Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


BERAT BADAN LAHIR RENDAH
Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak yang
dibina oleh Ibu Marfuah, S.Kep., Ners. M.Kep

Disusun oleh :
KELOMPOK 6 (2C)

Karuniawan Risma Dhani Y (15.


Yusrolana Antinia (15.
Divia Azham Barka (15.148/47)

DINAS KESEHATAN
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB LUMAJANG
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan di depan Dosen Keperawatan Anak


Pada Tanggal Februari 2017

Mengesahkan,

Dosen Keperawatan Anak

Tanda Tangan

Dosen I : . MARFUAH S.kep., Ners M.Kep. (............................)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
Rahmat, Taufiq dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Berat Badan Lahir Rendah” ini dapat
diselesaikan tepat waktu.
Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang turut
membantu terselesainya makalah ini, sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan sebaik mungkin.
Makalah ini memuat tentang materi masalah keperawatan yang disusun
sebagai acuan mahasiswa Akademi Keperawatan Lumajang untuk menambah
wawasan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa
Akademi Keperawatan Lumajang. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami
meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang
akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Lumajang, 02 Februari 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI

JUDUL ..................................................................................................... 1

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... 2

KATA PENGANTAR ............................................................................. 3

DAFTAR ISI ............................................................................................ 4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 6


1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 7
1.3 Tujuan ................................................................................... 7
1.4 Manfaat .................................................................................. 8

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi ................................................................................................ 9

2.2 Etiologi .............................................................................................. 10

2.3 Patofisiologi ...................................................................................... 19

2.4 Manifestasi Klinis ............................................................................. 20

2.5 Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan Penunjang ............................ 22

2.6 Penatalaksanaan ................................................................................ 23

2.7 Prognosis ........................................................................................... 24

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan Glomerulonefritis.............................. 25

A. Pengkajian Keperawatan ........................................................... 25


B. Pemeriksaan Fisik ..................................................................... 27
C. Diagnosa Kepearwatan ............................................................. 29
D. Intervensi Keperawatan ............................................................ 30
E. Implementasi Keperawatan ....................................................... 36
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................... 36

4
BAB III PENUTUP

4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 37

4.2 Saran ................................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA 38

5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Berat badan lahir merupakan parameter umum yang di pakai untuk
menggambarkan dan nutrisi intra uterin. Rata-rata berat bayi normal adalah
3200 gram dengan usia gestasi 37 sampai dengan 41 minggu. Bayi berat lahir
rendah(BLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari
2500 grams tanpa memandang masa gestasi. Dahulu neonatus dengan berat
lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut prematur.
Tidak semua bayi baru lahir yang memiliki berat lahir kurang dari 2500 gram
lahir sebagai bayi kurang bulan. Pada tahun 1961 oleh WHO(World Health
Organization) semua bayi yang baru lahir dengan berat kurang dari 2500
gram disebut bayi BLR(low birth weight infants). Berdasarkan masa
kehamilan bayi BLR dapat dibedakan atas bayi BLR sesuai masa
kehamilan(SMK) dan bayi BLR kecil masa kehamilan(KMK).2
Berdasarkan kurva pertumbuhan intrauterin dari Lubchenko, maka
kebanyakan bayi prematur akan dilahirkan dengan berat lahir yang
rendah(BLR). Bayi BLR dibedakan atas Berat Lahir Sangat Rendah(BLSR)
yaitu bila berat bayi lahir <1.500 gram, dan Berat Lahir Amat Sang
Rendah(BLASR), yaitu bila berat bayi lahir <1.000 gram.
Masalah berat lahir rendah sampai saat ini masih merupakan bab utama
morbiditas dan mortalitas perinatal. Pada pertiga penyebab BLR karena
prematuritas sedan pada segara berkembang sebagian besar karena
pertumbuhan janin terhambat (PIT). Sekitar dua pertiga pertumbuhan janin
terhambat asal dari kelompok kehamilan risiko tinggi(hipertensi, perdarahan
anteparturn, penyakit jantung atau ginjal, kehamilan multipelo sedangkanup
lainnya berasal dari kelompok kehamilan yang tidak diketahui nyai risiko.
Angka mortalitas perinatal akibat PIT dibandingkan bayi berat lahir normal.
Sekitar 26%. kejadian lahir mati ternyata ada kaitannya dengan PIT.
Pada tahun 1991 dilaporkan angka kejadian bayi BLR di negarasedang
berkembang seperti di Indonesia antara 10-16%, sedangkanperkiraan WHO

