Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Typhoid fever adalah suatu penyakit infeksi oleh

bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam

penyakit menular (Cahyono, 2010). Demam typhoid adalah infeksi

sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, 2013).

Typhoid fever ( typhus abdominalis ,enteric fever ) adalah infeksi sistemik

yang disebabkan kuman salmonella enterica, khususnya varian varian

turunanya, yaitu salmonella typhi, Paratyphi A, Paratyphi B, Paratyphi C.

Kuman kuman tersebut menyerang saluran pencernaan, terutama di perut

dan usus halus. Typhoid fever sendiri merupakan penyakit infeksi akut

yang selalu ditemukan di masyarakat (endemik) Indonesia. Penderitanya

juga beragam, mulai dari usia balita, anak- anak, dan dewasa (Suratun dan
Lusianah, 2010).

Berdasarkan pengertian tentang typhoid fever di atas maka penulis

dapat menarik kesimpulan bahwa typhoid fever adalah penyakit yang

disebabkan oleh bakteri yang bernama salmonella typhi yang menyerang

system pencernaan yang masuk melalui makanan atau minuman yang

terkontaminasi (Cahyono, 2010; Elsiver, 2013; Suratun dan Lusianah,

2010).

B. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah kuman Salmonella typhi, Salmonella

para typhi A, dan Salmonella para typhi B. Wujudnya berupa basil gram

negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga

macam antigen (antigen O, H, dan VI). Dalam serum penderita terdapat zat
(aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada

suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 ˚C (option 37˚C)

dan pH pertumbuhan 6-8.

Salmonella typhi merupakan basil gram (-) dan bergerak dengan

rambut getar. Transmisi Salmonella typhi kedalam tubuh manusia dapat

melalui (Arif M, 2003) hal –hal berikut.

1. Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi kuman

salmonella typhi.

2. Transmisi dari tangan ke mulut, di mana tangan yang tidak higenis yang

mempuyai Slmonella typhi langsung bersentuhan dengan makanan yang

di makan.

3. Transmisi kotoran, di mana kotoran individu yang mempunyai basil

Salmonella typhi kesungai atau sumber air yang digunakan sebagai air
minum yang kemudian langsung di minum tanpa di masak.

C. Tanda gejala

Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodroma

( gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas )

1. Perasaan tidak enak badan

2. Nyeri kepala

3. Pusing

4. Diare

5. Anoreksia

6. Batuk

7. Nyeri otot

8. Muncul gejala klinis yang lain


Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam ritmen,

biasanya menurun pagi hari, dan meningkat pada sore dan malam

hari. Minggu kedua: demam terus. Minggu ketiga: demam mulai turun

secara berangsur-angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah

kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi

kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa membesar yang

nyeri pada perabaan, gangguan pada kesadaran, kesadaran yaitu

apatis-samnolen. Gejala lain ”RESEOLA” (bintik-bintik kemerahan

karena emboli hasil dalam kapiler kulit).

E. Patofisiologi

Kuman salmonella typhi yang masuk kesaluran gastro intestinal

akan ditelan oleh sel-sel fagosoit ketika masuk melewati mukosa dan

oleh makrofag yang ada di dalam lamina propina. Sebagian dari


salmonella typhi ada yang masuk ke usus halus mengadakan invanigasi

ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid

mesentrika. Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfatik

dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia

pertama-tama menyerang system retikulo endothelial (RES) yaitu: hati, limpa, dan tulang, kemudian
selanjutnya mengenai seluruh organ di

dalam tubuh antara lain system saraf pusat, ginjal dan jaringan limfa.

Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal,tetapi kadang

begian lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada

mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan

tampak seperti infitrat atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir

minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih

besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plak peyer yang
ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam

sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang

menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus membaik

tanpa meninggalkan jaringan parut di fibrosis.

Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi padsa minggu pertama

dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu tubuh

akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari.

Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermitet (suhu

yang tinggi, naik-turun, dan turunnya dapat mancapai normal), di

samping peningkatan suhu tubuh ,juga akan terjadi obstipasi sebagi

akibat motilitas penurunan suhu tubuh, namun hal ini tidak selalu

terjadi dan dapt pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase

awal intestinal, kemudian masuk kesirkulasi sistemik dengan tanda


peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dengan tanda tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut
kanan atas, splenomegali dan

hepatomegali.

Pada minggu selanjutnya di mana infeksi Intestinal terjadi dengan

tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tingi, tetapi nilainya lebih rendah

dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus (demam kontinu),

lidah kotor, tetapi lidah hiperemis, penurunan peristaltik, gangguan

digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien

akan merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus,

perforasi, dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat,

peristaltik usus menurun bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan

kesadaran (Arif Muttaqin, 2003).


