LP Typoid

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang

disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai

negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.

Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting

karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,

kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene

industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).

Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang

disebabkan oleh salmonella thypi, penyakit ini dapat ditularkan melaui kuman,

mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii (Azis

H. A. 2006).

B. Etiologi

Salmonella thypi dengan

Salmonela yang lain adalah bakteri

Gram negative, mempunyai flagella,

tidak berkapsul, tidak membentuk

spora, fakultatif anaerob. Mempunyai

antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang

terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polosakarida.

Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis


luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella thypi juga dapat

memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap

multiple antibiotic. (Nanda Nic-Noc,2013)

C. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dari demam thypoid sebagai berikut (Nanda NIC-NOC.

2013) :

1. Gejala pada anak : Inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.

2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama

3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan

menyebabkan shock, Stupor dan koma.

4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selam 2-3 hari

5. Nyeri kepala

6. Nyeri perut

7. Kembung

8. Mual muntah

9. Diare

10. Konstipasi

11. Pusing

12. Nyeri otot

13. Batuk

14. Epistaksis

15. Bradikardi

16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor)

17. Hepatomegali

18. Splenomegali

19. Meteroismus
20. Gangguan mental berupa samnolen

21. Delirium atau psikosis

22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda

sebagai penyakit demam akut dengan diseryai syok dan hipotermia.

D. Patofisiologi

Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke

dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam

(pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,

gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor

pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis

infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,

bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan

menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Selsel M, sel epitel

khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi

Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti

aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi

sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella

typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam

folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo,

Sumarmo S Poorwo, 2012).

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang

lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun

pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme

dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh

Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung

empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat

terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu.

Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau

dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid

tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam

sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari

Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel

limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi

sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan

nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang

belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik

(Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, 2012)


E. PATHWAY

Kuman Salmonella typhi yang


Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam
masuk ke saluran
gastrointestinal lambung

Pembuluh darah limfe Bakteri masuk usus halus

Peredaran darah (bakterimia Masuk retikulo endothelial


promer) (RES) terutama hati dan limfa

Masuk kealiran darah


Berkembang biak di hati dan
(bakteremia sekunder)
limfa

Empedu Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Rongga usus pada
kel. Limfoid halus
Merangsang melepas zat
epirogen oleh leukosit
Pembesaran hati Pembesaran limfe

Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus

Lase plak peyer Penurunan /


peningkatan mobilitas Hypertermi
usus

Erosi Resiko kekurangan


Penurunan / peningkatan
volume cairan
peristaltic usus

Nyeri

Konstipasi / diare Peningkatan asam


Perdarahan masif lambung

Anoreksia mual muntah

Komplikasi perforasi dan Ketidakseimbangan nutrisi


perdarahan usus kurang dari kebutuhan tubuh

(Nanda Nic-Noc.2013)
E. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut widodo 2007 Pemeriksaan penunjang pada klien dengan

typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :

1. Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat

leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia

tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah

leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan

kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau

infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak

berguna untuk diagnosa demam typhoid.

2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt

Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat

kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila

biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam

typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa

faktor :

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang

lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang

digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat

demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.


b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu

pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu

kambuh biakan darah dapat positif kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan

antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia

sehingga biakan darah negatif.

4. Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba

pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan

mungkin negatif.

5. Uji Widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat

dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah

divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari

uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien

yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien

membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman)

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar

klien menderita tifoid.

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap

kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat

kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau

titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall

kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam

tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif

belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan,

yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi.

Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit

demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:

1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan

gejala demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air

besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum

lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan

dasar.

2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir

lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang

menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160

satu kali pemeriksaan).

3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada

pemeriksaan biakan ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR


atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan

ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada

pemeriksaan sekali)

A. Penatalaksanaan
1. Anti Biotik (Membunuh Kuman): Klorampenicol, Amoxicilin,

Kotrimoxasol, Ceftriaxon dan Cefixim

2. Antipiretik (Menurunkan panas) : Paracetamol

3. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang

lebih dari selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah

terjadinya komplikasi perforasi usus.

4. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan

pasien.

5. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus

diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi

pneumonia dan dekubitus.

6. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang

terjadi konstipasi dan diare.