6
adalah 14% dari seluruh kelahiran hidup. itu di negara maju diperkirakan
angka kejadiannya hanya sekitar 5-6% Di RSUP Manado pada tahun 2003
dilaporkan jumlah bayi BLR 10,83% dan 37,76% diantaranya merupakan
bayi PIT.
Hubungan antara umur kehamilan dengan berat lahir mencerminkan
kecukupan pertumbuhan intra-uterin. Penentuan hubungan ini akan
mempermudah antisipasi morbiditas dan mortalitas selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi mengenai BBLR?
2. Bagaimana etiologi dari BBLR?
3. Bagaimana patofisiologi dari BBLR?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari BBLR?
5. Apa saja yang di gunakan dalam pemeriksaan diagnostik atau
pemeriksaan penunjang?
6. Bagaimana penatalaksanaan BBLR (non farmakologis, farmakologis, dan
pembedahan)?
7. Bagaimana prognosis dari BBLR?
8. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari BBLR?
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan umum


Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan anak
dengan BBLR serta faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah
tersebut.

1.3.2 Tujuan khusus


1. Mahasiswa memahami definisi mengenai BBLR.
2. Mahasiswa mampu menghubungkan etiologi dengan
definisi dari BBLR.
3. Mahasiswa mampu menyusun patofisiologi dari BBLR.
4. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinik dari
BBLR.

7
5. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostic
atau pemeriksaan penunjang dari BBLR.
6. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan non
farmakologis, farmakologis, ataupun pembedahan untuk
mengatasi BBLR.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa memahami definisi mengenai BBLR.
2. Mampu menghubungkan etiologi dengan definisi dari BBLR.
3. Mampu menyusun patofisiologi dari BBLR.
4. Mampu mengetahui manifestasi klinik dari BBLR.
5. Mampu mengetahui pemeriksaan diagnostic atau pemeriksaan
penunjang dari BBLR.
6. Mampu memahami penatalaksanaan non farmakologis, farmakologis,
ataupun pembedahan untuk mengatasi BBLR.
7. Mampu mengetahui prognosis dari BBLR.
8. Mampu menghubungkan konsep asuhan keperawatan anak dengan
BBLR.

8
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru
lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah
prematur atau dismatur yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta menimbulkan kematian.
Ada dua macam BBLR yaitu :
1. Prematuritas murni / Bayi yang kurang bulan ( KB / SMK ): bayi
yang dilahirkan dengan umur kurang dari 37 minggu dengan berat
badan sesuai.
2. Dismaturitas / Retardasi pertumbuhan janin intra uterin
(IUGR)/Bayi kecil masa kehamilan ( KMK ) : bayi yang
dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari persentie ke-10
kurva pertumbuhan janin dan tidak sesuai dengan usia
kehamilan.. Sedangkan Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500
gram disebut bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ).
Penggolongan derajat prematuritas bayi :
1. Bayi yang sangat prematur (extremly prematur).
a. 24 – 30 mg gestasi
b. Masa gestasi 24-27 mg masih sukar hidup terutama
dinegara yang blm maju.
c. Masa gestasi 28-30 mg mgk dapat hidup dengan
perawatan intensif yang memerlukan alat-alat canggih
untuk mencapai hasil yang optimum
d. BB 500-1400 gram
e. 0,8% seluruh kelahiran hidup
f. Hampir seluruh kematian neonatal dan defisit neurologis
tidak disebabkan oleh defek atau trauma lahir
g. Penampilan: kecil, tidak memiliki lemak, kulit sangat tipis

9
2. Bayi dengan derajat prematur sedang (moderatly prematur).
a. Gestasi 31-36 mg
b. Kesanggupan hidup jauh lebih baik dari yang pertama
c. Gejala sisa yang dihadapi kemudian hari ringan bila
pengelolaan bayi intensif
d. BB >1500 gram – 2500 gram
e. 6%-7% seluruh kelahiran hidup
f. Penampilan: kulit tipis, lipatan pada kaki lebih sedikit,
banyak rambut halus, genetalia kurang berkembang
g. Masa gestasi 37mg
h. Mempunyai sifat prematur dan matur
i. Biasanya berat seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi
matur
j. Kadang timbul problem yang dialami seperti bayi
prematur seperti sindroma gawat napas,
hiperbilirubinemia, refleks isap lemah
k. Perlu penanganan lebih seksama
l. Borderline prematur
m. Prosentase Kematian
n. Gestasi kurang dari 24 mg : umumnya meninggal
o. Gestasi 27-28 minggu: survive 50%
p. Gestasi 29 minggu: survive 80%
q. Gestasi 30 minggu: survive 85%

