Anda di halaman 1dari 7

Fatwa Seputar Zakat Profesi

(https://muslim.or.id/364-fatwa-seputar-zakat-profesi.html)
Menanggapi masukan dari pembaca muslim.or.id di Jakarta, menyatakan
perlunya menampilkan bahasan tentang zakat profesi mengingat begitu
maraknya pembicaraan tentang zakat ini dengan tidak disertai pemahaman
dan ilmu yang mendasarinya. Berikut ini kami nukilkan fatwa-fatwa ulama
berkaitan dengan zakat profesi diambil dari Majalah As-Sunnah edisi 006
tahun VIII 1424 H dikarenakan mendesaknya pembahasan tentang hal
tersebut.
Zakat Gaji
Soal:
Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu
wajib ketika gaji diterima atau ketika sudah berlangsung haul (satu tahun)?
Jawab:
Bukanlah hal yang meragukan, bahwa di antara jenis harta yang wajib
dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan di antara syarat
wajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu, ialah bila sudah
sempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji
pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji itu sendiri ataupun
dari hasil gabungan uangnya yang lain, sementara sudah memenuhi haul,
maka wajib untuk dizakatkan.
Zakat gaji ini tidak bisa diqiyaskan dengan zakat hasil bumi. Sebagai
persyaratan haul (satu tahun) tentang wajibnya zakat bagi dua mata uang
(emas dan perak) merupakan persyaratan yang jelas berdasarkan nash.
Apabila sudah ada nash, maka tidak ada lagi qiyas.
Berdasarkan itu maka tidaklah wajib zakat bagi uang dari gaji pegawai
sebelum memenuhi haul.
Lajnah Da’imah lil al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’
Ketua:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah
Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’
Soal:
Saya seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta dalam negeri. Gaji
saya setiap bulan sebesar empat ribu riyal saudi. Termasuk uang sewa
rumah sebesar seribu riyal Saudi. Apakah saya wajb mengeluarkan zakat
harta? Jika wajib, berapakah jumlahnya? Perlu diketahui, bahwa tidak ada
pemasukan sampingan bagi saya, kecuali gaji tersebut.
Jawab:
Apabila anda telah memiliki kecukupan atau kelebihan dari gaji bulanan
Anda tersebut, maka wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai
nishab. Yaitu sekitar empat ratus riyal Saudi. Hal itu jika jumlah nishab
tersebut telah berlalu satu haul (satu tahun). Apabila anda menyisihkan
sejumlah uang dari gaji bulanan untuk ditabung, maka yang terbaik dan
paling selamat adalah Anda mengeluarkan zakat dari uang yang Anda
tabung itu pada bulan tertentu setiap tahunnya. Jumlahnya adalah dua
setengah persen dari harta yang dimiliki. Semoga Allah memberi taufik
kepada kita. (Fatwa Syaikh Bin Jibrin).
Zakat dari Gaji yang Sering Terpakai
Soal:
Apabila seorang muslim menjadi pegawai atau pekerja yang mendapat gaji
bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai sumber penghasilan lain.
Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang
menghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa bulan lainnya
kadangmasih tersisa sedikit yang disimpan untuk keperluan mendadak (tak
terduga). Bagaimanakah cara orang ini membayarkan zakatnya?
Jawab:
Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah uang dari gaji
bulanannya ataupun dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah
memenuhi haul, bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik
(jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri ataupun ketika
digabungkan dengan uang lain, atau dengan barang dagangan miliknya
yang wajib dizakati.
Tetapi, apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yang terkumpul
padanya memenuhi haul, dengan niat membayarkan zakatnya di muka,
maka hal itu merupakan hal yang baik saja Insya Allah.
Lajnah Da’imah lil al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’
Ketua:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah
Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Qu’ud
Zakat Harta dari Sumber yang Berbeda-Beda
Soal:
Bagaimana seorang muslim menzakati harta yang diperolehnya dari gaji,
upah, hasil keuntungan dan harta pemberian? Apakah harta-harta itu
digabungkan dengan harta-harta lain miliknya? Lalu ia mengeluarkan
zakatnya pada saat masing-masing harta tersebut mencapai haul? Ataukah
ia mengeluarkan zakatnya pada saat ia memperoleh harta itu jika telah
mencapai nishab harta itu sendiri, atau jika digabung dengan harta lain
miliknya, tanpa menggunakan syarat haul?
Jawab:
Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami,
yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka
tambahan harta itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya
(Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya
masing-masing, pent).
Apabila sudah memenuhi haul (satu tahun) dalam nishab tersebut, ia harus
mengeluarkan zakat dari nishab yang ada beserta tambahan harta hasil
gabungannya.
Tidak disyaratkan masing-masing harta tambahan yang digabungkan
dengan harta pokok itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri. Pendapat
yang tidak seperti ini, mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal di
antara kaidah yang ada dalam Islam adalah:
“……Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan……” (Qs. al Hajj: 78)
Sebab, seseorang – terutama jika seseorang itu memiliki banyak harta atau
pedagang – akan harus mencatat tambahan nishab setiap harinya,
misalnya: hari ini datang kepadanya jumlah uang sekian. Dan itu
dilakukan sambil menunggu hingga berputar satu tahun. Demikian
seterusnya…, tentu hal itu akan sangat menyulitkan. (Fatwa Syaikh al
Bani dari majalah as Shalah no. 5/15 Dzulhijjah 1413 dalam rubrik soal-
jawab)
Soal:
1) Seorang pegawai, gaji bulanannya diberikan secara tidak tetap. Kadang
pada bulan tertentu diberikan kurang dari semestinya, pada bulan lain lebih
banyak. Sementara, gaji yang diterima pertama kali sudah mencapai
haul (satu tahun). Sedangkan sebagian gaji yang lain belum memenuhi
haul (satu tahun). Dan ia tidak mengetahui jumlah gaji (pasti) yang
diterimanya setiap bulan. Bagaimana cara ia menzakatkannya?
2) Seorang pegawai lain menerima gaji bulanannya setiap bulan. Pada
setiap kali menerima gaji, ia simpan di lemarinya. Dia memenuhi
kebutuhan belanja dan tuntutan rumah tangganya dari uang yang ada di
lemari simpanannya ini setiap hari, atau pada waktu-waktu yang
berdekatan, akan tetapi dengan jumlah yang tidak tetap, sesuai dengan
kebutuhan. Bagaimana cara mengukur haul dari apa yang ada di lemari?
Dan bagaimana pula cara mengeluarkan zakat dalam kasus ini? Padahal
sebagaimana telah diterangkan di muka, proses pemenuhan gaji (yang
kemudian disimpan sebagai persediaan harian), tidak semuanya sudah
berjalan satu tahun?
Jawab:
Karena pertanyaan pertama dan kedua mempunyai satu pengertian dan
juga ada kasus-kasus senada, maka Lajnah Da’imah (lembaga fatwa ulama
di Saudi Arabia), memandang perlu memberikan jawaban secara
menyeluruh, supaya faidahnya dapat merata.
Barangsiapa yang memiliki uang mencapai nishab (ukuran jumlah tertentu
yang karenanya dikenai kewajiban zakat), kemudian memiliki
tambahannya berupa uang lain pada waktu yang berbeda-beda, dan uang
tambahannya itu tidak berasal dari sumber uang pertama dan tidak pula
berkembang dari uang pertama, tetapi merupakan uang dari penghasilan
terpisah (seperti uang yang diterima oleh seorang pegawai dari gaji
bulanannya, ditambah uang hasil warisan, hi ah atau hasil bayaran dari
pekarangan umpamanya).
Apabila ia ingin teliti menghitung haknya dan ingin teliti untuk tidak
membayarkan zakat kepada yang berhak kecuali menurut ukuran harta
yang wajib dizakatkan, maka ia harus membuat daftar perhitungan khusus
bagi tiap-tiap jumlah perolehan dari masing-masing bidang dengan
menghitung masa haul(satu tahun), semenjak hari pertama memilikinya.
Selanjutnya, ia keluarkan zakat dari setiap jumlah masing-masing, pada
setiap kali mencapai haul (satu tahun) semenjak tanggal kepemilikian harta
tersebut.
Namun, apabila ia ingin enak dan menempuh cara longgar serta lapang diri
untuk lebih mengutamakan pihak fuqara dan golongan penerima zakat
lainnya, ia keluarkan saja zakat dari seluruh gabungan uang yang
dimilikinya, ketika sudah mencapai haul (satu tahun) dihitung sejak nishab
pertama yang dicapai dari uang miliknya. Ini lebih besar pahalanya, lebih
mengangkat kedudukannya, lebih memberikan rasa santainya dan lebih
menjaga hak-hak fakir miskin serta seluruh golongan penerima zakat.
