PENDAHULUAN
1
2. Mengidentifikasi dan memahami pengaruh pengeringan pada karakteristik
bahan pangan
3. Memahami faktor-faktor yang mempengruhi efektivitas pengeringan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Galuh Raka Fauzi, 1506928 & Fani Nurhandayani, 1501413)
3
yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Proses pengeringan yang berlangsung pada
suhu yang sangat tinggi akan menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu
bagian permukaan bahan pangan sudah kering sekali bahkan mengeras sedangkan
bagian dalamnya masih basah (Rosdaneli, 2008).
Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar
air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara
dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis
dan kimiawi. Pengertian proses pengeringan berbeda dengan proses penguapan
(evaporasi). Proses penguapan atau evaporasi adalah proses pemisahan uap air
dalam bentuk murni dari suatu campuran berupa larutan (cairan) yang
mengandung air dalam jumlah yang relatif banyak. Meskipun demikian ada
kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat
fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan (Astutik, 2008)
4
Bahan pangan yang dikeringkan pada umumnya berubah warnanya
menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan reaksi browning, baik
enzimatik maupun non-enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang paling
sering terjadi adalah reaksi antara asam amino dan gula reduksi. Reaksi asam
asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang
terkandung di dalamnya. (Winarno et al., 1993).
5
B. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)
Pengeringan buatan atau sering disebut pengeringan mekanis
merupakan pengeringan dengan menggunakan alat pengering. Tinggi
rendahnya suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan waktu
pengeringan dapat diatur sesuai dengan komoditi yang dikeringkan.
Pengawasan yang tidak tepat dari factor diatas dapat menyebabkancase
hardeningyaitu suatu keadaan dimana bagian permukaan bahan telah sangat
kering sedangkan bagian dalam bahan masih basah. Hal ini terjadi apabila
penguapan air pada pemukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari
dalam bahan menuju permukaan. Jenis pengeringan pengering buatan dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Pengeringan Adiabatik, merupakan pengeringan dimana panas dibawa ke
alat pengering oleh udara panas. Udara yang telah dipanaskan memberi
panas pada bahanpangan yang akan dikeringkan
2. Pengeringan isothermik, merupakan pengeringan pengeringan yang
didasarkan atas adanya kontak langsung antara bahan pangan dengan
lembaran logam yang panas. Pengering yang termasuk kelompokini
ialah; drum dryer, shelf dryer, dan continous vacuum dryer.
C. Pengeringan Secara Pembekuan (Freeze Drying)
Pada pengeringan ini digunakan prinsip sublimasi, dimana bahan
pangan dibekukan terlebioh dulu dan air dikeluarkan dari bahan secara
sublimasi dalam kondisi tekanan vakum. Jadi langsung dari bentuk padat
menjadi gas atau uap, dan proses ini dilakukan dalam vakum (tekanan < 4
mmHg). Suhu yang digunakan pada system ini adalah sekitar (-10oC),
sehingga kemungkinan kerusakan kimiawi maupun mikrobiologis dapat
dihindari. Hal ini menyebabkan hasil mempunyai citarasa tetap dan rehidrasi
yang baik.
D. Pengeringan Secara Osmotik (Osmotic Dehydration)
Didasarkan atas proses osmosis yang dapat digunakan untuk
memindahkan air dari larutan encer kelarutan yang lebih pekat melalui
lapisan semipermeabel. Proses pemindahan berlangsung sampai terjadi
keseimbangan antara larutan gula dengan bahan yang dikeringkan. Dari
6
beberapa cara diatas didasarkan atas biaya, pengeringan matahari lebih
menguntungkan, tetapi didasarkan atas waktu pengeringan dan kualitas,
dehidrasai lebih menguntungkan. Selanjutnya pengeringan matahari tidak
dapat dipraktekkan secara luas, karena beberapa daerah yang sesuai untuk
pemukiman dan mengusahakan pertanian memiliki kondisi cuaca yang tidak
baik (Desrosier, Norman, W., 1988).
7
BAB III
METODE PRAKTIKUM
(Siti Sharah, 1501573)
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Waktu : 10.00 WIB – 13.00 WIB
Tempat Praktikum : Laboratium Praktikum, Program Pendidikan
Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat : Waskom, oven digital, pisau, talenan, slicer, parutan.
3.2.2 Bahan: Ubi jalar dan wortel
3.3 Prosedur Kerja
1. Menyiapkan sampel ubi jalar (kelompok genap 2,4,6,8) dan wotel
(kelompok ganjil 1,3,5,7).
2. Melakukan peeling dan washing pada semua sampel, membagi setiap
sampel menjadi 3 bagian (A, B, C) dan mengukur masing-masing
beratnya. Mengamati karakteristik sensorinya dan kadar airnya.
3. Sampel A adalah sampel/ bahan yang di dicing (bentuk dadu kecil) ;
sampel B adalah bahan yang di slicing (bentuk irisan) ; sampel C adalah
yang disawut/ parut.
4. Menyimpan seluruh sampel A, B, C dalam loyang dan memasukkan
kedalam oven bersuhu 70oC. Dikeringkan selama 24 jam. Mengamati
karakteristik sensorinya dan mengukur beratnya juga kadar airnya.
8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
(Habibah Wasdah Sujati, 1504830)
4.1 Hasil
9
4.2 Pembahasan
10
Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan
perkembang biakannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan
mikroorganisme akan diperlambat.Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan
adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat
dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan
kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananyaadalah dengan melalui
proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dariadanya
pengawetan
1. Drying : suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau
kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
2. Dehydration (dehidrasi) : suatu proses pengeringan dengan panas buatan,
dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering.
11
4. Untuk mempertahankan nutrient yang berguna yang terkandung dalam
bahan pangan,misalnya mineral, vitamin, dsb.
Prinsip-prinsip pengeringan
12
Penguapan air dari dalam bahan tergantung dari banyak faktor
sekeliling bahan yaitu : suhu, kelembaban, kecepatan aliran air, tekanan
udara, serta waktu pengeringan.
1. Tempat pelepasan dan penampungan uap air yang keluar dari bahan.
2. Penghantar panas ke bahan yang dikeringkan.
13
Kerugian pengeringan dengan sinar matahari :
a. Tergantung dari cuaca.
b. Jumlah panas matahari tidak tetap.
c. Kenaikan suhu tidak dapat diatur, sehingga waktu penjemuran
tidak dapat ditentukan dengan tepat.
d. Kebersihan sukar untuk diawasi.
14
Pada praktikum tanggal 22 Februari 2016, kami telah melakukan
percobaan drying atau pengeringan dengan menggunakan sampel worel dan
umbi. Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini diberikan tiga
perlakuan yang berbeda yaitu slicing, di potong potong berbentuk dadu dan
diparut. Kami adalah kelompok genap yang melakukan pengamatan pada
umbi. Masing masing sampel ditimbang dengan berat awal. Sampel A
memiliki berat awal 95,6 gram, sampel B 90,8 gram dan sampel C 72,1 gram.
Lalu sampel disimpan didalam loyang dan dioven selama 24 jam dengan suhu
70ᴼC.
15
Nama : Galuh Raka F. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016
16
Pada praktikum kali ini akan melakukan pengeringan terhadap ubi
jalar dan wortel sebagai berikut :
1. Ubi jalar
Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis
tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang
membentuk umbi dengan kadargizi (karbohidrat) yang tinggi. Ubi jalar
dapat dibudidayakan melalui stolon/batang rambatnya
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Solanales
Famili: Convolvulaceae
Genus: Ipomoea
Spesies: I. batatas
2. Wortel
Wortel adalah tumbuhan biennial (siklus hidup 12 - 24 bulan) yang
menyimpan karbohidrat dalam jumlah besar untuk tumbuhan tersebut
berbunga pada tahun kedua. Batang bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m,
dengan bunga berwarna putih, dan rasa yang manis langu. Bagian yang
dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya.
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Apiales
Famili: Apiaceae
Genus: Daucus
Spesies: D. carota
17
Prosedur yang di lakukan sebagai berikut:
1. Memisahkan sampel genap dan ganjil dan melakukan peeling dan washing
pada semua sampel dan mengamati berat untuk data praktikum
2. Mengamati karateristik sensori dan kadar air dari setiap sampel
3. Memisahkan antar sampel yang di potong, sampel A (dadu) , B (Slicing),
C (Parut). Perbedaan perlakuan ini berguna untuk mendapat hasil yang di
inginkan. proses ini sangat bepengaruh terhadap efisiensi pengeringan di
karenakan luas permukaan yang menjadi kunci dari cepat pengeringan
4. Memasukan semua sampel A B C dalam Loyang dan memasukan Loyang
ke dalam oven bersuhu 70 C selama 20 jam. dan mengamati karakteristik
sensori nya.. Pada proses pengamatan akan terlihan sangat berbeda yaitu
hasil dari pengeringan ubi jalar yang berubah warna di karenakan
dekomposisi unsur yang terdapat pada ubi jalar.
18
Nama : Habibah Wasdah S. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016
19
sinar matahari yaitu, adanya daya pemutih karena sinar ultra violet matahari
dan mengurangi degradasi kimia yang dapat menurunkan mutu bahan.
Sedangkan kelemahannya dapat terkontaminasi bahan oleh debu yang dapat
mengurangi derajat keputihan tepung (Koswara, S., TT). Keuntungan yang
didapat dari pengeringan menggunakan alat pengering adalah kondisi
pengeringan terkontrol dan waktu pengeringan bisa lebih cepat dengan tidak
tergantung oleh cuaca.
Pada praktikum kali ini digunakan dua komoditi yaitu wortel dan ubi
jalar. Kelompok 8 melakukan praktikum menggunakan komoditi ubi jalar dan
data wortel yang didapatkan dari hasil pengamatan kelompok 7. Kedua
komoditi diberikan tiga perlakuan berbeda sebelum dikeringkan dalam oven,
komoditi A dipotong dadu, B diiris dan C diparut. Berdasarkan hasil
pengamatan berat didapatkan data berat awal pada ubi jalar A 95,6 gr, B 90,8
gr dan C 72,1 gr serta pada wortel A 44,6 gr, B 68, 5 gr dan C 40,4 gr. Setelah
dilakukan pengeringan dengan suhu 70oC selama 24 jam komoditi tersebut
ditimbang kembali dan didapatkan data sebagai berikut: 1) ubi jalar A 23,0
gr; B 23,6 gr; dan C 17,7 gr. 2) wortel A 4,4 gr, B 7,2 gr, dan C 4,1 gr. Alat
pemanas yang digunakan untuk pengeringan ini adalah oven. Prinsip kerja
pengering oven secara umum adalah memanaskan bahan dengan
menggunakan prinsip pindah panas secara konveksi. Elemen pemanas akan
memanaskan udara kemudian partikel-partikel udara mengenai bahan secara
bergantian (Koswara, S., TT). Penanganan pasca panen yang biasa digunakan
dalam memproses umbi-umbian (termasuk ubi jalar dan wortel) adalah
pengeringan, penepungan dan ekstraksi pati umbi-umbian (Muchtadi, T.R.,
et. al., 2010, hlm. 249-250).
20
termal bahan, hal ini dilakukan agar kualitas bahan selamaproses pengeringan
dapat terjaga dengan baik (Nugroho, J., et. al., 2012, hlm. 99).
21
jalar (ubi jalar C) memiliki warna coklat yang lebih gelap dibandingkan
dengan ubi jalar lainnya. Hal ini dikarenakan sawutan ubi jalar memiliki
luas permukaan yang lebih besar daripada yang lainnya sehingga
menyebabkan pengeringan lebih cepat terjadi dan warna lebih gelap.