2.2 Etiologi
Penyebab berat badan lahir rendah belum diketahui, Menurut Huda dan
Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2013). Penyebab kelahiran bayi berat
badan lahir rendah, yaitu:
o Factor genetik atau kromosom
o Infeksi
o Bahan toksik
o Insufisiensi atau disfungsi plasenta

10
o Radiasi
o Faktor nutrisi
o Isufisiensi atau disfungsi plasenta
o Factor lain seperti merokok, peminum alkohol, bekerja berat pada
masa kehamilan, plasenta previa, kehamilan ganda, obat-obatan, dan
sebagainya.

Selain penyebab diatas ada beberapa penyebab kelahiran berat badan lahir
rendah yang berhubungan, yaitu :
o Faktor ibu
o Paritas
o Abortus spontan sebelumnya
o Infertilitas
o Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35
tahun
o Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
o Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh
darah, perokok
o Faktor kehamilan
 Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
 Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini
o Faktor janin
o Cacat bawaan, infeksi dalam rahim.
o Infeksi congenital (missal : rubella)

Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :

1. Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR

Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu


umur produksi sehat yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada
umur muda (kurang dari 20 tahun) memiliki perkembangan organ-organ
reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan menyebabkan
kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam

11
tahap perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap
dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan
menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu perkembangan
janin. Usia remaja memberikan risiko terjadinya kelahiran BBLR empat
kali lebih besar dibandingkan dengan kelahiran pada usia reproduktif
sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran BBLR pada usia
remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih
muda tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan
usia remaja seperti tingkat pendidikan, perawatan antenatal, berat badan
sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam menerima kehamilan,
penerimaan lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya
akan menimbulkan stress.

Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko


lebih tinggi untuk terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat
reproduksinya telah berdegenerasi dan terjadi gangguan keseimbangan
hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi iritabilitas uterus,
menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang pada akhirnya akan
memicu kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua juga
dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit yang menyertainya.

2. Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR

Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam


penerimaan informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang
cukup akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh bayi. Misalnya
kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala
(antenatal care). Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi
seorang ibu untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mampu
menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang
menyadari betapa pentingnya perawatan sebelum melahirkan.
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil
melalui program kesehatan ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan

12
kesehatan selama ibu hamil. Dengan demikian para ibu hamil,
diharapkan dapat memilih makanan yang bergizi, guna menghindari
lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini jelas berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya. Selain itu
dengan pendidikan dan informasi cukup yang dimiliki ibu diharapkan
pelaksanaan Keluarga Berencana dapat berhasil sehingga dapat
membatasi jumlah anak, menjarangkan kehamilan, dan dapat menunda
kehamilan jika menikah pada usia muda.

3. Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR

Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu
baik lahir hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi
mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR.

Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang


disusul dengan persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan
pada uterus. Kehamilan yang berulang akan mengakibatkan kerusakan
pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi
nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila
dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini
menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.

4. Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR

Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari


pertama haid terakhir (HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan
dapat diketahui dengan mengukur berat lahir, panjang badan, lingkaran
kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil
dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin
yang normal, umur gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan
janin yang terganggu, atau umur gestasi yang pendek dengan kecepatan
pertumbuhan janin yang terganggu.

5. Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR

13
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan
menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan
berikut ini :

a. Terhadap Ibu

Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan


komplikasi pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu
tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi misalnya
TORCH.

b. Terhadap Persalinan

Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat


mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya
(prematur), perdarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan
operasi cenderung meningkat.

c. Terhadap Janin

Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses


pertumbuhan janin. Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan
terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan ukuran sel normal
dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi
pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil
dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga
dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan akan
memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki. Kekurangan
gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati,
kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam
kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi


janin. Pada masa kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih
banyak dibandingkan wanita tidak hamil. Ganggua yang menyebabkan

14
tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan gangguan pada janin dan
beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.

6. Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR

Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb


berada dibawah normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan
oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah
Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil
umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit
besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang
normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar
hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl selama trimester III.

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan


pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi
dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus,
cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan
terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil
yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR
dan premature juga lebih besar.6 Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir
rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono
menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari
keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan
kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa
dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering
melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan
berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.

