Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

(Merinda Lounita Putri, 1501277)

1.1 Latar Belakang


Proses pengawetan bahan pangan sudah dilakukan pada zaman dahulu.
Manusia menciptakan berbagai ide untuk mengawetkan bahan pangan, seperti
pengasapan, pengeringan, pembekuan, pengasinan dan lain-lain. Menurut
Pelczar (1998) proses pengawetan tersebut telah dilakukan pada 3500 sampai
2500 SM, dan baru abad ke-19 ditemukan kaitan antara kerusakan bahan
pangan dengan mikroorganisme. Sehingga sampai sekarang proses
pengawetan makanan terus dikembangkan.
Bahan pangan mengandung berbagai nutrisi, seperti karbohidrat,
protein, lemak, mineral dan vitamin. Nutrisi tersebut sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroorganisme, sehingga menjadi tempat berkembang biak
mirkoorganisme. Apabila mikroorganisme tersebut menghasilkan toksin maka
menjadi sangat berbahaya bagi konsumen.
Sehingga diperlukan cara pengawetan untuk setiap bahan pangan. Salah
satunya dengan pengeringan. Pengeringan adalah proses pengawetan dengan
pengurangan kadar air. Air menjadi kebutuhan mikroorganisme untuk tumbuh,
dengan berkurangnya kadar air maka pertumbuhan pun akan terhambat.
Selain dapat menghambat mikroorganisme, pengeringan dapat
menjadikan bahan pangan memiliki daya simpan yang cukup lama. Hal itu
disebabkan kadar air yang cukup tinggi setelah panen menyebabkan tetap
berlangsungnya reaksi kimia dalam bahan pangan. Apabila kadar air dikurangi
maka reaksi kimia akan terhambat.
Proses pengeringan yang sederhana bisa dilakukan dengan penyinaran
langsung sinar matahari. Alat yang dapat digunakan yaitu oven, cabinet dryer,
tunnel dryer, tray dryer,rotary dryer dan lain-lain.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Memahami prinsip pengeringan pada bahan pangan dan dapat melakukan
prosedur pengeringan pada bahan pangan

1
2. Mengidentifikasi dan memahami pengaruh pengeringan pada karakteristik
bahan pangan
3. Memahami faktor-faktor yang mempengruhi efektivitas pengeringan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Galuh Raka Fauzi, 1506928 & Fani Nurhandayani, 1501413)

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai


mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk
akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses
perpindahan energy yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam
bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat
diperlambat. Kelembapan udara pengering harus memenuhi syarat yaitu sebesar
55 – 60% . Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas mikroorganisme
dan enzim menurun sebagai akibat jumlah air yang dibutuhkan untuk aktivitasnya
tidak cukup. Proses pengeringan bukan merupakan proses sterilisasi. Produk yang
sudah dikeringkan harus dijaga supaya kadar airnya tetap rendah. Pengeringan
adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah yang relative kecil
dari bahan dengan menggunakan energi panas (Pinem, 2004).

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau


menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan melalui penerapan energi
panas. Pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi surya
(pengeringan alami) dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan peraiatan
khusus yang digerakkan dengan tenaga listrik. Proses pengeringan bahan pangan
dipengaruhi oleh luas permukaan bahan pangan, suhu pengeringan, aliran udara,
tekanan uap air dan sumber energi yang digunakan serta jenis bahan yang akan
dikeringkan. Nilai gizi makanan yang kering akan lebih rendah jika dibandingkan
dengan makanan yang segar. Pengeringan akan menyebabkan tejadinya perubahan
warna, tekstur dan aroma bahan pangan. Pada umunmya bahan pangan yang
diikeringkan akan mengalami pencoklatan (browning) yang disebabkan oleh
reaksi-reaksi non-enzimatik. Pengeringan menyebabkan kadar air bahan pangan
menjadi rendah yang juga akan menyebabkan zat-zat yang terdapat pada bahan
pangan seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral akan lebih terkonsentrasi.
Vitamin - vitamin yang terdapat dalam bahan pangan yang dikeringkan akan
mengalami penurunan mutu, hal ini disebabkan karena ada berberapa vitamin

3
yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Proses pengeringan yang berlangsung pada
suhu yang sangat tinggi akan menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu
bagian permukaan bahan pangan sudah kering sekali bahkan mengeras sedangkan
bagian dalamnya masih basah (Rosdaneli, 2008).

Hasil dari proses pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar
air setara dengan kadar air keseimbangan udara (atmosfir) normal atau setara
dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis
dan kimiawi. Pengertian proses pengeringan berbeda dengan proses penguapan
(evaporasi). Proses penguapan atau evaporasi adalah proses pemisahan uap air
dalam bentuk murni dari suatu campuran berupa larutan (cairan) yang
mengandung air dalam jumlah yang relatif banyak. Meskipun demikian ada
kerugian yang ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat
fisik dan kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan (Astutik, 2008)

Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada


umumnya mengandungkadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan
tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan.
Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya
kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari
penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang
tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan
pangan tersebut. Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan
mikroorganisme akan diperlambat. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan
adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat
dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan
kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya adalah dengan melalui
proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dariadanya pengawetan.
Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (Water Activity) atau Aw
yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakannya), berat dan volume pangan (Sri Mulia, 2008).

4
Bahan pangan yang dikeringkan pada umumnya berubah warnanya
menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan reaksi browning, baik
enzimatik maupun non-enzimatik. Reaksi browning non-enzimatik yang paling
sering terjadi adalah reaksi antara asam amino dan gula reduksi. Reaksi asam
asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi protein yang
terkandung di dalamnya. (Winarno et al., 1993).

Mekanisme pengeringan adalah bagian terpenting dalam teknik


pengeringan karenadengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat
diperkirakan jumlah energi dan waktu proses optimum untuk tujuan
pengawetan dengan pengeringan. Energi yangdibutuhkan dalam pengeringan
terutama adalah berupa energi panas untuk meningkatkansuhu dan menambah
tenaga pemindahan air.Waktu proses erat kaitannya denganlaju
pengeringan dan tingkat kerusakan yang dapat dikendalikan
akibatpengeringan (Afrianti, 2008).

Ada 4 metode pengeringan yang sekarang dilakukan. Semua cara tersebut


telah disesuaikan dengan jenis komoditi dan kemampuan serta teknologi yang
ada.

A. Pengeringan Langsung atau Penjemuran (Sun Drying).


Penjemuran merupakan pengeringan alamiah dengan menggunakan
sinar matahari langsung sebagai energi panas. Pengeringan secara penjemuran
memerlukan tempat yang luas, wadah penjemuran yang luas serta waktu yang
lama dan mutu yang sangat bergantung dengan cuaca tetapi biaya yang
dikeluarkan lebih sedikit. Hasil yang diperoleh seringkali mengalami
kerusakan oleh mikrobia dan lalat karena factor lama penjemuran Ada 3
macam alat pengering dengan bertenagakan sinar matahari:
1. Tipe absorpsi dimana produk langsung dipanaskan dengan sinar
matahari.
2. Alat pengering tidak langsung atau tipe konveksi dimana produk kontak
dengan udara seperti pada alat dehidrasi konvensional.
3. Alat pengering dengan system kombinasi kedua tipe diatas.

5
B. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)
Pengeringan buatan atau sering disebut pengeringan mekanis
merupakan pengeringan dengan menggunakan alat pengering. Tinggi
rendahnya suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan waktu
pengeringan dapat diatur sesuai dengan komoditi yang dikeringkan.
Pengawasan yang tidak tepat dari factor diatas dapat menyebabkancase
hardeningyaitu suatu keadaan dimana bagian permukaan bahan telah sangat
kering sedangkan bagian dalam bahan masih basah. Hal ini terjadi apabila
penguapan air pada pemukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari
dalam bahan menuju permukaan. Jenis pengeringan pengering buatan dapat
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Pengeringan Adiabatik, merupakan pengeringan dimana panas dibawa ke
alat pengering oleh udara panas. Udara yang telah dipanaskan memberi
panas pada bahanpangan yang akan dikeringkan
2. Pengeringan isothermik, merupakan pengeringan pengeringan yang
didasarkan atas adanya kontak langsung antara bahan pangan dengan
lembaran logam yang panas. Pengering yang termasuk kelompokini
ialah; drum dryer, shelf dryer, dan continous vacuum dryer.
C. Pengeringan Secara Pembekuan (Freeze Drying)
Pada pengeringan ini digunakan prinsip sublimasi, dimana bahan
pangan dibekukan terlebioh dulu dan air dikeluarkan dari bahan secara
sublimasi dalam kondisi tekanan vakum. Jadi langsung dari bentuk padat
menjadi gas atau uap, dan proses ini dilakukan dalam vakum (tekanan < 4
mmHg). Suhu yang digunakan pada system ini adalah sekitar (-10oC),
sehingga kemungkinan kerusakan kimiawi maupun mikrobiologis dapat
dihindari. Hal ini menyebabkan hasil mempunyai citarasa tetap dan rehidrasi
yang baik.
D. Pengeringan Secara Osmotik (Osmotic Dehydration)
Didasarkan atas proses osmosis yang dapat digunakan untuk
memindahkan air dari larutan encer kelarutan yang lebih pekat melalui
lapisan semipermeabel. Proses pemindahan berlangsung sampai terjadi
keseimbangan antara larutan gula dengan bahan yang dikeringkan. Dari

6
beberapa cara diatas didasarkan atas biaya, pengeringan matahari lebih
menguntungkan, tetapi didasarkan atas waktu pengeringan dan kualitas,
dehidrasai lebih menguntungkan. Selanjutnya pengeringan matahari tidak
dapat dipraktekkan secara luas, karena beberapa daerah yang sesuai untuk
pemukiman dan mengusahakan pertanian memiliki kondisi cuaca yang tidak
baik (Desrosier, Norman, W., 1988).

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM
(Siti Sharah, 1501573)
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Waktu : 10.00 WIB – 13.00 WIB
Tempat Praktikum : Laboratium Praktikum, Program Pendidikan
Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat : Waskom, oven digital, pisau, talenan, slicer, parutan.
3.2.2 Bahan: Ubi jalar dan wortel
3.3 Prosedur Kerja
1. Menyiapkan sampel ubi jalar (kelompok genap 2,4,6,8) dan wotel
(kelompok ganjil 1,3,5,7).
2. Melakukan peeling dan washing pada semua sampel, membagi setiap
sampel menjadi 3 bagian (A, B, C) dan mengukur masing-masing
beratnya. Mengamati karakteristik sensorinya dan kadar airnya.
3. Sampel A adalah sampel/ bahan yang di dicing (bentuk dadu kecil) ;
sampel B adalah bahan yang di slicing (bentuk irisan) ; sampel C adalah
yang disawut/ parut.
4. Menyimpan seluruh sampel A, B, C dalam loyang dan memasukkan
kedalam oven bersuhu 70oC. Dikeringkan selama 24 jam. Mengamati
karakteristik sensorinya dan mengukur beratnya juga kadar airnya.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
(Habibah Wasdah Sujati, 1504830)
4.1 Hasil

Berikut ini merupakan hasil pengamatan karakteristik dari sampel


pada setiap perlakuan pengeringan:

Sampel Wortel Ubi Jalar


A B C A B C
Sebelum dikeringkan
Berat 44,6 gr 68,5 gr 40,4 gr 95,6 gr 90,8 gr 72,1 gr
Warna ++ ++ ++ +++ +++ +++
Tekstur ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
Aroma Khas Khas Khas Khas ubi Khas ubi Khas ubi
wortel wortel wortel
Setelah dikeringkan
Berat 4,4 gr 7,2 gr 4,2 gr 23,0 gr 23,6 gr 17,7 gr
Warna +++ +++ + ++++ ++++ +++++
Tekstur ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
Aroma Khas Khas Khas Khas ubi Khas ubi Khas ubi
wortel wortel wortel
Kadar air 90,00 % 89,40 % 89,80 % 75,94 % 74,00 % 75,45 %
Ket:

 A = Dadu B = Irisan C = Sawutan


 ++++ = cokelat / keras sekali

+++ = orange gelap / keras

++ = orange / agak lunak

+ = kuning pucat / lunak

9
4.2 Pembahasan

Nama : Fani Nur Handayani Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1501651 Tanggal Laporan : 1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

Pengeringan ialah suatu cara atau proses untuk mengeluarkan atau


menghilangkan sebagian air dari suatu bahan, dengan cara menguapkan
sebagian besar air yang dikandungnya dengan menggunakan enersi panas.
Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroba tidak
dapat tumbuh lagi di dalamnya. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai
suatu penerapan panas dalam kondisi terkendali, untuk mengeluarkan
sebagian besar air dalam bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan
umum) dan sublimasi (pada pengeringan beku).

Proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar


air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat kerusakan biji-bijian
akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah (Hall, 1957).

Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan


yangdilakukan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari pengeringan
adalah memperkecil volume dan berat bahan dibanding kondisi awal sebelum
pengeringan, sehingga akan menghemat ruang (Rahman dan Yuyun, 2005).

Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada


umumnya mengandungkadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan
dan tidak dihilangkan, maka akandapat mempengaruhi kondisi fisik bahan
pangan. Contohnya, akan terjadi pembusukandan penurunan kualitas akibat
masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahantersebut. Pembusukan
terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh
jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar
air dalam bahan pangan tersebut.

10
Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan
perkembang biakannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan
mikroorganisme akan diperlambat.Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan
adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat
dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan
kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananyaadalah dengan melalui
proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dariadanya
pengawetan

Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua


mikroba yang ada dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan
ternyata dapat mengawetkan mikroba, seperti halnya mengawetkan bahan
pangan. Selain itu, produk pangan kering umumnya tidak steril. Oleh karena
itu, meskipun bakteri tidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika
makanan tersebut dibasahkan kembali, maka pertumbuhan mikroba akan
kembali terjadi, kecuali jika makanan tersebut segera dikonsumsi atau segera
disimpan pada suhu rendah.

Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu :

1. Drying : suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau
kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
2. Dehydration (dehidrasi) : suatu proses pengeringan dengan panas buatan,
dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering.

Tujuan pengeringan bahan pangan yaitu :

1. Mengurangi risiko kerusakan karena kegiatan mikroba. Mikroba


memerlukan air untuk pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang,
maka aktivitas mikroba dihambat atau dimatikan.
2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.Umumnya bahan
pangan mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka hilangnya air
akan sangat mengurangi berat dan volume bahan tersebut.
3. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengn penggunaannya.
Misalnya kopi instant.

11
4. Untuk mempertahankan nutrient yang berguna yang terkandung dalam
bahan pangan,misalnya mineral, vitamin, dsb.

Keuntungan pengawetan dengan cara pengeringan dapat


memperpanjang daya simpan suatu bahan pangan, volume dan berat
berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk pengemasan, pengangkutan,
dan penyimpanan, kemudahan dalam penyajian penganekaragaman pangan,
misalnya makanan ringan /camilan. Sedangkan kerugian pengawetan dengan
cara pengeringan ialah dapat membuat sifat asal dari bahan yang dikeringkan
dapat berubah, misalnya bentuknya, sifat fisik dan kimianya, penurunan
mutu, beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai,
misalnya harus dibasahkan kembali (rehidrasi) sebelum digunakan.

Proses pengeringan dapat dilakukan dengan cara pemanasan langsung


dan freeze drying yaitu pembekuan disusul dengan pengeringan. Pada proses
ini terjadi sublimasi, terutama untuk bahan yang sensitif terhadap panas.
Keuntungan freeze drying membuat volume bahan tidak berubah dan daya
rehidrasi tinggi, menyerupai bahan asal

Prinsip-prinsip pengeringan

Prinsip pengeringan yaitu menghambat pertumbuhan mikroba dengan


mengurangi kadar air, juga menurunkan aw. Jika kita mengeringkan sesuatu
bahan pangan, ada 2 masalah pokok yang terilbat di dalamnya, yaitu :

1. Hantaran panas kepada bahan dan di dalam bahan yang dikeringkan.


2. Penguapan air dari dalam bahan.

Kedua hal di atas menentukan kecepatan pengeringan.

Hantaran panas ditentukan oleh :

1. Macam dan jenis sumber panas.


2. Konsistensi bahan.
3. Sifat bahan yang dikeringkan.
4. Udara sebagai media pemanas.

12
Penguapan air dari dalam bahan tergantung dari banyak faktor
sekeliling bahan yaitu : suhu, kelembaban, kecepatan aliran air, tekanan
udara, serta waktu pengeringan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan :

1. Luas permukaan bahan.


2. Suhu pengeringan.
3. Aliran udara.
4. Tekanan uap di udara.

Peranan udara dalam proses pengeringan :

1. Tempat pelepasan dan penampungan uap air yang keluar dari bahan.
2. Penghantar panas ke bahan yang dikeringkan.

Bahan pangan dapat dikeringkan dengan cara :

1. Alami, yaitu menggunakan panas alami dari sinar matahari, caranya


dengan dijemur (sun drying) atau diangin-anginkan. Pengeringan dengan
sinar matahari merupakan jenis pengeringan tertua, dan hingga saat ini
termasuk cara pengeringan yang populer di kalangan petani terutama di
daerah tropis. Teknik pengeringan dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung (dikeringanginkan), dengan rak-rak maupun lantai semen
atau tanah serta penampung bahan lainnya.
Pengeringan dengan sinar matahari ini mempunyai laju yang lambat dan
memerlukan perhatian lebih. Bahan harus dilindungi dari serangan
serangga dan ditutupi pada malam hari. Selain itu pengeringan matahari
sangat rentan terhadap risiko kontaminasi lingkungan, sehingga
pengeringan sebaiknya jauh dari jalan raya atau udara yang kotor
(Troftgruben, 1977).
Keuntungan pengeringan dengan sinar matahari :
a. Enersi panas murah dan berlimpah.
b. Tidak memerlukan peralatan yang mahal.
c. Tenaga kerja tidak perlu mempunyai keahlian tertentu.

13
Kerugian pengeringan dengan sinar matahari :
a. Tergantung dari cuaca.
b. Jumlah panas matahari tidak tetap.
c. Kenaikan suhu tidak dapat diatur, sehingga waktu penjemuran
tidak dapat ditentukan dengan tepat.
d. Kebersihan sukar untuk diawasi.

2. Buatan (artificial drying), yaitu menggunakan panas selain sinar matahari ,


dilakukan dalam suatu alat pengering. Pengeringan dengan pemanas
buatan mempunyai beberapa tipe alat dimana pindah panas berlangsung
secara konduksi atau konveksi, meskipun beberapa dapat pula dengan cara
radiasi. Alat pengering dengan pindah panas secara konveksi pada
umumnya menggunakan udara panas yang dialirkan, sehingga enersi
panas merata ke seluruh bahan. Alat pengering dengan pindah panas
secara konduksi pada umumnya menggunakan permukaan padat sebagai
penghantar panasnya.
Keuntungan pengeringan buatan :
a. Suhu dan aliran udara dapat diatur.
b. Waktu pengeringan dapat ditentukan dengan tepat.
c. Kebersihan dapat diawasi.

Kerugian pengeringan buatan :


a. Memerlukan panas selain sinar matahari berupa bahan bakar,
sehingga biaya pengeringan menjadi mahal.
b. Memerlukan peralatan yang relatif mahal harganya.
c. Memerlukan tenaga kerja dengan keahlian tertentu.

Bahan pangan yang diawetkan dengan cara pengeringan misalnya


buah-buahan seperti kismis, kurma, pisang, kesemek, apel, salak. Sayur-
sayuran seperti jamur, kentang (untuk dibuat keripik), sawi asin, wortel ,
bawang daun dan umbi-umbian seprti singkong , ubi jalar, ganyong dll.

14
Pada praktikum tanggal 22 Februari 2016, kami telah melakukan
percobaan drying atau pengeringan dengan menggunakan sampel worel dan
umbi. Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini diberikan tiga
perlakuan yang berbeda yaitu slicing, di potong potong berbentuk dadu dan
diparut. Kami adalah kelompok genap yang melakukan pengamatan pada
umbi. Masing masing sampel ditimbang dengan berat awal. Sampel A
memiliki berat awal 95,6 gram, sampel B 90,8 gram dan sampel C 72,1 gram.
Lalu sampel disimpan didalam loyang dan dioven selama 24 jam dengan suhu
70ᴼC.

Pengeringan atau drying dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi


kadar air sampai batas perkembangan organisme dan kegiatan enzim yang
dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bakteri terhenti sama sekali,
sehingga menjadikan bahan pangan memiliki masa simpan yang lebih lama.
Dikarenakan kadar air berkurang maka bahan pangan pun mengalami
penurunan berat yang signifikan, dari sampel yang kami gunakan, setelah 24
jam pengeringan, berat sampel berkurang hingga lebih dari setengah berat
awal. Berat akhir sampel A setelah melalui proses pengeringan berubah
menjadi 23,0 gram, sampel B 23,6 dan sampel C 17,7 gram. Karena
berkurangnya serat pada sampel maka terjadi banyak perubahan pada tekstur
yang berubah menjadi keras.

Pada sampel juga mengalami perubahan karakteristik sensorinya


seperti warna, perubahan warna terjadi dikarenakan selama pengeringan
dilakukan pemanasan sehingga terjadi perubahan zat kimia dan merusak
pigem warna pada sampel sehingga merubah warna sampel.

15
Nama : Galuh Raka F. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1506928 Tanggal Laporan : 1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

Pengeringan merupakan salah satu metode pengawetan makanan


dengan cara memindahkan air dari makanan sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri yang dapa hidup di dalam makanan oleh sebab tertentu.
Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah
yang relative kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas (Pinem,
2004). Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai ...
harus memenuhi syarat yaitu sebesar 55 – 60% (Pinem, 2004). Selain itu juga
luas permukaan dari bahan panganan berpengaruh terhadap cepat nya
pengeringan terhadap suatu bahan panganan.

Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air (Water Activity)


atau Aw yaitu jumlah air yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakannya), berat dan volume pangan (Astutik ,
2008).

Secara umum penyusutan bahan hasil pertanian dibedakan atas


penyusutan kuantitatif dan penyusutan kualitatif. Penyusutan kuantitatif
dinyatakan dalam susut jumlah atau bobot. Penyusutan kualitatif berupa
penyimpangan rasa, warna dan bau, penurunan nilai gizi, penyimpangan sifat-
sifat fisiokimia dan penurunan daya tumbuh (Junaidi, 2001).

Proses pengeringan yang berlangsung pada suhu yang sangat tinggi


akan menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu bagian permukaan bahan
pangan sudah kering sekali bahkan mengeras sedangkan bagian dalamnya
masih basah (Rosdaneli, 2005).

Waktu proses erat kaitannya dengan laju pengeringan dan


tingkat kerusakan yang dapat dikendalikan akibat pengeringan
(Afrianti, 2008)

16
Pada praktikum kali ini akan melakukan pengeringan terhadap ubi
jalar dan wortel sebagai berikut :

1. Ubi jalar
Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis
tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang
membentuk umbi dengan kadargizi (karbohidrat) yang tinggi. Ubi jalar
dapat dibudidayakan melalui stolon/batang rambatnya
Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Solanales
Famili: Convolvulaceae
Genus: Ipomoea
Spesies: I. batatas
2. Wortel
Wortel adalah tumbuhan biennial (siklus hidup 12 - 24 bulan) yang
menyimpan karbohidrat dalam jumlah besar untuk tumbuhan tersebut
berbunga pada tahun kedua. Batang bunga tumbuh setinggi sekitar 1 m,
dengan bunga berwarna putih, dan rasa yang manis langu. Bagian yang
dapat dimakan dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya.
Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Apiales
Famili: Apiaceae
Genus: Daucus
Spesies: D. carota

17
Prosedur yang di lakukan sebagai berikut:

1. Memisahkan sampel genap dan ganjil dan melakukan peeling dan washing
pada semua sampel dan mengamati berat untuk data praktikum
2. Mengamati karateristik sensori dan kadar air dari setiap sampel
3. Memisahkan antar sampel yang di potong, sampel A (dadu) , B (Slicing),
C (Parut). Perbedaan perlakuan ini berguna untuk mendapat hasil yang di
inginkan. proses ini sangat bepengaruh terhadap efisiensi pengeringan di
karenakan luas permukaan yang menjadi kunci dari cepat pengeringan
4. Memasukan semua sampel A B C dalam Loyang dan memasukan Loyang
ke dalam oven bersuhu 70 C selama 20 jam. dan mengamati karakteristik
sensori nya.. Pada proses pengamatan akan terlihan sangat berbeda yaitu
hasil dari pengeringan ubi jalar yang berubah warna di karenakan
dekomposisi unsur yang terdapat pada ubi jalar.

18
Nama : Habibah Wasdah S. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1504830 Tanggal Laporan : 1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

Setiap bahan pangan memiliki karakteristik masing-masing dan


penanganan pasca panen yang berbeda. Setiap komoditi tidak dapat
diperlakukan sama secara merata. Untuk memperpanjang masa simpan
komoditi yang memiliki kadar air rendah cocok ditangani dengan perlakuan
suhu tinggi, salah satunya adalah pengeringan. Selain berguna untuk
memperpanjang masa simpan, penanganan pasca panen yang baik juga dapat
menambah nilai jual, mengurangi volume dan berat produk,
penganekaragaman produk serta meningkatkan kualitas bahan pangan
tersebut.

Pengeringan merupakan salah satu usaha untuk mengurangi kadar air


yang terkandung pada bahan. Dengan dilakukannya pengeringan, resiko
kerusakan atau penurunan kualitas akibat aktivitas enzimatis dari mikroba
atau jamur dapat dikurangi, sehingga suatu produk akan aman untuk disimpan
maupun diolah lebih lanjut (Nugroho, J., et. al., 2012, hlm. 97). Prinsip dasar
pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan
kandungan uap air (Rh) antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam
hal ini, Rh udara lebih kecil atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang
rendah daripada bahan sehingga terjadi penguapan. Semakin rendah Rh udara
maka pengeringan akan semakin cepat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pengeringan ada dua,


yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering seperti suhu,
kecepatan aliran udara pengering, dan kelembapan udara, serta faktor yang
berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan berupa ukuran bahan,
kadar air awal, dan tekanan parsial bahan. Secara umum terdapat dua macam
pengeringan pada bahan pangan yaitu pengeringan dengan cara dijemur dan
pengeringan dengan alat pengering. Kedua jenis pengeringan ini memiliki
keuntuungan dan kerugiannya masing-masing. Pengeringan dengan dijemur

19
sinar matahari yaitu, adanya daya pemutih karena sinar ultra violet matahari
dan mengurangi degradasi kimia yang dapat menurunkan mutu bahan.
Sedangkan kelemahannya dapat terkontaminasi bahan oleh debu yang dapat
mengurangi derajat keputihan tepung (Koswara, S., TT). Keuntungan yang
didapat dari pengeringan menggunakan alat pengering adalah kondisi
pengeringan terkontrol dan waktu pengeringan bisa lebih cepat dengan tidak
tergantung oleh cuaca.

Pada praktikum kali ini digunakan dua komoditi yaitu wortel dan ubi
jalar. Kelompok 8 melakukan praktikum menggunakan komoditi ubi jalar dan
data wortel yang didapatkan dari hasil pengamatan kelompok 7. Kedua
komoditi diberikan tiga perlakuan berbeda sebelum dikeringkan dalam oven,
komoditi A dipotong dadu, B diiris dan C diparut. Berdasarkan hasil
pengamatan berat didapatkan data berat awal pada ubi jalar A 95,6 gr, B 90,8
gr dan C 72,1 gr serta pada wortel A 44,6 gr, B 68, 5 gr dan C 40,4 gr. Setelah
dilakukan pengeringan dengan suhu 70oC selama 24 jam komoditi tersebut
ditimbang kembali dan didapatkan data sebagai berikut: 1) ubi jalar A 23,0
gr; B 23,6 gr; dan C 17,7 gr. 2) wortel A 4,4 gr, B 7,2 gr, dan C 4,1 gr. Alat
pemanas yang digunakan untuk pengeringan ini adalah oven. Prinsip kerja
pengering oven secara umum adalah memanaskan bahan dengan
menggunakan prinsip pindah panas secara konveksi. Elemen pemanas akan
memanaskan udara kemudian partikel-partikel udara mengenai bahan secara
bergantian (Koswara, S., TT). Penanganan pasca panen yang biasa digunakan
dalam memproses umbi-umbian (termasuk ubi jalar dan wortel) adalah
pengeringan, penepungan dan ekstraksi pati umbi-umbian (Muchtadi, T.R.,
et. al., 2010, hlm. 249-250).

Suhu udara pengering didefinisikan sebagai suhu rata-rata udara yang


digunakan untuk mengeringkan sejumlah bahan yang diukur di dalam ruang
pengering. Selama proses pengeringan berlangsung, suhu sangat berperan
dalamproses penguapan air, baik yang terdapat pada permukaan bahan
maupun yang terdapat pada bagian dalam bahan. Suhu udara pengering
sebaiknya diatur setinggi mungkin tanpa melebihi batas kritis sensitivitas

20
termal bahan, hal ini dilakukan agar kualitas bahan selamaproses pengeringan
dapat terjaga dengan baik (Nugroho, J., et. al., 2012, hlm. 99).

A. Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.)


Menurut Soenarjo (1984), komposisi kimia ubi jalar (Ipomoea
batatas L.), yang tergolong famili Convolvulaceae dipengaruhi oleh
varietas, lokasi, dan musim tanam. Pada musim kemarau, varietas yang
sama akan menghasilkan kadar tepung yang lebih tinggi daripada musim
penghujan. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan
yang dapat tumbuh dan berkembang di seluruh Indonesia. Ubi jalar
merupakan sumber karbohidrat non beras tertinggi keempat setelah padi,
jagung, dan ubi kayu serta mampu meningkatkan ketersediaan pangan
dan diversifikasi pangan di masyarakat. Sebagai sumber pangan, tanaman
ini mengandung energi, β-karoten, vitamin C, niacin, riboflavin, thiamin,
dan mineral. Oleh karena itu, komoditas ini memiliki peran penting, baik
dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri pangan maupun
pakan ternak, serta bahan baku untuk pangan fungsional (Ambarsari,
2009).
Penurunan berat yang terjadi setelah pengeringan ubi jalar terlihat
sangat jelas. Semakin besar luas permukaan suatu bahan makan akan
semakin cepat pula proses pengeringannya. Luas permukaan sawutan
lebih besar daripada ubi jalar lainnya sehingga kecepatan pengeringan
sawutan lebih tinggi. Namun penurunan berat dadu ubi jalar lebih tinggi
dibandingkan dengan sawutannya, hal ini karena sawutan ditata secara
bertumpukkan.
Ubi jalar memiliki warna orange gelap, hal ini berarti bahwa ubi
jalar memiliki pigmen karotenoid. Karotenoid akan mengalami
kerusakan pada suhu tinggi melalui degradasi thermal sehingga terjadi
dekomposisi karotenoid yang mengakibatkan turunnya intensitas warna
karoten atau terjadi pemucatan warna. Hal ini terjadi dalam kondisi
oksidatif (Eskin, 1979). Selain pemucatan warna akan terjadi pula
pencoklatan pada proses pengeringan. Setelah dilakukan pengeringan
warna ubi jalar berubah menjadi warna coklat dan untuk sawutan ubi

21
jalar (ubi jalar C) memiliki warna coklat yang lebih gelap dibandingkan
dengan ubi jalar lainnya. Hal ini dikarenakan sawutan ubi jalar memiliki
luas permukaan yang lebih besar daripada yang lainnya sehingga
menyebabkan pengeringan lebih cepat terjadi dan warna lebih gelap.
Perubahan tekstur ubi jalar pada potongan dadu dan irisan setelah
pengeringan tidak terlihat secara signifikan. Tekstur ubi jalar baik
sebelum maupun setelah pengeringan sama, ++++ (keras sekali).
Kemungkinan terjadinya perubahan tekstur ada, tetapi tidak begitu
drastis. Pada dasarnya semua tekstur ubi jalar sama, namun setelah
proses sawutan ubi jalar menjadi lebih lunak karena ubi jalar sudah
terbagi menjadi banyak dan kandungan air yang terikat secara fisik dalam
jaringan pecah kemudian keluar lebih banyak dibandingkan dengan
potongan yang lebih besar. Perubahan yang signifikan terlihat setelah
pengeringan sawutan ubi jalar.
Pada sawutan ubi jalar terjadi pengeringan yang tidak merata.
Bagian luar ubi jalah lebih kering dan lebih keras dibandingkan dengan
bagian dalamnya, hal ini dikarenakan penataan sawutan ubi jalar ketika
akan dikeringkan yang tidak merata dan bertumpukan dibagian tengah.
Luas permukaan sawutan yang lebih luas dibandingkan dengan dadu dan
irisan ubi jalar menyebabkan proses pengeringan terjadi lebih cepat. Jadi
, sawutan ubi jalar memerlukan waktu lebih cepat dibandingkan yang
lainnya sehingga suhu dan kecepatan pengeringan tidak seimbang dan
terjadi pengerasan dibagian luar (case hardening).
Setiap bahan pangan memiliki aroma khas yang berbeda-beda,
begitupun dengan ubi jalar. Setelah proses pengeringan aroma khas ubi
jalar sedikit gosong tetapi tidak menghilangkan aroma khas yang dimiliki
ubi jalar tersebut. Aroma dan cita rasa ini dihasilkan dari hidroksi beta
neokaroten yang menyebabkan penyimpangan cita rasa (Eskin, 1979).
Salah satu dampak yang dihasilkan oleh pengeringan adalah
penurunan kandungan kimia yang ada dalam suatu bahan pangan. Ubi
jalar memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, karbohidrat
91,42-93,45% (bk). Andarwulan (2008 dalam Yuliasari, et. al., 2012)

22
mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan penurunan
kandungan karbohidrat yaitu penggunaan suhu yang terlampau tinggi
pada saat proses pengolahan, interaksi antara pati dengan komponen non
pati, dan jumlah pati tahan cerna (resistant starch) yang terdapat dalam
pati. Ubi jalar juga khususnya ubi jalar jingga (orange) memiliki
kandungan bioaktif berupa β-karoten yang sangat sensitif terhadap
kondisi lingkungan terutama pada oksigen dan cahaya. Adanya ikatan
rangkap pada struktur kimia β-karoten, menyebabkan bahan ini menjadi
sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi ketika terkena panas, udara (O2),
cahaya, dan logam selama proses produksi maupun aplikasinya
(Yuliasari, et. al., 2012).
B. Wortel (Daucus carrota L.)
Wortel (Daucus carrota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi
yang biasanya berwarna jingga atau putih dengan tekstur serupa kayu.
Pengolahan wortel umumnya dilakukan dengan mengeringkan potongan
kecil wortel menjadi sayuran kering. Perlakuan lain yang dapat dilakukan
dengan cara potongan dadu wortel segar didinginkan, kemudian dikemas
sebagai sayuran beku. Pengeringan dan pembekuan dilakukan untuk
mempermudah pengolahan lebih lanjut dan memperpanjang masa simpan
wortel. Pada dasarnya pengolahan pasca panen waortel sangatlah
bervariasi.
Jika dibandingkan dengan ubi jalar wortel mengalami penurunan
berat yang lebih tinggi daripada ubi jalar, hal ini dikarenakan pada wortel
baik potongan dadu, irisan maupun sawutannya lebih kecil dibandingkan
dengan ubi jalar, sehingga luas permukaannya lebih besar dan proses
pengeringan terjadi lebih cepat.
Berdasarkan hasil pengamatan praktikum didapatkan data bahwa
terjadi perubahan warna setelah pengeringan. Sebelum proses
pengeringan semua wortel berwarna orange. Sedangkan setelah proses
pengeringan wortel A berwarna orange kecoklatan, pun wortel B,
sedangkan wortel C berwarna kuning pucat. Pada saat proses
pengeringan akan terjadi memucatnya pigmen warna pada wortel (seperti

23
yang terjadi pada wortel C), padahal warna orange tua pada wortel
menandakan kandungan β-karoten yang tinggi (Amiruddin, C., 2013,
hlm. 1-2).
Wortel memiliki aroma yang khas sama seperti bahan pangan
lainnya. Setelah dilakukan proses pengeringan aroma yang dimiliki
wortel tidak berubah, tetapi aroma khas wortel sedikit tercampur dengan
aroma khas ubi jalar dikarenakan pengeringan yang dilakukan dalam
wadah atau loyang yang sama.
Tidak jauh berbeda dengan ubi jalar, wortel memiliki tekstur yang
keras (++++). Dan perubahann tekstur setelah proses pengeringan tidak
terjadi secara signifikan, karena kebanyakan bahan pangan akan
mengalami pengerasan setelah proses pengeringan dan wortel memiliki
tekstur yang keras sejak awalnya.

24
Nama : Merinda Lounita P. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1501277 Tanggal Laporan : 1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

Kerusakan bahan pangan dapat terjadi karena kandungan nutrisinya


yang tinggi dalam bahan pangan sehingga menjadi media pertumbuhan bagi
mikroorganisme, selain nutrisi bahan pangan mengandung kadar air. Air
dalam bahan pangan sangat membantu pertumbuhan mikroorganisme. Dalam
dunia teknologi pengolahan pangan untuk menekan pertumbuhan
mikroorganisme memiliki berbagai cara pengawetan. Cara pengawetan dalam
bentuk penyimpanan suhu rendah, suhu tinggi, chilling dan freezing, drying
(pengeringan) dan lain-lain.

Dalam praktikum kali ini dilakukan pengawetan dengan cara drying


atau pengeringan. Pengeringan adalah cara pengawetan dengan menurunkan
kadar air dalam bahan pangan. Dengan jalan penghilangan kadar air ini maka
mikroorganisme akan terhambat pertumbuhannya. Selain itu pengeringan
dapat menghambat reaksi-reaksi kimia dalam bahan pangan, sehingga dapat
memperpanjang daya simpan bahan pangan.

Dalam proses pengeringan, panas dihantarkan ke air yang berada di


dalam bahan pangan lalu air akan menguap dan dipindahkan keluar dari
pengeringan. (Afrianti, 2014). Dari hasil pengamatan setelah melakukan
pengeringan selama 24 jam teruji bahwa berat bahan pangan mengalami
penyusutan bobot, karena air dalam bahan menguap akibat pengeringan.

Air dalam bahan pangan tidak semuanya hilang, bahan pangan tetap
memiliki kadar air yang lebih rendah dari sebelumnya, hal itu disebabkan ada
jenis-jenis air dalam bahan pangan yang terikat. Seperti air yang terikat
secara fisik dan kimia. Air terikat secara fisik diantaranya: (Afrianti, 2014)

1. Air kapiler yang terdapat dalam rongga-rongga jaringan halus dari bahan
pangan

25
2. Air terlarut, air dalam bahan padat yang seakan-akan larut dalam bahan
pangan tersebut. Jika air terlarut diuapkan makan air harus berdifusi dari
bagian dalam melalui bahan-bahan padat.
3. Air adsorpsi, air yang terikat pada permukaan air

Sedangkan air yang terikat secara kimia diantaranya: (Afrianti, 2014)

1. Air kristal, air yang terikat sebagai molekuk-molekul dalam bentuk H2O
2. Air konstitusi, air yang termasuk bagian dari molekul senyawa padatan
tertentu, bukan dalam bentuk H2O.

Proses pengeringan dapat terjadi karena beberapa faktor berikut :

1. Luas permukaan bahan pangan. Luas permukaan berbanding lurus


dengan kecepatan pengeringan. Hal ini dibuktikan dari hasil pengamatan
bahwa ubi jalar yang diparut lebih terlihat lebih kering dan warna yang
ditimbulkan lebih coklat atau hitam dibandingan jenis ubi jalar yang
diiris dan dipotong dadu. Sehingga urutan kecepatan pengeringan yaitu
ubi jalar yang diparut, ubi jalar yang diiris serta ubi jalar yang dipotong
dadu.
Menurut Isti’anah (dalam Henderson dan Perry, 1976) bahwa bahan yang
dikeringkan memiliki lapisan yang tebal, terdapat beberapa tahap. Tahap
pertama pengeringan terjadi di bagian bawah, tahap kedua pengeringan
terjadi di bagian atas. Sehingga pengeringan pada ubi yang berbentuk
dadu lebih lama.
Sedangkan pengeringan lapisan tipis menurut Isti’anah (dalam
Henderson dan Perry, 1976), pengeringan lapisan tipis akan menerima
langsung aliran udara pengering yang melewatinya dengan kelembaban
relatif dan suhu konstan.
2. Sifat air dalam bahan yang dapat terikat secara fisika dan kimia.
3. Udara, yang memiliki fungsi untuk memberikan panas pada bahan
pangan dan mengangkut uap air yang dibebaskan bahan pangan dalam
pengeringan. Udara dapat menghantarkan panas dalam bahan pangan
sehingga dapat menguapkan air yang lebih banyak (Afrianti, 2014).

26
4. Dalam hukum Roult aktivitas air, dapat berbandingan lurus dengan
jumlah mol zat terlarut serta berbanding terbalik dengan mol pelarut.

Dalam praktikum bahan yang digunakan yaitu jenis umbi-umbian.


Jenis umbi yang digunakan yaitu ubi jalar. Pengeringan umbi-umbi dilakukan
untuk usaha pengawetan dan biasanya diubah menjadi tepung. Kadar air
dalam ubi jalar yaitu 68,5 dan warnanya bermacam-macam yaitu putih,
kuning, jingga kemerah-merahan (Muchtadi, 2010).
Warna ubi jalar sebelum dan setelah pengeringan mengalami
perubahan, hal itu disebabkan karena proses pengeringan yang bersuhu tinggi
dapat merubah pigmen warna dalam bahan pangan, warna bahan pangan
memiliki kemampuan untuk memantulkan, menyebarkan serta menyerap
sinar tampak (Afrianti, 2014).
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa bahan pangan mengalami
penyusutan bobot, sehingga dari hal tersebut menyebabkan bahan pangan
lebih keriput dari sebelumnya. Keriputnya bahan pangan tersebut karena
kadar air yang bekurang saat pengeringan.
Pengeringan dapat dilakuan dengan cara penyinaran matahari secara
langsung. Dapat menggunakan alat seperi oven, tunnel dryer, cabinet dryer,
rotary dryer, tray dyer, freeze dryer dan lain-lain.

27
Nama : Siti Sharah Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1501573 Tanggal Laporan :1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

Pengeringan merupakan proses pemakaian panas dan pemindahan air


dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secera serentak bersamaan.
Proses pengeringan melibatkan mode pindah panas konduksi, pindah panas
konveksi dan atau radiasi. Pada sistem pengering konduksi, medium pemanas
yang digunakan biasanya uap panas dan terpisah dari bahan padat yang akan
dikeringkan. Pada sistem pengering tipe konveksi, medium pemanas yang
dipakai biasanya udara dan udara pemanas ini kontak langsung dengan bahan
pangan padat yang dikeringkan, terjadi difusi uap air dari dan didalam produk
pangan. Contoh pengering tipe konveksi ini misalnya pengering oven, seperti
yang kita lakukan pada praktikum kali ini. Pengering tipe radiasi memakai
sumber panas dari radiant energy , misalnya alat pengering yang
menggunakan energi mikrowave untuk mengeringkan produk pangan.
Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air
atau zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat
cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima.
Pengeringan biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan
hasil pengeringan biasanya siap untuk dikemas.(McCabe, 2002)
Pembagian pokok pengering (dryer) :
1. Pengering (dryer) dimana zat yang dikeringkan bersentuhan langsung
dengan gas panas (biasanya udara) disebut pengering adiabatik (adiabatic
dryer) atau pengering langsung (direct dryer).
2. Pengering (dryer) dimana kalor berpindah dari zat ke medium luar,
misalnya uap yang terkondensasi, biasanya melalui permukaan logam
yang bersentuhan disebut pengering non adiabatik (non adiabatic dryer)
atau pengering tak langsung (indirect dryer). (Mc. Cabe, 2002).
Pengeringan merupakan usaha untuk mengurangi kadar air dari suatu
bahan samapai pada batas tertentu. Pengeringan bertujuan untuk menghambat

28
aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme (bakteri dan jamur) serta aktivitas
enzim yang dapat menyebabkan kerusakan bahan.
Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah
permukaan benda sehingga kandungan air pada permukaan benda berkurang.
Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya perbedaan temperatur yang
signifikan antara dua permukaan.
Mengingat sifat alamiah dari sayuran yang mudah busuk dan rusak,
maka untuk memperpanjang masa simpannya, salah satunya mengurangi
kadar airnya dengan pengeringan.
Pada praktikum pengeringan (drying) yaitu mengambil sampel ubi
jalar dan wortel. Ubi jalar Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu
tanaman pangan tropis yang banyak terdapat di Indonesia. Ketersediaan ubi
jalar di indonesia sangat melimpah. Menurut sebuah jurnal yang berjudul
Sifat Fisik Kimia Tepung Ubi Jalar Putih Varietas Manohara Hasil panen ubi
jalar di Indonesia pada tahun 2013 adalah sebanyak 2594081.00 ton.
Ubi jalar ( Ipomoea batatas L.Lamb) merupakan sumber karbohidrat
yang di konsumsi sebagai bahan pangan (Setyono dkk, 1993) dan merupakan
tanaman palawija sebagai sumber karbohidrat yang menduduki tempat ke-tiga
setelah jagung dan ubi kayu (Widodo dan Antarlina, 1993).
Ubi jalar memiliki kandungan gizi yang cukup baik. Ubi jalar
merupakan sumber energi, karoten, vitamin C, niasin, riboflavin, thiamin, dan
mineral-mineral. Winarno (1982). Ubi jalar dapat disiapkan menjadi bahan
setengah jadi untuk bahan baku industri. Produk ini seharusnya kering dan
tahan lama sehingga dapat dimanfaatkan pada bahan pembuatan produk lain.
Produk setengah jadi dapat berupa irisan ubi kering, aneka tepung, dan pati
(Damardjati dan Widowati, 1993).
Produk setengah jadi merupakan produk yang telah dikeringkan dan
kemudian siap untuk diolah, pengeringan merupakan proses menuju bahan
setengah jadi yang telah diiris tipis dan dimasukan kedalam oven digital.
Menurut Widayati (1997), pengeringan dapat digunakan untuk
mengawetkan sayuran, seperti wortel. Wortel (Daucus carota) adalah

29
tumbuhan jenis sayuran umbi yang biasanya berwarna jingga dengan tekstur
serupa kayu.
Wortel merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai nilai gizi
tinggi, terutama vitamin A. Selain itu wortel juga mengandung vitamin B,
vitamin C, dan sedikit vitamin G (Palungkun & Budiarti 1993). Seperti
komoditas sayuran lainnya, wortel termasuk salah satu jenis sayuran yang
mudah rusak karena setelah dipanen masih melakukan respirasi. Di samping
itu kerusakan dapat diakibatkan pula oleh proses fisiologis dan faktor
mekanis, kimiawi, dan mikrobiologi. Selain itu, produk kering akan lebih
mudah ditangani dalam pengangkutan dan penyimpanan.
Bentuk irisan kering merupakan salah satu bentuk produk awetan
wortel yang mudah dimanfaatkan konsumen, di samping dapat
memperpanjang masa simpan. Permasalahan yang perlu diperhatikan dalam
proses pengeringan wortel adalah hilangnya (terdegradasi) atau berubahnya
warna, tekstur, dan nilai gizi. Perubahan warna dan tekstur, dan hilangnya
gizi dapat terjadi selama proses pengolahan, pengeringan, dan penyimpanan
produk kering. (Mohamed & Hussein, 1994)
Dalam proses pengeringan, suhu pengeringan memegang peranan
sangat penting. Jika suhu pengeringan terlalu tinggi akan mengakibatkan
penurunan nilai gizi dan perubahan warna produk yang dikeringkan.
Sedangkan bila suhu yang digunakan terlalu rendah, maka produk yang
dihasilkan basah dan lengket atau berbau busuk, sehingga memerlukan waktu
pengeringan yang terlalu lama. Pada praktikum ini suhu yang digunakan
sebesar 70oC. Faktor lain yang mempengaruhi mutu produk yang dikeringkan
adalah lama pengeringan. Mohamed & Hussein (1994) menyatakan bahwa
suhu pengeringan 60°C memerlukan waktu pengeringan 22 jam sampai
diperoleh berat konstan. Sedangkan pada pada praktikum yang kami lakukan
wwaktru yang digunakan untuk pengeringan adalah selama 24 jam (1 hari).
Pada praktikum kali ini setiap sampel mengambil 3 buah, ubi jalar 3
buah dan wortel 3 buah. 3 buah tersebuit akan dilakukan 3 perlakuan, 1 buah
atau dinamakan sampel A untuk di dicing (bentuk dadu kecil), sampel B (1

30
buah) untuk di slicing (bentuk irisan) dan sampel C (1 buah) untuk bahan
yang disawut/ parut.
Sampel A, B, C baik ubi jalar dan wortel disimpang diatas loyang segi
empat, akan tetapi sebelum di simpan diatas loyang dan dimasukan kedalam
oven, tiap sampel harus diamati karakteristik sensorinya. Menyimpan sampel
diatas loyang kemudian dimasukan kedalam oven digital selama 24 jam (1
hari) dengan suhu 70oC.
Untuk sampel A ubi jalar berat sebelum dikeringkan sebesar 95,6 gr,
dengan warna orange gelap, teksturnya keras ++++ (sangat keras), dan
aromanya khas. Setelah dikeringkan berat ubi jalar menjadi 23,0 gr dengan
warna orange pucat, teksturnya keras ++++ dan aroma masih sama khas ubi
jalar. Kadar air untuk sampel A ubi jalar sebesar 75,94%.
Sampel B ubi jalar sebelum dikeringkan sebesar 90,8 gr dengan warna
orange gelap dan tekstur keras ++++, serta aroma yang khas. Setelah
dikeringkan berat ubi jalar menjuadi 23,6 gr, warnanya orange pucat dan
keras ++++, aromanya masih khas ubi jalar, kadar airnya sebesar 74,00%.
Sampel B ubi jalar yang di parut berat asalnya 72,1 gr dengan warna
orange gelap, teksturnya keras ++++ dan baunya khas ubi. Setelah
dikeringkan berat ubi menjadi 17,7 gr dengan warnanya orange pucat serta
teksturnya keras+++ menjadi sedikit lembek karena siparutan menumpuk dan
tidak menyebar menjadikan ubi agak basah dalamnya. Aroma yang dimilkii
masih sama khas ubi jalar, kadar air yang terkandung sebesar 75,45%.
Untuk sampel A pada wortel yang dipotong dadu berat awal sebelum
di keringkan 44,6 gr dengan warna orange dan teksturnya keras ++++ serta
aromanya yang khas. Setelah dikeringkan berat wortel menjadi 4,4 gr dengan
warnanya orange sedikit kecoklatan, teksturnya keras ++ dan aroma masih
khas wortel. Kadar air yang terkandung dalam sampel sebesar 90%.
Sampel B pada Wortel berat asal sebelum dikeringkan 68,5 gr dengan
warnanya yang orange dan tekstur keras ++++ serta aroma yang khas wortel.
Berat wortel setelah dikeringkan sebesar 7,2 gr dengan warna sama seperti
sampel A yaitu orange kecoklatan dan teksturnya keras +, aroma khas wortel.
Kadar air yang dikandung sebesar 89,4%.

31
Sampel C pada wortel berat asal sebesar 40,4 gr, dengan warnanya
yang orange dan teksturnya yang keras ++++ serta aromanya yang khas.
Setelah dikeringkan berat wortel menjadi 4,1 gr dengan warna kuning pucat
serata teksturnya +, aromanya masih khas wortel, kadar air yang terkandung
89,8% hampir sama dengan sampel B wortel.

32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Nama : Fani Nur Handayani Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1501651 Tanggal Laporan : 1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

1. Dilakukannya pengeringan yaitu untuk mengurangi kadar air sampai


batas perkembangan organisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba.
2. Dengan melakukan pengeringan akan memperpanjang masa simpan
suatu bahan pangan.
3. Penyusutan berat pada sampel terjadi pada saat pengeringan dikarenakan
kadar air yang berkurang atau hilang.
4. Pengeringan dapat merubah karakteristik dari bahan pangan yang
meliputi tekstur dan juga warna bahan pangan dikarenakan berubahnya
zat kimia pada bahan pangan.
5. Pengeringan membuat kadar air berkurang maka bahan pangan pun
mengalami penurunan berat yang signifikan, dari sampel yang kami
gunakan, setelah 24 jam pengeringan, berat sampel berkurang hingga
lebih dari setengah berat awal. Sampel A memiliki berat awal 95,6 gram,
sampel B 90,8 gram dan sampel C 72,1 gram. Setelah mengalami proses
pengeringan berat akhir sampel A berubah menjadi 23,0 gram, sampel B
23,6 dan sampel C 17,7 gram. Karena berkurangnya serat pada sampel
maka terjadi banyak perubahan pada tekstur yang berubah menjadi keras.
6. Proses pengeringan dipengaruhi oleh luas permukaan, suhu, tingkat
kelembapan, dan juga kadar air pada bahan pangan.

33
Nama : Galuh Raka F. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1506928 Tanggal Laporan : 1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

1. Pengeringan yang telah di lakukan menjelaskan bahwa luas permukaan


berpengaruh terhdap cepat pengeringan.
2. banyak hal dapat mempengaruhi dari penelitian pengeringan seperti luas
permukaan, suhu, viskositas, dan lainya
3. Pengeringan akan efektif dengan permuakaan bahan panganan yang
tepat, suhu yang tepat dan waktu yang tepat.

Nama : Habibah Wasdah S. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1504830 Tanggal Laporan : 1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan dapat ditarik


kesimpulan sebagai berikut:
1. Prinsip pengeringan adalah suatu metode penghilangan sebagian air dari
suatu bahan hingga tingkat Ka yang setara dengan Aw yang aman dari
kerusakan mikrobiologi, enzimatis dan kimiawi.
2. Terdapat dua proses dalam pengeringan, proses pemindahan panas dari
udara ke dalam bahan yang akan dikeringkan dan proses pemindahan
massa (air atau uap air) dari dalam bahan pangan ke lingkungan.
3. Pengaruh pengeringan yang tepat terhadap bahan pangan adalah dapat
memperpanjang masa simpan, meningkatkan kualitas bahan pangan,
meningkatkan efisiensi packaging dan mempermudah pengolahan lebih
lanjut.
4. Faktor yang mempengaruhi efektivitas pengeringan berasal dari bahan itu
sendiri seperti karakteristik bahan, ketebalan dan kadar air bahan awal
serta faktor yang berasal dari alat pengering seperti kelembaban, suhu
dan laju udara.

34
Nama : Merinda Lounita P. Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1501277 Tanggal Laporan : 1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

1. Pengeringan adalah cara pengawetan dengan cara penghilangan kadar air


2. Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang daya simpan bahan pangan
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu sifat air dalam
bahan, luas permukaan bahan, kadar air dalam bahan, suhu.
4. Pengeringan dapat menyebabkan perubahan warna, tekstur serta
penyusutan bobot.

Nama : Siti Sharah Tanggal Praktikum : 22 Februari 2016

NIM : 1501573 Tanggal Laporan : 1 Maret 2016

Judul Praktikum : Pengeringan (Drying)

1. Pengeringan merupakan proses pemakaian panas dan pemindahan air


dari bahan yang dikeringkan yang berlangsung secera serentak
bersamaan. Atau pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain dari
bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam zat
padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima.
2. Pengeringan bertujuan untuk menghambat aktivitas dan pertumbuhan
mikroorganisme (bakteri dan jamur) serta aktivitas enzim yang dapat
menyebabkan kerusakan bahan, dan penyimpanan bahan pangan akan
semakin lama,juga mengolah bahan pangan supaya menjadi bahan
setengah jadi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pengeringan adalah suhu,
waktu pengeringan, kelembaban udara, ukuran bahan, kadar air awal.
5.2 Saran
Agar mendapatkan hasil pengamatan yang lebih akurat seharusnya
pada setiap proses praktikum dilakukan dengan lebih steril dan tidak banyak
campur tangan orang lain yang tidak bertugas.

35
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L, H . (2014). Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung : Alfabeta


Amiruddin, C. (2013). Pembuatan Tepung Wortel ( Daucus carrota L ) Dengan
Variasi Suhu Pengering. Skripsi. Program Studi Keteknikan Pertanian,
Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
Anonim. (2004). Teknik Penggaraman dan Pengeringan. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Astutik, Sri Mulia. (2008). Teknik Pengeringan Bawang Merah Dengan Cara
Perlakuan Suhu dan Tekanan Fakum. Buletin Teknik Pertanian Vol. 13 No.
2.
Buckle, et al.(1987). Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Damardjati, D.S., Sutrisno, Santosa, Widowati, S, & Suismono. (1994). Petunjuk
Praktis Pembuatan Tepung Kasava. Balittan Sukamandi.
Eskin. (1979). Plant Pigmen, Flavor and Texture. New York : Academic Press.
Hall, C. W. (1957). Drying and Storage of Agriculture Crops. The AVI
Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.
Hasibuan, Rosdaneli. (2005). Proses pengeringan.Medan, Sumatera Utara.
Isti’anah, D. (2011). Mempelajari Pengaruh Suhu dan Bentuk Irisan pada Proses
Pengeringan Irisan Paprika Merah (Capsicum Annum. L). (Skripsi).
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Institut Pertanian Bogor.
Junaidi. (2001). Gizi Ibu Hamil. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Koswara, S. (TT). Teknologi Pengolahan Umbi‐Umbian. Southeast Asian Food
And Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center Research
and Community Service Institution Bogor Agricultural University.
Mohamed, S. & R. Hussein. (1994). Effect of low temperature blanching,
cysteine-HCl, N acetyl-L-cysteine, Na Metabisulphite and drying
temperatures on the firmness and nutrient content of dried carrots.
J.Food Processing and Preservat.
Muchtadi, T.R., Sugiyono & Ayustaningwarno, F. (2010). Ilmu Pengetahuan
Bahan Pangan. Bandung: Alfabeta.
Novari, W. (1997). Pananganan dan Pengolahan Sayuran Segara. Cetakan pertama,
Bogor: PT. Penebar Sadaya.
Nugroho, J.W.K., Primawati Y.F, Bintoro, N. (2012). Proses Pengeringan
Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Parut dengan Menggunakan
Pneumatic Dryer. Prosiding Seminar Nasional Perteta 2012.
Palungkun, R. & A. Budiarti. (1993). Sayuran komersial. Penerbit PT. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Pinem. (2004). Rancang Bangun Alat Pengeringan Ikan Teri Kapasitas 12kg/jam.
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin. Politeknik Negeri Malang. Jurnal
Teknik SIMETRIKA Vol.3. No.3. 249-253.
Rahman & Yuyun. (2005). Penanganan Pascapanen Cabai Merah. Yogyakarta:
Kanisius.

36
Salim, dkk. (2015). Sifat Fisik Kimia Tepung Ubi Jalar Putih Varietas Manohara. Jurnal
Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p.602-609, April 2015.
Soenarjo, R. (TT). Potensi Ubi Jalar sebagai Bahan Baku Gula Fruktosa. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Suparyono & Setyono, A. (1993). Padi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Troftgruben, J., (1977). Foods and nutrition cooperative extension service.
Revised By Mary Keith University Of Illinois at Urbana-Champaign.
Widodo, T.W. , E. Sakaguchi & K. Tamaki. (2003). Evaluasi Laju Pengeringan
pada Proses Pengeringan Cabai dengan Menggunakan Pengering Tipe
Rotary dan Sistem Penimbangan secara Kontinyu dan Non-Destruktif.
Abstrak Jurnal Enjiniring Pertanian.
Winarno, Budi. (2008). Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta: PT Buku
Kita.
Winarno, F.G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.
Yuliasari, S. & Hamdan. (2012). Peluang Pemanfaatan Ubi Jalar Sebagai
Pangan Fungsional dan Mendukung Diversifikasi Pangan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu.

37
38

Anda mungkin juga menyukai