Anda di halaman 1dari 25

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFINISI

Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti

fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu

dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea,

kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai

pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses

difusi, osmosis dan ultra filtrasi (Kusuma & Nurarif, 2012).

Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan

atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan

untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara

akut ataupun secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses

tersebut. Tetapi ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang

dilengkapi dengan membran penyaring semipermeabel (ginjal buatan).

Hemodialisis dapat dilakukan pada saar toksin atau zat beracun harus segera

dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen atau menyebabkan kematian

(Mutaqin & Sari, 2011).

Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan

biokimiawi darah yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan

dengan menggunakan mesin hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu

bentuk terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy/RRT) dan hanya

menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan

1
pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney

Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang

dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD

persiapan/preparative, dan HD kronik/reguler

B. ETIOLOGI

Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan

kronik akibat dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis,

uremia, hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan

diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.

C. TUJUAN

Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk

limbah terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin

dialisis. Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat

menurunkan risiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat

toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan hemodialisis tidak menyembuhkan atau

mengembalikan fungsi ginjal secara permanen. Klien GGK biasanya harus

menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya (biasanya tiga kali seminggu

selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau sampai mendapat ginjal

baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

D. PATOFISIOLOGI

Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama

untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi

2
karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan

pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi

ginjal dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat

dibedakan menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis

merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal,

namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak

diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau

bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Faktor-

faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis pada pasien

gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan

pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejala-

gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah

10 ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10

mge/dL namun demikian yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut

adalah terdapatnya gejala-gejala uremia.

E. INDIKASI HEMODIALISA

Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD

kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi

hemodialisis segera antara lain (D87uaurgirdas et al., 2007):

a. Kegawatan ginjal

a) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi

b) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)

c) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)

3
d) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5

mmol/l )

e) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)

f) Uremia ( BUN >150 mg/dL)

g) Ensefalopati uremikum

h) Neuropati/miopati uremikum

i) Perikarditis uremikum

j) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L

k) Hipertermia

b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran

dialisis.

c. Indikasi Hemodialisis Kronik

Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan berkelanjutan

seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis.

Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien

yang mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis

dianggap baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di

bawah ini (Daurgirdas et al., 2007):

a) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis

b) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan

muntah.

c) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.

d) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.

4
e) Komplikasi metabolik yang refrakter.

F. PRINSIP HEMODIALISIS

Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis,

yaitu: difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.

1) Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan

kadar di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.

2) Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi

yaitu perbedaan osmolalitas dan dialisat.

3) Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena

perbedaan hidrostatik didalam darah dan dialisat.

Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi

jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan

rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi

berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi

yang tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram, muntah) perembesan

darah, kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula

(Mutaqin & Sari, 2011).

5
G.KOMPLIKASI

Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis

berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual

muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil

(Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang

cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik. Komplikasi yang jarang

terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade

jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia,

aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).

Berikut adalah komplikasi hemodialisa dan penyebabnya :

No Komplikasi Penyebab

1 Hipotensi penarikan cairan yang berlebihan, terapi

antihipertensi, infark jantung, tamponade, reaksi

anafilaksis

2 Hipertensi kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak

adekuat

3 Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks

4 Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang

terlalu

6
cepat, obat antiaritmia yang terdialisis

5 Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit

6 Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah

7 Dialysis Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel

disequilibirium
menyebabkan sel menjadi bengkak, edema

serebral.

Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu

cepat

8 Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom

charcoal

9 Kontaminasi Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus,

Fluoride gejala neurologi, aritmia

10 Kontaminasi Demam, mengigil, hipotensi oleh karena

bakteri / kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air

endotoksin

7
H. PROSEDUR HEMODIALISA

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa

keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke

system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau

tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum

berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula

atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena

subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi

aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh

pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan

sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke

dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk

meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis

AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong

cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum

pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat

diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan

8
dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah

dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini

dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat

diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang

digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah

mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya

pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati

detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila

terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan

diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk

diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya

sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.

Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa”

atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis

diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal

salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan

dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik

sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang

dialiser.

9
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang

tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah

dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan

hemodialisis.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan,

dan GFR 4 ml/detik.

J. PENATALAKSANAAN

1. Diet dan masalah cairan

Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis

mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu

mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam

ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau

10
toksik. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif

dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem

tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang

timbul. Diet rend protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen

dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat

terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru.

Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep

diet untuk pasien ini.

Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif, asupan makanan pasien

dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian

atau pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan.

Berkaitan dengan pembatasan protein, maka protein dari makanan harus

memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial

untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan

keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis

yang tinggi adalah telur, daging, susu dan ikan.

Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah

gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi

banyak penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman

merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa

disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain karena hanya ada

beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini

11
dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian seperti

hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi.

2. Pertimbangan medikasi

Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.

Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung,

antibiotik, antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk

memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat

dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik.

Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena

itu, penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang

terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran

metabolit obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya.

Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya

harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum

obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi

diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek

hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan

darah rendah yang berbahaya.

12
BAB II

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

a. Identitas klien

Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian

perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa.

Data-data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam

tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan

masih banyak lainnya (Doengoes, Marilynn. Dkk.2014).

b. Keluhan utama

Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah

a. Sindrom uremia

b. Mual, muntah, perdarahan GI.

c. Pusing, nafas kusmaul, koma.

d. Perikarditis, cardiar aritmia

e. Edema, gagal jantung, edema paru

f. Hipertensi

Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual,

muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar

serum yang meningkat.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal).

13
d. Riwayat obat-obatan

Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus

dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan

bagian dari susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana

komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang

berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan

menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang

sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi

selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang

berbahaya.

e. Psikospiritual

Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi

penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah

financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual

yang menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan

ketakutan terhadap kematian.

Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien

yang pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267)

f. ADL (Activity Day Life)

Nutrisi : pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan

cairan masuk untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan

yang dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema paru,

14
pembatasan pada asupan protein akan mengurangi penumpukan limbah

nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala, mual muntah.

g. Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal

h. Aktivitas : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga.

Waktu yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang

tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik,

frustasi. Karena waktu yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari.

i. Pemeriksaan fisik

a) BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan

menurun.

b) TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi

dan tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur

kembali pada saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil pra

dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268)

c) Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau

gatal-gatal

d) Kuku : kuku tipis dan rapuh

e) Rambut : kering dan rapuh

f) Oral : halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi

g) Lambung : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.

h) Pulmonary : uremic “lung” atau pnemonia

i) Asam basa : asidosis metabolik

15
j) Neurologic : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot :

pegal

k) Hematologi : perdarahan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan sebagai berikut: (PPNI, 2016)

1. Pre HD

a. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7

gr/dl, Pneumonitis dan Perikarditis d.d Penggunaan otot aksesoris untuk

bernafas, Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas, dan

Dipneu

b. Hipovolemi b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi

cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat

singkat, Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran,

Edema, Dispnea, Penurunan hemoglobin, Perubahan pola pernapasan ,

dan Perubahan tekanan darah

c. Risiko deficit nutrisis b.d anoreksia, mual & muntah, pembatasan diet

dan perubahan membrane mukosa oral d.d nyeri abdomen bising usus

hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada makanan, dan

berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal.

d. Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung,

tampak waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir.

16
2. Intra HD

a. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap

penusukan & pemeliharaan akses vaskuler.

b. Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses

hemodialisa

3. Post HD

a. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan

prosedur dialisis d,d menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa

letih, dispnea setelah beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas,

dan respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Adapun intervensi sebagai berikur (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,

Pneumonitis dan Perikarditis.

Luaran Keperawatan

Pola nafas efektif

Intervensi

a) Observasi penyebab nafas tidak efektif

Rasional: Menentukan tindakan

b) Observasi respirasi & nadi

Rasional: Untuk menentukan tindakan yang harus segera dilakukan

c) Berikan posisi semi fowler

Rasional: Melapangkan dada klien sehingga nafas lebih longgar

17
d) Ajarkan cara nafas yang efektif

Rasional: Hemat energi sehingga nafas tidak semakin berat

e) Penatalaksanaan pemberian O2

Rasional: Hb rendah, edema, paru pneumonitis, asidosis, perikarditis

menyebabkan suplai O2 ke jaringan.

f) Lakukan SU pada saat HD

Rasional: SU adalah penarikan secara cepat pada HD, mempercepat

pengurangan edema paru

g) Kolaborasi pemberian tranfusi darah

Rasional: Untuk ↑Hb, sehingga suplai O2 ke jaringan cukup

2. Hipovolemi b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi

cairan & natrium

Luaran Keperawatan

Hipovolomi menurun

a) Observasi status cairan, timbang bb pre dan post HD, keseimbangan

masukan dan haluaran, turgor kulit dan edema, distensi vena leher dan

monitor vital sign

Rasional: Pengkajian merupakan dasar untuk memperoleh data,

pemantauan 7 evaluasi dari intervensi.

b) Batasi masukan cairan pada saat priming & wash out HD

Rasional: Pembatasan cairan akan menetukan dry weight, haluaran

urine & respon terhadap terapi.

c) Jelaskan pada keluarga & klien rasional pembatasan cairan

18
Rasional: Pemahaman ↑kerjasama klien & keluarga dalam pembatasan

cairan

3. Risiko deficit nutrisi b.d anoreksia, mual & muntah, pembatasan diet.

Luaran Keperawatan

Risiko deficit nutrisi tidak terjadi

a. Observasi status nutrisi,Perubahan BB, Pengukuran antropometri,Nilai lab.

(elektrolit, BUN, kreatinin, kadar albumin, protein

Rasional: Sebagai dasar untuk memantau perubahan & intervensi yang

sesuai.

b. Observasi pola diet

Rasional: Pola diet dahulu & sekarang berguna untuk menentukan menu.

c. Tingkatkan masukan protein dengan nilai biologi tinggi: telur, daging,

produk susu.

Rasional: Pemberian albumin lewat infus iv akan ↑ albumin serum

d. Jelaskan rasional pembatasan diet, hubungan dengan penyakit ginjal dan

↑urea dan kreatinin

Rasional: Kalori akan ↑ energi, memberikan kesempatan protein untuk

pertumbuhan

e. Anjurkan camilan rendah protein, rendah natrium, tinggi kalori diantara

waktu makan

Rasional: Protein lengkap akan ↑ keseimbangan nitrogen

f. Kolaborasi menentukan tindakan HD 4-5 jam 2-3 minggu

Rasional: Memberikan informasi, faktor mana yang bisa dimodifikasi.

19
4. Ansietas b.d krisis situasional.

Luaran Keperawatan

Ansietas menurun

Intervensi

a. Monitor tanda-tanda ansietas

Rasional: Untuk menetukan intervensi selajutnya

b. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

Rasional: Untuk mengurangi rasa cemas pasien

c. Pahami situasi yang membuat ansietas

Rasional: mengetahui situasi untuk mengambil intervensi selanjutnya.

d. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami

Rasional: mengedukasi pasien hal yang mungkin terjadi.

e. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan

prognosis.

Rasional: mengedukasi pasien mengenai diagnosis, pengobatan, dan

prognosis.

f. Latih teknik relaksasi

Rasional: supaya pasien rileks

g. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Rasional: untuk mengurangi ansietas.

Intra HD

1. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap

penusukan & pemeliharaan akses vaskuler.

20
Luaran Keperawatan

Risiko cedera tidak terjadi

a. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap

penusukan & pemeliharaan akses vaskuler.

Rasional: AV yg sudah tidak baik bila dipaksakan bisa terjadi rupture

vaskuler

b. Monitor kepatenan kateter sedikitnya setiap 2 jam

Rasional: Posisi kateter yg berubah dapat terjadi rupture

vaskuler/emboli

c. Monitor TD setelah HD

Rasional: Posisi baring lama stlh HD dpt menyebabkan orthostatik

hipotensi

d. Cegah terjadinya infeksi pd area shunt/penusukan kateter

Rasional: Infeksi dapat mempermudah kerusakan jaringan

e. Lakukan heparinisasi pada shunt/kateter pasca HD

Rasional: Lakukan heparinisasi pada shunt/kateter pasca HD

2. Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses

hemodialisa

Luaran Keperawatan

Risiko Perdarahan tidak terjadi

a. Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.

21
Rasional: Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran

pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-

tanda klinis seperti epistaksis, ptekie

b. Antisipasi adanya perdarahan: gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara

kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil

darah

Rasional: Mencegah terjadinya perdarahan lebih lanjut.

c. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga untuk melaporkan jika

ada tanda

d. Perdarahan seperti: hematemesis, melena, epistaksis.

Rasional: Keterlibatan pasien dan keluarga dapat membantu untuk

penaganan dini

bila terjadi perdarahan

e. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat (bedrest)

Rasional: Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan

terjadinya perdarahan.

POST HD

1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah

dan prosedur dialisis

Luaran Keperawatan

Intoleransi aktivitas membaik

22
a. Observasi faktor yang menimbulkan keletihan: Anemia,

Ketidakseimbangan cairan & elektrolit, Retensi produk sampah

depresi

Rasional: Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat

keletihan.

b. Tingkatkan kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang

dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.

Rasional: Meningkatkan aktifitas ringan/sedang & memperbaiki

harga diri.

c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

Rasional: Mendorong latihan & aktifitas yang dapat ditoleransi

& istirahat yang adekuat

d. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis

Rasional: Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis,

karena adanya perubahan keseimbangan cairan & elektrolit yang

cepat pada proses dialisis sangat melelahkan.

2. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang

Luaran Keperawatan

Risiko infeksi tidak terjadi

a. Monitor area akses HD terhadap kemerahan, bengkak, nyeri

Rasional: Inflamasi/infeksi ditandai dg kemerahan, nyeri, bengkak

b. Pertahankan area steril selama penusukan kateter

23
Rasional: Mikroorganisme dapat dicegah masuk kedalam tubuh saat

insersi kateter.

c. Pertahankan teknik steril selama kontak dg akses vaskuler:

penusukan, pelepasan kateter.

Rasional: Kuman tidak masuk kedalam area insersi

d. Beri pernjelasan pada pasien pentingnya ↑status gizi

Rasional: Gizi yang baik ↑daya tahan tubuh

e. Kolaborasi pemberian antibiotik

Rasional: Pasien HD mengalami sakit kronis, ↓imunitas.

24
DAFTAR PUSTAKA

Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the
Kidney. 9th edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C.,
Schrier, R.W. editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505.

Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed.
Phildelphia. Lipincott William & Wilkins.

Doengoes, Marilynn. Dkk. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta :


EGC.

Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnosis, Edisi III (Revisi). Jakarta : DPP PPNI.

Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student.
Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia.Dewan pengurus pusat persatuan perawat Indonesia.

25

Anda mungkin juga menyukai