Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Medis

A. Definisi

Femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat di tubuh dan

memiliki fungsi yang sangat penting untuk pergerakan normal. Tulang ini

terdiri atas tiga bagian, yaitu femoral shaft atau diafisis, metafisis proximal,

dan metafisis distal. Femoral shaft adalah bagian tubular dengan slight

anterior bow, yang terletak antara trochanter minor hingga condylus

femoralis. Ujung atas femur memiliki caput, collum, dan trochanter major dan

minor.

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan

epifisis dan atau tulang rawan sendi baik yang bersifat total maupun yang

parsial. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang

berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik).

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan

berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,

pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau

tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan

mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu

benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.

Neglected fracture dengan atau tanpa dislokasi adalah suatu fraktur

yang tidak ditangani atau ditangani dengan tidak semestinya sehingga

menghasilkan keadaan keterlambatan dalam penanganan atau kondisi yang


lebih buruk dan bahkan kecacatan. Menurut Subroto Sapardan neglected

fracture adalah penanganan patah tulang pada extremitas (anggota gerak)

yang salah oleh bone setter, yang masih sering dijumpai di masyarakat

Indonesia. Pada umumnya neglected fracture terjadi pada orang yang

berpendidikan dan berstatus sosio-ekonomi rendah.

B. Etiologi

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma

tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat

kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian,

kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan

tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan

mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik

tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Penyebab fraktur dapat

dibagi menjadi tiga yaitu:

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:

1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga

tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan

fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.

2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari

lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan

menyebabkan fraktur klavikula.


3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot

yang kuat.

b. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana

dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi

pada berbagai keadaan berikut:

1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang

tidak terkendali dan progresif.

2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut

atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat

dan sakit nyeri.

3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi

Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya

disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat

disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan

kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran

(Solomon, 2010).

C. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya fraktur dapat terjadi akibat:peristiwa trauma

tunggal, tekanan yang berulang ulang, kelemahan abnormal pada tulang,

dalam kasus fraktur femur sepertiga dextra kemungkinan mekanisme


terjadinya fraktur ada dua cara, yaitu karena trauma maupun kecelakaan

langsung yang mengenai tungkai atas pada batang femur, sehingga

mengakibatkan perubahan posisi pada fragmen tulang.

Tulang merupakan jaringan dinamis, dimana secara kontinyu bereaksi

terhadap suatu tekanan. Berdasarkan data dari Maitra dan Johnson, fraktur

stress atau tekanan merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara resorbsi

tulang dan deposit tulang selama tulang menerima tekanan yang berulang.

Sebagian besar tekanan pada kortek termasuk tension atau torsi;

bagaimanapun, tulang lemah dalam tension dan cenderung patah sepanjang

garis semen. Maitra dan Johnson melaporkan bahwa paksaan tension memicu

resorbsi osteoklas, sementara paksaan kompresi memicu respon osteoblas.

Dengan tekanan yang berulang, pembentukan tulang baru tidak dapat

seimbang dengan resorbsi tulang. Ketidakmampuan ini menyebabkan

penipisan dan kelemahan kortek tulang, dengan propragasi retakan melalui

garis semen, dan bahkan berkembang menjadi mikrofraktur. Tanpa istirahat

untuk memperbaiki ketidakseimbangan ini, mikrofraktur dapat berkembang

menjadi fraktur klinis.

Tulang bersifat terlalu rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan

daya tahan pegas untuk menahan tekanan, tulang yang mengalami fraktur,

biasanya diikuti kerusakan jaringan sekitarnya. Fraktur ini suatu

permasalahan yang kompleks karena pada fraktur tersebut tidak dilukai luka

terbuka, sehingga dalam mereposisi fraktur tersebut perlu pertimbangan

dengan fiksasi yang baik agar tidak timbul komplikasi selama reposisi.
Penggunaan fiksasi yang tepat yaitu dengan internal fiksasi jenis plate and

screw. Dilakukan operasi terhadap tulang ini bertujuan mengembalikan posisi

tulang yang patah ke normal atau posisi tulang sudah dalam keadaan sejajar

sehingga akan terjadi proses penyambungan tulang (Solomon, 2010).

D. Manifestasi klinis

a. Nyeri

Terjadi karena adanya spasme otot tekanan dari patahan tulang atu

kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Bengkak

Bengkak muncul dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah

fraktur dan ekstravasi daerah jaringan sekitarnya.

c. Memar

Terjadi karena adanya ekstravasi jaringan sekitar fraktur.

d. Spasme otot

Merupakan kontraksi involunter yang terjadi disekitar fraktur.

e. Gangguan fungsi

Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur,nyeri atau spasme otot,

paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.

f. Mobilisasi abnormal

Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian yang pada kondisi normalnya

tidak terjadi pergerakan.

g. Krepitasi

Merupakan rasa gemeretak yang terjadi saat tulang digerakkan.


h. Deformitas

Abnormal posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan

pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, dan

menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

E. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah:

a. Komplikasi yang bersifat umum; trombosis vena, emboli paru, pneumonia,

dekubitus

b. Nekrosis avaskuler kaput femur

Nekrosis avaskular terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang

disertai pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran.tidak ada cara

untuk mendiagnosis hal ini pada saat terjadi fraktur. Beberapa minggu

kemudian, scan nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya

vaskularitas. Perubahan pada sinar-X, meningkatnya kepadatan pada kaput

femoris mungkin tidak nyata selama berbualan-bulan atau bahkan

bertahun-tahun. Baik fraktur itu menyatu atau tidak, kolapsnya kaput

femoris akan menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi. Apabila

lokalisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi

nekrosis avaskular lebih besar.

Penanganan nekrosis avaskular kaput femur dengan atau tanpa gagal

pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti

dengan protesis metal.


c. Nonunion
Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat

mengalami union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih

sering pada fraktur dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan

kareana vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak adekuat, fiksasi yang

tidak adekuat dan lokasi fraktur adalah intra-artikuler.

Tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan paku atau

sekrup menjebol keluar dari tulang atau terjulur ke lateral. Pasien

mengeluh nyeri, tungkai memendek dan sukar berjalan. Metode

pengobatan nekrosis avaskuler tergantung penyebab terjadinya nonunion

dan umur penderita.

d. Osteoartritis
Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau

nekrosis avaskuler. Kalau terdapat banyak kehilangan gerakan sendi dan

kerusakan meluas ke permukaan sendi, diperlukan pergantian sendi total.

F. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010:21). Beberapa pemeriksaan yang

dapat dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya:

a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

b. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna


pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.

e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens

ginjal.

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfusi multipel, atau cidera hati. Golongan darah, dilakukan sebagai

persiapan transfusi darah jika ada kehilangan darah yang bermakna

akibat cedera atau tindakan pembedahan.

G. Penataksanaan

Malunion baru dapat ditangani sebelum fraktur benar-benar menyatu,

keputusan diperlukannya re-manipulasi atau koreksi mungkin sangat sulit.

Beberapa pedoman yang ada yakni:

1) Pada orang dewasa fraktur harus direduksi mendekati posisi anatomis jika

memungkinkan. Angulasi lebih dari 10-150 pada tulang panjang atau

deformitas rotasi yang jelas terlihat mungkin perlu dikoreksi melalui re-

manipulasi, atau melalui osteotomi dan fiksasi.

2) Pada anak-anak, deformitas angulasi di sekat ujung tulang (dan khususnya

jika deformitas pada bidang yang sama dimana pergerakan pada sendi

yang berdekkatan) biasanya akan remodeling seiring berjalannya waktu;

deformitas rotasi tidak akan terjadi.

3) Pada ekstremitas bawah, pemendekan lebih dari 2,0 cm jarang dapat

diterima pada pasien dan prosedur penyaman panjang ekstremitas

diindikasikan.

4) Ekspektasi pasien (lebih kea rah kosmetik) berbeda dari ahli bedah.
5) Diskusi dengan pasien melalui hasil x-ray dapat membantu dalam

memutuskan penanganan dan pencegahan.

6) Sangat sedikit yang tahu mengenai efek jangka panjang dari deformitas

angulasi pada fungsi sendi. Walaupun demikian, ini terlihat sama dimana

malalignment lebih dari 150 pada bidang yang sama menyebabkan

asimetrik dari sendi di atas atau di bawah dan perkembangan yang lambat

osteoarthritis sekunder; ini terjadi terutama pada large weightbearing joint.

Gambar 10. Penanganan dengan internal fiksasi pada malunion (Solomon, 2010)
H. Pencegahan
1. Pencegahan primer

Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya

trauma benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan

aktifitas yang berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati

– hati, memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat

pelindung diri.

2. Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang

lebih serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan

pertama yang tepat dan terampil pada penderita. Mengangkat penderita

dengan posisi yang Universitas Sumatera Utara benar agar tidak

memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya

dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat

bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto

radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah

yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa

traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun

eksternal

3. Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk

mengurangi terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan

tindakan pemulihan yang tepat untuk menghindari atau mengurangi

kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan dengan jenis dan

beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi

medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat


kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang

telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan

fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang

yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan

memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi

antara lain meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler,

mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi

dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara

bertahap.

II. Konsep Proses Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan

mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui

berbagai permasalahan yang ada. Perawatan pra operatif

a. Kaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan kebutuhan rasa nyeri,

perfusi jaringan, promosi kesehatan, mobilitas dan konsep diri

b. Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan:

tanda vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas,

bising usus, keseimbangan cairan, dan nyeri.

c. Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah akibat

pembedahan mayor (frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun,

konfusi dan gelisah).

d. Kaji peningkatan komplikasi paru dan jantung: observasi perubahan


frekuensi nadi, pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit

paru, dan jantung sebelumnya.

e. Sistem perkemihan: pantau pengeluaran urin, apakah terjadi retensi

urin. Retensi dapat disebabkan oleh posisi berkemih tidak alamiah,

pembesaran prostat, dan adanya infeksi saluran kemih.

f. Observasi tanda infeksi ( infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya

timbul selama minggu kedua), dan tanda vital.

g. Kaji komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan,

panas, kemerahan, dan edema pada betis.

h. Kaji komplikasi embolik lemak: perubahan pola panas, tingkah laku

dan perubahan kesadaran.

Data dasar pengkajian pada pasien dengan post op fraktur femur berhubungan

dengan intervensi bedah umum yang mengacu pada pengkajian fraktur, yaitu:

a. Aktivitas/istirahat:keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang

terkena.

b. Sirkulasi: hipertensi, hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat,

pucat pada bagian yang tekena, pembengkakan jaringan.

c. Neurosensori: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas, deformitas

local.

d. Nyeri/kenyamanan: nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera,

spasme/keram otot.

e. Keamanan: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,

pembengkakan local.
B. Diangnosa Keperawatan

Pre operasi

1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri.

2. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)

3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

Post op

1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas

struktur tulang.

3. Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi

C. Intervensi Keperawatan

Pre Operasi

1. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri.

Luaran Keperawatan

Ansietas menurun

Intervensi

a. Monitor tanda-tanda ansietas

Rasional: Untuk menetukan intervensi selajutnya

b. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

Rasional: Untuk mengurangi rasa cemas pasien

c. Pahami situasi yang membuat ansietas

Rasional: mengetahui situasi untuk mengambil intervensi

selanjutnya.
d. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

Rasional: mengedukasi pasien hal yang mungkin terjadi.

e. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan

prognosis.

Rasional: mengedukasi pasien mengenai diagnosis, pengobatan,

dan prognosis.

f. Latih teknik relaksasi

Rasional: supaya pasien rileks

g. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Rasional: untuk mengurangi ansietas.

2. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)

Luaran Keperawatan

Nyeri menurun

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intesitas nyeri.

Rasional: untuk melanjutkan intervensi selanjutnya.

b. Identifikasi skala nyeri

Rasional: untuk mengetahui intensitas nyeri

c. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.

TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,

aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,

terapi bermain).

Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.


d. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

Rasional: Memberikan informasi pada pasien tentang penyebab,

periode dan pemicu nyeri.

e. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.