Perubahan tekstur ubi jalar pada potongan dadu dan irisan setelah
pengeringan tidak terlihat secara signifikan. Tekstur ubi jalar baik
sebelum maupun setelah pengeringan sama, ++++ (keras sekali).
Kemungkinan terjadinya perubahan tekstur ada, tetapi tidak begitu
drastis. Pada dasarnya semua tekstur ubi jalar sama, namun setelah
proses sawutan ubi jalar menjadi lebih lunak karena ubi jalar sudah
terbagi menjadi banyak dan kandungan air yang terikat secara fisik dalam
jaringan pecah kemudian keluar lebih banyak dibandingkan dengan
potongan yang lebih besar. Perubahan yang signifikan terlihat setelah
pengeringan sawutan ubi jalar.
Pada sawutan ubi jalar terjadi pengeringan yang tidak merata.
Bagian luar ubi jalah lebih kering dan lebih keras dibandingkan dengan
bagian dalamnya, hal ini dikarenakan penataan sawutan ubi jalar ketika
akan dikeringkan yang tidak merata dan bertumpukan dibagian tengah.
Luas permukaan sawutan yang lebih luas dibandingkan dengan dadu dan
irisan ubi jalar menyebabkan proses pengeringan terjadi lebih cepat. Jadi
, sawutan ubi jalar memerlukan waktu lebih cepat dibandingkan yang
lainnya sehingga suhu dan kecepatan pengeringan tidak seimbang dan
terjadi pengerasan dibagian luar (case hardening).
Setiap bahan pangan memiliki aroma khas yang berbeda-beda,
begitupun dengan ubi jalar. Setelah proses pengeringan aroma khas ubi
jalar sedikit gosong tetapi tidak menghilangkan aroma khas yang dimiliki
ubi jalar tersebut. Aroma dan cita rasa ini dihasilkan dari hidroksi beta
neokaroten yang menyebabkan penyimpangan cita rasa (Eskin, 1979).
Salah satu dampak yang dihasilkan oleh pengeringan adalah
penurunan kandungan kimia yang ada dalam suatu bahan pangan. Ubi
jalar memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, karbohidrat
91,42-93,45% (bk). Andarwulan (2008 dalam Yuliasari, et. al., 2012)
22
mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan penurunan
kandungan karbohidrat yaitu penggunaan suhu yang terlampau tinggi
pada saat proses pengolahan, interaksi antara pati dengan komponen non
pati, dan jumlah pati tahan cerna (resistant starch) yang terdapat dalam
pati. Ubi jalar juga khususnya ubi jalar jingga (orange) memiliki
kandungan bioaktif berupa β-karoten yang sangat sensitif terhadap
kondisi lingkungan terutama pada oksigen dan cahaya. Adanya ikatan
rangkap pada struktur kimia β-karoten, menyebabkan bahan ini menjadi
sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi ketika terkena panas, udara (O2),
cahaya, dan logam selama proses produksi maupun aplikasinya
(Yuliasari, et. al., 2012).
B. Wortel (Daucus carrota L.)
Wortel (Daucus carrota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi
yang biasanya berwarna jingga atau putih dengan tekstur serupa kayu.
Pengolahan wortel umumnya dilakukan dengan mengeringkan potongan
kecil wortel menjadi sayuran kering. Perlakuan lain yang dapat dilakukan
dengan cara potongan dadu wortel segar didinginkan, kemudian dikemas
sebagai sayuran beku. Pengeringan dan pembekuan dilakukan untuk
mempermudah pengolahan lebih lanjut dan memperpanjang masa simpan
wortel. Pada dasarnya pengolahan pasca panen waortel sangatlah
bervariasi.
