Anda di halaman 1dari 13

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan dengan judul “Sintesis [CoNH3)4CO3]NO3”.


Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui cara sintesis senyawa
kompleks [CoNH3)4CO3]NO3. Prinsip yang digunakan adalah analisa
kulitatif dengan menghitung berat kristal yang diperoleh. Hasil yang
diperoleh yaitu tidak terbentuknya kritsal [CoNH3)4CO3]NO3 . Kesimpulan
yang diperoleh pada percobaan ini yaitu Ammonium karbonat direaksikan
dengan air dan ammoniak menjadi larutan yang tidak berwarna.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengembangan sintesis senyawa kompleks masih terus
berkembang hingga saat ini. Kebutuhan aplikasi senyawa kompleks
terutama sebagai katalis terus dikembangkan. Senyawa-senyawa kompleks
dari unsur-unsur di blok d memiliki kelebihan dibanding senyawa lain
karena memiliki orbital d yang kosong. Orbital d inilah yang umumnya
berperan dalam proses katalisis. Senyawa kompleks dilaboratorium dapat
disintesa dengan mereaksikan ligan yang merupakan suatu basa dan
mempunyai pasangan elektron bebas dengan logam yang merupakan
penerima pasangan elektron yang didonorkan oleh ligan.
Berdasarkan banyaknya elektron yang didonorkan oleh ligan maka
ligan dapat diklasifikasikan menjadi ligan monodentat, ligan bidentat dan
multidentat. Ligan monodentat hanya dapat mendonorkan sepasang elektron
yang dimilikinya ke logam. Ligan bidentat dapat mendonorkan dua pasang
elektron yang dimilikinya ke logam, sedangkan banyak elektron yang bisa
didonorkan ke logam pada ligan multidentat. Ligan-ligan multidentat ini
pula yang dapat membentuk struktur kelat dalam kimia koordinasi oleh
karena banyaknya pasangan elektron yang bisa didonorkan ke logam.
Senyawa kompleks sangat berhubungan dengan asam dan basa lewis
dimana asam lewis adalah senyawa yang dapat bertindak sebagai penerima
pasangan elektron bebas ion atau atom pusat, sedangkan basa lewis adalah
senyawa yang bertindak sebagai penyumbang pasangan elektron ligan.
Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan
ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut
senyawa koordinasi.

1.2. Tujuan Percobaan


Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui cara sintesis senyawa
kompleks [Co(NH3)4CO]NO3.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Senyawa komplek di laboratorium dapat disintesa dengan


