Anda di halaman 1dari 16

Komunikasi Efektif Keperawatan dengan Metode SBAR

2.1 Konsep Komunikasi Efektif


2.1.1 Pengertian Komunikasi Efektif

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan)


dari satu pihak kepada pihak lain. Menurut Hovland dalam Effendy (2005:10)
komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Seseorang dapat
mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain apabila terjalin komunikasi
yang komunikatif.
Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan
sikap (attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi.
Komunikasi dengan orang lain kadang sukses atau efektif mencapai maksud yang
dituju, namun terkadang juga gagal. Adapun makna komunikasi yang efektif menurut
Effendy (2005) adalah komunikasi yang berhasil menyampaikan pikiran dengan
menggunakan perasaan yang disadari. Sedangkan menurut Walter Lippman dalam
Effendy (2005) bahwa komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berusaha
memilih cara yang tepat agar gambaran dalam benak dan isi kesadaran dari
komunikator dapat dimengerti, diterima bahkan dilakukan oleh komunikan.

2.1.2 Tujuan Komunikasi Efektif


a. Memberikan kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara
pemberi informasi dan penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan
oleh pemberi informasi lebih jelas dan lengkap
b. Dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau
komunikan.
c. Agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seimbang
sehingga tidak terjadi monoton.
d. Dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik.
e. Menggerakan klien untuk melakukan atau merubah sesuatu
Secara singkat dapat kita katakan bahwa tujuan komunikasi adalah
mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan, dan tindakan komunikator dapat
diterima oleh orang lain (komunikasi). Sebagai tenaga kesehatan yang memiliki
tanggungjawab sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Komunikasi yang dilakukan
perawat bertujuan agar pelayanan keperawatan yang diberikan dapat berjalan efektif.
Kemampuan komunikasi yang efektif ini merupakan keterampilan yang harus
dimiliki oleh perawat professional.

2.1.3 Syarat-Syarat Komunikasi Efektif


Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif antara lain :
a. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
b. menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
c. pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak
komunikan.
d. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat
menguntungkannya.
e. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak
komunikan.

2.1.4 Bentuk Komunikasi Efektif


a. Komunikasi verbal efektif
Komunikasi verbal merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan simbol-
simbol verbal. Simbol-simbol verbal ini dapat diwujudkan ke dalam bentuk lisan
maupun tulisan. Unsur-unsur komunikasi secara lisan dapat dilakukan oleh dua orang
atau lebih melalui hubungan tatap muka secara langsung tanpa ada jarak maupun
peralatan yang menjadi medianya. Unsur-unsur komunikasi lisan dapat terlihat pada
kegiatan “ngobrol” yang dilakukan oleh orang-orang ketika berada di kantor, sekolah,
kampus, ataupun tempat-tempat lainnya.
Selain secara lisan, unsur-unsur komunikasi verbal juga dapat dilakukan melalui
tulisan. Unsur-unsur komunikasi ini dapat berupa surat-menyurat konvensional, surat
elektronik (email), chatting, dan lain sebagainya.

Yang perlu di perhatikan dalam komunikasi verbal adalah


1) Berlangsung secara timbal balik.
2) Makna pesan ringkas dan jelas.
3) Bahasa mudah dipahami.
4) Cara penyampaian mudah diterima.
5) Disampaikan secara tulus.
6) Mempunyai tujuan yang jelas.
7) Memperlihatkan norma yang berlaku.
8) Disertai dengan humor.

b. Komunikasi non verbal


Yaitu komunikasi yang menggunakan mimik atau bahasa tubuh dan merupakan
unsur-unsur komunikasi dalam bentuk komunikasi yang dilakukan tanpa
menggunakan kata-kata, melainkan melalui simbol-simbol lainnya. Dalam
berkomunikasi dengan pasien, perawat harus menggunakan komunikasi non verbal
juga, seperti gerak tubuh, pandangan mata ke pasien, jarak dengan pasien, postur, dan
ekspresi wajah.
Selain dengan menggunakan bahasa verbal,menggunakan mimik atau bahasa
tubuh lebih memudahkan klien untuk mengerti dan memahami dari maksud
komunikasi yang perawat sampaikan. Sementara itu, komunikasi non verbal dapat
pula ditunjukkan dari hal-hal lain seperti gaya berpakaian, potongan rambut, intonasi
suara, hingga gaya berjalan.
Yang perlu di perhatikan dalam komunikasi non verbal adalah :
a) Penampilan visik.
b) Sikap tubuh dan cara berjalan.
c) Ekspresi wajah.
d) Sentuhan
2.1.5 Unsur-Unsur Komunikasi Efektif
Untuk dapat berkomunikasi secara efektif kita perlu memahami unsur-unsur
komunikasi, antara lain:
a. Komunikator.
Pengirim (sender) yang mengirim pesan kepada komunikan dengan
menggunakan media tertentu. Unsur yang sangat berpengaruh dalam komunikasi,
karena merupakan awal (sumber) terjadinya suatu komunikasi.
b. Komunikan
Penerima (receiver) yang menerima pesan dari komunikator, kemudian
memahami, menerjemahkan dan akhirnya memberi respon.
c. Media
Saluran (channel) yang digunakan untuk menyampaikan pesan sebagai sarana
berkomunikasi. Berupa bahasa verbal maupun non verbal, wujudnya berupa ucapan,
tulisan, gambar, bahasa tubuh, bahasa mesin, sandi dan lain sebagainya
d. Pesan.
Isi komunikasi berupa pesan (message) yang disampaikan oleh Komunikator
kepada Komunikan. Kejelasan pengiriman dan penerimaan pesan sangat berpengaruh
terhadap kesinambungan komunikasi
e. Tanggapan/feedback.
Merupakan dampak (effect) komunikasi sebagai respon atas penerimaan
pesan. Diimplentasikan dalam bentuk umpan balik (feed back) atau tindakan sesuai
dengan pesan yang diterima.

2.1.6 Prinsip Komunikasi Efektif


Agar komunikasi menghasilkan komunikasi yang efektif, seseorang harus
memahami prinsip-prinsip dalam berkomunikasi. Ada lima prinsip komunikasi yang
efektif yang harus dipahami. Lima prinsip tersebut disingkat dengan REACH, yaitu
Respect, Empathy, Audible, Clarity,dan Humble.Lima prinsip komunikasi yang
efektif itu adalah sebagai berikut:
a. Respect (sikap menghargai)
Respect adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan
yang akan kita sampaikan. Berarti rasa hormat & saling menghargai orang lain. Pada
prinsipnya, manusia ingin dihargai dan dianggap penting. Jika kita membangun
komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita
dapat membangun kerjasama.

b. Empathy (kemampuan mendengar)


Komunikasi yang efektif akan dengan mudah tercipta jika komunikator memiliki
sikap empathy. Empathy artinya kemampuan seorang komunikator dalam memahami
dan menempatkan dirinya pada situasi atau kondisi yang dihadapi orang lain. Salah
satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk
mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelm didengarkan atau dimengrti oleh
orang lain.
Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat
membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun
kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Sikap empati akan memampukan kita untuk
dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap yang akan memudahkan
penerima pesan (receiver) menerimanya.

c. Audible (dapat didengarkan atatu dimengerti dengan baik)


Audible mengandung arti dapat didengar atau dimengerti dengan baik. Jika
empati berarti kita harus mendengar terlebih dahuluataupun mampu menerima umpan
balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima
oleh penerima pesan. Penyampaian informasi agar mudah diterima dapat
menggunakan media yang cocok, sehingga penerima pesan betul-betul mengerti apa
yang disampaikan oleh pemberi informasi atau komunikator.
d. Clarity
Clarity adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi
interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Kesalahan penafsiran dapat
menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan. Clarity juga dapat diartikan
sebagai keterbukaan dan tranparansi. Harapannya dengan mengembangkan sikap
terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan), maka dapat menimbulkan rasa
percaya (trust) penerima pesan terhadap pemberi informasi.

e. Humble (rendah hati)


Humble adalah sikap rendah hati untuk membangun rasa saling menghargai.
Prinsip kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati.
Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan prinsip pertama. Untuk membangun
rasa menghargai orang lain biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki.

