Anda di halaman 1dari 7

UTANG PAJAK


Pengertian Utang Pajak
 Utang dalam arti luas ialah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh yang berkewajiban
sebagai konsekwensi perikatan, seperti penyerahan barang, membuat lukisan, melakukan
perbuatan tertentu, membayar harga barang dan seterusnya.
 Utang dalam arti sempit adalah perikatan sebagai akibat perjanjian khusus yang disebut utang
piutang, (bijzondere overeenkomst, benoemde overeenkomst) yang mewajibkan debitur untuk
membayar (kembali) jumlah uang yang telah dipinjamnya dari kreditur.
 Beberapa pengertian…
 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. “Utang pajak” adalah pajak yang masih
harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang
tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
 “Pajak yang terutang” adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak,
dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
 Timbul dan Berakhirnya Utang Pajak

1. Timbulnya Utang Pajak

Ajaran materil (materiele leer) dan Ajaran Formil (formele leer).


Ajaran Materil (materiele leer) menyatakan bahwa, timbulnya utang pajak pada
saat diundangkannya undang-undang pajak dan terpenuhinya syarat subjektif dan syarat
objektif secara bersamaan, tanpa harus di ikuti Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pejabat
pajak.
 Lanjt ajaran materil..
 Syarat subjektif adalah syarat yang melekat pada subjeknya seperti seseorang lahir di
Indonesia, bertempat tinggal di Indonesia.
 Syarat objektif adalah syarat yang melekat pada objeknya seperti memiliki penghasilan kena
pajak, melakukan penyerahan barang kena pajak, memiliki tanah dan bangunan.
 Contoh penerapan ajaran materil, misalnya;
- Undang-undang pajak penghasilan sudah
diundangkan (dinyatakan berlaku);
- Si R’lan bertempat tinggal di Indonesia (telah memenuhi
syarat subjektif);
- Si R’lan memiliki Penghasilan Kena Pajak (telah memenuhi syarat
objektif ).
 Ajaran Formal…
 Timbulnya utang pajak menurut ajaran formal (formele leer) adalah pada saat diterbitkannya
Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pejabat pajak.
 Menurut ajaran ini meskipun undang-undang pajak telah diundangkan, seseorang telah
memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif secara bersamaan, apabila Surat Ketetapan
Pajak belum diterbitkan oleh pejabat pajak maka utang pajak belum timbul.
 Fungsi SKP sesuai ajaran…
 Surat Ketetapan pajak menurut ajaran materil hanya memiliki dua fungsi yaitu: 1) sebagai
instrumen penagihan pajak; dan 2) sebagai instrumen untuk menentukan jumlah utang pajak.
 Sedangkan menurut ajaran fomal memiliki tiga fungsi yaitu: 1) sebagai instrumen yang
menimbulkan utang pajak; 2) sebagai instrumen penagihan pajak; dan 3) sebagai instrumen
untuk menentukan jumlah utang pajak.
 Tambahan…
 Surat ketetapan pajak dalam undang-undang perpajakan nasional, tidak selalu diterbitkan oleh
pejabat pajak kepada wajib pajak.
 Surat ketetapan pajak diterbitkan antara lain apabila wajib pajak tidak melaksanakan
kewajiban perpajakan dengan baik misalnya, wajib pajak tidak melaporkan pajaknya sesuai
dengan yang seharusnya.
 Dalam hal demikian akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ataupun
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).
 Berakhirnya Utang Pajak
 Terdapat lima hal yang dapat mengakibatkan hapusnya utang pajak yaitu: Pembayaran,
Pembayaran dengan cara lain, Kompensasi, Pembebasan, Daluarsa, dan Penghapusan.
 Berakhirnya Utang Pajak
(Pembayaran)
 Pembayaran utang pajak merupakan perbuatan hukum yang wajib dilakukan oleh wajib pajak
untuk mengakhiri utang pajak.
 Meskipun demikian pembayaran pajak dapat pula dilakukan oleh pihak lain yang tidak
berkewajiban, hal ini bisa saja terjadi.
 Yang diwajibkan membayar utang pajak adalah wajib pajak, yakni subjek pajak yang
memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Akan tetapi, pembayaran pajak dapat pula
dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dengan ketentuan bahwa pihak ketiga
tersebut bertindak atas nama wajib pajak (bahkan tidak perlu ada persetujuan atau surat kuasa
khusus dari wajib pajak, karena menguntungkan wajib pajak) dengan maksud untuk
membebaskan wajib pajak dari perikatan pajak.
 Berakhirnya Utang Pajak
(Pembayaran)
 pembayaran utang pajak adalah kewajiban wajib pajak;
 pembayaran pajak merupakan perbuatan hukum yang dapat menghapus utang pajak;
 pembayan pajak harus tepat waktu;
 pembayaran lewat waktu jatuh tempo akan dikenakan sanksi administrasi;
 wajib pajak berhak mendapatkan bukti pembayaran yang sah;
 wajib pajak berhak mendapat bunga sebesar 2% (dua persen) atas keterlambatan
pengembalian kelebihan pembayaran oleh pejabat pajak.
 Pembayaran dengan Cara Lain
 dalam bentuk natura
 Ada cara pembayaran lain, seperti terdapat pada Undang-Undng Bea Materai (UU BM).
Dalam UU BM, pajak tidak dibayar dengan sejumlah uang, melainkan dengan mengunakan
kertas materai atau matera tempel sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU BM.
 Lebih lanjutat Rochmat Soemitro (1988:59) mengemukakan bahwa, cara lain lagi ialah
“nazegeling” atau “pemateraian kembali”, untuk dokumen/tanda yang ternyata besarnya tidak
atau kurang dibayar dengan menunjukkan dokumen itu kepada pegawai kantor pos untuk
dibubuhi materai, yang kemudian dicap dengan stempel kantor pos. Pada pemateraian
kembali itu, denda yang terutang untuk pelanggaran itu harus sekalian dibayar, kalau tidak
pegawai kantor pos tidak akan melakukan “nazegeling” tersebut.

