Anda di halaman 1dari 7

MODUL 6

PERENCANAAN PERKERASAN JALAN (3 SKS)

Ir. Alizar,M.T.

POKOK BAHASAN:
PARAMETER PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN
LENTUR (BM)
MATERI KULIAH:
Pendahuluan, parameter perencanaan (lalu lintas, DDT/CBR, FR, JP, a,), batasan
perencanaan “

6.1. PENDAHULUAN
Lapis perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban
lalulintas yang diterimanya, tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada
konstruksi jalan itu sendiri. Karena itu perlu direncanakan ketebalan yang cukup,
sehingga jalan tersebut dapat berfungsi sesuai dengan masa layan yang telah
ditentukan.
Untuk keperluan tersebut perlu diperhatikan faktor-fiiktor yang mempengaruhi
fungsi pelayanan, seperti: fungsi jalan, kinerja perkerasan, umur rencana, lalu lintas,
tanah dasar, kondisi lingkungan, sifat material dan bentuk geometrik lapis
perkerasan.
Susunan suatu lapis perkerasan lentur menurut SNI 1732-1989-F tentang
perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metoda analisa komponen,
umumnya meliputi lapis permukaaan (surface course), lapis pondasi (base
course)dan lapis pondasi bawah (sub base course). Susunan tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut:

6.2. FUNGSI JALAN


Mengenai hirarki jaringan jalan diatur dalam UU No. 13/1980 dan PP No.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
26/1985 tentang jalan yang dibagi atas JARINGAN JALAN PRIMER dan JARINGAN
JALAN SEKUNDER.
Jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan jasa distribusi di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi
yang kemudian berwujud kota.
Sedangkan sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan
dengan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota.
Menurut fungsinya, jalan dapat dibedakan atas : jalan arteri (melayani
angkutan utama), jalan kolektor (melayani angkutan pengumpulan/pembagian) dan
jalan lokal (melayani angkutan setempat). Sehingga jika dibagi dalam sistem
jaringan primer dan sekunder adalah:
Sistem jaringan primer:
 Jalan arteri primer
 Jalan kolektor primer
 Jalan lokal primer
Sistem jaringan sekunder
 Jalan arteri sekunder
 Jalan kolektor sekunder
 Jalan lokal sekunder
Hirarki jalan diatas akan berpengaruh pada perencanaan tebal perkerasan
sehubungan dengan kondisi permukaan jalan.

6.3. KINERJA PERKERASAN JALAN


6.3.1. Indeks permukaan (service ability index)
Indeks permukaan diperoleh dari hasil pengamatan kondisi jalan, meliputi
kerusakan jalan spt retak, alur, lubang, lendutan pada jalur roda dan kekasaran
permukaan yang berkaitan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas. Nilai ini
berkisar 0-5 yang dapat berarti sebagai berikut.
IP KONDISI JALAN
1,0 Permukaan jalan dalam kondisi rusak berat sehingga sangat
mengganggu lalu lintas kendaraan
1,5 Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin
2,0 Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap
2,5 Permukaan jalan masih cukup stabil dan baik
SumDer: SNI-1732-19S9-F

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
Sebagai tambahan untuk jalan dengan IP= 3-4, menunjukkan pelayanan
yang baik sedangkan untuk 4-5 menunjukkan fungsi pelayanan yang sangat
baik.
Indeks permukaan jalan umumnya dilihat pada awal dan akhir umur
rencana. Dalam menentukan indeks permukaan akhir umur rencana (Ipt), perlu
dipertimbangkan kalsifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana
(LER), yang dapat dilihat pada DAFTAR V, SNI-1732-1989-F.
Sedangkan untuk menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana
(Ipo), perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta
kekokohan) pada awal umur rencana. Daftar nilai untuk Ipo dapat dilihat pada
DAFTAR VI, SNi-1732-1989-F.

6.3.2. Indeks Kondisi Jalan (Road condition index)


RCI adalah skala dan tingkat kenyamanan atau kinerja jalan yang diperoleh
sebagai hasil pengukuran alat Roughometer atau secara visuil. Skala nilai ini
berkisar antara 2-10 dengan pengertian semakin besar nilai RCI maka semakin
rata dan teratur jalan tersebut.

6.4. UMUR RENCANA (UR)


Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut
mulai dibuka, sampai saat diperlukan perbaikan berat/dianggap perlu diberi lapis
permukaan yang baru. Umur rencana ini ditentukan dengan mempertimbangkan
pertumbuhan lalu lintas, dan biasanya diambil 20 tahun untuk jalan baru dan 10
tahun untuk peningkatan jalan.
Selama umur rancana, pemeliharaan jalan tetap harus dilakukan seperti
pelapisan nonstruktural yang berfungsi sebagai lapis aus.

6.5. LALULINTAS
6.5.1. Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan (C)
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya
yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur,
maka jumlahnya ditentukan berdasar lebar perkerasan sebagai berikut:
Lebar perkerasan (L) Jumlah Jalur

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
<5,5m 1 jalur
5,5m<=L<8,25 m 2 jalur
8,25 <= L < 11,25 m 3 jalur
11,25 m <= L < 15 m 4 jalur
15 m <= L < 18,75 m 5 jalur
18,75 <= L <22 m 6 jalur

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang
lewat pada jalur rencana ditentukan menurut daftar II, SM-I 732-1989-F
Jumlah jalur Kendaraan ringan Kendaraan berat
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 jalur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 jalur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 jalur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 jalur - 0,30 - 0,45
5 jalur - 0,25 - 0,425
6 jalur - 0,20 - 0,40
*) berat total >= 5 ton, misalnya : mobil pnp, pick up, bobil hantaran
**) berat total >= 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer

6.5.2. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan


Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu ditentukan
menurut rumus :
Angka Ekivalen sumbu tunggal = (beban satu sumbu tunggal dalam kg)
8160
angka ekivalen sumbu ganda = 0,086 ( beban satu sumbu ganda dalam kg)
8160
Daftar angka ekivalen dapat dilihat pada daftar isi SNI 1732-1989-F

Beban Sumbu Angka Ekivalen


Kg Lb Sumbu Sumbu ganda
tunggal

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
1000 2205 0.0002 -
2000 4409 0.0036 0.0003,
3000 6614 0.0183 0.0016
4000 8818 0.0577 0.005Ö
5000 11023 0.1410 0.0121:
6000 13228 0.2923 0.0251
7000 15432 0.5415 0.0466
8000 17637 0.9238 0.0794
8160 18000 1.000 0.0860
9000 19841 1 4798 0.1273
10000 22046 2.2555 0.1940
11000 24251 3.3022 0.2840
12000 26455 4.6770 0.4022
13000 28660 6.4419 0.5540
14000 30864 8.6447 0.7452
15000 33069 11.4184 0.9820
16000 35276 14.7815 1.2712

6.5.3. Volume lain Iihtas


Jumlah kendaraan yang akan lewat pada suatu ruas jalan dinyatakan
dengan volume lain lintas, yang diperoleh dari survey lain lintas untuk
menentukannya. Biasaaya volume yang dipakai dalam penentuan tebal
perkerasan adalah Lalu lintas harian rata-rata (LHR dengan satuan
kendaraan/hari).
LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur rencana menurut
dua arah pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan
median. LHR ini selanjutnya akan diekivalensikan terhadap berat sumbu
kendaraan dengan rumus-rumus lintas ekivalen yang memasukkan faktor
pertumbuhan lalu lintas (i) sebagai berikut:
 Lintas ekivalen permulaan (LEP) =  LHRJ x Cj x Ej
 Lintas ekivalen akhir (LEA)  LHRj (l+i)UR x Cj x Ej
 Lintas ekivalen tengah (LET) (LEP + LEA)/2

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
 Lintas ekivalen rencana (LER) = LET x FP
 FP adalah faktor penyesuaian dengan rumus FP = UR/10
Lintas ekivalen rencana yang nantinya akan dipakai untuk menentukan tebal
perkerasan lentur.

6.6. KONDISI / FAKTOR LINGKUNGAN (FR)


Kondisi lingkungan ikut mempengaruhi kondisi perkerasan jalan antara lain :
 Berpengaruh terhadap sifat teknis konstruksi dan sifat komponen material
 Pelapukan material perkerasan
 Penurunan tingkat kenyamanan dari perkerasan jalan
Dan faktor yang paling dominan adalah air yang berasal dari hujan serta
pegaruh perubahan temperatur.
Dua hal diatas terangkum dalam DAFTAR IV, yang mencerminkan pengaruh
keadaan lapangan (meliputi permeabilitas tanah, kelengkapan drainase, bentuk
alinyemen serta prosentase kendaraan >13 ton dan kendaraan berhenti) dan
keadaan iklim(curah hujan rata-rata/tahun)
Dalam perkembangannya permeabilitas dan kelengkapan drainase dapat
dianggap sama.

6.7. TANAH DASAR


Sifat tanah dasar akan mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya dan mutu
jalan secara keseluruhan. Sifat tanah dasar ini dinyatakan dengan nilai daya dukung
tanah. Banyak metoda untuk menentukan daya dukung tanah ini, di Indonesia
digunakan nilai DDT yang ditentukan dengan grafik korelasi terhadap nilai
CBR(California Bearing Ratio).
NilaiCBR yang dimaksud adalah nilai CBR lapangan atau nilai CBR
laboratorium. Sampel untuk nilai CBR lapangan diambil dalam keadaan undisturb
pada beberapa titik, kemudian direndam dan ditentukan nilai CBRnya. Pada jalan
yang cukup panjang maka untuk pengambilan sampel ruas jalan sebaiknya dibagi
dalam segmen-segmen berdasar jenis tanahnya.
CBR laboratorium biasanya digunakan untuk pembangunan jalan baru,
dimana pada CBR rencana jalan baru perlu diperhatikan faktor-faktor yang
berpengaruh diantaranya adalah tempat dimana ruas jalan terletak (diatas tanah
galian atau timbunan. Hubungan antara nilai CBR dan DDT dapat dilihat pada

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN
gambar 1, SNI 1732-1 989-F, atau dapat juga dipergunakan rumus:
DDT = 4,3 log (CBR) +1,7

6.8. KOEFISIEN KEKUATAN RELATIF


Sesuai dengan fungsinya, maka lapis perkerasan harus dibuat dari bahan yang
kualitasnya lebih baik dari tanah dasar. Untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan
pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai marshall test untuk bahan
dengan aspal, kuat tekan untuk bahan yang distabilisasi atau CBR untuk lapis
pondasi bawah. Tabel kekuatan relatif untuk masing-masing lapisan menurut jenis
bahannya dapat dilihat pada DAFTAR VII SNI 1732-1989-F

6.9. BATASAN-BATASAN PERENCANAAN


Pada perencanaan perkerasan lentur dengan analisa komponen ini terdapat
beberapa cara pelaksanaaan yaitu :
 Konstruksi langsung
 Pelapisan ulang (overlay) untuk pemeliharaan/peningkatan jalan
 Konstruksi bertahap
Semuanya terikat oleh batasan-batasan minimum yang ditentukan oleh – SNI
1732-1989-F DAFTAR VIII tentang tebal lapisan permukaan dan lapis pondasi atas
berdasar nilai ITP yang didapat dari monogram dan bahan perkerasannya.
Sedangkan untuk lapis pondasi bawah tebal minimum ditentukan 10 cm.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB IR. ALIZAR, M.T


PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

Anda mungkin juga menyukai