15
7. Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR

Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak


langsung dapat mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi
dan penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan peredaran darah
dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi
untuk janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang
terhambat. Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan
misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan
psikologis.

8. Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR

Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan


yang lebih dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila
kebutuhan janin tidak tercukupi secara merata maka mengakibatkan
bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.

9. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR

Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh


dalam kejadian BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan
yang rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk memenuhi
kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan
menyebabkan bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine
menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat diturunkan secara
tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang
mempunyai efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu
perilaku kesehatan dan perilaku reproduksi, status kesehatan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan.

10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR

Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau


perkembangan kehamilan ibu, frekuensi minimal 4 kali selama
kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan memberikan

16
kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah
yang dapat menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat
dilakukan tindakan yang tepat secepatnya.

11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap


kejadianBBLR

Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan


buruk bagi ibu hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang
dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa berat badan
bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan
perokok, walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan
energi sama. Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang
merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu
hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :

o Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada


hemoglobin janin dan ibu.
o Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya
perfusi darah ke plasenta.
o Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu
sehingga asupan energi ibu hamil berkurang, walaupun ada
beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak berubah.
o Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.

Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan


bayi dengan fetal alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran
prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir dan retardasi
mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol yang diminum
setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan
lamanya ibu tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol. Makin
banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar resiko terganggunya
pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi
alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih

17
ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama
kehamilan saat berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus
akan lebih besar. Bila mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua
saat terjadi perkembangan ukuran sel, maka akan berpengaruh pada
berat janin yang dikandungnya.

12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR

Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-
rata berat badan lahir bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi
perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai terdapat perbedaan antara
pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini dapat
mencapai 135 gram pada kehamilan 40 minggu. Jadi bayi laki-laki
seringkali lebih berat dari bayi perempuan.

13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap Kejadian


BBLR

Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya


mempunyai kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan
BBLR.

18
2.3 Patofisiologi

19
2.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
1. Prematuritas murni
o BB < 2500 gram, PB < 45 cm, LK < 33 cm, LD < 30 cm
o Masa gestasi < 37 minggu
o Kepala lebih besar dari pada badan, kulit tipis transparan,
mengkilap dan licin
o Lanugo banyak terdapat terutama pada daerah dahi, pelipis,
telinga dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun dan sutura
lebar
o Genetalia belum sempurna, pada wanita labia minora belum
tertutup oleh labia mayora, pada laki-laki testis belum turun.
o Tulang rawan telinga belum sempurna, wajah tangan belum
sempurna
o Pembuluh darah kulit banyak terlihat, peristaltik usus dapat
terlihat
o Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu belum terbentuk
dengan baik
o Bayi kecil, posisi masih posisi fetal, pergerakan kurang dan lemah
o Banyak tidur, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
mengalami apnea, otot masih hipotonik
o Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap, menelan dan batuk
belum sempurna
2. Dismaturitas
o Kulit berselubung verniks kaseosa tipis/tak ada,
o Kulit pucat bernoda mekonium, kering, keriput, tipis
o Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi tampak gesit, aktif dan
kuat
o Tali pusat berwarna kuning kehijauan

Dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomis


maupun fisiologis maka mudah timbul beberapa kelainan seperti berikut
ini :

20
 Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan
mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan
yag bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak dibawah
kulit, permukaan tubuh relatif lebih luas dibandingkan dengan
berat badan, otot yang tidak aktif,produksi panas yang
berkurang oleh karena lemak coklat (brown fat) yang belum
cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi
sebagaimana mestinya.
 Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat
pada BBLR. Hal ini disebabkan kekurangan surfactan(rasio
lesitin/sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan
pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan
yang masih lemah yang tulang iga yang mudah
melengkung(pliable thorak)
 Penyakit gangguan pernafasan yang sering pada bayi BBLR
adalah penyakit membran hialin dan aspirasi pneumoni.
 Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi, distensi
abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume
lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung
bertambah, daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak,
laktosa,vitamin yang larut dalam lemakdan bebberapa mineral
tertentu berkurang. Kerja dari sfingter kardio esofagus yang
belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi
lambung ke esofagus dan mudah terjadi asspirasi.
 Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia dan
defisiensi vitamin K.
 Ginjal yang immatur baik secara anatomis maupun fungsinya.
Produksi urine yang sedikit, urea clearence yang rendah, tidak
sanggup mengurangi kelebihan airtubuh dan elektrolit dari
badan dengan akibat mudah terjadi edema dan asidosis
metabolik.

21
 Perdarahan mudahbterjadi karena pembuluh darah yang
rapuh(fragile), kekurangan faktor pembekuan seperti
protrombine, faktor VII dan faktor christmas.
 Gangguan imunologok, daya tahan tubuh terhadap infeksi
berkurang karena rendahya kadar Ig G gamma globulin. Bayi
prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi dan daya
fagositosis serta reaksi terhadap infeksi masih belum baik
 Perdarahan intraventrikuler, lebih dari 50% bayi prematur
menderita perdarahan intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh
karena bayi BBLR sering menderita apnea,asfuksia berat dan
sindroma gangguan pernafasan. Luasnya perdarahan
intraventrikuler
 Retrolental Fibroplasia : dengan menggunakan oksigen dengan
konsentrasi tinggi(PaO2 lebih dari 115 mmHg : 15 kPa) maka
akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah retina yang diikuti
oleh proliferasi kapiler-kapiler baru kedaerah yang iskemi
sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi dan parut retina
sehingga bayi menjadi buta. Untuk menghindari retrolental
fibroplasia maka oksigen yang diberikan pada bayi prematur
tidak boleh lebih dati 40%. Hal ini dapat dicapai dengan
memberikan oksigen dengan kecepatan 2 liter permenit.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
o Pemeriksaan skor ballard
o Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
o Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
o Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
o USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan

22
o Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia
o Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
o Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi

2.6 Penatalaksanaan Klinis


o Medis
o Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
o Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
o Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
o Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik
yang tepat
o Keperawatan:
o Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar
perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis
lebih besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator
o Pelestarian suhu tubuh
Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam
mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara
memuaskan, asal suhu rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 370
C.Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan
dimana suhu normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic
yang minimal. Bayi berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat
tidur terbuka, juga memerlukan pengendalian lingkungan secara
seksama. Suhu perawatan harus diatas 25 0 C, bagi bayi yang berat
sekitar 2000 gram, dan sampai 300C untuk bayi dengan berat kurang
dari 2000 gram

o Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam
incubator. Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau
“lengan baju“. Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator,

23
incubator terlebih dahulu dihangatkan, sampai sekitar 29,4 0 C, untuk
bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,20C untuk bayi yang lebih kecil.
Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan
pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian,
observasi terhadap pernafasan lebih mudah.wqedsa

o Pemberin oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi
preterm BBLR, akibat tidak adanya alveolo dan surfaktan.
Konsentrasi O2yang diberikan sekitar 30- 35 % dengan menggunakan
head box, konsentrasi o2 yang tinggi dalam masa yang panjangakan
menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan

o Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system
imunologi yang kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak
memiliki ketahanan terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi,
perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan sebelum dan
sesudah merawat bayi.

o Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu
mencegah terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI
merupakan pilihan pertama, dapat diberikan melalui kateter ( sonde ),
terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya lemah. Bayi
berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih banyak kalori,
dibandingkan dengan bayi preterm.

2.7 Prognosis
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi
(semakin muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka

24
kematiannya), komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom
gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan
metabolik, dll).
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya
masalah perinatal misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin
rendah berat bayi, makin tinggi angka kematian), asfiksia/iskemia otak ,
sindroma gangguan pernapasan , perdarahan intrafentrikuler , displasia
bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan metabolik
(asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari
keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat
kehamilan persalinan dan post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi,
nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia
hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain – lain).
Pengamatan Lebih Lanjut
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang
dideritanya perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan
mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi motor
susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti Hidrosefalus, Cerebral
palsy dan sebagainya.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
2. Tanda – tanda vital
 Nadi
 Tekanan darah
 Pernafasan
 Suhu
3. Riwayat Kesehatan
o Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus BBLR yaitu:

25
 Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
 Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan
preterm.
 Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau
periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak
pada petugas kesehatan.
 Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia
kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
o Riwayat natalkomplikasi persalinan juga mempunyai kaitan
yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.
Yang perlu dikaji :
 Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta
maupun plasenta previa.
 Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan
sistem pusat pernafasan.
o Riwayat post natal yang perlu dikaji antara lain :
 Agar score bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit
kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang, AS
(7-10) asfiksia ringan.
 Berat badan lahir : Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm
³ 2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal
(34-36 cm).
 Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
4. Pola-Pola Kebiasaan Sehari-hari
 Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan BBLR
gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi,