Rasional: mengedukasi teknik nonfarmakologi untuk mengurangi

nyeri.

f. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Rasional: untuk megurangi nyeri

3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

Luaran Keperawatan

Pengetahuan meningkat

Intervensi

a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.

Rasional: untuk mengetahui kesiapan dan kemmapuan menerima

informasi pada pasien.

b. Identifikasi pengetahuan pasien tentang penyakitnya.

Rasional: data dasar untuk mengambil intervensi selanjutnya

c. Berikan kesempatan untuk bertanya

Rasional: untuk melihat apa yang di kurang mengerti pasien.

d. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala)

Rasional: agar pasien mengerti tentang penyakitnya.

Post op

1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)


Luaran Keperawatan

Nyeri menurun

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

intesitas nyeri.

Rasional: untuk melanjutkan intervensi selanjutnya.

b. Identifikasi skala nyeri

Rasional: untuk mengetahui intensitas nyeri

c. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

(mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback,

terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres

hangat/dingin, terapi bermain).

Rasional: Untuk mengurangi rasa nyeri.

d. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

Rasional: Memberikan informasi pada pasien tentang penyebab,

periode dan pemicu nyeri.

e. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.

Rasional: mengedukasi teknik nonfarmakologi untuk mengurangi

nyeri.

f. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Rasional: untuk megurangi nyeri

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas

struktur tulang.
Luaran Keperawatan

Mobilitas fisik membaik

a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

Rasional: data dasar untuk mengambil intervensi selanjutnya.

b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi

Rasional: untuk mengetahui batas kemampuan bergerak pasien.

c. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu

Rasional: untuk mempermudah ambulasi

d. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan

ambulasi.

Rasional: untuk mempermudah ambulasi

e. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi.

Rasional: mngedukasi pasien tentang prosedur dan tujuan ambulasi

f. Anjurkan ambulasi dini

Rasional: untuk melatih bergerak

3. Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi

a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik.

Rasional: data dasar untuk mengambil intervensi selanjutnya.

b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan

lingkungan pasien.

Rasional: untuk meminimalisir terjadinya infeksi

c. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

Rasional: supaya pasien tahu tanda dan gejala infeksi.


d. Ajarkan cara mencuci tangan yang benar

Rasional: untuk meminimalisir terjadinya infeksi

e. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi.

Rasional: mengedukasi pasien cara memeriksa kondisi luka

f. Anjurkan meningkatkan nutrisi

Rasional: agar penyembuhan luka sesuai dengan lama

penyembuhannya.

g. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Rasional: agar penyembuhan luka sesuai dengan lama

penyembuhannya.

D. Evaluasi

Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses asuhan

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan, dan pelaksanaanya yang berhasil dicapai. Meskipun

evaluasi diletakkan pada akhir asuhan keperawatan, evaluasi merupakan

bagian integral pada setiap tahap asuhan keperawatan.

Setelah data dikumpulkan tentang status keadaan klien maka perawat

memebandingkan data dengan outcomes. Tahap selanjutnya adalah

membuat keputusan tentang pencapaian klien outcomes, ada 3 kemungkinan

keputusan tahap ini :

1) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.

2) Klien masih dalam catatan hasil yang ditentukan.

3) Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan.


DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. Graham. 2012. Buku Ajar: dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 7. Jakarta:
Widya Medika

Hansen, John T. 2010. Netter Clinical Anatomy. 2nd Ed. Philadelphia: Saunders

http://image.slidesharecdn.com/33281866-bone-fractures-nonunion-diagnosis-
and-management-at-shaheed-suhrawardy-medical-college-hospital-dhaka-
bangladesh-a., diunduh tanggal 16 Januari, 2015

Romeo, Nicholas. 2015. Femur Injuries and Fracture. Available at :


http://emedicine.medscape.com/article/90779-overview

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed. 6.


Jakarta: EGC.

Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and


Fractures. Ed ke9. London: Hodder Arnold.

Thompson, Jon C. 2010. Netter Concise Orthopaedic Anatomy. 2 nd Ed.


Philadelphia: Saunders.

Anda mungkin juga menyukai