Anda di halaman 1dari 21

ACCOUNTING MEASUREMENT SYSTEM

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Teori Akuntansi Keuangan

Disusun oleh:

Anggraini Winda Purnamasari 1406645001


Anggreani Widiawati 1406645014
Dita Suryadinata 1406645216
Devi Oktavia Ekananda 1406645153
Mohammad Indra Raditya 1406645714

PENDIDIKAN EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS INDONESIA

SALEMBA, JAKARTA 2015


STATEMENT OF AUTHORSHIP

Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni
hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan
sumbernya.

Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata
ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan dengan jelas
menggunakannya.

Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan
dengan tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Mata Ajaran : Teori Akuntansi Keuangan

Judul Makalah : Accounting Measurement System

Tanggal : 09 Oktober 2015

Dosen : Lufti Yulian S.E., M.M

Anggota :

Nama NPM Tanda tangan


Anggraini Winda Purnamasari 1406645001

Anggreani Widiawati 1406645014

Dita Suryadinata 1406645216

Devi Oktavia Ekananda 1406645153

Mohammad Indra Raditya 1406645714

1
I. THREE MAIN INCOME AND CAPITAL MEASUREMENT SYSTEMS

System akuntansi untuk pertama kali diperkenalkan oleh Pacioli pada abad ke 15,
yaitu system akuntansi double-entry. Sejak saat itu teknik dasar akuntansi tidak berubah
secara signifikan. Bersamaan dengan revolusi industry, khususnya setelah jatuhnya wall
street pada tahun 1929, system akuntansi trandisional berdasarkan historical cost system
muncul dan memimpin sebagai fundamental accounting system. Kemudian pada tahun 1960-
an beberapa alternative dasar system akuntansi lainnya muncul dan mulai berkembang, yaitu
current cost accounting dan current selling prices (exit prices). Current cost accounting juga
dianggap sebagai metode pertama yang mempresentasikan fair value accounting system.

II. HISTORICAL COST ACCOUNTING

A. Objective of Accounting

Berkembangnya perusahaan membuat akuntansi memiliki peran yang sangat


signifikan sebagai sumber informasi mengenai perusahaan, dimana pemilik dan pengendali
perusahaan merupakan dua pihak yang berbeda. Absentee owners yang tidak berperan
dalam operasional perusahaan tidak memiliki pengetahuan mengenai operasional dan
kondisi perusahaan. Mereka sangat bergantung kepada laporan akuntansi untuk
mendapatkan informasi. Perusahaan yang besar juga harus membuat sebuah laporan
mengenai kondisi perusahaan secara jelas kepada pemilik (investor), kreditor dan
stakeholder yang berkepentingan lainnya. Disinilah stewardship function dari manager
memfocuskan perhatian kepada pelaporan akuntansi untuk para stakeholder, dan
sebaliknya owner dan kreditor menaruh perhatian utama pada apa yang dilakukan
management dengan modal (dana) yang dipercayakan padanya. Akuntabilitas, kemudian
menjadi objek yang sangat kritis dari fungsi ini.

Historical cost accounting menekankan pada dua objek kritis tersebut, yaitu
stewardship dan accountability. Tujuan penggunaan historical cost menekankan hubungan
“kontraktual” yang konservatis antara perusahaan dan pihak yang menyediakan sumber
dana, dan membuat management bertanggungjawab atas penggunaan asset dalam operasi
perusahaan, hasil “profit/output” dari operasional tersebut dan dampaknya terhadap nilai
tambah ekuitas. Maka income statement adalah kunci komunikasi yang tepat dari
mekanisme ini.

Dalam pandangan historical cost accounting perubahan nilai asset dan kewajiban
pada dasarnya diabaikan, sampai asset tersebut dijual atau dilepaskan atau dihapuskan.
Dalam historical cost theory informasi mengenai nilai sisa bersih dari perusahaan tidak
begitu penting, namun yang terpenting adalah profit.

2
Berdasarkan akuntansi konvensional ‘net worth’ adlaah pengukuran yang tidak tepat
relevan pemilik perusahaan hanya ingin mengetahui hasil investasi mereka pad aperuahaan.
Maka fungsi akuntansi yang paling pentng adalah bukanlah menunjukkan ‘net worth’
pemilik melainkan menunjukkan profit.

B. Capital and Profit

Dalam historical cost system, pencatatan akuntansi harus menjaga nilai capital ( assets
dikurangi kewajiban) memiliki nilai yang sama dengan nilai pada periode awal, dimana
semua asset dan kewajiban dinilai sesuai dengan nilai saat pembelian. Income menunjukkan
hasil dari perusahaan selama periode tertentu, expenses merupakan sumber daya yang
dibelanjakan dan profit menunjukkan keefektifan sebuah perusahaan dalam beroperasi.

Income statement adalah bagian yang paling penting dalam laporan keuangan, dimana
menunjukkan hasil dari kegiatan operasional perusahaan. Sedangkan balance sheet
dianggap bukan merupakan bagian yang signifikan. FASB menggunakan istilah ‘revenue-
expense view’ dan ‘asset-liability view’. Terdapat dua konsep dasar dalam historical cost
revenue-expense viewpoint yaitu ‘matching of cost’ dan ‘conservatism’.

C. Matching Cost Theory

Akuntan harus melacak aliran biaya yang keluar, terutama karena biaya yang melekat
pada pendapatan ‘cost attach’. Akuntan mencatat setiap transaksi biaya dan men-trasir-nya
kepada pendapatan yang diterima dari biaya tersebut. Akuntan memutuskan biaya yang bisa
diakui ‘expired’ untuk kemudian dilekatkan (matching) pada pendapatan di income
statement, dan biaya yang belum dapat diakui ‘unexpired’ akan dilaporkan di balance sheet
(unmatched assets). Hal ini merupakan konsep ‘matching cost against revenue’ yang
merupakan konsep penting dalam historical cost accounting.

D. Conservatism

Biaya harus segera diakui sesegera mungkin, sedangkan pendapatan hanya dapat
diakui jika terdapat keyakinan yang tinggi (‘high probability’) bahwa pendapatan tersebut
akan diterima. Konsep konservatis ini menyebabkan perlakuan yang bias antara pengakuan
biaya dibandingkan dengan pengakuan pendapatan. Konsep konservatis lainnya
mengatakan peningkatan nilai asset tidak boleh diakui, tapi penurunan nilai harus diakui –
the lower of cost or market rule.