26
kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan
parentral atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk
mencukupi kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga
untuk mengkoreksi dehidrasi, asidosis metabolik,
hipoglikemi disamping untuk pemberian obat intravena.
 Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah BAB :
frekwensi, jumlah, konsistensi. BAK : frekwensi, jumlah
 Latar belakang sosial budaya
Kebudayaan yang berpengaruh terhadap BBLR
kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan
tertentu terutama jenis psikotropikaKebiasaan ibu
mengkonsumsi minuman beralkohol, kebiasaan ibu
melakukan diet ketat atau pantang makanan tertentu.
 Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan
rawat gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan.
Hal ini berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih
sayang dan perhatian serta dapat mempererat hubungan
psikologis antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan BBLR
karena memerlukan perawatan yang intensif
B. Pemeriksaaan Fisik
1. Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, biasanya keadaannya lemah
dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan
gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus dapat
dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang
stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran
lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2. Kulit
Biasanya warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas
berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.

27
3. Kepala
Biasanya ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung kemungkinan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
4. Mata
Biasanya warna conjunctiva anemis atau tidak anemis,
tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil
menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
5. Hidung
Biasanya terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lendir.
6. Mulut
Biasanya bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir
atau tidak.
7. Telinga
Biasanya tidak ada kelainan pada telinganya, tidak ada
pembengkakan
8. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek

9. Thorax
 Inspeksi :biasanya bentuk dada simetris, terdapat tarikan
intercostals,
 Palpasi : biasanya premitus simetris ki/ka
 Perkusi : biasanya sonor
 Auskultasi : biasanya vesikuler,suara tambahan wheezing
10. Jantung
 Inspeksi : biasanya ictus cordis terlihat, frekuensi jantung >
100
 Palpasi : biasanya ictus cordis teraba 1 jari di intercostal IV
 Perkusi : biasanya pekak

28
 Auskultasi : biasanya irama jantung tidak teratur
11. Abdomen
 Inspeksi : biasanya bentuk silindris, perut cekung adanya
hernia diafragma
 Palpasi : biasanya hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus
coatae pada garis papilla mamae, lien tidak teraba
 Perkusi : biasanya jarang dilakukan perkusi pada bayi
 Auskultasi : bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi
12. Umbilikus
Biasanya tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau
tidak, adanya tanda – tanda infeksi pada tali pusat.
13. Genitalia
Biasanya pada neonatus aterm testis turun, lihat adakah
kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus
perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi
mucus keputihan, kadang perdarahan.
14. Ekstremitas
Biasanya warna biru, gerakan lemah, akral dingin,
perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf
atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
15. Refleks
Biasanya pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek
moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan
mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi
dengan BBLR yaitu:
1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan
imaturitas pusat pernapasan, keterbatasan perkembangan otot

29
penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolik
2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP
imatur (pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap
area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan
merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan
dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi
enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan
imunologis yang tidak efektif

D. Intervensi
1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan
imaturitas pusat pernapasan, keterbatasan perkembangan otot
penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali
efektif
Kriteria hasil:
Ø Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodik
Ø Membran mukosa merah muda

Intervensi Rasional
Mandiri: Ø Membantu dalam membedakan
Ø Kaji frekwensi dan pola periode perputaran pernapasan normal
pernapasan, perhatikan adanya apnea dari serangan apnetik sejati, terutama
dan perubahan frekwensi jantung sering terjadi pad gestasi minggu ke-30
Ø Isap jalan napas sesuai kebutuhan Ø Menghilangkan mukus yang
Ø Posisikanm bayi pada abdomen neyumbat jalan napas
atau posisi telentang dengan gulungan Ø Posisi ini memudahkan pernapasan
popok dibawah bahu untuk dan menurunkan episode apnea,

30
menghasilkan hiperekstensi khususnya bila ditemukan adanya
Ø Tinjau ulang riwayat ibu terhadap hipoksia, asidosis metabolik atau
obat-obatan yang akan memperberat hiperkapnea
depresi pernapasan pada bayi Ø Magnesium sulfat dan narkotik
Kolaborasi : menekan pusat pernapasan dan
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium aktifitas SSP
sesuai indikasi Ø Hipoksia, asidosis netabolik,
Ø Berikan oksigen sesuai indikasi hiperkapnea, hipoglikemia,
Ø Berikan obat-obatan yang sesuai hipokalsemia dan sepsis memperberat
indikasi serangan apnetik
Ø Perbaikan kadar oksigen dan
karbondioksida dapat meningkatkan
funsi pernapasan