2.1.7 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Efektif


Menurut Potter dan Perry (1993), proses komunikasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif dengan pasien, perawat harus mengerti
pengaruh dari perkembangan usia baik dari sisi bahasa maupun proses fikir dari
pasien tersebut. Karena tiap tahap perkembangan atau umur klien yang berbeda
mempunyai tingkat kemampuan memahami maksud dari isi komunikasi yang perawat
sampaikan.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau
peristiwa, dan dibentuk oleh harapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi antara
perawat-pasien dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
c. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku, sehingga penting bagi
perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha untuk mengetahui
dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi yang tepat
dengan klien.
d. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, dan
budaya ini juga yang membatasi cara bertindak dan berkomunikasi. Klien sebagai
manusia pasti mempunyai budaya yang berbeda-beda antara yang satu dan yang lain.
e. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian. Ekspresi emosi
seperti sedih, senang, dan terharu dapat mempengaruhi orang lain dalam
berkomunikasi. Perawat perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehinnga
perawat dapat memberikan asuhan keperawataan yang tepat.
f. Jenis kelamin
Setiap jenis kelamin memiliki gaya komunikasi yang berbeda-beda. Menurut
Tanned (1990); dalam Nurjannah, I (2005), menyebutkan bahwa wanita dan laki-laki
mempunyai perbedaan gaya komunikasi.
g. Pengetahuan
Pasien yang tingkat pengetahuannya rendah akan sulit berespon dengan
pertanyaan mengandung bahasa verbal dibanding dengan orang yang tingkat
pengetahuannya tinggi. Jadi perawat perlu untuk mengetahui tingkat pengetahuan
klien agar bisa berinteraksi dengan baik.
h. Peran dan hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan diantara orang yang
berkomunikasi. Seorang perawat berkomunikasi dengan teman sejawatnya pasti akan
berbeda ketika berkomunikasi kepada kliennya. Jadi seorang perawat harus bisa
menggunakan gaya bahasa yang berbeda-beda pada lawan bicaranya berdasarkan
peran dan hubungan, terutama dengan klien.
i. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif.
Lingkungan yang berisik dan tidak ada privasi pasti akan mengganggu proses
komunikasi perawat-klien.
j. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi proses komunikasi, jarak tertentu akan memberikan
rasa aman, kejelasan pesan, dan kontrol ketika berkomunikasi. Maka perawat perlu
memperhitungkan jarak berinteraksi dengan klien.

2.1.8 Faktor Yang Mendukung dan Tidak Mendukung Komunikasi Efektif


Komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien (patient
safety). Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Komunikasi yang efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap,
jelas, dan dipahami oleh penerima mengurangi kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien.

a. Faktor yang dapat mendukung komunikasi efektif :


1) Dalam profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena
merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan.
2) Komunikator merupakan peran sentral dari semua peran perawat yang ada.
3) Kualitas komunikasi adalah faktor kritis dalam memenuhi kebutuhan klien.

b. Faktor yang tidak mendukung komunikasi efektif :


1) Tanpa komunikasi yang jelas, dapat memberikan pelayanan keperawatan yang
tidak efektif.
2) Tidak dapat membuat keputusan dengan klien/keluarga.
3) Tidak dapat melindungi klien dari ancaman kesejahteraan.
4) Tidak dapat mengkoordinasi dan mengatur perawatan klien serta memberikan
pendidikan kesehatan.

2.1.9 Langkah-Langkah Untuk Membangun Komunikasi Yang Efektif


a. Memahami Maksud dan Tujuan Berkomunikasi
b. Mengenali Komunikan
c. Menyampaikan Pesan dengan Jelas
d. Menggunakan Alat Bantu yang Baik
e. Memusatkan Perhatian
f. Menghindari Gangguan Komunikasi
g. Membuat Suasana yang Menyenangkan
h. Menggunakan Bahasa Tubuh( body language) yang Benar

2.1.10 Aspek Dalam Membangun Komunikasi Yang Efektif


1) Kejelasan
Dalam komunikasi harus menggunakan bahasa secara jelas, sehingga mudah
diterima dan dipahami oleh komunikan.
2) Ketepatan
Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan
kebenaran informasi yang disampaikan.
3) Konteks
Maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai
dengan keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.
4) Alur
Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau
sistematika yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat
tanggap
5) Budaya
Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan
dengan tatakrama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus
menyesuaikan dengan budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam
penggunaan bahasa verbal maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan
kesalahan persepsi.

2.1.11 Komunikasi Efektif dalam Patient Safety

Standar akreditasi RS 2012 SKP.2 / JCI IPSG.2 mensyaratkan agar rumah


sakit menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
dapat dipahami penerima. Hal itu untuk mengurangi kesalahan dan menghasilkan
perbaikan keselamatan pasien. Bentuk komunikasi yang rawan kesalahan
diantaranya adalah instruksi untuk penatalaksanaan pasien yang diberikan secara lisan
atau melalui telepon. Bentuk lainnya berupa pelaporan hasil tes abnormal, misalnya
petugas laboratorium menelepon ke ruang perawatan untuk melaporkan hasil tes
pasien. Rumah sakit perlu menyusun kebijakan dan atau prosedur untuk mengatur
pemberian perintah / pesan secara lisan dan lewat telepon. Kebijakan dan atau
prosedur itu harus memuat:

a. Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dicatat si penerima.
b. Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si
penerima.
c. Perintah dan hasil tes dikonfirmasikan oleh individu si pemberi perintah atau
hasil tes.
d. Pelaksanaan yang konsisten dari verifikasi tepat-tidaknya komunikasi lisan
dan lewat telepon.
e. Alternatif yang diperbolehkan bila proses membaca-ulang tidak selalu
dimungkinkan, misalnya di ruang operasi dan dalam situasi darurat di bagian
gawat darurat atau unit perawatan intensif.

2.1.12 SASARAN II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua


rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik
dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam
pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti
dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara
intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu
tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang
menyeluruh.

a. Standar SIKP II
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan.

b. Maksud dan Tujuan SIKP II


Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah
diberikan secara lisan atau melalui telepon.

Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan


kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito
melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan
suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk:
mencatat (atau memasukkan ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil
pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan
kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa
yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur
pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan
pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi
dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.

c. Elemen Penilaian SIKP II


Adapun Elemen Penilaian untuk sasaran II adalah sebagai berikut:
1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah.
2) Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali
secara lengkap oleh penerima perintah.
3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.
4) Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan
komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten.
2.2 Komunikasi Efektif dengan Metode S-BAR

2.2.1 Pengertian Komunikasi Efektif dengan Metode S-BAR


Komunikasi S-BAR adalah komunikasi dengan menggunakan alat yang logis
untuk mengatur informasi sehingga dapat ditransfer kepada orang lain secara akurat
dan efisien. Komunikasi dengan menggunakan alat terstruktur S-BAR (Situation,
Background, Assesment, Recomendation) untuk mencapai ketrampilan berfikir kritis,
dan menghemat waktu. (NHS, 2012).

Kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah sakit adalah


komunikasi SBAR (Situation, Background, Assessment, Recommendation), metode
komunikasi ini digunakan pada saat perawat melakukan handover ke pasien.
Komunikasi SBAR adalah kerangka teknik komunikasi yang disediakan untuk
petugas kesehatan dalam menyampaikan kondisi pasien.

SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi


penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi terhadap
eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR juga dapat
digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara shift atau antara staf
di daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan semua anggota tim kesehatan
untuk memberikan masukan ke dalam situasi pasien termasuk memberikan
rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan untuk diskusi antara anggota tim
kesehatan atau tim kesehatan lainnya.

2.2.2 Tujuan Komunikasi Efektif dengan Metode S-BAR

Dengan berkomunikasi secara efektif dapat menjalin saling pengertian dengan


teman sejawat perawat atau perawat dengan dokter karena komunikasi memiliki
manfaat, antara lain adalah :

1. Tersampaikannya gagasan atau pemikiran kepada orang lain dengan jelas


sesuai dengan yang dimaksudkan.
2. Adanya saling kesefahaman dalam suatu permasalahan, sehingga terhindar dari
salah persepsi.
3. Memberikan sesuatu pesan kepada pihak tertentu, dengan maksud agar pihak
yang diberi informasi dapat memahaminya.