Sedangkan jika uang yang ia keluarkan berlebih dari jumlah (nishab), uang
yang sudah sempurna haulnya, dihitung sebagai uang zakat yang
dibayarkan di muka bagi uang yang belum mencapai haul.
Lajnah Da’imah li al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’
Wakil ketua Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’
Zakat dari Harta yang disiapkan untuk Pernikahan (Suatu
Keperluan)
Soal:
Saya adalah seorang pegawai di salah satu kantor pemerintahan (pegawai
negeri). Setiap bulan saya menerima gaji sebesar empat ribu riyal. Dalam
waktu kurang lebih satu tahun, saya telah mengumpulkan uang sebanyak
tujuh belas ribu riyal. Saya simpan uang tersebut di sebuah bank syari’at.
Pada bulan Syawal, uang itu akan saya gunakan untuk biaya pernikahan-
Insya Allah. Bahkan, saya terpaksa meminjam uang berkali-kali lebih
banyak dari jumlah tabungan saya itu untuk keperluan acara pernikahan.
Pertanyaan saya, apakah uang tabungan saya sebesar tujuh belas ribu riyal
itu harus dibayarkan zakatnya? Sebagaimana dimaklumi, uang tersebut
telah berlalu satu haul. Jika wajib dikeluarkan, berapakah jumlahnya?
Jawab:
Anda wajib mengeluarkan zakat dari uang tabungan anda itu. Sebab telah
berlalu satu haul atasnya. Sekalipun anda menyiapkan uang itu untuk biaya
nikah, untuk membayar hutang ataupun untuk renovasi rumah dan
keperluan lainnya. Berdasarkan dalil-dalil umum yang berkenaan zakat
emas dan perak serta yang sejenis dengan keduanya. Jumlah yang wajib
dikeluarkan ialah dua setengah persen. Yaitu dua puluh lima riyal untuk
setiap seribu riyal. (Syaikh bin Baz)
Soal:
Apakah uang tabungan dari gaji bulanan wajib dikeluarkan zakatnya?
Sementara sudah sempurna satu haul atasnya. Perlu juga diketahui, bahwa
uang tersebut tidak dibungakan dan akan digunakan untuk nafkah
keluarga. Apakah wajib dikeluarkan zakatnya?
Jawab:
Benar, wajib dikeluarkan zakatnya jika telah sempurna satu haul. Sebab
setiap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak disyaratkan harus
diniatkan untuk perniagaan. Oleh sebab itu pula, buah-buahan dan biji-
bijian wajib dikeluarkan zakatnya, meskipun tidak dipersiapkan untuk
diperdagangnkan. Hingga sekiranya seseorang memiliki beberapa pohon
kurma di rumahnya untuk dikonsumsi sendiri dan hasil buahnya telah
mencapai nishab, tetap wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian pula halnya,
hasil pertanian dan lainnya yang wajib dibayarkan zakatnya. Begitu pula
binatang ternak yang digembalakn di tempat-tempat penggembalaan,
wajib dibayarkan zakatnya meskipun si pemilik tidak mempersiapkannya
untuk diperjualbelikan.
Hasil tabungan dari gaji bulanan yang dipersiapkan untuuk nafkah juga
wajib dikeluarkan zakatnya, bila telah mencukupi satu haul dan mencapai
nishab.
Namun dalam hal ini, ada permasalahan rumit bagi kebanyakan orang.
Uang yang mereka terima dari gaji bulanan atau dari penyewaan rumah
atau toko yang harganya naik setiap bulan atau sejenisnya, disimpan dalam
tabungan atau di bank. Kadang kala ia memasukkan uang dan kadangkala
mengambilnya, sehingga sulit baginya menentukan manakah yang telah
berlalu satu haul dari uang tabungannya itu.
Dalam kondisi demikian – menurut pendapat kami – bila sepanjang satu
tahun tersebut uang tabungannya tidak kurang dari jumlah nishab, maka
yang terbaik baginya ialah menghitung haul mulai dari awal jumlah uang
tabungannya mencapai nishab. Kemudian mengeluarkan zakatnya bila
telah genap satu haul.
Dengan demikian, ia telah mengeluarkan zakat uang tabungannya, baik
yang sudah genap satu haul maupun yang belum. Dalam kondisi ini, uang
tabungan yang belum genap satu haul, terhitung telah didahulukan
zakatnya. Mendahulukan pembayaran zakat tentunya dibolehkan. Cara
seperti ini tentu lebih mudah daripada setiap bulan menghitung haul uang
tabungan. (Syaikh Ibn Utsaimin)

Anda mungkin juga menyukai