Konsep konversative menggunakan system akuntansi dengan pendekatan transaksi


(transaksi dibuktikan adanya kredit atau cash) dan tidak mengakui sebuah kejadian yang
tidak dihasilkan dari adanya transaksi (misalnya peningkatan harga).

3
E. Arguments of Historical Cost Accounting

Historical cost accounting banyak diserang, terutama banyak dikritik karena tidak
mampu melaporkan kondisi sebenarnya atau tidak dapat menyediakan nilai up-to-date dari
‘net-worth’. Atas hal tersebut defender memiliki argument-argumen berikut ini :

1. Relevant in making economic decisions


Managers membuat keputusan mengenai komitmen masa depan membutuhkan data
transaksi masa lalu. Mereka harus dapat mereview upaya masa lalu dan ukuran dari
upaya ini adalah biaya historis.
2. Historical cost didasarkan pada transaksi yang actual bukan hanya transaksi yang
mungkin atau belum terjadi.
3. Financial statement berdasarkan biaya histori, sehingga memudahkan menemukan
data dan lebih bermanfaat.
4. Konsep yang terbaik dalam memahami konsep profit, dimana kelebihan nilai harga
jual dibadingkan dengan harga perolehan.
5. Akuntan dapat menjaga integritasnya dengan menjaga data berdasarkan nilai historis
dibandingkan dengan modifikasi internal. Banyak yang berpendapat bahw historical
cost system mengurangi praktik manipulasi dibandingkan current cost system ataupun
selling price system.
6. Informasi mengenai profit yang disajik an oleh system alternative yang lain (current
cos dan selling price) tidak bermanfaat.
7. Aperubahan dalam harga pasar dapat disajkan dan diungkapkan oleh data pendukung
atau tambahan.
8. Tidak ada bukti yang cukup untuk menolak terhadap historical cost accounting.

F. Criticisms of Historical Cost Accounting

1. Objective of accounting

“Menyediakan informasi dalam rangka melaksanakan stewardship function dari


management merupakan interprestasi yang terllau sempit atas tujuan akuntansi”

Pelaporan sebagai fungsi stewardship walaupun penting namun hanya merupakan


tujuan kedua dari akuntansi. Pada sejarahnya tujuan utama akuntansi adalah untuk
memenuhi kebutuhan pengambilan keputusan para pengguna informasi (users).
Pendekatan decision-usefullness membutuhkan posisi ‘forward-looking’ yang dapat
memberikan informasi yang relevan dibandingkan hanya menyajikan informasi masa
lalu. Investor juga tertarik mengetahui kenaikan dan penurunan nilai dari investasi
mereka yang dipresentasikan oleh net assets perusahaan. Dan historical cost system
gagal memenuhi tujuan ini.

Kritik terhadap historical cost system berulang-ulang berargumen bahwa system gagal
menjamin terpenuhinya tujuan penyediaan informasi yang objektif. Sangat banyak
keputusan yang berhubungan dengan pencatatan, pengukuran dan pelaporan

4
informasi, namun historical cost system sangat jauh dari objektif dan justru membuka
terjadinya manipulasi.

2. Information of Decision Making

“Akuntansi biaya historis meskupin bermanfaat namun tidak cukup untuk


mnegevaluasi keputusan-keputusan bisnis. Pernyataan biaya historis yang
mnegaitkan pada assets (cost attach theory) hanyalah fiksi”

Biaya historis memang mempunyai manfaat tetapi tidak cukup untuk mengevaluasi
keputusan bisnis. Ketika asset diperoleh biaya historis adalah tepat karena nilainya
mengacu pada kejadian saat ini (saat itu up to date). Akan tetapi segera setelah
periode akuisi lewat, nilai ini tidak lagi up to date dan oleh karena nya tidak lagi logis
untuk dijadikan dasar untuk mengevaluasi keputusan bisnis.

Modal (capital) sangat beguna dalam pengambilan keputusan, ‘capital’ dapat


didefinisikan sebagai kemampuan beroperasinya perusahaan (kemampuan perusahaan
untuk tetap berproduksi), atau menunjukkan ‘purchasing power’ perusahaan
(kemampuan perusahaan untuk bertransaksi di pasar).

Jika modal adalah kemampuan operating perusahaan, maka laba merupakan


perubahan dalam kemampuan tersebut dalam suatu periode tertentu yang diperoleh
setelah memelihara modal fisik perusahaan. Informasi ini sangat berguna dalam
keputusan yang focus pad akemampuan perusahaan untuk menjaga produksi dan
untuk bersaing dengan yang lain dalam industry di masa depan.

Jika laba adalah perubahan dalam kemampuan membeli (purchasing power), konsep
modal yang sedang dipertahankan merupakan modal financial yang diukur pad aharga
saat ini (current prices). Lagi, informasi ini berguna dalam menghasilkan informasi
yang memperhatikan perubahan dalam kapasitas perusahaan di masa depan utntuk
bertransaksi di masa depan.

Kritikus berargumen bahwa profit yang dilaporkan historical cost system tidak
memiliki interprestasi ‘prospective’ melainkan ‘retrospective’. Capital hanya
dianggap sebagai nominal dollar yang diinvestasikan pada perusahaan bukan sebagai
daya beli (purchasing power). Setelah tahun akusisi, biaya historis tidak
menghubungkan kejadian pada tahun tersebut dan setelahnya. Akuntansi menciptakan
sebuah kenyataan yg fiksi yang harus dipercayai bahwa biaya historis berhubungan
dengan operasi saat ini.

Historical cost system akan menyajikan laba terlalu tinggi saat harga-harga naik
karena meng-offset biaya perolehan historis (yang rendah) dengan pendapatan
sekarang yang tinggi (inflasi). Hal tersebut tanpa disadari dapat mengarah pada
pengurangan capital dimana capital didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan
untuk berproduksi, bertransaksi, atau sebaliknya untuk beroperasi dimasa depan.
Profit berdasaran historical cost juga dapat memperdaya management lebih dalam lagi
5
bahwa laba yang dibayarkan dapat melebihi laba tahunan yang sesungguhnya
menghilangkan basis modal.