2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP


imatur (pusat regulasi residu, penurunan massa tubuh terhadap
area permukaan, penurunan lemak sebkutan, ketidakmampuan
merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).
Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan
perkembangan
Kriteria hasil :
Ø Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,50C)

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Hipotermia membuat bayi cenderung
Ø Kaji suhu dengan memeriksa merasa stres karena dingin, penggunaan
suhu rektal pada awalnya, simpanan lemak tidak dapat diperbaruai
selanjutnya periksa suhu aksila atau bila ada dan penurunan sensivitas untuk
gunakan alat termostat dengan dasar meningkatkan kadar CO2 atau
terbuka dan penyebar hangat. penurunan kadar O2.
Ø tempatkan bayi pada inkubator Ø Mempertahankan lingkungan
atau dalam keadaan hangat termonetral, membantu mencegah stres

31
Ø pantau sistem pengatur suhu , karena dingin
penyebar hangat (pertahankan batas Ø Hipertermi dengan peningkatan laju
atas pada 98,6°F, bergantung pada metabolisme kebutuhan oksigen dan
ukuran dan usia bayi) glukosa serta kehilangan air dapat terjadi
Ø kaji haluaran dan berat jenis urine bila suhu lingkungan terlalu tinggi.
Ø pantau penambahan berat badan Ø Penurunan keluaran dan peningkatan
berturut-turut. Bila penambahan berat jenis urine dihubungkan dengan
berat badan tidak adekuat, penurunan perfusi ginjal selama periode
tingkatkan suhu lingkungan sesuai stres karena rasa dingin
indikasi. Ø Ketidakadekuatan penambahan berat
Ø Perhatikan perkembangan badan meskipun masukan kalori adekuat
takikardia, warna kemerahan, dapat menandakan bahwa kalori
diaforesis, letargi, apnea atau digunakan untuk mempertahankan suhu
aktifitas kejang. lingkungan tubuh, sehingga memerlukan
peningkatan suhu lingkungan.
Ø Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat
berlanjut pada kerusakan otak bila tidak
teratasi.
Ø Stres dingin meningkatkan kebutuhan
terhadap glukosa dan oksigen serta dapat
mengakibatkan masalah asam basa bila
bayi mengalami metabolisme anaerobik
bila kadar oksigen yang cukup tidak
tersedia. Peningkjatan kadar bilirubin
Kolaborasi : indirek dapat terjadi karena pelepasan
Ø pantau pemeriksaan laboratorium asam lemak dari meta bolisme lemak
sesuai indikasi (GDA, glukosa coklat dengan asam lemak bersaing
serum, elektrolit dan kadar dengan bilirubin pada pada bagian ikatan
bilirubin) di albumin.
Ø berikan obat-obat sesuai dengan Ø Membantu mencegah kejang
indikasi berkenaan dengan perubahan fungsi SSP
· fenobarbital yang disebabkan hipertermi

32
Ø Memperbaiki asidosis yang dapat
terjadi pada hiportemia dan hipertermia

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan


dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas produksi
enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil :
Ø Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
Ø Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat
badan dalam kurva normal dengan penambahan berat badan
tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Menentukan metode pemberian
Ø Kaji maturitas refleks berkenaan makan yang tepat untuk bayi
dengan pemberian makan (misalnya : Ø Pemberian makan pertama bayi
mengisap, menelan, dan batuk) stabil memiliki peristaltik dapat
Ø Auskultasi adanya bising usus, kaji dimulai 6-12 jam setelah kelahiran.
status fisik dan statuys pernapasan Bila distres pernapasan ada cairan
Ø Kaji berat badan dengan parenteral di indikasikan dan cairan
menimbang berat badan setiap hari, peroral harus ditunda
kemudian dokumentasikan pada Ø Mengidentifikasikan adanya resiko
grafik pertumbuhan bayi derajat dan resiko terhadap pola
Ø Pantau masuka dan dan pertumbuhan. Bayi SGA dengan
pengeluaran. Hitung konsumsi kalori kelebihan cairan ekstrasel
dan elektrolit setiap hari kemungkinan kehilangan 15% BB
Ø Kaji tingkat hidrasi, perhatikan lahir. Bayi SGA mungkin telah
fontanel, turgor kulit, berat jenis mengalami penurunan berat badan
urine, kondisi membran mukosa, dealam uterus atau mengalami
fruktuasi berat badan. penurunan simpanan lemak/glikogen.
Ø Kaji tanda-tanda hipoglikemia; Ø Memberikan informasi tentang

33
takipnea dan pernapasan tidak teratur, masukan aktual dalam hubungannya
apnea, letargi, fruktuasi suhu, dan dengan perkiraan kebutuhan untuk
diaphoresis. Pemberian makan buruk, digunakan dalam penyesuaian diet.
gugup, menangis, nada tinggi, Ø Peningkatan kebutuhan metabolik
gemetar, mata terbalik, dan aktifitas dari bayi SGA dapat meningkatkan
kejang. kebutuhan cairan. Keadaan bayi
hiperglikemia dapat mengakibatkan
Kolaborasi : diuresi pada bayi. Pemberian cairan
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium intravena mungkin diperlukan untuk
sesuai indikasi memenuhi peningkatan kebutuhan,
· Glukas serum tetapi harus dengan hati-hati ditangani
· Nitrogen urea darah, kreatin, untuk menghindari kelebihan cairan
osmolalitas serum/urine, elektrolit Ø Karena glukosa adalah sumber
urine utama dari bahan bakar untuk otak,
Ø Berikan suplemen elektrolit sesuai kekurangan dapat menyebabkan
indikasi misalnya kalsium glukonat kerusakan SSP permanen.hipoglikemia
10% secara bermakna meningkatkan
mobilitas mortalitas serta efek berat
yang lama bergantung pada durasi
masing-masing episode.
Kolaborasi :
Ø Hipoglikemia dapat terjadi pada
awal 3 jam lahir bayi SGA saat
cadangan glikogen dengan cepat
berkurang dan glukoneogenesis tidak
adekuat karena penurunan simpanan
protein obat dan lemak.
Ø Mendeteksi perubahan fungsi ginjal
berhubungan dengan penurunan
simpanan nutrien dan kadar cairan
akibat malnutrisi.
Ø Ketidakstabilan metabolik pada bayi

34
SGA/LGA dapat memerlukan
suplemen untuk mempertashankan
homeostasis.

4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan


imunologis yang tidak efektif
Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi
Kriteri hasil :
Ø Suhu 350C
Ø Tidak ada tanda-tanda infeksi
Ø Leukosit 5.000 – 10.000

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Untuk mengetahui lebih dini
Ø Kaji adanya tanda – tanda infeksi adanya tanda-tanda terjadinya infeksi
Ø Lakukan isolasi bayi lain yang Ø Tindakan yang dilakukan untuk
menderita infeksi sesuai kebijakan meminimalkan terjadinya infeksi yang
insitusi lebih luas
Ø Sebelum dan setelah menangani Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi
bayi, lakukan pencucian tangan Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi
Ø Yakinkan semua peralatan yang Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi
kontak dengan bayi bersih dan steril yang berl
Ø Cegah personal yang mengalami
infeksi menular untuk tidak kontak
langsung dengan bayi.

E. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai denga yang telah


direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.

Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan


analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga
kesehatan lain.

35
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang
didasarakan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas
kesehatan lain.

F. Evaluasi

Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada


hasil dan tujuan yang hendak dicapai.

36
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masa neonatus dan beberapa minggu sesudahnya masih merupakan
masa yang rawan karena disamping kekebalan yang masih kurang juga
gejala penyakit spesifik. Pada periode-periode tersebut tidak dapat
dibedakan/sulit dibedakan dengan penyakit lain sehingga sulit dideteksi
pada usia minggu-minggu pertama kelainanyang timbul banyak yang
berkaitan dengan masa kehamilan/proses persalinan sehingga perlu
penanganan segera dan khusus.
Bayi lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan salah satu
factor resiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi
khususnya pada masa perinatal. Selain itu bayi berat lahir rendah dapat
mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya, sehingga membutahkan biaya perawatan yang tinggi.
3.2 Saran
 Meningkatkan pengawasan pada bayi baru lahir dengan BBLR.
 Menambah informasi dan pengetahuan tentang asuhan kebidanan pada
bayi baru lahir dengan BBLR.
 Meningkatkan pelayanan pada bayi baru lahir dengan BBLR.

37
DAFTAR PUSTAKA

Betz, L C dan Sowden, L A. 2002. Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta : EGC.


Direktorat Bina Kesehatan Keluarga. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri
dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta: Depkes RI
Huda , Amin N dan Hardhi Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa NANDA & NIC-NOC Jilid 1. Jakarta : EGC
Tambayong, (2000) . Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo, 2007. Buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta

38

Anda mungkin juga menyukai