LP DM
LP DM
2. Etiologi
a. Diabetes tipe I:
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu
otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
Orang yang gemuk, insulin yang beredar didalam tubuh menjadi tidak efektif,
yang disebabkan banyaknya glukosa didalam tubuh meskipun pankreas telah
bekerja keras mengeluarkan insulin untuk menormalkan kadar glukosa dalam
darah.
3) Riwayat keluarga
Faktor Genetik Orang tua yang memiliki riwayat diabetes melitus cenderung
akan menurunkan kepada anaknya karena diperkirakan genetik locus yang
menurunkan penyakit diabetes melitus tipe II yaitu kromosom tipe II yang
menyebabkan resistensi insulin.
3. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes yang utama adalah : (Brunner and Suddarth)
a. Tipe I : Diabetes Melitus tergantung insulin (Insulin dependent diabetes mellitus
atau IDDM). Ciri-ciri klinis dari DM Tipe I ini yaitu awitan terjadi pada segala
usia, tetapi biasanya pada usia muda (<30 tahun), biasanya bertubuh kurus pada
saat didiagnosis dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadi, etiologi
mencakup faktor genetik, imunologi atau lingkungan misalnya virus, sering
memiliki antibodi terhadap insulin meskipun belum pernah mendapatkan terapi
insulin, cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin, komplikasi akut
hiperglikemi : ketoasidosis diabetik.
b. Tipe II : Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (Non Insulin dependent
diabetes mellitus atau NIDDM). Ciri-ciri klinis dari DM tipe II ini yaitu awitan
terjadi pada segala usia, biasanya diatas 30 tahun, biasanya bertubuh gemuk pada
saat didiagnosis, etiologi mencakup faktor obesitas, herediter atau lingkungan,
penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin, ketosis
jarang terjadi, kecuali bila dalam keadaan stres atau menderita infeksi, komplikasi
akut : sindrom hiperosmoler nonketotik).
c. Gestational Diabetes : Disebabkan oleh gangguan hormonal pada wanita hamil.
Diabetes melitus( gestational diabetes mellitus, GDM) juga melibatkan suatu
kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak
cukup, sama dengan jenis-jenis kencing manis lain. Hal ini dikembangkan selama
kehamilan dan dapat meningkatkan atau menghilang setelah persalinan.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan diabetes gestational dapat
mengganggu kesehatan dari janin atau ibu, dan sekitar 20%–50% dari wanita-
wanita dengan Diabetes Melitus gestational sewaktu-waktu dapat menjadi
penderita.
d. Diabetes yang berhubungan dengan sindrom lainnya : Disertai dengan keadaan
yang diketahui/ dapat menyebabkan penyakit: pankreatitis, kelainan hormonal,
obat-obatan seperti glukokortikoid, dan preparat yang mengandungsetrogen
penyandang diabetes.
4. Patofisiologi
Diabetes Tipe I
Pada diabetes tipe ini terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hipereglikemia-
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.Disamping itu
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urine (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam
urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (Poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (Polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-
asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turun menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti hiperventilasi, napas bau aseton dan bila tidak ditangani
akan mengakibatkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Diabetes Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu retensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Retensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan
dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II.
5. Pathway
Factor genetic, factor imunologi, factor lingkungan (virus/ toksin), Usia, resistensi insulin, obesitas, riwayat keluarga
Defisiensi insulin
Ginjal tidak mampu menyerap Glukosa dalam sel menurun Glukagon Anabolisme
kembali semua glukosa Gangguan sirkulasi darah
protein menurun
Proses metabolisme terganggu
Glukogenesis
Glukosuria Suplai darah ke
Sel dalam tubuh lapar Polifagia Kerusakan pada
Metabolisme jaringan perifer ↓
antibodi
Diuresis osmotik lemak meningkat
Produksi energy ↓ Hipoksia
Kekebalan tubuh
Poliuria Produksi badan jaringan perifer
Lemak menurun
Ketonuria
Lemah, letih, lesu lisis keton meningkat
Dehidrasi Polidipsia Ketidakefektifan
Neuropati Resiko
Ketoasidosis diabetik perfusi jaringan
Keletihan BB menurun sensori infeksi
perifer
perifer
Kekurangan Nafas bau aseton, Hiperventilasi
volume cairan mual, muntah Klien tidak merasa sakit
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Anoreksia Luka
kebutuhan tubuh
Luka gangren
Kerusakan Proses penyembuhan luka ↓
integritas kulit
Hambatan
mobilitas fisik
6. Manifestasi klinis
a. Diabetes Melitus Tipe I
Gejala dari penderita Diabetes mellitus yaitu 3P :
1) Poliuria
Peningkatan dalam berkemih. Terjadi akibat konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
2) Polidipsia
Peningkatan rasa haus. Terjadi karena pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan yang disebut diuresis osmotik.
3) Poliphagia
Peningkatan selera makan akibat menurunnya simpanan kalori dan defisiensi
insulin mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan.
4) Nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton, perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian yaitu akibat dari ketoasidosis, yang
merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh bila
jumlahnya berlebihan.
b. Diabetes Melitus Tipe II
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lama dan progresif maka DM Tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi dengan gejala ringan seperti :
1) -Kelelahan
2) -Iritabilitas
3) -Poliuria
4) -Polidipsia
5) -Luka pada kulit yang lama sembuh
6) -Infeksi vagina
7) -Pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi sekali)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan Belum pasti DM
DM DM
Kadar glukosa darah
sewaktu
- Plasma vena < 100 100-200 >200
- Darah kapiler <80 80-200 >200
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan secara medis
1) Obat Hipoglikemik Oral
a. Golongaan Sulfonilurea / ulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagan obat
golongan lain, yaitu biguanid inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat
golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh
sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM
tipe 2 dengan berat badan berlebihan
b. Golongan Biguanad /metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
pengambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer) dianjurkan sebagai
obat tinggal pada pasien kelebihan berat badan.
c. Golongan Inhibitor Alfa Glikosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran
pencernaan sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan.
Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
2) Insulin
a) Indikasi insulin
Pada DM tipe 1 yang tHuman Monocommponent Insulin (40 UI dan 100
UI/ml injeksi) yang beredar adalah actrapid. Injeksi insulin dapat diberikan
kepada penderita DM tipe11 yang kehilangan berat badan secara drastis.
Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat-obatan anti DM dengan dosis
maksimal atau mengalami kontra indikasi dengan obat-obatan tersebut.
Bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar asidosis laktat, stress berat
karena infeksi sistemik, pasien operasi berat , wanita hamil dengan gejala
DM yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
b) Jenis insulin
(1) insulin kerja cepat
jenisnya adalah reguler insulin, cristalin zink, dan semilente
(2) Insulin kerja sedang
Jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
(3) Insulin kerja lambat
Jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
b. Penatalaksanaan Secara Keperawatan
1) Perencanaan makanan (Diet)
Penatalaksanaan nutrisi pada diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut :
a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan
mineral).
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
c) Memenuhi kebutuhan energi.
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara
yang aman dan praktis.
e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
2) Latihan/ olahraga.
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik tetapi jangan melakukan olahraga
terlalu berat.
3) Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan bagi penderita DM dengan tujuan merubah prilaku pasien untuk
meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
9. Komplikasi
Komplikasi DM terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik
c. Komplikasi Akut, adalah komplikasi akut pada DM yang penting dan
berhubungan dengan keseimbangan kadar glukosa darah dalam jangka pendek,
ketiga komplikasi tersebut adalah:
1) Diabetik Ketoasedosis (DKA)
Ketoasidosis diabetik merupakan defesiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit DM. Diabetik ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata (Smeltzer,20002)
2) Koma Hiperosmolar Nonketonik(KHHN)
Koma Hipermosolar Nonketonik merupakan keadaan yang didominasi oleh
hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
Salah satu perubahan utamanya dengan DKA adalah tidak tepatnya ketosis
dan asidosis pada KHHN (SMELTZER,2000)
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi kalau kadar gula dalam darah turun dibawah 50-60 mg/dl
keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian preparat insulin atau preparat oral
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit (Smeltzer, 2000)
d. Komplikasi Kronik
Diabetes Mellitus pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah diseluruh
bagian tubuh (Angiopati Diabetik) dibagi menjadi 2 :
1) Mikrovaskuler
a) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan-perubahan mikrovaskuler adalah
perubahan pada struktural dan fungsi ginjal.Bila kadar glukosa dalam
darah meningkat, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stress
yang menyebabkan kebocoran protein darah dalam urine (Smeltzer,2000)
b) Penyakit Mata
Penderita DM akan mengalami gejala pengelihatan sampai kebutaan
keluhan pengelihatan kabur tidak selalu disebabkan neuropati. Katarak
disebabkan karena hiperglikemia yang berkepanjangan menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa. (long,1996)
c) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf- saraf perifer, sistem saraf otonom
medulla spinalis atau sistem saraf pusat. Akumulasi sorbital dan
perubahan- perubahan metabolik lain dalam sintesa fungsi myelin yang
dikaitkan dengan hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi
saraf.
2) Makrovaskuler
a) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes maka terjadi
penurunan kerja jantung untuk memompakan darahnya ke seluruh tubuh
sehingga tekanan darah akan naik. Lemak yang menumpuk dalam
pembuluh darah menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis)
dengan resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke.
b) Pembuluh Darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf- saraf sensorik, keadaan ini
berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi
yang menyebabkan ganggren. Infeksi di mulai dari celah –celah kulit yang
mengalami hipertropi, pada sel-sel kuku kaki yang menebal dan kalus
demikian juga pada daerah –daerah yang terkena trauma.
c) Pembuluh Darah ke Otak
Pada pembuluh darah otak daoat terjadi penyumbatan sehingga suplai
darah ke otak menurun (long,1996)
2. Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrient
c. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan sensasi akibat diabetes militus
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes melitus
e. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
f. Keletihan berhubungan dengan malnutrisi
g. Resiko infeksi b.d penyakit kronis diabetes mellitus
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Kekurangan Setelah diberikan asuhan a. Kaji tanda-tanda vital , membrane a. Untuk mengkaji hidrasi, adanya
volume cairan b.d keperawatan selama …x 24jam mukosa, tanda-tanda syok, akral dan perdarahan dan adanya tanda-
kegagalan diharapkan kebutuhan cairan pasien tingakt kesadaran setiap 4 jam atau tanda syok
mekanisme terpenuhi dengan kriteria hasil : sesuai indikasi
regulasi - TTV dalam batas normal b. Pertahankan pemasukan dan b. Pasien dapat menurun pemasukan
(TD: 100-120/80 mmHg, RR: pengeluaran akurat. cairan selama periode krisis
12-20x/menit, N: 60-100x/menit, karena malaise, anoreksia, dsb.
S= 36,5-37,5oC) Dehidrasi dari muntah, diare,
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, demam, dapat menurunkan
mukosa bibir lembab, pasien haluaran urine dan pencetus krisis
tidak merasa haus vaso-okslusif.
c. Berikan larutan rehidrasi oral (LRO) c. LRO untuk rehidrasi dan
sedikit tapi sering khususnya bila penggantian kehilangan cairan
pasien muntah melalui feses
d. Ajarkan pasien untuk pentingnya d. Mempertahankan keseimbangan
minum, sedikitnya 2500 ml/hari cairan, mengurangi rasa haus dan
melembabkan membran mukosa.
e. Kolaborasi dengan tim medis dalam e. Mempertahankan keseimbangan
pemberian cairan IV sesuai indikasi cairan/elektrolit pada tidak adanya
pemasukan oral; menurunkan
risiko komplikasi ginjal.