mereaksikan ligan yang merupakan suatu basa yang mempunyai pasangan
elektron bebas dengan logam yang merupakan penerima pasangan elektron
yang didonorkan oleh ligan berdasarkan elektron yang didonorkan oleh
ligan maka, dapat diklasifikasi menjadi ligan monodentat, ligan bidentat
dana multidentat. Pembentukan senyawa kompleks sering disertai dengan
terjadinya (perubahan) warna yang mencolok. Dalam senyawa kompleks
ligan menyediakan atom donor (pemberi atau penyumbang) dan atom pusat
bertindak sebagai akseptor (penerima). Dengan kata lain, ligan bersifat basa
Lewis (donor pasangan elektron) dan atom pusat bersifat asam Lewis
(penerima pasangan elektron). Banyaknya ikatan koordinat antara atom
pusat dengan atom donor (dari ligan) dalam suatu senyawa kompleks,
dinyatakan sebagai bilangan koordinasi. Bilangan koordinasi yang paling
banyak dijumpai adalah 2, 4, 5, dan 6. Semakin tinggi muatan ion pusat
akan semakin mampu mengakomodasi lebih banyak pasangan elektron atom
donor (Chang, 2004).
Ada tiga teori yang menjelaskan mengenai terbentuknya senyawa
koordinasi kompleks, yaitu:
A. Teori Ikatan Valensi
Menurut Pauling, ikatan kovalen terjadi karena adanya tumpang
tindih antara orbital kosong logam dengan orbital ligan yang berupa molekul
atau ion yang mempunyai pasangan elektron bebas. Ikatan yang terjadi
disebut ikatan kovalen koordinasi. Teori ikatan valensi membahas orbital
atom logam dan ligan yang digunakan untuk berikatan. Berdasarkan teori
ikatan valensi, ikatan pada ion kompleks terjadi karena ligan mempunyai
pasangan elektron bebas dan atom logam mempunyai orbital yang masih
kosong. Sidgwick mempertimbangkan bahwa proses pembentukan ikatan
kovalen koordinat sebagai suatu kesempatan bagi ion pusat untuk mencapai
konfigurasi inert gas mulia yang kemudian dikenal sebagai nomor atom
efektif (Cotton dan Wilkinson, 1989).
Sampai sekitar tahun 1943 teori ikatan valensi merupakan satu-
satunya teori yang digunakan oleh para pakar kimia anorganik dalam
menerangkan struktur geometri dan kemagnetan senyawa kompleks. Di
samping itu, teori ini juga dapat digunakan untuk meramalkan kemungkinan
struktur dan kemagnetan senyawa-senyawa kompleks yang belum disintesis.
Fakta eksperimen tentang senyawa-senyawa kompleks baru yang berhasil
disintesis ternyata banyak yang cocok dengan ramalan yang didasarkan atas
teori ikatan valensi. Meskipun demikian teori ini memiliki beberapa
kelemahan berikut ini:
1. Tidak dapat menjelaskan gejala perubahan kemagnetan senyawa
kompleks karena perubahan temperatur.
2. Tidak dapat menjelaskan warna atau spektrum senyawa kompleks.
3. Tidak dapat menjelaskan kestabilan energi senyawa kompleks.
Adanya kelemahan dari teori ikatan valensi memungkinkan untuk
diterapkannya teori lain yang dapat menjelaskan ketiga fakta di atas. Salah
satu teori tersebut adalah teori medan kristal (Crystal Field Theory) (Cotton
dan Wilkinson, 1989).
B. Teori Medan Kristal
Teori medan kristal pada mulanya dikembangkan oleh J. Bethe dan
Van Vleck pada tahun 1932. Teori ini mengasumsikan bahwa dalam
senyawa kompleks, atom pusat dan ligan-ligan dipandang sebagai titik-titik
yang bermuatan listrik. Dengan demikian prinsip interaksi elektrostatik,
yaitu tolak-menolak antara elektron-elektron orbital d atom pusat dengan
elektronelektron atom donor dalam ligan mengambil peran utama. Dalam
senyawa kompleks, pasangan elektron atom-atom donor ligan diarahkan
kepada atom pusat untuk membentuk ikatan kovalen koordinat. Dengan
demikian, ligan memberikan medan ligan listrik negatif di seputar atom
pusat sehingga menghasilkan interaksi tolakan dengan elektron-elektron dx
terluar dari atom pusat ini. Akibatnya, energi elektron-elektron dx
mengalami kenaikan. (Catatan: sesungguhnya ligan tidak hanya berperan
sebagai titik bermuatan, melainkan juga berperan dalam pembentukan
ikatan kovalen; oleh karena itu kemudian teori medan kristal lebih tepat
disebutteori medan ligan) (Maulidia, 2016).
C. Teori Orbital Molekular (MOT)
Perkembangan teori orbital molekular (Molecular Orbital Theory-
MOT) pada mulanya dipelopori oleh Hund dan Mulliken. Seperti halnya
pada senyawa-senyawa sederhana, konsep orbital molekular juga dapat
diterapkan pada senyawa kompleks sekalipun lebih rumit. Namun demikian
dapat disederhanakan dengan hanya mempertimbangkan orbital-orbital
atomic yang benar-benar berperan dalam pembentukan orbital molekular
(OM) yaitu orbital 3d, 4s, dan 4p bagi atom pusat dari logam transisi seri
pertama dan orbital s-p atau bentuk hibridisasinya bagi atom donor dari
ligan yang bersangkutan. Khususnya bagi ligan-ligan yang sama, orbital-
orbital atomic (OA) ini tentu mempunyai tingkat energi yang sama dan oleh
karena itu dapat dikelompokkan menjadi satu tingkatan energi orbital
atomik kelompok ligan (Ligand Group Orbital Atomic-LGOA). Pada
umumnya tingkatan energy ligan lebih rendah (karena lebih elektronegatif)
dibandingkan dengan energy orbital atom pusat kompleks, sehingga ikatan
memiliki sejumlah kandungan sifat ionik (Maulidia, 2016).
Pengembangan sintesis senyawa kompleks masih terus
berkembang hingga saat ini. Kebutuhan aplikasi senyawa kompleks
terutama sebagai katalis terus dikembangkan. Senyawa-senyawa kompleks
dari unsru-unsur di blok d memiliki kelebihan dibanding senyawa lain
karena memiliki orbital d yang kosong. Orbital d inilah yang umunya
berperan dalam proses katalisis. Senyawa kompleks dilaboratorium dapat
disintesa dengan mereaksikan ligan yang merupakan suatu basa dan
mempunyai pasangan elektron bebas dengan logam yang merupakan
penerima pasangan electron yang didonorkan oleh ligan (Saria dkk, 2012).
Berdasarkan banyaknya elektron yang didonorkan oleh ligan maka ligan
dapat diklasifikasikan menjadi ligan monodentat, ligan bidentat dan ligan
multidentat. Ligan monodentat hanya dapat mendonorkan sepasang elektron
yang dimilkinya ke logam. Ligan bidentat dapat mendonorkan dua pasang
elektron yang dimilikinya ke logam, sedangkan banyak elektron yang bisa
didonorkan ke logam pada ligan multidentat. Ligan-ligan multidentat ini
pula yang dapat membentuk struktur kelat dalam kimia koordinasi oleh
karena banyaknya pasangan elektron yang bisa didonorkan ke logam.
Penelitian yang telah dilakukan para kimiawan anorganik menunjukkan
bahwa logam-lo merupakan logam yang banyak dipelajari dan disintesa
menjadi senyawa-senyawa kompleks..Hal ini mengingat logam-logam ini
bersifat inert dan stabil membentuk senyawa kompleks dengan berbagai
ligan. Salah satu logam yang mempunyai sifat ini adalah kobalt. Logam ini
pula yang digunakan oleh Werner, seorang bapak kimia koordinasi yang
mempelajari senyawa-senyawa kompleks pertama sekali yang kemudian
menghasilkan teori koordinasi Werner yang bertahan cukup lama dan
sampai sekarang masih diperkenalkan di awal-awal mempelajari kimia
koordinasi (Saria dkk, 2012).

Teknik sintesis senyawa kompleks relatif lebih mudah bila


dibandingkan dengan sintesis material anorganik maupun senyawa organik.
Dengan proses reaksi kimia biasa dan proses kompleksasi ligan-logam maka
akan terbentuk senyawa kompleks. Dalam jurnal penelitian ini akan diulas
sintesis senyawa kompleks kobalt dengan ligan asetilasetonato yang
merupakan ligan bidentat. Selanjutnya senyawa kompleks hasil sintesis
dikarakterisasi secara konvensional spektroskopi untuk kemudian diusulkan
struktur senyawa kompleks yang terbentuk dari hasil sintesis (Abdelhak
dkk, 2014).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat danBahan


Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah magnetic stirer,
gelas beaker, dan penyaring bucher.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah ammonium
karbonat, Co(NO3,CoCl, atau CoSO4, hidrogenperoksida, ammonium
pekatdan methanol.

3.2. Konstanta Fisik Dan TinjauanKeamanan


Tabel 3.1 konstanta fisik dan tinjauan keamanan
Tinjauan
No. Bahan BM(gr/mol) TD (℃ ) TL (℃ )
keamanan
1. NH3 17 80 -38 Beracun
2. Ammonium
96, 09 - 58 Iritasi
karbonat
3. CoCl2 111 10,35 7,72 Iritasi
4. Co(No3) 37,04 64,7 -97 Korosif
5.
Metanol 46 78 -114 MudahTerbakar

