MM Eritrosit
1.1 Definisi
Eritrosit adalah sel darah merah. Normalnya pada manusia berbentuk cakram bikonkaf yang
berwarna kekuningan dan tidak berinti, mengandung Hb dan mengangkut oksigen. (Dorland, 29)
Eritropoesis adalah proses pembentukan eritrosit (sel darah merah). Pada janin dan bayi proses ini
berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum
tulang.
1.2 Eritropoesis
Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan
trombosit. Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus
menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah. (Sherwood,
2011)
Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas daraah yang mengangkut oksigen. Jika O2 yang
disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormon eritropoietin dalam darah yang
berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang. Tambahan eritrosit di
sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mengangkut O2. Peningkatan kemampuan darah
mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin. (Sherwood,
2011)
1.3 Morfologi
Eritrosit berbentuk seperti piringan yang bikonkaf dengan cekungan di
bagian tengahnya. Eritrosit mempunyai garis tengah 8 µm, ketebalan 2 µm
di tepi luar, dan ketebalan 1 µm di bagian tengah. Bentuk eritrosit yang
bikonkaf menghasilkan luas permukaan yang lebih besar untuk difusi O2
menembus membran dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan
volume yang sama. Tipisnya sel memungkinkan O2 cepat berdifusi antara
bagian paling dalam sel dan eksterior sel. (Sherwood, 2011)
Eritrosit memiliki enzim penting yang tidak dapat diperbarui, yaitu enzim glikolitik dan enzim
karbonat anhidrase. Enzim glikolitik berperan dalam menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk
mekanisme transpor aktif yang berperan dalam mempertahankan konsentrasi ion yang sesuai di
dalam sel. Enzim karbonat anhidrase berperan dalam transpor CO2. Enzim ini dapat mengubah CO2
yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh menjadi ion bikarbonat (HCO3-), yaitu bentuk utama
pengangkutan CO2 dalam darah. Eritrosit memperoleh energi dari hasil proses glikolisis karena
eritrosit tidak memiliki mitokondria. (Sherwood, 2011)
2. Kelainan Warna
Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternya
Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternya
Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya lebih
gelap.
3. Kelainan Bentuk
Mikrosit:
Biasanya pada Anemi Def Fe
Diameter < 7 mikron, biasa disertai dengan warna pucat (hipokromia). Pada pemeriksaan sel
darah lengkap didapatkan MCV yang rendah. Ditemukan pada:
Anemia defesiensi besi, Keracunan tembaga, Anemia sideroblasik, Hemosiderosis pulmoner
idiopatik, Anemia akibat penyakit kronik
Makrosit:
Biasanya pada Anemi Def Vit 12/ Def asam folat
Gambaran makrositik berarti volume eritrosit lebih besar dari normal. Dapat ditemukan
pada penyakit anemia megaloblastik karena kurang vit.B12 atau asam folat, anemia setelah
perdarahan akut, atau anemia karena penyakit hati kronik. Dari data pemeriksaan darah
ditemukan MCV > 94 fl
Anemia megaloblastik, Anemia aplastik/hipoplastik, Hipotiroidisme, Malnutrisi, Anemia
pernisiosa, Leukimia
Basofilik Stipling: eritrosit dengan granula biru-hitam, granula ini dari kondensasi atau
presipitasi RNA ribosom akibat dari defective hemoglobin synthesis
Hipokrom:
eritrosit pucat ditengah >1/3nya, Normal 10 Kurangnya Hb, Pada anemia Def Fe
Eliptosit:
eritrosit berbentuk oval (ovalosyt) atau lonjong (pensil cell/sel cerutu), Osmotic fragility
meningkat, Distribusi kolesterol dalam membran akumulasi, Kolesterol dipinggir
Target Cell:
eritrosit yang gelap di tengah, Normal 2 Akibat cytoplasmic aturation Defects dan liver
disease
Crenated Cell:
eritrosit dengan sitoplasma mengkerut, Terjadi karena hipertronik larutan pada saat
pengeringan apusan
Stomatocyt:
eritrosit pucat memanjang di tengah, Normal 5%, Akibat meningkatnya sodium dalam sel
dan menurunnya potassium
Sferosit:
eritrosit nampak pucat ditengah, Bentuk lebih kecil,
tebal,Akibat developmental defect
Sickle Cell:
eritrosit yang memanjang dan melengkung dengan 2 katup runcing
- Nama lain: Drepanocyt
- Eritrosit yang mengalami perubahan bizarre muncul pada keadaan
kurang oksigen di udara
Acantocyt: - eritrosit dengan tonjolan sitoplasma yang runcing
- Tonjolan tidak teratur
- Akibat defisiensilow-dencity betha Lipoprotein
2. MM Hb
2.1 Definisi dan Fungsi
Molekul hemoglobin memiliki 2 bagian, yaitu heme dan globin. Globin merupakan protein yang
terbentuk dari 4 rantai polipeptida, yaitu 2 rantai alfa dan 2 rantai beta yang sangat berlipat-lipat.