3. Basis of Historical Cost

“Basis biaya historis yaitu going concern tidaklah realistis”

Salah satu pembelaan dari penggunaan biaya historis adalah adanya prinsip going
concern assumption. Dimana menggang bahwa uum perusahaan adalah tidak dapat
ditentukan jadi ekspektasi normal mengenai item non-monetary akan terpenuhi.
Inventori sepenuhnya akan terjual, dan non-current asset akan speenuhnya digunakan
dalam bisnis. Oleh karena itu nilai histori asset , atau bagian yang dialokasikan
merupakan jumlah yang tepat untuk disandingkan dnegan pendapatan. Namun pada
kenyataannya tidak ada bisnis yang berlangsung ‘tidak pasti’ ke masa depan. Semua
bisnis sangat dimungkinkan akan berhenti beroperasi. Dan akan lebih beralasan untuk
mengasumsikan penghentian daripada keberlangsungan.

4. Matching

“Penggunaan konsep penandingan tidak menghasilkan informasi yang relevan dan


terpercaya”

Pada faktanya dalam banyak kasus penandingan biaya dan pendapatan tidak mungkin
dipraktikkan.pepandingan adalah sebuah proses untuk keputusan acak yang harus
dibuat daripada sebuah analisis yang konsisten. Dalam matching konsep tidak ada
konsep penandingan yang pasti, tidak ada cara untuk metode lain dalam penyandingan
kecuali secara arbitrary.

Salah satu konsekuensi dari ‘matching concept’ adalah meletakkan neraca sebagai
posisi kedua setelah laporan laba rugi, karena lebih memfokuskan pada net profit.
Kritikus berargumen bahwa ini bias terhadap neraca dimana laba rugi meletakkan
neraca pada posisi yang kedua.Padahal neraca memiliki kepentingannya sendiri,
neraca adalah sumber utama informasi dari posisi keuangan perusahaan.

The Australian Accounting Standards Boards (AASB) meyatakan bahwa penggunaan


konsep ‘matching’ dapat mengarah pada volatilitas dalam menghasilkan laporan dna
profit smoothing selama periode pelaporan yang berbeda. Penggunaan konsep
‘matching’ tidak menghasilkan informasi yang relevan dan terpercaya

5. Nortion of Investor Needs

“Historical cost accounting system hanya memberikan ide untuk kebutuhan investor
yang tertarik pada analisa pasar bukan intelegent investor yang tertarik pada apa
yang terjadi pada perusahaan.”

6
Historical cost accounting yang hanya memfokuskan hanya pada penentuan net-profit
menyebabkan penyimpangan dan penyembunyian atas pengungkapkan penting
informasi perusahaan. Hal ini karena tujuan kauntansi konvensional telah
disalahartikan, dimana akuntan berpandangan sempit akan kebutuhan investor dan
menerima cara lama dalam menganalisis perusahaan dan sahamnya. Akuntansi
konvensional memandang bahwa prosedur mendasar dalam analisis perusahaan
menekankan pada profit dan dividend, dan pendekatan tersebut adalah pendekatan
yang tepat untuk semua perusahaan.

Akuntan seharusnya menyediakan informasi untuk investor yang canggih dan pintar,
yang tertarik pada apa yang sebenarnya terjadi dalam bisnis perusahaan. Investor ini
lebih tertarik pada nilai pengembalian jangka panjang.

III. CURRENT COST ACCOUNTING

A. Objective of Accounting

Current Cost Accounting (CCA) adalah sistem akuntansi dimana Asset dinilai
berdasarkan harga beli saat ini (current market buying price), dan profit ditentukan oleh
alokasi berdasarkan biaya saat itu. Untuk memahami tujuan dari penggunaan Current Cost
Accounting terlebih dahulu kita harus memahami macam-macam keputusan yang dihadapi
oleh manajer dalam menjalankan perusahaan. Dalam hal ini kita asumsikan terlebih dahulu
bahwa tujuana dari manajer adalah mengalokasikan sumber daya perusahaan yang tersedia
dengan tujuan untuk memaksimalkan laba. Edwards dan Bell merumuskan permasalahan ini
menjadi tiga buah pertanyaan, yaitu:

 Berapa jumlah aset yang harus disimpan dalam waktu tertentu


 Bentuk dari aset seharusnya bagaimana
 Bagaimana seharusnya aset dibiayai

Manajer membuat keputusan terhadap tiga permasalahan tersebut berdasarkan


ekspektasi tentang kejadian di masa depan. Untuk menghasilkan ekspektasi yang relatif
akurat, manajer harus mengevaluasi aktivitas masa lalu. Salah satu caranya adalah dengan
membandingkan data akuntansi antara periode tersebut dengan data ekspektasi awal yang
telah direncanakan sebelumnya. Bila perbandingan ini menunjukkan bahwa ekspektasi itu
tidak lagi akurat, maka current events atau ekspektasi harus diubah. Contohnya apabila data
akuntansi menunjukkan bahwa total biaya dari bahan baku lebih tinggi dari yang dianggarkan
karena harga bahan baku lebih tinggi dari yang sudah direncanakan, maka perusahaan harus
mengubah ekspektasinya tentang harga bahan baku di masa depan dan berapa anggaran
bahan baku yang dibutuhkan di masa depan. Informasi akuntansi sangat dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan sehingga peristiwa aktual harus diukur seakurat mungkin. Menurut
Edwards dan Bell perubahan harga dalam suatu periode merupakan sesuatu yang penting
untuk disadari oleh manajemen dalam mengambil keputusan terbaik di masa depan.

Walaupun Edward dan Bell menyadari benar pentingnya informasi bagi manajemen,
mereka juga menjelaskan bahwa data tersebut juga berguna bagi pihak luar, seperti pemegang
7
saham dan kreditur karena mereka ingin menilai performance perusahaan. Dari tero tersebut,
informasi akuntansi memiliki dua tujuan, yaitu:

 Evaluasi keputusan manajer di masa lalu untuk membuat keputusan yang


terbaik
 Evaluasi manajer oleh pemegang saham, kreditur, dan yang lainnya.

B. Concept of Bussiness Profit and Financial Capital

Atas nama profit manajemen sering menghadapi dua keputusan yaitu apakah akan
menahan atau membuang suatu aset atau kewajiban (1) dan bagaimana mendanai dan
menggunakan aktivitas operasi perusahaan (2).