Jika dibandingkan dengan ubi jalar wortel mengalami penurunan
berat yang lebih tinggi daripada ubi jalar, hal ini dikarenakan pada wortel
baik potongan dadu, irisan maupun sawutannya lebih kecil dibandingkan
dengan ubi jalar, sehingga luas permukaannya lebih besar dan proses
pengeringan terjadi lebih cepat.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum didapatkan data bahwa
terjadi perubahan warna setelah pengeringan. Sebelum proses
pengeringan semua wortel berwarna orange. Sedangkan setelah proses
pengeringan wortel A berwarna orange kecoklatan, pun wortel B,
sedangkan wortel C berwarna kuning pucat. Pada saat proses
pengeringan akan terjadi memucatnya pigmen warna pada wortel (seperti
23
yang terjadi pada wortel C), padahal warna orange tua pada wortel
menandakan kandungan β-karoten yang tinggi (Amiruddin, C., 2013,
hlm. 1-2).
Wortel memiliki aroma yang khas sama seperti bahan pangan
lainnya. Setelah dilakukan proses pengeringan aroma yang dimiliki
wortel tidak berubah, tetapi aroma khas wortel sedikit tercampur dengan
aroma khas ubi jalar dikarenakan pengeringan yang dilakukan dalam
wadah atau loyang yang sama.
Tidak jauh berbeda dengan ubi jalar, wortel memiliki tekstur yang
keras (++++). Dan perubahann tekstur setelah proses pengeringan tidak
terjadi secara signifikan, karena kebanyakan bahan pangan akan
mengalami pengerasan setelah proses pengeringan dan wortel memiliki
tekstur yang keras sejak awalnya.
24
Nama : Merinda Lounita P. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016
Air dalam bahan pangan tidak semuanya hilang, bahan pangan tetap
memiliki kadar air yang lebih rendah dari sebelumnya, hal itu disebabkan ada
jenis-jenis air dalam bahan pangan yang terikat. Seperti air yang terikat
secara fisik dan kimia. Air terikat secara fisik diantaranya: (Afrianti, 2014)
1. Air kapiler yang terdapat dalam rongga-rongga jaringan halus dari bahan
pangan
25
2. Air terlarut, air dalam bahan padat yang seakan-akan larut dalam bahan
pangan tersebut. Jika air terlarut diuapkan makan air harus berdifusi dari
bagian dalam melalui bahan-bahan padat.
3. Air adsorpsi, air yang terikat pada permukaan air
1. Air kristal, air yang terikat sebagai molekuk-molekul dalam bentuk H2O
2. Air konstitusi, air yang termasuk bagian dari molekul senyawa padatan
tertentu, bukan dalam bentuk H2O.
26
4. Dalam hukum Roult aktivitas air, dapat berbandingan lurus dengan
jumlah mol zat terlarut serta berbanding terbalik dengan mol pelarut.
27
Nama : Siti Sharah Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016
28
aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme (bakteri dan jamur) serta aktivitas
enzim yang dapat menyebabkan kerusakan bahan.
Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah
permukaan benda sehingga kandungan air pada permukaan benda berkurang.
Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya perbedaan temperatur yang
signifikan antara dua permukaan.
Mengingat sifat alamiah dari sayuran yang mudah busuk dan rusak,
maka untuk memperpanjang masa simpannya, salah satunya mengurangi
kadar airnya dengan pengeringan.
Pada praktikum pengeringan (drying) yaitu mengambil sampel ubi
jalar dan wortel. Ubi jalar Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu
tanaman pangan tropis yang banyak terdapat di Indonesia. Ketersediaan ubi
jalar di indonesia sangat melimpah. Menurut sebuah jurnal yang berjudul
Sifat Fisik Kimia Tepung Ubi Jalar Putih Varietas Manohara Hasil panen ubi
jalar di Indonesia pada tahun 2013 adalah sebanyak 2594081.00 ton.
Ubi jalar ( Ipomoea batatas L.Lamb) merupakan sumber karbohidrat
yang di konsumsi sebagai bahan pangan (Setyono dkk, 1993) dan merupakan
tanaman palawija sebagai sumber karbohidrat yang menduduki tempat ke-tiga
setelah jagung dan ubi kayu (Widodo dan Antarlina, 1993).
Ubi jalar memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Ubi jalar
merupakan sumber energi, karoten, vitamin C, niasin, riboflavin, thiamin, dan
mineral-mineral. Winarno (1982). Ubi jalar dapat disiapkan menjadi bahan
setengah jadi untuk bahan baku industri. Produk ini seharusnya kering dan
tahan lama sehingga dapat dimanfaatkan pada bahan pembuatan produk lain.
Produk setengah jadi dapat berupa irisan ubi kering, aneka tepung, dan pati
(Damardjati dan Widowati, 1993).
Produk setengah jadi merupakan produk yang telah dikeringkan dan
kemudian siap untuk diolah, pengeringan merupakan proses menuju bahan
setengah jadi yang telah diiris tipis dan dimasukan kedalam oven digital.
Menurut Widayati (1997), pengeringan dapat digunakan untuk
mengawetkan sayuran, seperti wortel. Wortel (Daucus carota) adalah
29
tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna jingga dengan tekstur
serupa kayu.
Wortel merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai nilai gizi
tinggi, terutama vitamin A. Selain itu wortel juga mengandung vitamin B,
vitamin C, dan sedikit vitamin G (Palungkun & Budiarti 1993). Seperti
komoditas sayuran lainnya, wortel termasuk salah satu jenis sayuran yang
mudah rusak karena setelah dipanen masih melakukan respirasi. Di samping
itu kerusakan dapat diakibatkan pula oleh proses fisiologis dan faktor
mekanis, kimiawi, dan mikrobiologi. Selain itu, produk kering akan lebih
mudah ditangani dalam pengangkutan dan penyimpanan.
Bentuk irisan kering merupakan salah satu bentuk produk awetan
wortel yang mudah dimanfaatkan konsumen, di samping dapat
memperpanjang masa simpan. Permasalahan yang perlu diperhatikan dalam
proses pengeringan wortel adalah hilangnya (terdegradasi) atau berubahnya
warna, tekstur, dan nilai gizi. Perubahan warna dan tekstur, dan hilangnya
gizi dapat terjadi selama proses pengolahan, pengeringan, dan penyimpanan
produk kering. (Mohamed & Hussein, 1994)
Dalam proses pengeringan, suhu pengeringan memegang peranan
sangat penting. Jika suhu pengeringan terlalu tinggi akan mengakibatkan
penurunan nilai gizi dan perubahan warna produk yang dikeringkan.
Sedangkan bila suhu yang digunakan terlalu rendah, maka produk yang
dihasilkan basah dan lengket atau berbau busuk, sehingga memerlukan waktu
pengeringan yang terlalu lama. Pada praktikum ini suhu yang digunakan
sebesar 70oC. Faktor lain yang mempengaruhi mutu produk yang dikeringkan
adalah lama pengeringan. Mohamed & Hussein (1994) menyatakan bahwa
suhu pengeringan 60°C memerlukan waktu pengeringan 22 jam sampai
diperoleh berat konstan. Sedangkan pada pada praktikum yang kami lakukan
wwaktru yang digunakan untuk pengeringan adalah selama 24 jam (1 hari).
Pada praktikum kali ini setiap sampel mengambil 3 buah, ubi jalar 3
buah dan wortel 3 buah. 3 buah tersebuit akan dilakukan 3 perlakuan, 1 buah
atau dinamakan sampel A untuk di dicing (bentuk dadu kecil), sampel B (1
30
buah) untuk di slicing (bentuk irisan) dan sampel C (1 buah) untuk bahan
yang disawut/ parut.
Sampel A, B, C baik ubi jalar dan wortel disimpang diatas loyang segi
empat, akan tetapi sebelum di simpan diatas loyang dan dimasukan kedalam
oven, tiap sampel harus diamati karakteristik sensorinya. Menyimpan sampel
diatas loyang kemudian dimasukan kedalam oven digital selama 24 jam (1
hari) dengan suhu 70oC.
Untuk sampel A ubi jalar berat sebelum dikeringkan sebesar 95,6 gr,
dengan warna orange gelap, teksturnya keras ++++ (sangat keras), dan
aromanya khas. Setelah dikeringkan berat ubi jalar menjadi 23,0 gr dengan
warna orange pucat, teksturnya keras ++++ dan aroma masih sama khas ubi
jalar. Kadar air untuk sampel A ubi jalar sebesar 75,94%.
Sampel B ubi jalar sebelum dikeringkan sebesar 90,8 gr dengan warna
orange gelap dan tekstur keras ++++, serta aroma yang khas. Setelah
dikeringkan berat ubi jalar menjuadi 23,6 gr, warnanya orange pucat dan
keras ++++, aromanya masih khas ubi jalar, kadar airnya sebesar 74,00%.
Sampel B ubi jalar yang di parut berat asalnya 72,1 gr dengan warna
orange gelap, teksturnya keras ++++ dan baunya khas ubi. Setelah
dikeringkan berat ubi menjadi 17,7 gr dengan warnanya orange pucat serta
teksturnya keras+++ menjadi sedikit lembek karena siparutan menumpuk dan
tidak menyebar menjadikan ubi agak basah dalamnya. Aroma yang dimilkii
masih sama khas ubi jalar, kadar air yang terkandung sebesar 75,45%.
Untuk sampel A pada wortel yang dipotong dadu berat awal sebelum
di keringkan 44,6 gr dengan warna orange dan teksturnya keras ++++ serta
aromanya yang khas. Setelah dikeringkan berat wortel menjadi 4,4 gr dengan
warnanya orange sedikit kecoklatan, teksturnya keras ++ dan aroma masih
khas wortel. Kadar air yang terkandung dalam sampel sebesar 90%.
Sampel B pada Wortel berat asal sebelum dikeringkan 68,5 gr dengan
warnanya yang orange dan tekstur keras ++++ serta aroma yang khas wortel.
Berat wortel setelah dikeringkan sebesar 7,2 gr dengan warna sama seperti
sampel A yaitu orange kecoklatan dan teksturnya keras +, aroma khas wortel.
Kadar air yang dikandung sebesar 89,4%.
31
Sampel C pada wortel berat asal sebesar 40,4 gr, dengan warnanya
yang orange dan teksturnya yang keras ++++ serta aromanya yang khas.
Setelah dikeringkan berat wortel menjadi 4,1 gr dengan warna kuning pucat
serata teksturnya +, aromanya masih khas wortel, kadar air yang terkandung
89,8% hampir sama dengan sampel B wortel.
32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
33
Nama : Galuh Raka F. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016
34
Nama : Merinda Lounita P. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016
35
DAFTAR PUSTAKA
36
Salim, dkk. (2015). Sifat Fisik Kimia Tepung Ubi Jalar Putih Varietas Manohara. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.602-609, April 2015.
Soenarjo, R. (TT). Potensi Ubi Jalar sebagai Bahan Baku Gula Fruktosa. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Suparyono & Setyono, A. (1993). Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Troftgruben, J., (1977). Foods and nutrition cooperative extension service.
Revised By Mary Keith University Of Illinois at Urbana-Champaign.
Widodo, T.W. , E. Sakaguchi & K. Tamaki. (2003). Evaluasi Laju Pengeringan
pada Proses Pengeringan Cabai dengan Menggunakan Pengering Tipe
Rotary dan Sistem Penimbangan secara Kontinyu dan Non-Destruktif.
Abstrak Jurnal Enjiniring Pertanian.
Winarno, Budi. (2008). Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta: PT Buku
Kita.
Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.
Yuliasari, S. & Hamdan. (2012). Peluang Pemanfaatan Ubi Jalar Sebagai
Pangan Fungsional dan Mendukung Diversifikasi Pangan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu.
37
38