Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menyatakan bahwa

”Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana


belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang

adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga

mereka mampu menghadapi dan memecahkan masalah kehidupan yang dihadapinya

(Trianto, 2009: 1). Dengan kata lain, pendidikan diharapkan dapat mempersiapkan

para peserta didiknya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya

dalam kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran di sekolah.

Pembelajaran ialah membelajarkan peserta didik menggunakan asas

pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh

pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau

murid (Sagala, 2012: 61). Djamarah dan Zain (2006: 38) menyatakan bahwa

mengajar pasti merupakan kegiatan yang mutlak memerlukan keterlibatan individu

anak didik. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

yang dilakukan selama di sekolah harus ada timbal balik antara guru dengan peserta

1
didik. Peserta didik diharapkan dapat terlibat aktif selama proses pembelajaran

berlangsung.

Berdasarkan hasil wawancara secara langsung dengan guru yang mengajar di

kelas VIII SMP Negeri 3 Palangkaraya diperoleh informasi bahwa Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) IPA kelas VIII SMP NEGERI 3 Palangka Raya adalah

sebesar 75. Berdasarkan hasil nilai rata-rata ulangan harian IPA pada materi cahaya

kelas VIII semester II SMP NEGERI 3 Palangka Raya Tahun Ajaran 2017/2018,

banyak peserta didik yang mendapatkan nilai yang tidak mencapai KKM sehingga

mengakibatkan nilai rata-rata ulangan harian IPA pada materi cahaya kelas VIII SMP

NEGERI 3 Palangka Raya juga rendah dan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1.1 Nilai Rata-rata Ulangan Harian Materi Cahaya Semester Genap Tahun 2017/2018

VIII
Kelas VIII1 VIII2 VIII3 VIII4 VIII5 VIII6 VIII7 VIII8 VIII9
10

Nilai 71,6 71,2 70,8 73,2 70,3 70,7 70,2 70,5 72,2 70,6

Sumber: guru Mata Pelajaran IPA SMP Negeri 3 Palangka Raya

Berdasarkan Tabel 1.1, hasil pembelajaran IPA pada materi cahaya yang

diperoleh peserta didik nilainya dibawah standar KKM. Dijelaskan bahwa guru yang

mengajar di 10 kelas tersebut adalah guru IPA yang berbeda, sehingga hasil belajar

peserta didik berbeda-beda di setiap kelas. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat

pemahaman dan kemampuan peserta didik yang berbeda-beda dan metode

pembelajaran yang digunakan guru ketika mengajar, meskipun guru mengajar

dengan metode yang sama di setiap kelas, tetapi tidak semua peserta didik dapat

menguasai materi dengan baik dikarenakan peserta didik cenderung pasif dalam

2
proses pembelajaran. Selain itu, peserta didik tidak melakukan percobaan untuk

membuktikan teori yang dipelajari.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terdiri atas beberapa bidang ilmu yaitu biologi,

kimia dan fisika. Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang paling mendasar karena

berhubungan dengan pengamatan pada alam sekitarnya. Pengamatan tersebut

diperoleh melalui eksperimen yang dapat digunakan untuk membuktikan konsep

fisika secara nyata kepada peserta didik. Mata pelajaran fisika merupakan pelajaran

yang dapat mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik Dengan

demikian, seharusnya pelajaran fisika sebagai pelajaran yang menyenangkan untuk

peserta didik. Namun kenyataannya, fisika merupakan pelajaran yang kurang

disukai, karena peserta didik beranggapan pelajaran fisika itu sulit, karena harus

mengingat rumus serta teori.

Cahaya merupakan materi fisika yang terdapat dalam pembelajaran IPA kelas

VIII. Materi ini mengandung konsep, prinsip-prinsip, dan aplikasinya yang sering

ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan kompetensi dasar materi

cahaya, peserta didik diharapkan dapat melakukan penyelidikan tentang perambatan

cahaya dan pembentukan bayangan pada cermin, lensa dan alat optik. Pada materi

cahaya dibutuhkan suatu gambaran yang nyata untuk membantu peserta didik

mengetahui tentang pemantulan cahaya dan pembiasan cahaya sehingga tidak hanya

belajar materi dan rumus tetapi juga akan mengembangkan kemampuan peserta

didik. Proses pembelajarannya diharapkan dapat membuat peserta didik melakukan

dan menemukan sendiri agar peserta didik menjadi lebih aktif mengikuti

pembelajaran.