7. Diet: Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein, pada penderita yang

akut dapat diberi bubur saring, setelah bebas demam diberi bubur kasar

selama 2 hari lalu nasi tim, dilanjutkan dengan nasi biasa setelah

penderita bebas dari demam selama 7 hari (Smeltzer & Bare. 2002).
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengumpulan data

a. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,

agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register

dan diagnosa medik.

b. Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-

turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta

penurunan kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke

dalam tubuh.

d. Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

e. Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

2. Pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah

saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama

sekali.
b. Pola eliminasi

Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah

baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,

hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam

tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak

keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan

tubuh.

c. Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak

terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

d. Pola tidur dan istirahat

Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.

e. Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan

penyakitanaknya.

f. Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan

umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham

pad klien.

g. Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di

rumah sakit dan klien harus bed rest total.

h. Pola penanggulangan stress

Biasanya orang tua akan nampak cemas.


3. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-410 C, muka

kemerahan.

b. Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

c. Sistem respirasi

Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan

gambaran seperti bronchitis.

d. Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.

e. Sistem integumen

Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak

kusam

f. Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,

muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,

peristaltik usus meningkat.

g. Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

h. Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi

lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut

kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.


B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi

2. Nyeri

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

4. Resiko kekurangan volume cairan

5. Konstipasi

6. Nausea

C. INTERVENSI

1. Hipertermi

Defenisi : peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal

Luaran keperawatan : hipertermi menurun

Intervensi :

a. Identifikasi penyebab hipertermi

Rasional : sebagai acuan intervensi berikutnya

b. Monitor suhu tubuh pasien

Rasional : mengetahui keadaan umum pasien

c. Longgarkan atau lepaskan pakaian pasien

Rasional : untuk meningkatkan kenyamanan dan menurunkan suhu

d. Berikan cairan oral

Rasional : mencegah dehidrasi

e. Anjurkan tirah baring

Rasional : mempercepat penurunan suhu tubuh


f. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena

Rasional : menghindari kehilangan cairan yang berlebih

2. Nyeri

Luaran keperawatan : nyeri menurun

Intervensi :

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

nyeri

Rasional : mengetahui keadaan umum pasien

b. Identifikasi tingkat nyeri

Rasional : untuk mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien

c. Berikan teknik nonfarmakologi

Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri

d. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : untuk mengurangi rasa sakit/nyeri

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake

yang tidak adekuat.

Defenisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

metabolic

Tujuan :

a. Nutritional status

b. nutristional status : food and fluid intake

c. Intake

d. Weight control

Kriteri hasil :

a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan


c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :

1. Nutrition Management

a. Kaji adanya alergi makanan

b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

nutrisi yang dibutuhkan pasien

c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe

d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

2. Nutrition Monitoring

a. Monitor adanya penurunan berat badan

b. Monitor lingkungan selama makan

c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

d. Monitor turgor kulit

e. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.

(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)

4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak

adekuat dan peningkatan suhu tubuh.

Defenisi : Beresiko mengalami dehidrasi vaskluar, selular, atau

intraseluler.

Tujuan :

a. Fluid balance

b. Hydration

c. Nutritional status : food and Fluid intake


Criteria hasil :

a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine

normal, HT normal

b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane

mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

Intervensi :

1. Fluid Management

a. Monitor vital sign

b. Monitor masukan makanan/caoran dan hitung intake kalori harian

c. Kolaborasikan pemberian cairan intravena

2. Hypovolemia Management

a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan

b. Monitor hb dan hematokrit

c. Dorong pasien untuk menambah intake oral

(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)

5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola makan)

Defenisi : penurunan pada frekwensi normal defekasi yang disertai oleh

kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses/atau pengeluaran feses yang

kering, keras, dan banyak.

Tujuan :

a. Bowel elimination

b. Hydration

Criteria hasil :

a. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1 – 3 hari

b. Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi


c. Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi

d. Feses lunak dan berbentuk

Intervensi :

a. Monitor tanda dan gejala konstipasi

b. Monitor bising usus

c. Identifikasi factor penyebab dan kontribuais konstipasi

d. Dukung intake cairan

e. Kolaborasikan pemberian laktasif

f. Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat.

(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)

6. Nausea berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak di lidah

Defenisi : Sensasi seperti gelombang di belakang

tenggorokan, epigastrium, atau abdomen yang

bersifat subyektif yang mengarah pada

keinginan atau desakan untuk muntah.