Untuk menilai dua keputusan tersebut, Edwards dan Bell menawarkan sebuah konsep
profit yang dinamakan ‘Bussiness Profit’ yang terdiri dari (1) current operating profit dan
(2) realisable cost savings. Current Operating Profit adalah selisih dari current value dari
output yang terjual dengan current cost dari aset yang dicimpan dalam waktu tertentu.
Keduanya mencakup perubahan biaya yang direalisasi dan yang belum direalisasi. Busines
profit dihitung secara real basis – yaitu, elemen fiksi akibat perubahan tingkat harga umum
dihilangkan. Istilah yang kita gunakan untuk realisable cost savings adalah ‘holding gains /
losses’, yang dapat direalisasikan atau belum direalisasi.

C. Holding Gains and Loses

Sebuah asumsi yang membawahi ‘Business Profit’ adalah menggabungan antara


holding gains/loses dan operating holding/loses memmbingungkan pengambilan keputusan
manajemen dan menghalangi alokasi sumber daya dalam ekonomi. Konsep Business Profit
membolehkan pemisahan dari dua komponen tersebut. Mempertahankan (Hold) aset dan
kewajiban adalah salah satu cara manajemen untuk meningkatkan posisi pasar perusahaan.

Apa manfaat dari pemisahan pengukuran antara holding gain and loss? Memegang
komposisi tertentu dari aset dan kewajiban adalah salah satu cara manajemen untuk
meningkatkan posisi pasar perusahaan. Manajer dan lain-lain ingin tahu apakah harapan ini
sukses. Dalam akuntansi konvensional, keuntungan dicatat hanya ketika aset tersebut
dilepaskan. Oleh karena itu, menentukan apakah harapan manajemen berhasil atau tidak
adalah hampir mustahil kecuali aset yang dibeli dan dijual dalam periode yang sama. Juga,
dalam akuntansi konvensional, ketika membandingkan perusahaan, kita dapat disesatkan
perusahaan mana yang lebih efisien. Misalkan semua perusahaan dalam suatu industri
tertentu sama-sama efisien, tetapi Perusahaan A dimulai 10 tahun lebih awal dari yang lain.
Keuntungan operasional A akan lebih besar karena beban penyusutan rendah, sehingga
memberikan kesan bahwa A lebih efisien daripada yang lain. Tapi keuntungan yang lebih
besar bukan karena efisiensi dari manajer dalam operasi perusahaan pada tahun berjalan.
Sebaliknya, itu mencerminkan efisiensi para manajer dari 10 tahun yang lalu dalam memulai
bisnis dan pembelian suatu aset pada saat itu. Oleh karena itu, pemisahan holding gain dan
operating profit memberikan kredit untuk manajer yang tepat.

8
Misalkan bahwa A Perusahaan menjadi kurang efisien dan sejarah saat ini biaya laba
operasi adalah sama dengan perusahaan lain. Inefisiensi akan tersembunyi juka memakai
akuntansi konvensional karena holding gain akan dicampur dengan laba operasional. Sebuah
asumsi yang mendasari Current Cost Accounting adalah bahwa percampuran holding gains
dan operating gains membingungkan evaluasi kebijakan manajemen dan menghalangi alokasi
sumber daya dalam perekonomian. Namun, pemisahan current operating profits dan holding
gain (or losses) tidak selalu diterima bermanfaat. Drake dan Dopuch, serta Prakash dan
Sunder, menegaskan bahwa beberapa kebijakan manajer mempengaruhi kedua komponen,
sehingga dalam beberapa kasus holding gain dan current operating profit tidak independen
satu sama lain. Misalnya, aset yang diperoleh untuk menurunkan future operating expenses
(misalnya mesin baru yang dibeli untuk menghasilkan persediaan dengan biaya yang lebih
rendah). Manfaat yang berhubungan langsung dengan aset akan tercermin dalam future
operating profits daripada perubahan dalam current cost aset saat diperoleh. Jika current cost
aset mengalami penurunan, hal itu tidak akan masuk akal untuk menyalahkan manajemen
dalam menimbulkan kerugian jika peningkatan laba usaha karena penurunan beban usaha
(HPP di contoh kita) lebih dari offset kerugian.

IV. FINANCIAL CAPITAL VERSUS PHYSICAL CAPITAL

Pada system akuntansi dengan menggunakan penilaian pasar, perhitungan profit


didasarkan pada pengukuran modal (capital). Profit lebih didefinisakn pada perubahan modal
selama periode pelaporan dan bukan sebagai alokasi dari biaya historis yang ditentukan
dengan berbagai ketentuan akuntansi. Pada current cost accounting, terdapat dua pandangan
pokok terhadap menentukan modal awal dan modal akhir serta bagaimana profit diukur, yaitu
secara konsep financial (financial capital concept) dan konsep fisik (physical capital
concept).

Dari sudut pandang praktis, perbedaan utama diantara kedua konsep tersebut adalah ada
atau tidaknya holding gains (or lossess) dalam komponen profit. Secara kuantitaif, holding
gains (lossess) termasuk di dalam profit pada konsep financial capital dan tidak termasuk
dalam profit pada physical capital. Sebagai ilustrasi, terdapat perusahaan yang memulai
operasinya dengan kas sebesar $1000 pada tanggal 1 januari, kemudian menggunakannya
untuk membeli 100 unit dengan harga $10 per unit. Pada tanggal 31 januari, unit tersebut
dijual dengan harga $18 per unit. Harga perolehan unit tersebut pada tanggal 31 januari
meningkat menjadi $12 per unit. Jika diasumsikan profit akan digunakan untuk membayar
dividen pada akhir bulan, maka kalkulasi perhitungan profit adalah sebagai berikut:

A. In Support of Physical Capital

Pendukung physical capital concept berpendapat bahwa capital adalah unit fisik yang
menunjukkan kemampuan operasi perusahaan. Pada kasus sebelumnya, awalnya perusahaan
memiliki 100 unit maka seharusnya harus mampu membeli 100 unit pada akhir periode.
Ketika harga unit naik sebesar $2 per unit, perusahaan membutuhkan tambahan sebesar $200
pada akhir periode untuk mempertahankan kemampuan operasionalnya. Sehingga, $200

9
bukanlah merupakan holding gain, tetapi penyesuaian terhadap pemeliharaan modal (capital
maintenance adjustment). Analisis tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Financial Physical
Capital Capital
Sales Revenue (100 x $18) 1800 1800
Cost Of Sales (100 x $12) 1200 1200
Curent Operating Profit 600 600
Holding Gain (100 x $2) 200 0
Profit 800 600
Paid as Dividends 800 600

Jika dividen dibayarkan sebesar $800, perusahaan akan memiliki modal sebesar
$1000 pada akhir periode yang dapat digunakan untuk membeli sebanyak 83 unit pada awal
februari, sehingga tidak dapat mempertahankan kemampuan operasional pada level yang
sama seperti periode sebelumnya, yaitu 100 unit.

1. Major Features of The Physical Capacity System – Capital Maintenance

Current cost system didasarkan pada konsep entitas dalam mempertahankan


kemampuan perusahaan untuk memproduksi barang dan jasa dalam jumlah yang sama
secara berkelanjutan, yaitu mempertahankan kemampuan operasionalnya.

Jika tidak ada perubahan teknologi, pemeliharaan modal menunjukkan bahwa stok
fisik dari net aset dapat dipertahankan (tetap). Hal tersebut diperoleh dengan
menyamakan pemakaian sumber daya yang diukur dengan harga perolehan saat ini
dan memastikan nilai pembelian item moneter dipertahankan. Hal tersebut juga dapat
digunakan untuk mengkalkulasi harga yang harus dibayar untuk mendapatkan input
serta harga minimal penjualan output dengan asumsi continuity dan non-liquidation.

Menurut logika ekonomi, efisiensi operasi yang optimal terjadi saat jumlah output
yang diproduksi berasal dari input dengan total opportunity cost yang minimum.
Contohnya, jika upah mengalami peningkatan maka dibutuhkan metode capital-
intensive pada kegiatan produksi untuk mengurangi input labour sehingga biaya
menjadi minimal.

2. Valuation Principles

a. Non-monetary Items

Item moneter dan non moneter memiliki efek dan risiko yang berbeda terhadap
inflasi. Item moneter adalah elemen yang mempunyai klaim moneter dalam jumlah
yang tetap dan tidak berubah saat inflasi harga. Sedangkan item non moneter seperti
tanah dan bangunan, akan disesuaikan harganya sesuai dengan kondisi pasar. Untuk

10
tujuan pelaporan, aset non moneter harus dinilai dan ditampilkan pada current cost.
Penilaian diperoleh dengan cara:

 Harga pembelian saat ini di pasar, atau

 Index spesifik saat harga pasar tidak tersedia, atau

 Potensi servis dari barang identik atau sejenis dari aset terspesialisasi.

Pendepresiasian aset diperoleh dengan mengurangkan nilai baru aset dengan


akumulasi depresiasi. Saat aset non moneter ditentukan, dilakukan penyesuaian pada
akun current cost reserve di bagian ekuitas. Saat penurunan nilai secara permanen
menurunkan kemampuan operasional entitas, maka penyesuaian dilakukan langsung
pada laba rugi.
b. Monetary Items and Loan Capital

Kewajiban moneter dinilai sesuai jumlah yang diekspektasikan akan dibayar dan
memberikan keuntungan jika ditahan saat nilai uang kehilangan kemampuan
membeli. Keuntungan atau kerugian item moneter dikalkulasikan sesuai dengan
perubahan pada current cost dari barang atau jasa.

c. Non-Monetary Assets Bought and Sold on The Same Market

Saham dan komoditas tertentu seperti emas, perak dan aset lain yang ditahan untuk
tujuan spekulasi, dibeli dan dijual pada pasar yang sama. Aset tersebut tidak secara
langsung menambah kemampuan operasional perusahaan. Aset tersebut umumnya
digunakan sebagai profit-generating purpose atau untuk dijual kembali saat ada
capital gain.

B. Arguments for and Against Current Cost

1. Recognition Principle

Pendukung historical cost accounting berpendapat bahwa current cost accounting


melanggar prinsip konservatif bahwa keuntungan diakui pada saat non-monetary asset
dihapus. Pendukung physical capital juga berpendapat bahwa jika perusahaan
berencana menggunakan non-curent aset dibandingkan menjualnya, perubahan pada
harga pasar dari aset tersebut tidak relevan untuk dijadikan profit.

2. Objectivity of Current Cost

Pendukung historical cost berpendapat bahwa current cost accounting mencerminkan


objektivitas yang rendah karena penggunaan current cost tidak didasarkan pada
transaksi perusahaan yang sebenarnya.

3. Technological Change

11
Current cost accounting dikritik karena mengabaikan peningkatan teknologi yang dapat
terjadi dalam jangka panjang. Ketika mesin baru mengubah biaya produksi, maka harga
dari mesin lama harus disesuaikan.

C. More Specific Criticisms

1. Advocates of Historical Cost

Pendukung historical cost menolak current cost accounting pada dasarnya


dikarenakan melanggar prinsip realisasi tradisional. Masalah terkait yaitu subjektivitas
dari penentuan peningkatan biaya. Apabila tik ada second-hand market yang reliable,
maka dasar penentuan current cost dari aset tetap perusahaan adalah aset baru yang
diekspektasikan untuk mengganti yang lama.

2. Comparison on the Result with Historical Cost

Perbedaan profit dari historical cost dan current cost dari operasional perusahaan
dikarenakan perbedaan unrealised holding gains.

3. Advocates of Exit Price

Pada teori exit price, biaya diimplikasikan pada opportunity cost atau pengorbanan
atas alternative yang lebih baik. Pada sebagian besar kasus, pengorbanan perusahaan
adalah menjual aset disbanding menggunakannya, bukan membelinya karena
perusahaan sudah memilikinya, sehingga current cost yaitu harga pembelian barang
tersebut tidaklah relevan.

Pendukung exit price menyatakan bahwa current cost accounting memiliki problem
matematis dikarenakan pada prakteknya melibatkan metode pengukuran yang
bervariasi. Chambers menentang penggunaan specific price indexes yang merupakan
harga rata-rata. Pendukung exit price accounting juga berpendapat bahwa informasi
current cost umumnya tidak relevan pada keputusan investasi.

Sterling mempertimbangkan penggunaan physical capital concept yang yang hanya


berlaku jika kondisi perusahaan mengganti unitnya secara terus menerus, mengalami
kenaikan harga secara terus menerus, membeli dan menjual pada pasar yang berbeda,
menginvestasikan secara penuh pada unit fisik.

V. EXIT PRICE ACCOUNTING

A. Income and Capital

Exit price accounting adalah sistem akuntansi dimana menggunakan harga jual pasar
untuk mengukur posisi finansial beserta performa perusahaan. Terdapat dua perbedaan yang
mendasar dengan perhitungan historical cost pada akuntansi:

12
 Nilai dari aset non moneter yang disesuaikan berdasarkan harga pasar berfungsi
untuk mengukur aset tersebut dan jika terdapat income dianggap sebagai unrealized
gains.
 Perubahan dalam kekuatan daya beli uang secara umum yang dipertimbangkan ketika
mengukur modal keuangan dan hasil dari operasi
Jadi aset yang tercatat pada neraca disajikan kembali pada exit values (harga jual),
sehingga laporan yang ada menggambarkan nilai wajar pasar pada perusahaan, bukan saat
situasi fire-sale (ambigu). Laporan laba rugi menggambarkan profit atau losses dari hasil
operasi yang disesuaikan dengan keuntungan dalam memegang aset. Bagaimanapun, profit
diukur dalam konsep comprehensive dimana dalam konsep ini mengukur secara total
perubahan riil dalam nilai daripada elemen ekuitas yang telah di akui.

B. Objective of Accounting ( Adaptive Decision Making)

Ketika perusahaan membeli aset tidak lancar, maka akan merubah kemampuannya
dalam beradaptasi. Misal, jika aset tersebut dibeli secara cash maka saldo kas perusahaan
akan turun dan membatasi perusahaan untuk mengeluarkan kas untuk investasi lain.
Sebaliknya, jika perusahaan membelinya secara kredit, maka akan mengurangi kemampuan
pengambilan kredit perusahaan di masa datang. Konsep perilaku adatif melihat perusahaan
untuk siap dalam tindakan untuk membuang aset, jika tindakan ini memberikan keuntungan
terbaik bagi perusahaan. Perusahaan akan menjaga aset tidak lancarnya hanya jika nilai
sekarang dari arus kas masa depan dari penggunaan aset lebih besar dari nilai sekarang dari
arus kas masa depan jika ada alternatif investasi lain.

Chamber mengakui bahwa setiap aset yang dimiliki pada prinsipnya adalah nilai dari
pertukaran (exit value) dan nilai pakai (value in use). Nilai pakai (Nilai saat ini) pada
dasarnya adalah sejumlah nilai yang dihitung dari harapan saaat ini, dan hal itu merupakan
keyakinan atas masa depan, bukan fakta pada saat ini.

C. Argument for Exit Price Accounting


1. Providing useful information
Perusahaan bisnis umumnya dimiliki oleh satu orang atau grup kecil dari partner.
Akuntan adalah yang menyiapkan laporan keuangan dan bertanggung jawab hanya kepada
dua kepentingan: pemilik, yang mengatur bisnis dan mengetahu detail semua transaksi dan

13
kreditur, yang memiliki ketertarikan atas kemampuan pemilik dalam membayar pinjaman
yang jatuh tempo.
Solusi ideal bagi akuntan adalah untuk melaporkan segala profit dan kerugian, lalu
nilainya ditentukan berdasarkan kompetitf dari pasar yang ada. Bagaimanapun, tidak semua
aset memiliki pasar yang siap. Berikut ini adalah pasar yang diharapkan dapat hadir untuk
menentukan nilainya
 Marketable assets at market price (exit price)
 Non-marketable reproducible assets at replacement costs
 Occasional non-marketable, non-reproducible assets at historical costs.

Profit harus mencakup semua hal yang telah direalisasikan juga unrealized dalam
hubungannya dengan prinsip clean surplus.

2. Relevant and reliable information


Untuk menjadi relevan, informasi harus bergunan dalam pengambilan keputusan
akuntansi bagi para pengguna laporan. Model pengambilan keputusan, memungkinkan
pengguna untuk memutuskan yang mana merupakan aksi yang tepat dari berbagai alternatif
yang ada. Jika tidak ada kendala, informasi dapat dikumpulkan yang mana saja yang relevan
terhadap masalah yang dihadapi dan model keputusan. Bagaimanpun, kendala ada karena
sumber informasi yang langka juga mahal. Masalahnya adalah untuk memilih model
keputusan yang sesuai dengan cara menilai kemampuan model untuk memprediksi
konsekuensi dari alternative yang tersedia.
3. Additivity
Chambers mempertimbangkan masalah aditif menjadi faktor kunci dalam CCE
accounting, Produk utama dari sistem laporan akuntansi – neraca dan laporan laba rugi. Jika
memberikan nilai yang berbeda dengan berbagai karakteristik yang berbeda juga, maka
tidak dapat secara logis dapat ditambahkan bersama-sama. Sebagai contoh, tidak dapat
menilai kewajiban sebesar harga perolehan (surat hutang), beberapa aset sebesar biaya
replacement (persediaan), yang lain sebesar nilai saat ini (sewa). Juga tidak dapat
mencampuradukkan biaya historis dengan tanggal yang berbeda dan makna yang berbeda
dalam mengkalkulasikan aset bersih.
4. Allocation
Thomas mengeluhkan fakta bahwa dalam sistem akuntansi biaya (historical dan
current) sangat bergantung pada alokasi untuk valuasi aset dan menentukan profit.

14
Positifnyadari exit price accounting bahwa laporan keuangan dialokasikan secara bebas.
Profit menggambarkan jumlah dari perubahan dari daya beli yang rill dari aset bersih,
terkecuali tambahan investasi dari atau didistribusikan oleh owner.
5. Reality
Exit price accounting melibatkan referensi yang nyata karena memang menggunakan
harga pasar actual saat ini. Penyusutan tidak terjadi jika nilai aset selalu naik atau harga
konstan. Jika tidak ada nilai realisasi dapat dikaitkan dengan item, maka item yang ada
memiliki saldo nol. Dengan dua kendala – dipertukarkan dan adanya harga jual – item-item
dari laporan keuangan bisa semakin kuat dengan bukti nyata yang ada di dunia.
6. Objectivity
Banyak yang mengatakan bahwa harga pasar tidak objektif, namun pada
kenyataannya nilai pasar adalah nilai yang mencerminkan kenyataan pada saat ini. Parker
melakukan penelitian relative dan objektivitas untuk exit price dengan historical cost.
Parket menunjukkan bahwa exit price mengungkapkan dispersi dari jumlah tercatat.
Penyebab utamanya adalah perbedaan estimasi masa manfaat dan nilai sisa.
7. A measure of risk
Untuk memungkinkan para pengguna laporan keuangan dalam mengevaluasi berbagai
risiko dan kinerja dalam risiko finansial yang signifikan akan membutuhkan:
 deskripsi dari setiap risiko keuangan yang signifikan dan tujuan perusahaan serta
kebijakan untuk mengelola risiko tersebut.
 Informasi mengenai dampak risiko terhadap neraca dan laporan kinerja keuangan
 Informasi mengenai metode dan asumsi utama yang digunakan dalam
mengestimasi nilai wajar instrument keuangan

D. Arguments Against Exit Price Accounting


1. Profit Concept
Seperti yang diketahui, bahwa keuntungan adalah ukuran aktivitas kinerja dari
perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional mereka dalam menggunakan
sumber daya yang telah ada. Ketika evaluasi telah dibuat, maka perusahaan dapat
memutuskan apakah melanjutkan dalam pemakaian aset atau menjual asset dan
menggunakan hasil yang ada pada alternative yang lain.
2. Additivity

15
Pendukung exit price mengklaim bahwa pengukuran akuntansi, jika berpikir objektif,
harus didasarkan hanya pada nilai masa lalu dan masa kini. Perhitungan antisipasi tidak
dapat ditambahkan bersama-sama dengan angka saat ini. Pengkritik berpikir bahwa
arus kas yang setara aset ditentukan berdasarkan asumsi likuidasi bertahap dan teratur.
Jika itu terjadi maka peristiwa masa depan harus diasumsikan dengan menggunakan
dan tercatat sesuai tanggal neraca.
3. The Valuation of Liabilities
Chambers berpendapat bahwa hutang obligasi secara efektif berbentuk modal dan harus
dinyatakan sebesar nilai nominal bukan, nilai pasar. Oleh karena itu terdapat
inkosistensi karena obligasi sebagai aktiva harus dinyatakan dengan harga pasar.
4. Current Cost vs Exit Price
Ada satu pertanyaan yang krusial dalam memutuskan apakah menggunakan current
cost atau exit price: pada saat apa siklus operasi harus menggunakan exit price atas
penilaian sebuah aset? Current cost berpendapat bahwa metode penilaian normal lebih
baik, diantaranya karena:
 Exit Price mengarah pada revaluasi anomali, dimana setelah pembelian harga
akan jatuh dan kurang dari harga perolehan
 Exit Price menyiratkan pada pendekatan jangka pendek, karena fokus
terhadap likuidasi dan disposal
 Exit price pada persediaan barang jadi merupakan bentuk antisipasi terhadap
laba operasi karena persediaan dinilai lebih dari biaya saat ini

VI. VALUE IN USE VERSUS VALUE IN EXCHANGE

Pendekatan Value in use menggunakan investor external atau entitas yang berorientasi
pada produksi sebagai benchmark yang relevan. Investor lebih tertarik pada future cash flow
perusahaan dibandingkan nilai likuidasinya yang dapat diprediksi secara akurat dengan laba
operasional dibandingkan dengan current cash flow. Sehingga yang dibutuhkan adalah
pengukuran income yang sesuai dengan current cos dari input aset terhadap output.
Pendekatan ini lebih terkonsentrasi pada perolehan hasil yang paling efisien dari penggunaan
aset dengan tidak mempertimbangkan adaptasinya.

Pada pendekatan value in exchange, sudut pandang lebih kepada manajer internal atau
kreditur yang akan membuat keputusan yang berkaitan dengan likuiditas dari perusahaan dan
current spending power yang merupakan performa jangka pendek perusahaan. Pendekatan ini
penting bagi perusahaan dengan masalah likuiditas atau perusahaan yang berhubungan
dengan tradeable goods yang operasinya dengan cepat beradaptasi pada kondisi pasar.

16
VII. PERSPEKTIF GLOBAL DAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARDS

Berbagai jenis penerapan biaya kini (current cost) dan akuntansi perubahan telah diuji
dan diadaptasi di beberapa negara antara lain :

1. Amerika Serikat

Pada tahun 1979, FASB mencabut Accounting Series Release (ASR) 190 yang
dikeluarkan tahun 1976 untuk kemudian menggantinya dengan Statement 33 yang
menekankan pada pengungkapan tambahan untuk penyesuaian akun akun atas inflasi dan
biaya penjualan kini. Pada saat itu, persyaratan untuk mengungkapkan data biaya kini
mendapatkan resistensi yang tinggi dari banyak perusahaan. Setelah dilakukan banyak debat
yang membahas tentang manfaat dari informasi tambahan, FASB mengeluarkan Statement 89
di tahun 1986, membatalkan persyaratan tersebut namun tetap meminta setiap perusahaan
untuk melakukan pengungkapan data.

Dalam Statement 33, FASB mensyaratkan Perusahaan untuk menyampaikan informasi


mengenai :

a. Profit dari Continuing Operations dengan menggunakan Current Cost Basis untuk
tahun finansial berjalan
b. Current Cost untuk Persediaan, Properti, Pabrik dan Peralatan di akhit tahun finansial
c. Perubahan current cost di tahun finansial berjalan untuk Persediaan, Properti, Pabrik
dan Peralatan, menggunakan Basis Dolar Konstan.

Perubahan biaya yang tidak termasuk dalam keuntungan yang berasal dari operasi berjalan
perusahaan harus diungkapkan dalam basis nominal dollar untuk masing-masing dalam
jangka waktu maksimal 5 tahun, yaitu : keuntungan dari operasi berjalan, keuntungan per
saham dari operasi berjalan serta aset bersih di akhir tahun finansial. Statement 33 ditujukan
sebagai bentuk eksperimen selama 5 tahun. Setelah mempertimbangkkan berbagai bukti dan
reaksi mengenai data tambahan, FASB menerbitkan Statement 82 di bulan November 1984
untuk menghapuskan persyaratan sebagaimana pada Statement 33 dalam pelaporan.

2. Inggris

Komite Standar Akuntansi Inggtis atau ASC (Accounting Standard Committee)


menerbitkan statement 16 (SSAP 16) tentang akuntansi biaya kini di bulan Maret 2010.
SSAP 16 berbeda dengan SFAS 33 yang dikeluarkan FASB. Ada dua hal utama yang
menjadi perbedaanya antara lain :

a. Standar AS mengharuskan akuntansi dollar konstan dan biaya kini. SSAP hanya
metode biaya kini untuk pelaporan eksternal.
b. Apabila di AS penyesuaian atas inflasi lebih berpusat pada laporan laba rugi, laporan
biaya kini di Inggris wajib diungkapkan pada laporan laba rugi dan neraca beserta
catatan penjelasan.