G. Pemeriksaan penunjang

Pemerikasaan penunjang pada pasien dengan typhoid adalah pemerikasaan

laboratorium, yang terdiri dari :

1. Pemeriksaan leukosit

Didalam beberpa literatur dinyatakan bahwa typoid terdapat

leukopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia

tidak sering di jumpai. Pada kebanyakan kasus typhoid fever,

jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas batas

normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak

ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan

jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa typhoid fever.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada typhoid fever sering kali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid fever.

3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan typhoid fever, tetapi

bila biakan darah negative tidak menutup kemungkinan akan terjadi

typhoid fever. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung

beberapa faktor :

a. Tekhnik Pemeriksaan Laboratorium

hasil pemeriksan satu laboratorium berbeda dengan

laboratorium yang lain, hal ini disebabjkan oleh perbedaan

tekhnik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam yang tinggi yaitu pada

saat bakterimia berlangsung.

b. Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit


Biakan darah pada Salmonella typhi terutama positif pada

minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu

berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif

kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap typhoid fever di masa lampau dapat

menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat

menekan bakterimia sehingga biakan darah negatif.

d. Pengobatan dengan obat anti mikroba

bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat

anti mikroba pertumbuan kuman dalam media biakan terhambat

dan hasil biakan mungkin negatif.

4. Uji Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan anti

bodi (agglutinin). Agglutinin yang spesifik terhadap salmonella

typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat

pada orang yang pernah di vaksinasikan. Antigen yang di gunakan

pada uji widal adalah suspense salmonella yang sudah dimatikan

dan di olah di laboratorium tujuan dari uji widal ini adalah untuk

menentukan adanya agglutinin dalam serum klien yang di sangka menderita typhoid. Akibat infeksi
salmonella typhi, klien membuat

anti bodi atau agglutinin yaitu :

a. Aglutinin O, yang di buat karena rangsangan antigen O (berasal

dari tubuh kuman)

b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal

dari flagel kuman).


c. Aglutinin Vi, yang dibuat dari rangsanaganantigen Vi (berasal

dari simpai kuman).

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit typhoid sampai saat ini di bagi menjadi tiga

bagian (Bambang Setiyohadi, Aru W, Idris Alwi, 2006), yaitu:

1. Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat

seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan besar akan

membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu

sekali di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang

di pakai. Posisi pasien harus di awasi untuk mencegah terjadinya

dekubitus dan pnemoni ortostarti serta hygiene perorangan tetap, perlu


diperhatikan dan di jaga.

2. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang paling penting dalam proses penyembuhan

penyakit dengan typhoid fever, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan uamum dan gizi
penderita akan semakin turun

dan proses penyembuhan akan menjadi lama.dimana lampau penderita

demam typhoid diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi

bubur kasar dan akhirnaya di beri nasi, yang perubahan diet tersebut

disesuaikan dengan tingkaat kesembuhan pasien. Pemberian bubur

saring tersebut di tunjukan untuk menghindari komplikasi perdarahan

saluran cerna atau peforasi usus. Hal ini disebabka ada pendapat bahwa

usus harus di istirahatkan. beberapa penelitian menunjukan bahwa

pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan

dengan aman pada penderita typhoid fever.

3. Pemberian antibiotik

a. Klorampenikol

Di Indonesia Klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama

untuk pengobatan demam typhoid. Dosis yang di berikan 4 x 500 mg

perhari dapat diberikan peroral atau intravena, diberikan sampai 7 hari

bebas demam.

b. Tiampenikol

Dosis dan efektifitas tiampenikol pada typhoid fever hampir sama

dengan Klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia

aplastik lebih rendah dari kloram penikol. Dosis 4 x 500 mg di berikan

sampai hari ke 5 dan ke 6 bebas demam. c. Kotrimoksazol


Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet dan di berikan selam 2 minggu.

d. Ampisilin dan amoksisilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah di

bandingkan dengan Klorampenikol, dosis diberikan 50-150 mg/kgBB

dan digunakan selama 2 minggu.

e. Seflosporin generasi ke tiga

hingga saat ini golongan seflosporin generasi ke tiga yang terbukti

efekti untuk demam typhoid adalah sefalosforin, dosis yang dianjurkan

adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan selama ½ jam perinfus

sekali sehari selam 3 hingga 5 hari.

I. Koplikasi

Menurut (Arif Masjoer, 2003), komplikasi demam typhoid dapat di bagi


dalam 2 bagian yaitu :

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perforasi usus

3) Ileus paralitik

b. Komplikasi ekstraintestinal

1) Komlikasi kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer

( renjatan, sepsis ), miokarditis, thrombosis, dan trombofebitis.

2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, atau

koagulasi intravaskulardiseminata dan sindrom uremia

hemolitik.

3) Komplikasi paru : Pnemonia, empemia, dan pleuritis.

4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : pielonefritis dan


perinefritis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan

perinefritis.

6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostisis, spondilitis, dan

arthritis.

7) Komplikasi neuropsikatrik : delirium, meningismus, meningitis,

poluneuritis perifer, sindrom gullain barre, psikosis dan sindrom

katatona.

Anda mungkin juga menyukai