Gugus heme merupakan 4 gugus non protein yang mengandung besi, dengan masing-masing gugus
terikat dengan satu rantai polipeptida pada bagian globin. Masing-masing dari keempat atom besi
dapat berikatan dengan secara reversibel dengan satu molekul O2. Karena kandungan besinya,
hemoglobin tampak kemerahan jika berikatan dengan O2 dan berwarna keunguan jika mengalami
deoksigenasi. (Sherwood, 2011)
2.3 Biosintesis
Sintesis heme
Sintesis heme merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak langkah enzimatik dan
melibatkan 2 kompartemen, yaitu mitokondria dan sitosol. Sintesis heme terutama terjadi di
dalam mitokondria. Proses ini diawali dengan kondensasi glisin dan succinyl-CoA yang kemudian
diubah menjadi asam 5-aminolevulinik (ALA) oleh enzim asam δ-aminolevulinat (ALA) sintase.
Kemudian, asam 5-aminolevulinik mengalami serangkaian reaksi pada sitoplasma sampai
akhirnya menjadi Ko-proporfirinogen dan masuk kembali ke mitokondria dan menjadi
protoprofirinogen. Kemudian, protoprofirinogen diubah menjadi protoporfirin dan bergabung
dengan besi yang diangkut oleh transferin menjadi heme. Transferin mengangkut besi ke jaringan
yang mempunyai reseptor transferin.
Sintesis globin
Globin merupakan protein yang terbentuk dari asam-asam amino yang disintesis di ribosom.
Kelompok gen α-globin berada pada kromosom 16, sedangkan kelompok gen β-globin berada
pada kromosom 11.
Tabel Batas Kadar Hemoglobin
Klasifikasi
Klasifikasi Anemia berdasarkan morfologi eritrosit:
A. Anemia hipokromik mikrositer
(MCV<80 fl; MCH <27pg)
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalassemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
B. Anemia Normokromik normositer
1. Anamia pascapendarahan akut
2. Anemia aplastik – hipoplastik
3. Anemia hemolitik – terutama bentuk yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia mieloptisik
6. Anemia pada gagal ginjal kronik
7. Anemia pada mielofibrosis
8. Anemia pada sindrom mielodisplastik
C. Anemia makrositer
1. Megaloblastik
a. Anemia defisiensi folat
b. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Nonmegaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodisplastik
b. Hipersplenisme
c. Pemaparan terhadap bahan kimia
d. Akibat infeksi bakteri/parasit
e. Kerusakan mekanik
2. Faktor intrakorpuskuler
a. Gangguan membran
i. Hereditary spherocytosis
ii. Hereditary elliptocytosis
b. Gangguan enzim
i. Defisiensi pyruvate kinase
ii. Defisiensi G6PD (Glocuse-6 phospate dehydrogenase)
c. Gangguan hemoglobin
i. Hemoglobinopati structural
ii. Thalassemia
3.3 MK
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome). Gejala umum
anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah
menurun di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme
kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.
Gejala-gejala tersebut jika diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah sebagai berikut:
1. System kardiovaskular : Lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas, angina pectoris dan
gagal jantung
2. System saraf : Sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot,
iritabel.
3. Sistem urogenital : Gangguan hati dan libido menurun
4. Epitel : Pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus
4. MM ADB
4.1 Definisi
Anemia defisiensi besi terjadi ketika tubuh menyimpan besi terlalu rendah untuk mendukung sel
darah merah yang normal (RBC) berproduksi. Besi yang tidak memadai diet, penyerapan zat besi
terganggu, perdarahan, atau kehilangan zat besi tubuh dalam urin mungkin menjadi penyebabnya.
Besi keseimbangan dalam tubuh biasanya diatur dengan hati-hati untuk memastikan bahwa besi
yang cukup diserap dalam rangka untuk mengkompensasi kekurangan besi dalam tubuh.
4.2 Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan
penyerapan, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari:
1. Saluran cerna : Akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau OAINS, kanker lambung, kanker
kolon, hemoroid, divertikulosis, dan infeksi cacing tambang
2. Saluran genitalia perempuan : Menorrhagia atau metrorhagia
3. Saluran kemih : Hematuria
4. Saluran napas : Hemototope
Faktor nutrisi: Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah
daging).
Kebutuhan besi meningkat : Seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan
kehamilan.
Gangguan absorbsi besi : Gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
4.3 Patof
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kkebutuhan besi yang
meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi
menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron
depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi
dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali,
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk
eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient
erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free
protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferrin menurun dan
kapasitas ikat besi total (Total Iron Binding Capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor
transferin dalam serum.
Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga
kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai
anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia). Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel
serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta
berbagai gelaja lainnya.
4.4 MK
Gejala umum anemia yang di sebut sebagai sindrom anemia di jumpai pada anemia defisiensi besi
apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,
mata berkunang kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan
kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan.
Ciri khas :
1. Pucat
2. Koilonychias : Kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical mejadi cekung sehingga
mirip seperti sendok
3. Athrofipapil lidah : Permukaan lidah mejadi licin dan mengkilat di karnakan papil lidah
menghilang
4. Satomatitis angularis : Adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak bercak berwarna
pucat keputihan
5. Disfagia : Nyeri menelan di karnakan kerusakan hipofaring
6. Atrofi mukosa geser
4.7 Pencegahan
a. Pendidikan kesehatan :
- Kesehatan lingkungan, misalnya tentang pemakaian jamban, perbaikan lingkungan kerja dan
pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang.
- Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu penyerapan gizi.
b. Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik yang paling sering
dijumpai di daerah tropic. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan
pengobatan masal dengan antihelmentik dan perbaikan sanitasi.
c. Suplementasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti
ibu hamil dan anak balita. Profilaksis di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak
balita dengan memakai pil besi dan folat.
d. Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan makan. Di negara
Barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti atau bubuk susu dengan besi.
4.8 Komplikasi
Pada Anak Kecil
Komplikasi yang paling ditakutkan adalah proses pertumbuhan dan perkembangan mereka yang
terhambat. Tanpa nutrisi dan oksigen yang cukup, perkembangan mental, intelektual dan
kemampuan kognitif anak bisa terhambat. Energi dan kemampuan anak untuk beraktivitas fisik juga
berkurang jika sedang mengalami anemia. Pada akhirnya, semua ini bisa berdampak buruk pada
fungsi emosi dan sosial mereka. Perilaku dan performa akademik anak pun lebih tertinggal dibanding
anak-anak seusia yang tidak mengalami anemia. Selain itu, anemia juga menyebabkan turunnya
pertahanan kekebalan tubuh. Anak yang menderita anemia pun menjadi rentan terserang berbagai
macam infeksi.
Pada Wanita Hamil
Anemia defisiensi besi pada wanita hamil sangat berkaitan dengan angka kematian ibu. Anemia pada
wanita hamil patut diwaspadai. Komplikasi yang dialami wanita yang sedang hamil bisa berakibat
fatal, baik pada ibu maupun janinnya. Anemia pada wanita hamil bisa mengakibatkan:
Pertumbuhan bayi yang terhambat.
Kelahiran bayi secara prematur.
Bayi terlahir dengan berat badan rendah.
Bayi menjadi lebih rentan terserang infeksi ketika lahir.
Kematian bayi dalam kandungan bisa terjadi pada kondisi anemia yang parah.
4.9 Prognosis
Prognosis baik apabila penyebab anemia hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.