2. Ketidakseimbanga Setelah diberikan asuhan a. Observasi adanya mual muntah a. Untuk mengetahui penyebab dari
n nutrisi kurang keperawatan selama … x 24 jam b. Kaji adanya alergi makanan mual muntah
dari kebutuhan diharapkan kebutuhan nutrisi dapat c. Timbang berat badan pasien b. Untuk mencegah pasien
tubuh b.d terpenuhi dengan kriteria hasil : d. Anjurkan pasien makan dengan porsi mendapatkan makanan yang dapat
ketidakmampuan - Adanya peningkatan berat badan sedikit tapi sering menimbulkan reaksi alergi
mengabsorpsi - Tidak ada tanda malnutrisi e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk c. Untuk mengetahui apakah berat
nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi badan pasien stabil atau tidak
yang dibutuhkan pasien d. Makanan dalam porsi kecil tidak
membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.
e. Agar kebutuhan gizi pasien dapat
terpenuhi
3. Kerusakan Setelah diberikan asuhan a. Observasi kulit terhadap perubahan a. Menandakan aliran sirkulasi buruk
integritas kulit b.d keperawatan selama …x 24jam warna, turgor, vaskuler, perhatikan yang dapat menimbulkan infeksi
gangguan sensasi diharapkan tidak terjadi komplikasi kemerahan.
akibat diabetes dengan Kriteria Hasil : b. Berikan posisi dengan mengubah b. Menurunkan tekanan pada edema
militus - Integritas kulit yang baik bias posisi setiap 2 jam dan beri bantalan dan menurunkan iskemia
dipertahankan pada tonjolan tulang
- Perfusi jaringan baik c. Beri perawatan kulit seperti c. Menghilangkan kekeringan pada
- Menunjukan pemahaman dalam penggunaan lotion kulit dan robekan pada kulit
proses perbaikan kulit dan d. Lakukan perawatan luka dengan d. Mencegah terjadinya infeksi
mencegah terjadinya cedera teknik aseptik
berulang e. Anjurkan pasien untuk menjaga agar e. Menurunkan resiko cedera pada
kuku tetap pendek kulit oleh karena garukan
f. Kolaborasi dengan ahli gisi dalam f. Makanan TKTP dapat membantu
pemberian diet penyembuhan jaringan kulit yang
rusak
4. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan a. Monitor adanya daerah tertentu yang a. Mengetahui sensasi perifer
perfusi jaringan keperawatan selama …x 24jam hanya peka terhadap panas, dingin, pasien.
perifer b.d diabetes diharapkan tidak terjadi penurunan tajam, dan tumpul. b. Mencegah terjadinya tekanan
melitus sirkulasi darah ke perifer yang dapat b. Batasi gerak pada kepala, leher, dan intrakranial.
mengganggu kesehatan dengan punggung. c. Mencegah terjadinya perubahan
Kriteria Hasil: c. Instruksikan keluarga untuk karakteristik kulit (warna,
1. Mendemonstrasikan status mengobservasi kulit jika ada isi atau elastisitas, rambut, kelembapan,
sirkulasi. laserasi. kuku, sensasi, suhu).
2. Mendemonstrasikan d. Kolaborasi pemberian analgetik. d. Membantu mengegah nyeri
kemampuan yang kognitif. ekstermitas dan mempercepat
3. Menunjukkan fungsi sensori penyembuhan luka perifer.
motori cairan yang utuh:
tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-gerakan
involunter.
5. Hambatan Setelah dilakukan asuhan a. Kaji derajat imobilitas yang a. Pasien mungkin dibatasi oleh
mobilitas fisik b.d keperawatan selama …x 24 jam dihasilkan oleh adanya gangrene di pandangan diri atau persepsi
penurunan diharapkan tidak ada hambatan ekstremitas bawah tentang keterbatasan fisik
kekuatan otot mobilitas fisik, dengan criteria hasil b. Bantu latihan rentang gerak khusus b. Mencegah perubahan bentuk
: untuk area yang sakit dan yang tidak
- Klien mengingkat dalam sakit mulai secara dini
aktivitas fisik c. Dorong latihan aktif atau isometric c. Meningkatan kekuatan otot untuk
- Mengerti tujuan dari peningkatan untuk paha atas dan lengan atas pemindahan
mobilitas d. Berikan perawatan luka secara
- Memverbalisasikan perasaan teratur d. Untuk mengevaluasi
dalam meningkatkan kekuatan e. Berikan atau bantu dalam mobilisasi penyembuhan dan komplikasi
dan kemampuan berpindah e. Mobilisasi dini menurunkan
- Bantu untuk mobilisasi komplikasi tirah baring
6. Keletihan Setelah dilakukan asuhan a. Observasi TTV a. Untuk mengetahui keadaan umum
berhubungan keperawatan selama …x 24 jam b. Diskusikan kebutuhan akan pasien
dengan malnutrisi diharapkan keletihan dapat teratasi aktivitas. Buat jadwal perencanaan b. Pendidikan dapat memberikan
dengan criteria hasil : dan identifikasi aktivitas yang motivasi untuk meningkatkan
- Istirahat cukup menimbulkan kelelahan tingkat aktivitas meskipun pasien
- Glukosa darah adekuat c. Diskusikan penyebab keletihan sangat lemah
- Memverbalisasikan peningkatan seperti nyeri sendi, penurunan c. Dengan mengetahui penyebab
energy dan merasa lebih baik efisiensi tidur, peningkatan upaya keletihan, dapat menyusun jadwal
yang diperlukan untuk ADL aktivitas
d. Bantu mengidentivikasi pola energy d. Membantu dalam merencanakan
dan buat rentang keletihan. Skala 0- aktivitas untuk memaksimalkan
10 (0= tidak lelah, 10= sangat lelah) konserfasi energy dan
e. Berikan aktivitas dengan periode produktifitas
istirahat yang cukup atau tanpa e. Mencegah kelelahan yang
diganggu berlebih
f. Ajarkan untuk mengidentivikasi f. Membantu dalam mengantisipasi
tanda dan gejala yang menunjukan terjadinya keletihan yang
peningkatan aktivitas penyakit dan berlebihan
mengurangi aktivitas, seperti
demam, penurunan berat badan,
keletihan makin memburuk
7. Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan asuhan a. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran a. Pengkajian yang tepat dapat
penyakit kronis keperawatan selama …x 24 jam infeksi pada luka. membantu menentukan tindak
diabetes mellitus diharapkan Tidak terjadi penyebaran lanjut
infeksi (sepsis) dengan kriteria Hasil b. Anjurkan kepada pasien dan b. Kebersihan diri yang baik
: keluarga untuk selalu menjaga merupakan salah satu cara untuk
- Tidak ada tanda-tanda infeksi kebersihan diri selama perawatan. mencegah infeksi kuman.
- Keadaan luka baik dan kadar c. Lakukan perawatan luka secara c. Untuk mencegah kontaminasi
gula darah normal. aseptik. luka dan penyebaran infeksi.
d. Anjurkan pada pasien agar mentaati d. Diet yang tepat, latihan fisik yang
diet, latihan fisik, pengobatan yang cukup dapat meningkatkan daya
ditetapkan. tahan tubuh, pengobatan yang
tepat, mempercepat penyembuhan
e. Kolaborasi dengan dokter untuk
e. Antibiotika dapat menbunuh
pemberian antibiotika dan insulin.
kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam
darah sehingga proses
penyembuhan menjadi lebih
cepat.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
a. Kekurangan volume cairan b.d kegagalan mekanisme regulasi
1) TTV dalam batas normal (TD: 100-120/80 mmHg, RR: 12-20x/menit, N: 60-
100x/menit, S= 36,5-37,5oC)
2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, mukosa bibir lembab, pasien tidak merasa haus
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrient
1) Adanya peningkatan berat badan
2) Tidak ada tanda malnutrisi
c. Kerusakan integritas kulit b.d gangguan sensasi akibat diabetes militus
1) Integritas kulit yang baik bias dipertahankan
2) Perfusi jaringan baik
3) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
4) Integritas kulit yang baik bias dipertahankan
5) Perfusi jaringan baik
6) Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cedera berulang
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes mellitus
1) Mendemonstrasikan status sirkulasi.
2) Mendemonstrasikan kemampuan yang kognitif.
3) Menunjukkan fungsi sensori motori cairan yang utuh: tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan-gerakan involunter.
e. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot
1) Klien mengingkat dalam aktivitas fisik
2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
4) Bantu untuk mobilisasi
f. Keletihan berhubungan dengan malnutrisi
1) Istirahat cukup
2) Glukosa darah adekuat
3) Memverbalisasikan peningkatan energy dan merasa lebih baik
g. Resiko infeksi b.d penyakit kronis diabetes mellitus
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2) Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, Heather, Dkk. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, A, (2001) Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC