Anda di halaman 1dari 15

GAYA BELAJAR DAN STRATEGI BELAJAR MAHASISWA JARAK JAUH:

KASUS DI UNIVERSITAS TERBUKA

Endang Nugraheni (heni@mail.ut.ac.id)


Nurmala Pangaribuan (nurmala@mail.ut.ac.id)
Universitas Terbuka, Indonesia

ABSTRACT

Learning style is a specific trait of every student which should be considered in the designing
of instruction especially in distance education. A survey of learning style of Universitas
Terbuka (UT) students has been conducted at 2000 (Julaeha & Andayani, 2002), and
repeated in 2003. Based on similar approaches used in the two researches, data from both
researches were compared using descriptive analysis method. The 2000 research involved
366 respondents and the 2003 research comprised of 37 respondents. The result shows that
the dominant learning style of UT students is visual. There are more kinesthetic learners
among exacta students compared to non exacta students. Furthermore, some specific
characteristics of respondens and their learning strategies are also described, which should
be considered in serving UT students in the process of learning.

Key words: learning strategy, learning style

Studi tentang gaya belajar dan strategi belajar telah banyak dilakukan dan selalu menarik perhatian
mengingat perannya yang penting dalam pencapaian hasil belajar. Berbagai studi tentang gaya
belajar yang telah dilakukan menghasilkan berbagai macam klasifikasi tentang jenis gaya belajar.
Hal ini terjadi karena pada hakekatnya setiap orang dapat mempunyai gaya belajar yang khas.
Umumnya dianggap bahwa gaya belajar seseorang dipengaruhi oleh variabel kepribadian, termasuk
susunan kognitif dan psikologis, latar belakang sosiokultural, dan pengalaman pendidikan (Sahertian,
2004).

Di dunia pendidikan yang terpenting adalah bagaimana mengajar, membimbing, dan menyarankan
suatu strategi belajar yang efektif untuk setiap gaya belajar (De Porter & Hernancky, 1999). Saran
tersebut penting bagi calon mahasiswa dan mahasiswa Perguruan Tingggi jarak jauh (PTJJ) seperti
mahasiswa UT mengingat adanya jarak secara fisik antara pengajar dan mahasiswa sehingga
umpan balik yang diterima secara umum terbatas (Wardani, 2004). Penentuan strategi belajar yang
cocok dengan gaya belajar tentunya dilakukan dengan pendekatan empiris yang harus terus
menerus diuji ketepatannya. Kesesuaian antara strategi belajar dengan gaya belajar tentunya
diharapkan akan menuju kepada hasil belajar yang maksimal, yang sesuai dengan tujuan belajar
(Gawith, 1991).

Pada penelitian yang pernah dilakukan tentang kebiasaan belajar (study habit) mahasiswa UT,
ternyata ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara pencapaian belajar dengan gaya
belajar dan strategi belajar yang direpresentasikan dalam kebiasaan belajar. Hal tersebut antara lain
Nugraheni, Gaya Belajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Jarak Jauh

disebabkan karena pernyataan mahasiswa UT tentang bagaimana mereka belajar belum tentu sama
dengan apa yang terjadi sesungguhnya (Belawati, 1987). Penelitian tentang kesiapan belajar
mahasiswa UT menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki potensi untuk belajar mandiri, namun
dalam strategi belajarnya mereka kurang dapat merencanakan dan melaksanakan dengan baik
(Puspitasari & Islam, 2003).

Untuk membantu keberhasilan belajar mahasiswa UT, berbagai upaya tetap harus dilakukan, di
antaranya mengenai bagaimana cara mengetahui gaya belajar dan strategi belajar yang efektif.
Dengan demikian penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. mengetahui kecenderungan gaya belajar mahasiswa UT;
2. menguraikan strategi belajar yang dilakukan oleh mahasiswa UT;
3. menganalisis secara kualitatif alat ukur yang digunakan.

METODOLOGI
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan metode survei untuk mengetahui kecenderungan
gaya belajar mahasiswa UT pada saat ini, dan kemudian membandingkannya dengan data hasil
penelitian yang sebelumnya. Variabel yang dikaji melalui penelitian ini adalah kecenderungan gaya
belajar dan karakteristik strategi belajar mahasiswa UT. Gaya belajar adalah kecenderungan atau
cara mahasiswa menyerap dan mengkomunikasikan informasi dengan efektif yang direpresentasikan
pada pola bicara, cara belajar, cara mengerjakan tugas, cara merespons orang lain, dan kegiatan
lain yang disukai. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, responden dikelompokkan menjadi
tiga kategori gaya belajar, yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Sedangkan strategi belajar mengacu
kepada kebiasaan belajar yang dilakukan responden yang direpresentasikan pada beberapa
perilaku, yaitu cara mempelajari modul, kepemilikan modul dan referensi lain, kelompok belajar,
keteraturan belajar, tutorial, kondisi/ lingkungan belajar, dan cara menghadapi ujian. Data dijaring
melalui kuesioner yang mencakup dua instrumen, yaitu instrumen pengukuran gaya belajar dan
instrumen pengukuran strategi belajar. Kedua instrumen tersebut dikemas menjadi satu kuesioner.
Instrumen tentang gaya belajar menggunakan instrumen standar dari De Poter & Hernancky (1999)
yang digunakan pula oleh peneliti sebelumnya (Julaeha & Andayani, 2002) dan instrumen strategi
belajar menggunakan instrumen yang dikembangkan dan digunakan pula oleh Julaeha & Andayani.

Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa UT dari empat fakultas, yaitu Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Ekonomi
(Fekon), dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP). Sampel yang diolah dan dianalisis terdiri dari
dua tahap:
1. sampel mahasiswa UT yang mengisi kuesioner pada penelitian tahun 2003, yang direncanakan
sebanyak 300 responden, namun data yang masuk dan dapat diolah hanya sebanyak 37
responden;
2. sampel atau data mentah dari penelitian sebelumnya (Julaeha & Andayani, 2002), yang mana
data tersebut dikumpulkan pada tahun 2000, yaitu sebanyak 366 responden.

Data tentang gaya belajar dianalisis secara statistik deskriptif dengan menghitung rata-rata. Data
Gaya belajar dianalisis pula menurut kelompok perilaku yang berkaitan dengan gaya belajar yaitu:
pola bicara, pola mengingat, cara belajar, cara bekerja, cara berkomunikasi, dan kegiatan lain diluar

69
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 1, Maret 2006, 68 - 82

kegiatan belajar yang disukai. Data tentang strategi belajar dianalisis secara deskriptif dengan
perhitungan presentase untuk setiap kelompok perilaku yang berkaitan dengan strategi belajar.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Penelitian Tahun 2003


Jumlah sampel penelitian yang dilakukan terlalu kecil (10%) apabila ingin dibandingkan dengan
penelitian terdahulu, sehingga secara statistik kurang memadai. Selain itu struktur kuesioner,
terutama untuk gaya belajar, memiliki format jawaban yang selalu berurutan sehingga dapat
menimbulkan bias yang tinggi, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dianalisis secara kuantitatif
dengan metode statistik. Dengan demikian analisis dan pengambilan kesimpulan lebih banyak
dilakukan secara kualitatif. Analisis kuantitatif yang dilakukan hanya sebatas pada penghitungan
frekuensi dan persentase. Walaupun demikian pertimbangan kualitatif terutama mengenai validitas isi
tetap dapat dijadikan dasar untuk melakukan perbaikan kuesioner di masa yang akan datang.

Gaya Belajar
Dari data pada penelitian ini didapatkan bahwa gaya belajar dominan responden secara keseluruhan
dan per kelompok program studi eksakta dan non-eksakta adalah sebagaimana tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Gaya Belajar Responden


berdasarkan Kelompok Program Studi dan
Keseluruhan
Gaya Belajar per Kelompok Data
Program Studi dan 2000 2003
Keseluruhan N % N %
Eksakta Visual 83 56,1 7 58,3
Auditori 33 22,3 3 25,0
Kinestetik 32 21,6 2 16,7
Non Eksakta Visual 131 60,1 14 56,0
Auditori 60 27,5 9 36,0
Kinestetik 27 12,4 2 8,0
Keseluruhan Visual 214 58,5 21 56,8
Auditori 93 25,4 12 32,4
Kinestetik 59 16,1 14 10,8

Gaya belajar dominan responden sebagaimana tertera pada Tabel 1 adalah gaya belajar visual
(58,8%), disusul dengan gaya belajar audiori (32,4%), dan kinestetik (10, 8%). Pengukuran tersebut
konsisten dengan hasil penelitian terdahulu dengan sampel yang jauh lebih besar (kurang lebih 10
kali lipat). Sehingga dapat disimpulkan bahwa urutan dominansi gaya belajar secara umum adalah
visual – auditori – kinestetik.

Alat ukur yang digunakan, yaitu kuesioner yang dikembangkan De Porter & Hernancky (1999) untuk
mengukur gaya belajar memang telah teruji reliabilitasnya. Reliabilitas tersebut juga akan semakin
tampak apabila kita amati hasil setiap item atau setiap kelompok perilaku. Namun demikian apabila
kuesioner tersebut kita telaah dari sudut format kebahasaan dan validitas isinya, maka dapat
dikatakan bahwa alat ukur berupa kuesioner tersebut memerlukan perbaikan format. Sebagai contoh,

70
Nugraheni, Gaya Belajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Jarak Jauh

item nomor 02, secara prinsip konstruksi tes dan non tes adalah salah, karena stem yang terlalu
singkat, dan inti permasalahan yang diletakkan pada option (Ebel & Friesbie, 1986).

Contoh item 02:


Saya ....
a)mampu merencanakan .... dst
b)mampu mengulang dan menirukan ... dst.
c) Mahir dalam mengerjakan ... dst

Hal yang sama ditemui pula untuk item nomor 05, 06, 07, dan 09. Secara ideal, dalam menerapkan
tes yang telah terstandar, apalagi yang dikembangkan untuk budaya dan pemakai bahasa yang
berbeda, harus dilakukan penyesuaian seperlunya termasuk dalam segi kebahasaan. Tampaknya
proses adaptasi format dan bahasa belum dilakukan dengan baik dan perlu dilakukan perbaikan.

Pada data penelitian tahun 2000, diamati pula gaya belajar untuk setiap fakultas yang ternyata tidak
berbeda nyata (Julaeha & Andayani, 2002). Pengelompokan program studi mungkin lebih tepat
apabila dibagi menjadi eksakta dan non eksakta karena gaya belajar diduga menentukan pilihan
program studi seseorang atau sebaliknya kebiasaan belajar dalam suatu program studi akan
menentukan gaya belajar dominan. Walaupun hubungan antara ke dua hal tersebut belum diteliti
secara mendalam namun dari hasil analisis didapatkan hal yang cukup menarik. Untuk kelompok
program studi eksakta dan non-eksakta, gaya belajar dominan adalah visual, disusul oleh auditori,
dan paling kecil adalah kinestetik. Namun demikian untuk gaya belajar kinestetik, kelompok eksakta
memiliki persentase dua kali lebih besar dibanding kelompok non-eksakta (16,7%: 8,0%). Hal yang
sama terjadi apabila dianalisis hasil penelitian terdahulu. Khusus untuk gaya belajar kinestetik, maka
mahasiswa eksakta memiliki persentase sekitar 2 kali lebih besar dibanding mahasiswa non eksakta
(21,6%: 12,4%). Sebagaimana kita ketahui pada umumnya bidang eksakta mencakup kompetensi
teknis dan rekayasa yang lebih bersifat praktis dan prosedural dibanding abstraktif dan teoritis yang
lebih umum untuk bidang non eksakta. Dengan demikian sangat masuk akal apabila gaya belajar
kinestetis yang lebih mengandalkan praktek akan lebih banyak dijumpai pada mahasiswa bidang
eksakta dibanding non eksakta.

PERILAKU YANG BERKAITAN DENGAN GAYA BELAJAR


Sesuai dengan tujuan penelitian, dilakukan analisis kualitatif terhadap kuesioner yang digunakan
untuk mengetahui perilaku yang berpengaruh terhadap setiap gaya belajar. Dari 16 butir pertanyaan
yang berkaitan dengan gaya belajar dapat dikelompokkan enam perilaku, yaitu: pola berbicara; pola
mengingat; cara belajar; cara bekerja; cara berkomunikasi; dan kegiatan yang disukai.

Pola Bicara
Pola bicara diukur dari kecepatan berbicara, dan cara berbicara. Menurut teori, berbicara cepat
adalah ciri khas gaya belajar visual, kecepatan bicara berirama/ sedang menjadi ciri gaya belajar
auditorial, dan orang yang memiliki gaya belajar kinestetik punya kecepatan bicara yang lambat (De
Poter & Hernancky, 1992). Sedangkan dari hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 2 dapat
dilihat bahwa kecepatan bicara yang dominan bagi responden adalah kecepatan bicara
sedang/berirama, kecepatan bicara yang lazim pada pemilik gaya belajar auditorial.

71
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 1, Maret 2006, 68 - 82

Kecepatan berbicara sangat dipengaruhi oleh pola bahasa dan kebudayaan di suatu tempat. Dalam
bahasa dan budaya di berbagai daerah di Indonesia, pola berbicara yang cepat tampaknya tidak
terlalu didorong, bahkan cenderung dihambat, dengan alasan untuk sopan santun. Hal tersebut
kemungkinan besar menjadi penyebab bagi kecepatan bicara dominan yang sedang berirama.

Adapun mengenai cara berbicara, pemilik gaya belajar visual cenderung berbicara dengan singkat
dan tidak senang mendengarkan pembicaraan panjang. Pemilik gaya belajar auditorial berbicara
cepat dan senang mendengarkan. Sedangkan pemilik gaya belajar kinestetik berbicara dengan
menggunakan isyarat tubuh dan gerakan-gerakan ekspresif. Hasil penelitian yang tertera pada Tabel
2 menunjukkan bahwa cara berbicara yang dominan adalah cara bicara visual, yaitu singkat dan
tidak senang mendengarkan pembicaraan panjang. Hasil tersebut adalah sesuai dengan
kecenderungan gaya belajar secara keseluruhan. Data pengukuran pola bicara konsisten untuk data
tahun 2000 maupun 2003.

Tabel 2. Pola Bicara Responden


Data
Pola Bicara 2000 2003
N % N %
Kecepatan Bicara Cepat 104 28,4 11 29,7
berirama 244 66,6 18 48,6
Lambat 18 4,9 8 21,6
Cara Bicara Singkat, tidak senang 241 65,8 22 59,5
mendengarkan
Cepat dan senang 79 21,6 12 32,4
mendengarkan
Dengan insyarat dan gerakan 46 12,6 3 8,1

Pola Mengingat
Pola mengingat diukur dari cara mengingat informasi, cara menghafal, dan kesulitan yang dihadapi
dalam mengingat suatu informasi. Hasil Penelitian tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Pola Mengingat Responden


Data
Pola mengingat 2000 2003
N % N %
Cara mudah mengingat informasi tertulis 137 37,4 11 29,7
Penjelasan, & diskusi 193 52,7 23 62,2
Menuliskan berkali-kali 36 9,8 3 8,1
Cara Menghafal Membayangkan 287 78,4 27 73,0
Mengucapkan 53 14,5 6 16,2
Berjalan & melihat 26 7,1 4 10,8
Kesulitan Mengingat info lisan 120 32,8 12 32,4
Menulis 58 15,8 11 29,7
duduk tenang dengan lama 188 51,4 14 37,8

Dengan mengamati Tabel 3 tersebut, ternyata terdapat hasil yang tidak konsisten. Cara mengingat
informasi ternyata didominasi oleh cara yang lebih cenderung disukai oleh pemilik gaya belajar

72
Nugraheni, Gaya Belajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Jarak Jauh

auditorial. Cara menghafal didominasi oleh pemilik gaya belajar visual. Sedangkan mengenai
kesulitan mengingat, yang cenderung dominan adalah gaya belajar kinestetik. Apabila hasil tersebut
dapat digeneralisir untuk mahasiswa UT, maka dapat disimpulkan bahwa pola mengingat kurang
konsisten dengan gaya belajar dominan. Hal ini menunjukan bahwa pola mengingat yang mereka
lakukan belum efektif, sehingga perlu diberikan pedoman bagi mahasiswa UT untuk dapat mengingat
dan menghafal informasi sesuai gaya belajar masing-masing. Hasil seperti tersebut di atas terjadi
pada penelitian tahun 2000 dan 2003. Jumlah responden yang jauh berbeda rupanya tidak
mempengaruhi hasil.

Cara Belajar
Cara belajar responden diukur dari preferensi cara belajar atau mendapatkan informasi, kemudahan
belajar, dan gangguan dalam berkonsentrasi sebagaimana tertera pada Tabel 4. Persentase
jawaban ternyata konsisten, yaitu menunjukkan cara belajar responden yang dominan dengan gaya
belajar visual. Penganut gaya belajar visual lebih suka membaca dibandingkan menggunakan media
lainnya. Hal tersebut sangat sesuai bagi mahasiswa UT yang bahan ajar utamanya berupa modul
tercetak. Apabila kita menganalisis data penelitian tahun 2000, maka hasilnya cukup konsisten
sebagaimana ditunjukkan pada tabel tersebut.

Tabel 4. Cara Belajar Responden


Data
Cara Belajar 2000 2003
N % N %
Cara belajar Membaca 191 52,2 19 51,4
Mendengar 61 16,7 7 18,9
Menggunakan model & praktek 114 31,1 11 29,7
Mudah belajar dg kegiatan Membaca 167 45,6 17 45,9
Mendengar & berdiskusi 114 31,1 11 29,7
Praktek/ praktikum 85 23,2 9 24,3
Gangguan konsentrasi Ketidakteraturan & gerakan 78 21,3 9 24,3
Suara & keributan 223 60,9 25 67,6
Kegiatan di sekeliling 65 17,8 3 8,1

Konsentrasi merupakan aspek yang penting yang mempengaruhi cara belajar. Gangguan
konsentrasi akan menghasilkan belajar yang tidak efektif. Gangguan konsentrasi yang
mempengaruhi responden ternyata merupakan gangguan belajar yang dimiliki oleh pemilik gaya
belajar auditori, yaitu suara atau keributan. Hal tersebut cukup logis mengingat suara dan keributan
juga akan mempengaruhi kegiatan membaca. Hasil tersebut ternyata sama dengan pengukuran
sebelumnya, yaitu penelitian tahun 2000.

Cara Bekerja
Cara bekerja diukur dengan kemampuan mengerjakan pekerjaan dan perilaku dalam mengerjakan
pekerjaan. Hasilnya menunjukkan perilaku yang juga konsisten dengan gaya belajar dominan
responden. Dari data diperoleh gambaran bahwa responden mampu merencanakan dan mengatur
kegiatan jangka panjang dengan baik, dan ketika bekerja mengikuti petunjuk dan gambar yang
disediakan. Hasil tersebut ditunjukkan dalam Tabel 5.

73
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 1, Maret 2006, 68 - 82

Tabel 5. Cara Bekerja Responden


Data
Cara Bekerja 2000 2003
N % N %
Kemampuan mengerjakan pekerjaan Merencanakan jangka panjang 261 71,3 27 73,0
Mengulang dan menirukan perubahan suara 47 12,8 7 18,9
Mahir menyusun potongan gambar 58 15,8 3 8,1
Cara mengerjakan pekerjaan Mengikuti petunjuk gambar 165 45,1 22 59,5
Membicarakan dg orang lain atau sendiri 20 5,5 2 5,4
Mencari tahu sambil bekerja 181 49,5 13 35,1

Kemampuan merencanakan dan mengatur kegiatan jangka panjang dengan baik, juga terukur pada
penelitian sebelumnya. Namun demikian, pada penelitian sebelumnya didapatkan hasil bahwa dalam
bekerja responden cenderung untuk mencari tahu cara kerja sesuatu sambil mengerjakan pekerjaan
tersebut, sebagaimana kebiasaan perilaku pemilik gaya belajar kinestetik, walaupun nilai persentase
untuk gaya belajar visual juga tinggi. Kedua hasil tersebut dapat memberikan petunjuk tentang
bagaimana sebaiknya memberikan tugas pekerjaan kepada mahasiswa UT, misalnya dalam tugas
mandiri, latihan, dan tes formatif.

Cara Berkomunikasi
Cara berkomunikasi yang merupakan bagian dari gaya belajar diukur dari kemampuan mengetahui
suasana hati seseorang dan cara menjelaskan atau mengajarkan sesuatu kepada orang lain.
Kemampuan komunikasi interpersonal ternyata berkaitan pula dengan gaya belajar dan keberhasilan
belajar. Dalam mengetahui suasana hati ternyata cara yang dilakukan adalah dengan melihat
ekspresi wajah seseorang. Hal tersebut sesuai dengan gaya belajar dominan mahasiswa UT yang
cenderung visual. Hasil yang sama juga didapatkan pada analisis data penelitian sebelumnya
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Cara Berkomunikasi Responden


Data
Cara Berkomunikasi 2000 2003
N % N %
Mengetahui suasana hati seseorang Melihat ekspresi wajah 311 85,0 31 83,8
Mendengar nada suara 46 12,6 3 8,1
Memperhatikan gerakan badan 9 2,5 3 8,1
Menjelaskan dan mengajarkan Menunjukkan 61 16,7 6 16,2
Menceriterakan 58 15,8 5 13,5
Mendemonstrasikan 247 67,5 26 70,3

Cara komunikasi tersebut juga dapat direpresentasikan ketika seseorang harus mengajarkan sesuatu
kepada orang lain. Cukup menarik untuk diketahui, bahwa apabila responden mendapat
kesempatan untuk mengajarkan sesuatu, maka mereka lebih cenderung untuk mendemonstrasikan
dan meminta orang untuk mencobanya. Hal tersebut ternyata merupakan ciri khas dari pemilik gaya
belajar kinestetik. Hasil yang kurang lebih sama terjadi pada penelitian tahun 2000. Untuk
mengetahui hubungan antara gaya belajar seseorang dengan cara mengajar mungkin perlu
dilakukan penelitian lain yang lebih mendalam.

74
Nugraheni, Gaya Belajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Jarak Jauh

Kegiatan yang Disukai


Kegiatan yang disukai yang tidak berkaitan dengan kegiatan belajar seperti olah raga, seni rupa atau
seni musik dan cara mengisi waktu luang ternyata tak berhubungan dengan gaya belajar
sebagaimana yang diperkirakan. Hal tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 7. Responden ternyata
lebih menyukai olah raga dibandingkan diskusi atau demonstrasi. Mereka juga lebih menyukai musik
daripada seni rupa. Dalam mengisi waktu luang mereka lebih senang mendengarkan radio atau
musik daripada menonton TV atau pertunjukan. Hasil yang sama dan konsisten juga didapatkan
pada penelitian sebelumnya. Kegiatan yang disukai tersebut tidak konsisten dengan gaya belajar
yang dimiliki.

Tabel 7. Kegiatan yang Disukai Responden


Data
Kegiatan yang Disukai 2000 2003
N % N %
Kegiatan yang disukai Demonstrasi 84 23,0 7 18,9
Diskusi dan berbicara 152 41,5 13 35,1
Kegiatan fisik 130 35,5 17 45,9
Seni yang disukai Seni rupa 42 11,5 3 8,1
Musik 183 50,0 24 64,9
Olah raga 141 38,5 10 27,0
Mengisi waktu luang Menonton TV, film 107 29,2 11 29,7
Mendengarkan radio, musik 183 50,0 21 56,8
Permainan, pekerjaan tangan 76 20,8 5 13,5

STRATEGI BELAJAR
Strategi belajar responden dapat dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok perilaku, yaitu:
kepemilikan referensi, cara mempelajari referensi, belajar kelompok, bimbingan belajar, keteraturan
belajar, kegiatan persiapan dalam menghadapi ujian, dan kondisi lingkungan belajar.

Kepemilikan Buku Referensi


Modul dan referensi lain merupakan modal dasar bagi sistem belajar mandiri. Bagi mahasiswa UT,
kepemilikan modul sebenarnya merupakan hal yang wajib. Dari hasil penelitian (Tabel 8) didapatkan
bahwa responden yang memiliki referensi untuk semua matakuliah adalah 75,7%. Sedangkan yang
memiliki referensi secara tidak lengkap atau hanya untuk beberapa matakuliah saja adalah sebesar
21,6%. Sisanya sebanyak 2,7% tidak memiliki referensi sama sekali.

Tabel 8. Kepemilikan Referensi


Data
Kepemilikan Referensi 2000 2003
N % N %
Memiliki semua referensi 269 73,5 28 75,7
Memiliki beberapa referensi 95 26,0 8 21,6
Tidak memiliki referensi sama sekali 2 0,5 1 2,7

Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah lalu, maka untuk kepemilikan referensi
didapatkan hasil yang konsisten. Dengan demikian hal tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman

75
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 1, Maret 2006, 68 - 82

dalam menyediakan referensi bagi mahasiswa UT yang berupa modul. Modul harus disusun
sedemikian rupa sehingga lengkap informasinya.

Cara Mempelajari Referensi


Cara mempelajari referensi tertera pada Tabel 9. Dalam hal cara mempelajari referensi, maka
sebagian besar responden membuat catatan atau ringkasan (83,8%), sedangkan sebagian kecil
lainnya menggarisbawahi hal-hal yang penting, membuat pertanyaan untuk dijawab sendiri, dan
menjawab pertanyaan yang ada (masing-masing 5,4%). Hasil tersebut berbeda dengan hasil
penelitian sebelumnya, yang persentasenya lebih merata antara berbagai bentuk kegiatan.

Dalam mengerjakan tugas, responden lebih banyak melakukannya dengan berdiskusi dengan
temannya (37,8%) atau membahas dalam kelompok belajar (37,8%), dibandingkan dengan
mengerjakannya secara sendiri (24,3%). Hal tersebut sangat berbeda dengan hasil penelitian yang
lalu yang menunjukkan bahwa mahasiswa lebih banyak mengerjakan tugas tersebut secara sendiri
(80,6%) dibandingkan mengerjakan secara berkelompok ataupun berdiskusi. Perbedaan hasil antara
dua penelitian tersebut menunjukkan bahwa mungkin memang terdapat variasi yang besar dalam
cara mempelajari referensi. Namun demikian pernyataan mahasiswa tersebut masih dapat dites
kembali dalam preferensi dan sikap mereka tentang kelompok belajar.

Tabel 9. Cara mempelajari Referensi


Data
Cara Mempelajari Referensi 2000 2003
N % N %
Mengerjakan tugas dengan Mengerjakan sendiri 295 80,6 9 24,3
Berdiskusi dg teman 41 11,2 14 37,8
Membahas dlm kelompok 30 8,2 14 37,8
Membaca referensi dengan cara Menggarisbawahi hal yg penting 72 19,7 2 5,4
Membuat catatan/ringkasan 62 16,9 31 83,8
Membuat pertanyaan unt dijawab sendiri 2 0,5 2 5,4
Menjawab pertanyaan yang ada 48 13,1 2 5,4
Tidak menjawab 182 49,7 - -

Belajar Kelompok
Hasil penelitian yang tertera pada Tabel 10 menunjukkan bahwa mahasiswa UT lebih suka belajar
sendiri (78,4%) dibandingkan dengan belajar secara kelompok (21,6%). Hasil tersebut ternyata tidak
konsisten dengan bagaimana mereka mengerjakan tugas yang berkaitan dengan matakuliah.
Sedangkan dari hasil penelitian terdahulu, mahasiswa juga lebih banyak bekerja sendiri
dibandingkan dalam kelompok. Adapun tentang tergabungnya mereka dalam kelompok belajar pada
dua hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tidak tergabung dalam kelompok belajar. Hal
tersebut merupakan fenomena yang normal, mengingat responden yang sebagian besar adalah
mahasiswa UT tersebar secara geografis, dan kemungkinan mereka untuk berkelompok lebih kecil
dibandingkan mahasiswa tatap muka.

76
Nugraheni, Gaya Belajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Jarak Jauh

Tabel 10. Belajar Kelompok


Data
Kecenderungan Belajar Kelompok 2000 2003
N % N %
Preferensi belajar Sendiri 289 79,0 29 78,4
berdua teman 28 7,7 0 0
Berkelompok 49 13,4 8 21,6
Keikutsertaan dlm kelompok belajar Ya ikut 64 17,5 2 5,4
Tidak 302 82,5 35 94,6

Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar yang di UT diterapkan dalam kegiatan tutorial merupakan salah satu cara untuk
mengatasi keterasingan mahasiswa dalam belajar, selain untuk membantu proses belajar
sebenarnya. Namun demikian hasil penelitian pada Tabel 11 ternyata menunjukkan bahwa
responden yang hampir seluruhnya mahasiswa UT, sebagian besar tidak mengikuti kegiatan tutorial
(89,2%). Hal yang sama terjadi pula pada penelitian sebelumnya (83,3%). Hal ini menunjukkan
bahwa anjuran tutorial dan program tutorial yang ditawarkan UT belum terlalu diminati oleh
mahasiswa. Perlu dikaji lebih lanjut apa yang menyebabkan minat tutorial tersebut rendah.

Tabel 11. Keikutsertaan Responden dalam Bimbingan Belajar


Data
Keikutsertaan dalam Bimbingan Belajar 2000 2003
N % N %
Ikut kegiatan tutorial 50 13,7 4 10,8
Tidak ikut kegiatan tutorial 316 86,3 33 89,2

Keteraturan Belajar
Dalam hal keteraturan belajar yang ditunjukkan pada Tabel 12 ternyata separuh lebih responden
belajar secara tidak teratur (64,9%), sedangkan yang belajar setiap hari secara teratur hanya 21,6 %.
Sisanya, yaitu sebesar 13,5% bahkan hanya belajar menjelang ujian. Hal yang sama ternyata terjadi
juga dengan penelitian terdahulu.

Dalam hal waktu belajar, maka responden belajar pada waktu siang sampai sore hari (48,6%) atau
sore sampai malam (48,6%). Hal tersebut kemungkinan besar dikarenakan responden yang
sebagian besar adalah mahasiswa UT adalah mahasiswa yang telah bekerja. Hasil yang sama
terjadi juga pada penelitian sebelumnya.

Adapun lamanya waktu belajar pada setiap kali belajar adalah antara 1 sampai 2 jam (83,8%).
Sedangkan pada hasil penelitian sebelumnya, responden belajar sesuai waktu yang dimiliki (41,0%),
dan 1 sampai 2 jam (37,4%). Mengingat waktu belajar mereka yang tidak teratur, maka waktu belajar
tersebut adalah terlalu sedikit dibandingkan persyaratan atau tuntutan sistem kredit semester yang
diharapkan. Hal tersebut tentunya akan membawa konsekuensi terhadap rendahnya pencapaian
belajar ataupun kelulusan yang memang relatif rendah menurut beberapa penelitian lainnya.

77
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 1, Maret 2006, 68 - 82

Tabel 12. Keteraturan Belajar Responden


Data
Keteraturan Belajar 2000 2003
N % N %
Kebiasaan belajar Setiap hari 84 23,0 8 21,6
Menjelang ujian 54 14,8 5 13,5
Tidak menentu 228 62,3 24 64,9
Saat belajar Sebelum berangkat 48 13,1 0 0
Sepulang 10 2,7 1 2,7
Pada malam hari 11 3,0 18 48,6
Tidak tentu 121 33,1 18 48,6
Tidak menjawab 176 48,1 - -
Jumlah waktu belajar Kurang dr 1 jam 16 4,4 2 5,4
1 – 2 jam 137 37,4 31 83,8
2 – 3 jam 43 11,7 1 2,7
Lebih dr 3 jam 20 5,5 3 8,1
Tidak menjawab 150 41,0 - -

Cara Menghadapi Ujian


Dari temuan penelitian yang tertera pada Tabel 13 diketahui bagaimana responden mempersiapkan
diri menghadapi ujian. Ternyata, mereka membaca buku ajar (56,8%) dan membaca ulang catatan
(35,1%). Sedangkan yang membuat soal untuk dijawab sendiri hanya 8,1%. Hasil penelitian tahun
2000 menunjukkan bahwa sebagian besar responden membaca ulang catatan untuk mempersiapkan
ujian (52,2%).

Apabila dilihat dari perilaku belajar, mayoritas responden belajar secara tidak teratur dalam
menghadapi ujian, yaitu sebesar 48,6% pada data tahun 2003, dan 41,0% pada data tahun 2000.
Kenyataan tersebut tentunya akan mempengaruhi pula pencapaian hasil belajar. Berbagai usaha
harus dilakukan dalam mengatasi kebiasaan mahasiswa yang hanya belajar pada saat menghadapi
ujian, baik secara umum maupun khusus bagi mahasiswa UT.

Tabel 13. Perilaku Belajar dalam Menghadapi Ujian


Data
Cara menghadapi ujian 2000 2003
N % N %
Cara mempersiapkan diri Membaca ulang catatan 191 52,2 13 35,1
Membuat soal sendiri 92 25,1 3 8,1
Membaca buku ajar 8 2,2 21 56,8
Belajar dlm kelompok 53 14,5 0 0
Tidak menjawab 22 6,0 0 0
Perilaku belajar Setiap hari secara teratur 136 37,2 13 35,1
Seminggu sebelum ujian 72 19,7 6 16,2
Sehari sebelum ujian 8 2,2 0 0
Tidak tentu 150 41,0 18 48,6

78
Nugraheni, Gaya Belajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Jarak Jauh

Kondisi Lingkungan Belajar


Kondisi lingkungan belajar akan sangat mempengaruhi hasil belajar. Kondisi lingkungan belajar yang
menjadi preferensi responden diukur dari preferensi waktu untuk konsentrasi belajar, suhu
lingkungan, tempat belajar, posisi belajar, dan perilakunya selama belajar. Hasil penelitian tertera
pada Tabel 14.

Konsentrasi ternyata bervariasi berdasarkan periode waktu harian. Konsentrasi terbaik disebutkan
adalah pada waktu malam hari (54,1%), dan tengah malam (18,9%), dibandingkan waktu-waktu
lainnya. Hasil yang kurang lebih sama terjadi pula pada penelitian sebelumnya. Hal tersebut sangat
wajar apabila mempertimbangkan kondisi responden yang mayoritas mahasiswa UT adalah juga
bekerja sambil belajar. Waktu yang mereka miliki untuk belajar tentunya adalah lebih banyak malam
hari, dibanding siang hari.

Sedangkan tentang pilihan suhu lingkungan, maka sebagian besar memilih suhu yang dingin/sejuk
(81,1%) dibandingkan yang hangat. Hasil yang sama ditemui pula pada penelitian sebelumnya.

Adapun tempat belajar yang menjadi favorit sebagian besar mahasiswa adalah tempat informal
seperti ruang keluarga, kamar tidur, sofa, kantin, ataupun di bawah pohon (54,1%). Sedangkan
sebagian lainnya (45,9%) memilih tempat belajar formal seperti ruang kelas, ruang kantor,
perpustakaan. Hal yang kurang lebih sama terjadi juga pada penelitian sebelumnya.

Cara duduk dalam belajar sebagian memilih duduk santai (51,4%), sedangkan sisanya memilih
duduk tegak rapi di kursi (45,9%). Pada penelitian sebelumnya, lebih banyak pula yang memilih
duduk santai (58,5%) dibanding duduk tegak dan rapi (33,6%). Sambil belajar, mereka
mendengarkan musik (40,5%) atau membuat coretan dan gambar (32,4%). Keadaan yang sama
terjadi pula pada penelitian sebelumnya.
Tabel 14. Kondisi Lingkungan Belajar
Data
Kondisi lingkungan belajar 2000 2003
N % N %
Waktu konsentrasi terbaik Subuh 97 26,5 5 13,5
Pagi hari 39 10,7 4 10,8
Menjelang siang 6 1,6 0 0
Tengah hari 3 0,8 0 0
Sore hari 15 4,1 1 2,7
Malam hari 152 41,5 20 54,1
Tengah malam 54 14,8 7 18,9
Suhu ideal Hangat 75 20,5 7 18,9
Sejuk/dingin 291 79,5 30 81,1
Tempat belajar Tempat formal 142 38,8 17 45,9
Tempat informal 224 61,2 20 54,1
Posisi belajar Duduk tegak rapi 123 33,6 17 45,9
Duduk bersantai 214 58,5 19 51,4
Bergerak dan berjalan 29 7,9 1 2,7
Sambil belajar Mendengarkan musik 134 36,6 15 40,5
Mengudap, merokok 98 26,8 10 27,0
Membuat coretan, gambar 134 36,6 12 32,4

79
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 1, Maret 2006, 68 - 82

Hasil penelitian yang dilakukan dibandingkan dengan hasil penelitian yang sebelumnya dapat
dianggap sebagai saling melengkapi informasi tentang strategi belajar responden. Namun demikian,
mengingat struktur kuesioner yang digunakan, tidak bisa dilakukan analisis statistik mengenai
korelasi antara gaya belajar dengan strategi belajar. Untuk waktu yang akan datang, akan sangat
menarik bila diketahui bagaimana strategi belajar yang digunakan untuk setiap gaya belajar yang
berbeda. Selanjutnya, dapat juga dihubungkan dengan keberhasilan belajar, sehingga akan
didapatkan informasi yang berharga yang dapat digunakan untuk memberi saran bagi mahasiswa UT
mengenai belajar yang paling efektif sesuai dengan gaya belajar mereka untuk mencapai hasil
belajar yang terbaik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Alat ukur gaya belajar De Poter & Hernancky (1992), secara kualitatif dapat dianggap cukup reliabel,
namun untuk dapat diterapkan di Indonesia dengan bahasa dan budaya yang berbeda, format
kebahasaan dan konstruksinya perlu diperbaiki, sehingga validitas isi dan kualitasnya meningkat.

Gaya belajar dominan responden yang sebagian besar adalah mahasiswa UT adalah gaya belajar
visual. Hal tersebut secara konsisten ditemui pada dua penelitian dengan kuesioner yang sama pada
waktu yang berbeda. Gaya belajar mahasiswa UT tidak berbeda menurut fakultas, tetapi berbeda
menurut kelompok program studi eksakta dan non eksakta. Mahasiswa eksakta yang memiliki gaya
belajar kinestetik adalah lebih besar (sekitar 2 kali lipat) dibandingkan mahasiswa non eksakta. Hal
tersebut sesuai dengan struktur keilmuan eksakta yang lebih bersifat praktis prosedural dibandingkan
dengan abstrak teoritis yang lazin pada program studi non eksakta.

Perilaku yang berkaitan dengan gaya belajar direpresentasikan oleh: pola bicara, pola mengingat,
cara belajar, cara mengerjakan pekerjaan, cara berkomunikasi, dan kegiatan yang disukai. Sebagian
besar hasil pengukuran konsisten dengan hasil pengukuran pada penelitian sebelumnya, sehingga
dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden antara lain adalah:
• Memiliki pola bicara kecepatan sedang dan tidak cepat sebagaimana ciri orang yang bergaya
belajar visual.
• Pola mengingat kurang konsisten dengan gaya belajar yang mereka miliki.
• Cara belajar responden konsisten dengan gaya belajar dominan yang mengandalkan indera
visual. Sedangkan konsentrasi mereka terganggu oleh hal-hal yang bersifat auditori.
• Informasi tentang bagaimana responden mengerjakan pekerjaannya dapat memberikan petunjuk
tentang bagaimana sebaiknya memberikan tugas. Mereka cenderung mengandalkan aspek
visual dan kinestetik.
• Cara merespons orang lain yang merepresentasikan ketrampilan komunikasi memberikan
gambaran bahwa responden cenderung berperilaku visual dan kinestetik.
• Adapun kegiatan yang disukai mahasiswa adalah kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan
kegiatan belajar, sehingga tidak konsisten dengan gaya belajar yang dimiliki. Responden lebih
mengandalkan aspek indera auditori atau pendengaran dan kinestetik atau gerakan fisik,
dibandingkan visual.

80
Nugraheni, Gaya Belajar dan Strategi Belajar Mahasiswa Jarak Jauh

Adapun studi tentang strategi belajar menghasilkan temuan sebagai berikut.


• Responden mengandalkan referensi seperti modul sebagai bahan belajar utama, walaupun tidak
semua responden memiliki referensi.
• Dalam mempelajari referensi atau bahan ajar, mereka cenderung untuk bekerja secara mandiri
dan tidak dalam kelompok belajar.
• Sebagian besar responden yang mahasiswa UT tidak mengikuti kegiatan tutorial.
• Responden tidak teratur dalam belajar, dan lama waktu belajar juga relatif singkat (1 sampai 2
jam), pada sore atau malam hari. Hal tersebut diduga akan berdampak negatif terhadap
pencapaian belajar mereka.
• Cara mempersiapkan ujian masih kurang efektif karena hanya mengandalkan membaca modul
atau catatan dengan waktu yang tidak teratur.
• Lingkungan belajar yang dipilih cenderung lingkungan yang informal, dengan suhu dingin sejuk,
pada waktu malam hari.

SARAN
• Mengingat pentingnya pengukuran gaya belajar untuk membantu proses belajar mahasiswa UT,
instrumen pengukuran harus dikembangkan dengan lebih baik, dalam hal kualitas, akurasi, dan
format pertanyaan yang dikemukakan. Diusulkan agar format kuesioner diperbaiki dari segi
struktur dan bahasa sehingga lebih sesuai dengan bahasa dan budaya Indonesia.
• Gaya belajar dominan yang visual hendaknya dijadikan pertimbangan dalam pengembangan
bahan ajar, pemilihan media, dan pengembangan bantuan belajar. Sebagai contoh, pemberian
ilustrasi visual untuk bahan ajar tercetak harus diperbanyak dan ditingkatkan kualitasnya.
Pemaparan modul harus lebih banyak menggunakan gambar-gambar dan skema yang jelas.
Media belajar yang dipilih sebagai pelengkap modul tercetak sebaiknya berupa program video
dan bahan ajar berbasis komputer yang banyak disertai dengan visualisasi, dibandingkan
program radio atau rekaman kaset. Program tutorial yang diberikan lebih baik berupa tutorial
tatap muka, dan tutorial online yang lebih interaktif dengan lebih banyak visualisasi.
• UT harus melakukan bimbingan kepada mahasiswa dalam penentuan strategi belajar yang lebih
tepat dan efektif sehingga pencapaian belajar meningkat. Pedoman tentang strategi belajar
tersebut dapat diberikan secara tercetak melalui UPBJJ ataupun secara on-line dalam situs WEB
UT.
• Secara umum bimbingan tentang keterampilan belajar (study skills) tersebut amat penting bagi
setiap mahasiswa, terutama mahasiswa yang belajar mandiri.

REFERENSI
Belawati, T. (1987). Study habits of Universitas Terbuka students and their relationship to students
achievement. (Thesis). Canada: Simon Fraser University.
De Porter, B. & Hernancky, M. (1999). Quantum learning, (terjemahan). Bandung: Kaifa.
Gawith, G. (1991). Power learning: A guide to success. Singapore: Heinemann Asia.
Julaeha, S. & Andayani. (2002). Strategi dan gaya belajar. Laporan Penelitian, Pusat Penelitian
Indonesia, Lembaga Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.
Sahertian, C.D.W. (2004, Mei 30). Pengaruh penggunaan bahan ajar dan gaya belajar terhadap hasil
belajar. http://artikel.us/-04.html diambil 11-08-2005.

81
Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh, Voume. 7, Nomor 1, Maret 2006, 68 - 82

Wardani, I.G.A.K. (2004). Proses pembelajaran dalam pendidikan tinggi jara jauh. Dalam
Asandhimitra, dkk. (ed.). Pendidikan tinggi jarak jauh. Jakarta: Universitas Terbuka. Hal.
141–171.
Puspitasari, K.A. & Islam, S. (2003). Kesiapan belajar mandiri mahasiswa dan calon potensial
mahasiswa pada pendidikan jarak jauh di Indonesia. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak
Jauh. Vol. 4, No.1, hal. 16 – 31.

82

Anda mungkin juga menyukai