3.3. ProsedurKerja
1. Dilarutkan 5 gram (0,1 mol) (NH4)CO3 dalam 30 ml H2O dan
tambahkan 30 ml NH3 pekat. Sambil diaduk tuangkan larutan ini
kedalam larutan[Co(H2O)6](NO3)2 yang diperoleh dengan
melarutkan 7,5 gram (0,026 mol) Co(NO3)2 dengan 15 ml H2O.
2. Ditambahkan 4 ml larutan H2O 30% (hati-hati jangan sampai
kena kulit).
3. Dituang campuran pekat larutan dengan cara pemanasan hingga
volume tersisa 45-50 ml (dilakukan dalam ruang asam). Larutan
jangan sampai mendidih. Selama pemanasan tambahkan sedikit
(2,5 gram = 0,025 mol)(NH4)2CO3. Larutan yang masih panas
disaring dengan penyaring vakum dan fitrat yang didinginkan dalam ice
bath. Saring kristal berwarn merah yang terbentuk dan bilas dengan
Sedikit aquadest kemudian etanol dengan jumlah sama denga aquadest.
4. Diperoleh kristal dan dikeringkan dalam desikator berisi CaCl2.
Hitung % yield dengan rumus:
berat senyawa yang terbentuk
% yield = 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑛𝑦𝑎𝑤𝑎 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

5. Dikarakterisasi kristal yang terbetuk dengan alat konduktometer


dengan cara sebagai berikut: larutkan 0,249 gram kristal
[Co(NH3)CO3]NO3 yang diperoleh dengan aquadest konduktansi
molar yang diperoleh dengan konduktansi molar senyawa ionik
(dari literature dengan pelarut ya sama).
BAB II
DATA HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 data hasil pengamatan
PERLAKUAN PENGAMATAN
(NH4)2 Co3 + H2O + NH
Bening
(Larutan1)
[Co(H2O)6] (NO3)2 +CoCl2
+H2 Merahbata
(Larutan 2)
Larutan 1 + larutan 2 
Ungu
(Larutan 3)
LarutanIII +H2O2
Ungukeputihan
(Larutan 4)
LarutanIV + (NH4)2Co3
Ungukeputihan
dipanaskan
Larutan IV + (NH4)2Co3
Tidakterbentukendapan
didinginkan

2.2. Pembahasan

Senyawa komplek merupakan yang tersusun dari ion-ion logam


dengan satu atau lebihl igan.interaksi antara logam dengan ligan dapat di
ibaratkan seperti reaksi asam-basa lewis, dimana basa lewis merupakan zat
yang mampu memberikan satu atau lebih pasangan elektron (ligan). Ligan
berdasarkan jumlah atom yang diikatnya terdiri atas3 macam yaitu
monodentat adalah ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik
oleh penyumbang satu pasangan elektron, bidentat yaitu bisa molekul atau
ion logam mempunyai dua atom penyumbang dan mungkin untuk
membentuk ikatan koordinasi dengan ion yang sama. Sedangkan
multidentat yaitu ligan yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi
permolekul.

Percobaan ini mengenai senyawa komplek kobalt (II) dimana


senyawa komplek merupakan senywa tersusun dari ion-ion logam dengan
satu atau lebih ligan, interaksi antara logam dengan ligan-ligan dapat di
ibaratkan seperti reaksi asam-basa lewis ligan dapat berupa sebuah molekul
netral atau sebuah ion bermuatan.

Berdasarkan percobaan sintesis[Co(NH3)4Co3]NO3mula-mula


dimasukan larutann 5gram (NH4)2CO3dengan ditambahkan aquadest 15ml
dan ditambahkan sebnayak 15ml NH3pekat sehingga menghasilkan larutan
tidakberwarna, larutan tersebut sebagai larutan A, selanjutnya padat tabung
reaksi yang baru dimasukkan 3,25 gram kobalt(II) CoCL2dan 7,5ml
aquadest lalu menghasilkan warna merah bata larutan ini sebagai larutan B.

Percobaan selanjutnya, campuran larutan A dancampuran larutan B,


dicampurkan kedalam gelas kimia sehingga menghasilkan larutan warna
ungu, seharusnya warna ungu kemerahan. Selanjutnya ditambahkan 2ml
larutan hydrogen peroksida 30% secara perlahan diaduk terus menurus,
fungsi dari penambahan hydrogen peroksid anya itu untuk mengubah
bilangan oksidasi CoCl2 menjadi CoCl3 yaitu cobalt (III) dimana hydrogen
peroksida bertindak sebagai reactor, yang selanjutnya ketika ditambahkan
hydrogen hidroksida menghasilkan asap dan gas peroksida yang larutanya
berwarna ungu kehitaman.

Percobaan selanjutnya campuran larutan diatas dimasukan kedalam


erlenmeyer yang kira-kira volume 250ml dan dipanaskan dengan hot plate
yang dilakukan dalam ruang asam menghasilkan larutan berwarna ungu
pudar seharusnya ungu kehitaman dikarnakan diberitekanan sehingga
larutan pekat dan pengotor-pengotor yang terdapat dalam larutan jika
diadukan berubah menjadi warna hitam.selama pemanasan ditambah 2,5
gram (NH4)2 kemudian menghasilkan uap sekitar erlenmeyer dan larutan
menjadi warna ungu kehitaman kemudian larutan tersebut disaring dalam
gelas kimia dengan vakum dan fitrat yang didinginkan dalam ice bath.
Ketika proses pendinginan kami hanya menggunakan waktu sekitar20menit
sehingga Kristal tidak terbentuk, seharusnya pendinginan dilakukan selama
satu hari setelah percobaan dan hasil dari larutan yang didinginkan adalah
Kristal berwarna merah yang terbentuk lalu dibilas dengan etanol dan
aquadest. Kemudian Kristal yang diperoleh dikeringkan dalam isolator
berisi CaCl2 lalu dihitung % yield, dalam praktikum ini kami tidak berhasil
mendapatkan Kristal sehigga praktikum tidak dilanjutkan.

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diatas bahwa senyawa


komplek merupakan yang tersusun dari ion logam dengan satu atau lebih
ligan ,jadi dapat kita ketahui bahwa ligan berperan sebagai basa lewis
sebaliknya atom logam transisi (baik dalam keadaan netral maupun
bermuatan positif) bertindak sebagai asam lewis, yaitu menerima pasangan
elektron dari basa lewis dengan demikian ikatan ligan-ligan biasanya adalah
ikatan kovalen koordinasi, maka kesimpulan sesuai dengan dasar teori
diatas.
BAB V
KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari percobaan ini yaitu:


1. Ammonium karbonat direaksikan dengan air dan ammoniak menjadi
larutan yang tidak berwarna.
2. Senyawa kompleks logam dan senyawa kompleks ion sebagai atom
pusat.
3. Senyawa kompleks apabila banyaknya atom yang terikat pada atom
disebut bilangan koordinasi.
4. Fungsi peroksida adalah untuk mengoksidasi.
5. Warna ungu merupakan hasil reaksi ammonium karbonat.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, D.M., J.B. Raynor, 1965, Advanced Practical Inorganic Chemistry,


John Wiley and Sons, London

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Jilid 1 Edisi


Ketiga. Jakarta: Erlangga

Abdelhak, Jawher., Cherni, S.N. & Zid, M.B. 2014. Synthesis,


Characterization and crystal Structure of New Cobalt[III) Compex.
Mediterranean Journal of Chemistry. 3(1):738-745.

Cotton, F.A dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. UI


Press,Jakarta

Abdelhak, Jawher., Cherni, S.N. & Zid, M.B. 2014. Synthesis,


Characterization and crystal Structure of New Cobalt[III) Compex.
Mediterranean Journal of Chemistry. 3(1):738-745.

Maulidia Fa’izzah. 2016. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks


Kobalt(Ii) dengan Ligan 1,10-Fenantrolin dan Anion
Trifluorometanasulfonat. Skripsi. 1-119

Saria, Y., Lucyanti, Hidayati, N., Lesbani, A. 2012. Sintesis Senyawa


Kompleks Kobalt dengan Asetilasetonato. Jurnal Penelitian Sains.
15(3):1-3

Anda mungkin juga menyukai