2.2.3 Keuntungan Komunikasi Efektif dengan Metode S-BAR

a. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif.


b. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham
akan kondisi pasien.
c. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan pasien.

2.2.4 Pengaplikasian Komunikasi Metode S-BAR

Metode SBAR sama dengan SOAP yaitu Situation, Background, Assessment,


Recommendation. Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan oleh semua tenaga
kesehatan, diharapkan semua tenaga kesehatan maka dokumentasi tidak terpecah
sendiri-sendiri. Diharapkan dokumentasi catatan perkembangan pasien terintegrasi
dengan baik. Sehingga tenaga kesehatan lain dapat mengetahui perkembangan pasien.

2.2.5 Penjabaran S-BAR

1. Situation : Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan?


a. Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien;
b. Diagnosa medis;
c. Apa yang terjadi dengan pasien.

2. Background : Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan


situasi?
a. Obat saat ini dan alergi;
b. Tanda-tanda vital terbaru;
c. Hasil laboratorium : tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil tes sebelumnya
untuk perbandingan;
d. Riwayat medis;
e. Temuan klinis terbaru.
3. Assessment : berbagai hasil penilaian klinis perawat
a. Apa temuan klinis?;
b. Apa analisis dan pertimbangan perawat?;
c. Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan?

4. Recommendation : apa yang perawat inginkan terjadi dan kapan?


a. Apa tindakan / rekomendasi yang diperlukan untuk memperbaiki masalah?;
b. Apa solusi yang bisa perawat tawarkan kepada dokter?;
c. Apa yang perawat butuhkan dari dokter untuk memperbaiki kondisi pasien?;
d. Kapan waktu yang perawat harapkan tindakan ini terjadi?
Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan :
1) Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.
2) Perawat mengkumpulkan data-data yang diperlukan yang berhubungan
dengan kondisi pasien yang akan dilaporkan.
3) Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah
keperawatan yang harus dilanjutkan.
4) Perawat membaca dan memahami catatan perkembangan terkini & hasil
pengkajian perawat shift sebelumnya.
5) Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawat harian.

2.2.6 Contoh Komunikasi Efektif SBAR

A. Contoh komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/ serah terima :

1. Situation (S) :
a. Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2013 sudah 3 hari
perawatan,
b. DPJP : dr Setyoko, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.

Masalah keperawatan:
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2. Background (B) :
a. Pasien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
b. Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl.
c. Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
d. Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
e. Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
f. Diet : rendah protein 1 gram

3. Assesment (A) :
a. Kesadaran composmentis,
b. TD 150/80 mmHg,
c. Nadi 100x/menit,
d. suhu 37 0C, RR 20 x/menit,
e. oedema pada ekstremitas bawah,
f. tidak sesak napas,
g. urine sedikit,
h. eliminasi faeses baik.
i. Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
j. Pasien masih mengeluh mual.

4. Recommendation (R) :
a. Awasi balance cairan
b. Batasi asupan cairan
c. Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
d. Pertahankan pemberian pemberian deuritik injeksi furosemit 3 x 1 amp
e. Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
f. Jaga aseptic dan antiseptic setiap melakukan prosedur

B. Contoh Komunikasi Efektif Sbar Antar Perawat Dengan Dokter Lewat


Telepon :

a. Situation (S) :
1) Selamat pagi Dokter, saya Alia Permata perawat Nusa Indah 2
2) Melaporkan pasien nama Tn G mengalami penurunan pengeluaran urine 40
cc/24 jam, mengalami sesak napas.

b. Background (B) :
1) Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 8 Desember 2013,
program HD hari Senin-Kamis.
2) Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower
kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
3) Obat injeksi diuretic 3 x 1 amp
4) TD 150/80 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 100 x/menit, oedema ekstremitas
bawah dan asites
5) Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
6) Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki.

c. Assessment (A) :
1) Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit lebih
2) Pasien tampak tidak stabil

d. Recommendation (R) :
1) Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM ?
2) Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump ?
3) Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?

Anda mungkin juga menyukai