Kompensasi
 Kompensasi merupakan salah satu cara penghapusan utang pajak yang diperkenangkan dalam
ketentuan perpajakan. Kompensasi ini hanya diperkenangkan kalau terdapat kelebihan
pembayaran pajak.
 Kompensasi adalah suatu cara menghapus utang pajak yang dilakukan melalui cara
pemindahan kelebihan pajak pada suatu jenis pajak ( pada tahun yang sama atau tahun yang
berbeda) dengan menutup kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau jenis pajak
lainnya ( juga pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda).
 Pembebasan pajak…
 Ketentuan hukum pajak yang terkait dengan pembebasan utang pajak, adalah Pasal 36 ayat (1)
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUT) mengatur antara
lain bahwa, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi beruapa bunga, denda, dan kenaikan
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
 Pembebasan Pajak…
 Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Pajak Bumi dan Banganan (UU PBB), mengatur bahwa
Menteri Keuangan dapat menberikan pangurangan pajak yang terutang: a) karena kondisi
tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab
tertentu lainnya; b) Dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar
biasa.
 Sedangkan Pasal 20 mengatur bahwa, atas permintaan wajib pajak Direktur Jenderal Pajak
dapat mengurangkan dendan administrasi karena hal-hal tertentu. Kata “mengurangkan”,
“menghapuskan”, dan “pengurangan” pada pasal tersebut pada dasarnya mengandung makna
“pembebasan”.
 Dll…
 Daluarsa
 Daluarsa merupakan instrument hukum yang menyebabkan hapusnya utang pajak wajib pajak.
 Yang dimaksud daluarsa adalah hapusnya suatu hak atau kewajiban karena lampaunya waktu
tertentu sesuai dengan yang ditetapkan dalam undang-undang.
 Daluarsa utang pajak dimaksudkan agar ada suatu kepastian hukum bagi wajib pajak untuk
suatu masa tertentu yang ditentukan undang-undang tidak lagi mempunyai utang pajak
 Jangka waktu daluarsa…
 Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya
penagihan pajak, daluarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali ( Pasal 22 ayat 1 UU KUT).
 Jangka waktu daluarsa tersebut sama dengan jangka waktu daluarsa Pajak Daerah yaitu 5
(lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan daerah (Pasal 31 UU PDRD).

Penghapusan Pajak…
 Menurut Wirawan B. Ilyas, Richard Burton (2001:23) bahwa, hapusnya utang pajak dapat
terjadi karena adanya proses penghapusan piutang pajak yang bisa disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut;
 Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai
ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan;
 Wajib Pajak tidak mempunya harta kekayaan lagi yang dibuktikan berdasarkan surat
kttttttttttttttttttt7yhjnm eterangan dari Pemerintah Daerah setempat. Penghapusan utang pajak
melalui proses penghapusan merupakan bentuk keadilan bagi Wajib Pajak yang memang
benar-benar mengalami hal tersebut diatas;
 Sebab lain, misalnya wajib pajak tidak dapat ditemukan lagi atau dokumen tidak dapat
ditemukan lagi disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti kebakaran, bencana
alam, dan sebagainya.
 Sistem Penghitungan Utang Pajak
 Sistem penghitungan pajak ini terdiri dari 4 (empat) cara yaitu : 1. Official assessment system,
2. Semi self assessment system, 3. self assessment system, dan 4. withholding system.
 Official assessment system
 adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi wewenang kepada pejabat pajak untuk
menentukan besarnya pajak yang harus dibayar atau pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Hasil penghitungan pajak yang telah dilakukan oleh pejabat pajak dituangkan dalam Surat
Ketetapan Pajak (SKP), kemudian SKP ini dikirim ke wajib pajak. Dengan demikian wajib
pajak mengetahui jumlah pajak yang terutang setelah membaca SKP.
 Semi self assessment system
 adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi wewenang kepada pejabat pajak dan
wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar atau pajak yang terutang
oleh wajib pajak.
 Berdasarkan sistem ini pada awal tahun, pajak yang terutang dihitung oleh wajib pajak.
Setelah akhir tahun pajak, pejabat pajak menentukan pajak yang sesungguh berdasarkan data
yang dilaporkan oleh wajib pajak. Dengan demikian wajib pajak dan pejabat pajak berperan
dalam menentukan pajak yang harus dibayar wajib pajak.
 Self assessment system
 adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi kepercayaan penuh kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri pajak
yang harus dibayar atau pajak yang terutang.
 Berdasarkan sistem ini pejabat pajak tidak diperkenangkan ikut campur tangan dalam
menentukan jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak, kecuali dalam hal memberikan
pelayanan berupa bimbingan teknis mengenai penggunaan hak tersebut.
 Witholding system
 system adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
yang ditunjuk oleh undang-undang untuk memotong, memungut, dan menentukan besarnya
pajak yang terutang atau pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
 Berdasarkan sistem ini, wajib pajak dan pejabat pajak tidak terlibat dalam menentukan jumlah
pajak yang harus dibayar. Pihak ke tiga tersebut berkewajiban untuk menyetorkan jumlah
pajak yang telah dipotong atau dipungut sesuai mekanisme yang berlaku berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
 Sistem Pengenaan Utang Pajak
 Sistem atau Stelsel pengenaan utang pajak merupakan cara untuk menentukan jumlah pajak,
waktu pembayaran pajak, dan cara pembayaran pajak.
 Sistem ini berpengaruh terhadap mobilitas dan kepastian jumlah utang pajak yang harus
diterima oleh negara dari wajib pajak untuk 1(satu) tahun kedepan.
 Secara teoritis dikenal ada 3 (tiga) sistem pengenaan utang pajak yaitu : a. stelsel fiksi
(fictieve stelsel), b. stelsel ril (reele stelsel), dan c. Stelsel campuran.
1. Stelsel (fictieve stelsel)
Stelsel fiksi adalah cara pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan
tertentu, dimana anggapan ini ditentukan oleh bunyi undang-undang perpajakan.

2. stelsel ril (reele stelsel)

Stelsel ril adalah cara pengenaan pajak berdasarkan penghasilan ril, nyata atau
sesungguhnya yang diterma oleh wajib pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan. Karena
penghasilan nyata atau sesungguhnya dari wajib pajak dalam tahun yang bersangkutan
baru diketahui setelah akhir tahun, maka wajib pajak baru dapat dikenakan pajak pada akhir
tahun.
3. Stelsel Campuran.
Stelsel campuran adalah cara pengenaan pajak yang mengkombinasikan antara
setelsel fiktif dengan stelsel ril. Misalnya pada awal tahun, pajak dipungut berdasarkan
anggapan, setelah akhir tahun dilakukan koreksi berdasarkan penghasilan nyata yang
diperoleh wajib pajak. Dengan demikian pajak yang akan dibayar oleh wajib pajak adalah
pajak yang dihitung berdasarkan penghasilan sesungguhnya.

Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka

akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi

kurang bayar, lebih bayar, atau nihil.Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya

terbatas kepada WP tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau

karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.

1. Fungsi Surat Ketetapan Pajak

Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :

a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau

berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil

dalam memenuhi ketentuan perpajakan.

b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.

c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.

d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.

e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang


Pembagian pajak dapat dilihat berdasarkan golongan, sifat dan pemungutannya. Berdasarkan
Golongan seperti Pajak Langsung dan Pajak tak Langsung, berdasarkan Wewenang seperti
Pajak Pusat dan Pajak daerah, dan berdasarkan Sifat seperti Pajak Subjektif dan Pajak Objektif.
Berikut uraiannya :

Berdasarkan golongan :

1. Pajak Langsung :
Pajak yang bebannya harus ditanggun sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan dan tidak
boleh dialihkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan.
2. Pajak Tidak Langsung :
Pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Berdasarkan Wewenang :

1. Pajak Pusat / Pajak Negara :


Pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Contoh : Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi
dan Bangunan, Bea
Meterai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

2. Pajak Daerah :
Pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah Daerah yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak Daerah Tingkat I: Pajak Kendaraan
Bermotor dan Kendaraan diatas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
diatas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air, Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pajak Daerah Tingkat
II : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan,
Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, Pajak Parkir.

Berdasarkan Sifat :

1. Pajak Subjektif :
Pajak yang memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Dalam menentukan pajaknya, harus ada
alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya. Contoh : Pajak
Penghasilan Oranf Pribadi.

2. Pajak Objektif :
Pajak yang pada awalnya memerhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar, kemudian baru dicari subjeknya.

Anda mungkin juga menyukai