17
c. Standar ini banyak diaplikasikan oleh perusahaan besar namun ASC menarik kembali
SSAP 16 di tahun 1985 setelah banyaknya debat mengenai isi penggunaan SSAP 16.

3. Australia

Profesi akuntan di Australian menerbitkan DPS 1.1., Statement of Provisional


Accounting Standards (PAS) mengenai Akuntasi Biaya kini di bulan Oktober 1976
sebagaimana diamandemen dalam PAS 1 dan panduannya di bulan Agustus 1978. Adapun
SAP 1 merekomendasikan penggunaan biaya kini bertujuan untuk mejaga kapasitas
perusahaan tetap utuh. Setelah muncuklnya protes mengenai penerbitan SAP 1, SAP 1 yang
dianggap sebagai versi “downgrade” terbit pada November 1983 yang merekomendasikan
seluruh perusahaan untuk menyampaikan pernyataan tambahan mengenai akuntansi biaya
kini disamping laporan keuangan konvensional perusahaan yang menggunakan biaya historis.
Adapun sebagai alternative, perusahaan dapat menggunakan biaya kini dalam pelaporan
keuangannya untuk menggantikan biaya historis. Namun, SAP 1 tidak diadaptasi secara luas
di Australia.

4. International Accounting Standards

Contoh penerapan akuntansi perubahan di berbagai negara sebelumnya menunjukkan


bahwa sistem-sistem yang telah diuji dan diimplementasikan di negara-negara tersebut tidak
sepenuhnya diadopsi oleh entitas-entitas disana. IASB telah menyimpulkan bahwa laporan
posisi keuangan dan kinerja operasi dalam mata uang lokal menjadi tidak berarti lagi dalam
suatu lingkungan yang mengalami hiperinflasi. IAS 29 yang membahas Pelaporan keuangan
dalam perekonomian hiperinflasi mewajibkan (dan bukan hanya merekomendasikan)
penyajian ulang informasi laporan keuangan utama. Secara khusus, laporan keuangan suatu
perusahaan yang melakukan pelaporan dalam mata uang perekonomian hiperinflasi, apakah
didasarkann pada kerangka penilaian biaya historis atau biaya kini, harus disajikan ulang
sesuai dengan daya beli konstan pada tanggal neraca. Aturan ini juga berlaku untuk angka-
angka terkait pada periode sebelumnya. Keuntungan atau kerugian daya beli yang terkait
dengan posisi kewajiban atau aktiva moneter bersih dimasukkan ke dalam laba kini.
Perusahaan yang melakukan pelaporan juga harus mengungkapkan:

a. Fakta bahwa penyajian ualng untuk perubahan dalam daya beli unit pengukuran telah
dilakukan.
b. Kerangka dasar penilaian aktiva yang digunakan dalam laporan keuangan utama
(yaitu penilaian biaya historis atau biaya kini).
c. Identitas dan tingkat indeks harga pada tanggal neraca, beserta dengan perubahannya
selama periode pelaporan.
d. Keuntungan atau kerugian moneter bersih selama periode tersebut.

5. Sistem Pengukuran Campuran dan Standar Internasional

Perbedaan dalam pengukuran yang diadopsi oleh berbagai negara yang disebabkan
oleh belum adanya konsep teoritis mengenai penilaian menimbulkan adanya sistem

18
pengukuran secara campuran. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perpindahan dari biaya
historis dan penggunaan dalam konsep pengukuran yang berbeda di bawah standar
internasional :

1. IAS 2/AASB 102 : Perusahaan diijinkan mengukur persediaan dengan Net


Realizable Value
2. IAS 16/AASB 16 : Property, Plant, and Equipment (PPE) dinilai berdasarkan
historical cost atau nilai setelah revaluasi
3. IAS 17/AASB 17 : Bunga dari Tanah yang disewagunakan dihitung sebagai
Investment Property (IAS 40) dan diukur pada nilai wajar
4. IAS 19/AASB 19 : Pengukuran Curtailment Gain or Loss meliputi perubahan
present value berdasarkan benefit obligation yang telah ditentukan atas perubahan
nilai wajar aset
5. IAS 29/AASB 29 :Penyesuaian terhadap laporan keuangan entitas yang terkena
dampak hiperinflasi dapat menggunakan indeks level harga umum
6. IAS 36/AASB 136 : Impairment aset dimana aset dinilai dengan recoverable amount
7. IAS 36/AASB 136 : Nilai residu dari aset dianggap sebagai current cash equivalent
8. IAS 37/AASB 137 : Pengukuran provisi ditentukan berdasarkan metode expected
present value
9. IAS 40/AASB 140 : Investasi properti dapat diukur dengan pilihan diantaranya
impairment biaya depresiasi atau nilai wajar dengan perubahan nilai dimasukkan
dalam laporan laba rugi baik loss ataupun gain

VIII. MASALAH BAGI AUDITOR

Para Auditor membutuhkan bukti yang relevan untuk mendukung opini mereka ketika
melakukan audit atas laporan keuangan secara adil dengan dasar relevansi. Adapun beberapa
masalah yang sering didapatkan oleh Para Auditor dalam melakukan audit antara lain :

a. Kebutuhan akan bukti yang memadai dan kualitas atas bukti tersebut mendukung
relevansi dan reliabilitas dalam penyajian data, mendeteksi adanya misstatements,
dalam jurnal, akun, dan pengungkapan entitas.
b. Kebutuhan akan pengetahuan dan pemahaman atas beberapa metode pengukuran yang
dikenal seta kombinasinya. Oleh karena itu, peran ahli sangat mungkin untuk
dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan.
c. Dalam hal Arm Length Transaction, dibutuhkan bukti-bukti spesifik transaksi dan
informasi pihak ketiga juga dibutuhkan untuk memastikan setiap transaksi telah
dicatat dan diungkapkan dengan benar.

19
DAFTAR PUSTAKA

Godfrey, Jayne, Allan Hodgson, Ann Tarca, Jane Hamilton, and Scott Holmes.
Accounting Theory, 7th Ed. John Wiley & Sons, Inc. 2010. (GOD)

20

Anda mungkin juga menyukai