Tujuan :

a. Nausea

b. Fluid volume, Risk For Dificient

Criteria hasil :

a. Pasien menyatakan penyebab mual dan muntah

b. Pasien mengambil langkah untuk mengatasi episode mual dan muntah

c. Pasien mengingesti gizi yang cukup untuk mempertahankan kesehatan

d. Pasien mengambil langkah untuk meyakinkan nutrisi yang adekuat pada

saat mual

e. Pasien mempertahan berat badan dalam rentang tertentu yang

diharapkan.
Intervensi :

a. Kaji kemampuan makan klien

b. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering

c. Berikan nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein

d. Anjurkan untuk menghindari makanan yang menusuk hidung dan berbau

tidak sedap

e. Berikan obat antiemetic sesuai anjuran

f. Ajarkan teknik relaksasi dan bantu pasien untuk menggunakan teknik

tersebut selama waktu makan.

( Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)


NO Diagnosis Luaran Keperawatan Intervensi dan Rasional

1 Hipertermi Suhu membaik 1. Monitor temperatur suhu tubuh


R: Perubahan temperatur dapat terjadi
pada proses infeksi akut.
2. Observasi tanda-tanda vital (suhu,tensi,
nadi, pernafasan, dan perubahan warna
kulit).
R : Tanda-tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
3. Anjurkan pasien untuk minum banyak
1,5-2 liter dalam 24 jam.
R: Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi
dengan asupan yang banyak.
4. Berikan kompres pada lipatan axila dan
paha.
R: menurunkan panas lewat konduksi
5. Berikan antipiretik sesuai program tim
medis
R : menurunkan panas pada pusat
hipotalamus
2 Defisit nutrisi a. Nutritional Status: 1. Kaji status nutrisi

b. Nutritional Status : food R/ pengkajian penting dilakukan

and fluid intake untuk mengetahui status nutrisi pasien

c. Nutritional status : sehingga dapat menentukan intervensi

nutrient intake yang diberikan

d. Weight control 2. Monitor adanya penurunan berat

Setelah dilakukan tindakan badan


keperawatan R/ penurunan BB menandakan asupan

selama….nutrisi kurang makanan yang tidak terkontrol

teratasi dengan ataupun gangguan pada penyerapan

Kriteria Hasil: nutrisi

 Berat badan ideal sesuai 3. Berikan makanan yang terpilih (sudah

dengan tinggi badan dikonsultasikan dengan ahli gizi) :

 Mampu mengidentifikasi diet pasien diabetes mellitus

kebutuhan nutrisi R/ untuk membantu memenuhi

 Tidak ada tanda-tanda kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan

malnutrisi pasien

 Tidak terjadi penurunan 4. Berikan informasi tentang kebutuhan

berat badan yang berarti nutrisi

R/ untuk menyesuaikan berapa jumlah

nutrisi yang dibutuhkan pasien

5. Monitor pucat, kemerahan dan

kekeringan jaringan, konjungtiva

R/ kondisi tersebut menandakan

bahwa kekurangan kadar nutrisi dan

cairan pasien

6. Yakinkan diet yang dimakan

mengandung tinggi serat

R/ untuk mencegah konstipasi


1. Fluid balance 1. Kaji warna, jumlah dan kehilangan
3 Hipovolemia
2. Hydration cairan
R : mengetahui jumlah kehilangan
Setelah dilakukan tindakan
cairan anak
keperawatan selama …x24
2. Pantau status hidrasi (kelembaban
jam, Hipovolemia hilang
mukosa, keadekuatan nadi)
dengan kriteria hasil :
R : Mengetahui status hidrasi mencadi
 Mempertahankan urine
acuan penetapn intervensi selanjutnya
output 3. Tingkatkan asupan oral (misalnya
 Tekanan darah, nadi, dan sediakan sedotan, beri cairan diantara
suhu tubuh dalam batas waktu makan, buat jus kesukaan anak,

normal gunkan cangkir lucu)


R: membantu kebutuhan cairan anak
 Tidak ada tanda – tanda
4. Ubah posisi anak trendelemburg atau
dehidrasi, turgor kulit
tinggikan tungkai anak jika terjadi
baik, membran mukosa
hipotensi
lembab, tidak ada rasa R : membantu memulihkan anak.
haus yang berlebihan 5. Anjurkan pada anak untuk
menginformasikan jika haus
R : mencegah terjadinya kekurangan
volume cairan
6. Kolaborasi pemberian terapi IV sesuai
program
R : menjaga volume cairan tetap
seimbang.

a. Joint Movement : 1. Kaji kemampuan klien dalam


4 Gangguan mobilitas
Active mobilisasi
fisik
b. Mobility Level R : mengetahui tingkat kemampuan
c. Self care : ADLs klien.
d. Transfer performance 2. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
Setelah dilakukan tindakan kemampuan.
keperawatan R : melatih kemampuan klien dalam
selama….gangguan melakukan aktivitas.
mobilitas fisik teratasi 3. Miringkan dan atur posisi pasien setiap
dengan kriteria hasil: 2 jam pada saat pasien di tempat tidur.
1. Klien meningkat dalam R : mencegah terjadinya iritasi kulit
aktivitas fisik atau penekanan pada tubuh .
2. Mengerti tujuan dari 4. Dampingi dan Bantu pasien saat
peningkatan mobilitas mobilisasi dan bantu penuhi
3. Memverbalisasikan kebutuhan ADLs klien
perasaan dalam R : membantu kien dalam memenuhi
meningkatkan kekuatan aktivitasnya.
dan kemampuan 5. Letakkan barang-barang pada tempat
berpindah yang mudah dijaNgkau lengan yang
tidak terkena bila satu sisi mengalami
kelemahan.
R : melatih kemandirian klien
a. Tidak terjadi tanda- 1) Monitor tanda penurunan trombosit
5 Resiko perdarahan tanda perdarahan lebih yang disertai gejala klinis.
lanjut. R : Penurunan trombosit merupakan
b. Jumlah trombosit tanda kebocoran pembuluh darah.
meningkat. 2. Anjurkan pasien untuk banyak
istirahat
R : Aktivitas pasien yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan
perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera melapor
bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
R : Membantu pasien mendapatkan
penanganan sedini mungkin.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan
manfaatnya.
R : Memotivasi pasien untuk mau
minum obat sesuai dosis yang
diberikan.

6 Resiko infeksi a. Immune status 1. Mencuci tangan setiap sebelum dan

b. Knowledge : infection sesudah tindakan keperawatan

control R/ tindakan aseptic meminimalkan


c. Risk control
Setelah dilakukan tindakan terjadinya infeksi

keperawatan selama….tidak 2. Monitor tanda dan gejala infeksi


ada tanda tanda infeksi sistemik dan lokal
dengan Kriteria Hasil:
R/ untuk mengetahui pada daerah
 Klien bebas dari tanda
mana saja berresiko terhadap infeksi
dan gejala infeksi
serta penyebaran dari infeksi tersebut
 Jumlah leukosit dalam
3. Monitor hitung granulosit, WBC
batas normal

R/ untuk mengetahui jumlah kadar

leukosit akibat adanya gangguan

system kekebalan tubuh

4. Inspeksi kulit dan membrane mukosa

terhadap kemerahan, panas, drainase

R/ kemerahan merupakan tanda

adanya infeksi

5. Berikan terapi antibiotic

R/ untuk proteksi terhadap infeksi

6. Ajarkan pasien cara menghindari

infeksi

R/ untuk mencegah klien terpapar

ataupun kembali terinvasi infeksi


a. Anxiety control 1. Gunakan pendekatan yang
7 Ansietas
b. Coping menenangkan
c. Impulse control R : memberikan rasa nyaman kepada
pasien
Setelah dilakukan tindakan 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
keperawatan selama …. dirasakan selama prosedur
Pasien bertoleransi terhadap R : agar klien dapat mengerti dan
aktivitas dengan Kriteria memahami prosedur yang akan
Hasil : dilaksanakan
1. Klien mampu 3. Instruksikan kepada pasien untuk
mengidentifikasi dan menggunakan teknik relaksasi
mengungkapkan gejala R : dapat mengurangi kecemasan
cemas pasien
2. Mengidentifikasi, 4. Libatkan keluarga untuk
mengungkapkan dan mendampingi pasien
menunjukkan tehnik R : support dari keluarga dapat
untuk mengontol cemas mengurangi kecemasan pasien
3. Vital sign dalam batas 5. Kolaborasi pemberian obat anti cemas
normal R : pemberian obat cemas dapat
menurunkan kecemasan pasien
Postur tubuh, ekspresi

wajah, bahasa tubuh dan

tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya

kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Nic Noc jilid 2. Jakarta: EGC.

Soedarmo, S. Sumarno, Poorwo. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi

Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.


Simanjuntak, C. H, 2009. Demam Tifoid, Epidemologi dan Perkembangan

Penelitian. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran.

Widodo, D., 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai