUK,RIMBA,MENGHILANG DIPINTU.SANG
MANDOR MENATAP LEMBUT PADA ISTRINYA YANG
TERDUDUK DILANTAI SAMBIL MENUTUP WAJAH
MEMELUK SUAMINYA.
Tuhan
Terima kasih.