3
Perolehan hasil belajar ditinjau dari keterampilan proses sains diperlukan suatu

model pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran yang akan

melibatkan peserta didik aktif menemukan sendiri ide-idenya sehingga

keterampilannya dapat terus dilatih dan dikembangkan. Model pembelajaran yang

dapat digunakan salah satunya yaitu pembelajaran kooperatif NHT (Numbered

Heads Together). Metode pembelajaran yang dapat digunakan salah satunya yaitu

metode eksperimen. Pembelajaran ini adalah pembelajaran yang diatur untuk

memotivasi pola interaksi dan untuk membangun pengetahuan peserta didik melalui

interaksi dengan sumber belajar

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa peserta didik lebih

mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi

dengan temannya (Trianto, 2009: 56). Berdasarkan pernyataan tersebut, kita dapat

menyimpulkan bahwa berkaitan dengan semakin pentingnya interaksi kooperatif

tersebut, maka penerapan strategi pembelajaran kooperatif dalam pendidikan menjadi

hal yang sangat penting. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan suatu

situasi dimana keberhasilan salah satu anggota kelompok diakibatkan oleh

keberhasilan kelompok itu sendiri (Majid, 2014). Oleh karena itu, untuk mencapai

tujuan tersebut, antar anggota kelompok tersebut harus saling membantu dalam

memahami materi pelajaran.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan memiliki tujuan untuk meningkatkan

penguasaan akademik. Pembelajaran kooperatif tipe NHT juga dinilai lebih

4
memudahkan peserta didik berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas.

Keterlibatan peserta didik secara kolaboratif dalam kolompok untuk mencapai tujuan

bersama ini memungkinkan NHT dapat meningkatkan hasil belajar fisika.

Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan suatu percobaan,

mengalami dan membuktikan sendiri apa yang dipelajari, serta peserta didik dapat

menarik suatu kesimpulan dari proses yang dialaminya (Aqib dan Ali, 2016: 57).

Metode eksperimen digunakan dalam penyampaian bahan pelajaran dengan

memberikan kesempatan peserta didik untuk berlatih agar meningkatkan

keterampilan sebagai penerapan pengetahuan yang telah mereka pelajari sebelumnya

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Roestiyah dalam Aqib dan Ali (2016: 56), metode eksperimen

merupakan suatu cara mengajar, dimana peserta didik melakukan suatu percobaan

tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya,

kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh pendidik.

Sumanto (2014: 215) menyatakan metode eksperimen adalah satu-satunya metode

penelitian yang dianggap paling dipercaya untuk dapat menguji hipotesis hubungan

sebab-akibat. Dengan demikian, metode eksperimen merupakan metode yang sesuai

untuk pembelajaran sains karena metode eksperimen mampu memberikan kondisi

belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan kreatifitas secara

optimal. Peserta didik diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-konsep

dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya

(Aqib dan Ali, 2016: 57).

5
Pembelajaran melalui eksperimen membuat peserta didik menjadi lebih aktif.

Pendidik berusaha membimbing, melatih, dan membiasakan peserta didik untuk

terampil menggunakan alat, merangkai percobaan, dan mengambil kesimpulan,

yang merupakan tujuan pembelajaran IPA dalam melakukan metode ilmiah. Dengan

percobaan (eksperimen), peserta didik dilatih untuk merekam semua data fakta yang

diperoleh melalui hasil pengamatan, bukan data opini hasil rekayasa pemikiran

(Aqib dan Ali, 2016: 58).

Berdasarkan pernyataan diatas tentang model pembelajaran kooperatif tipe

NHT dan metode eksperimen maka pembelajaran ini sangat cocok untuk diterapkan

dalam pembelajaran IPA fisika di kelas VIII SMP. Pembelajaran ini diharapkan

dapat menumbuhkan motivasi peserta didik sehingga peserta didik dapat aktif

berpartisipasi dalam proses belajar dan mampu mengembangkan keterampilannya

dalam percobaan. Ketika peserta didik beraktivitas melakukan percobaan, maka

secara otomatis guru sudah melatih keterampilan proses sains peserta didik. Tujuan

dari dilatihnya keterampilan proses sains adalah mengembangkan kreativitas peserta

didik dalam belajar sehingga peserta didik secara aktif dapat mengembangkan dan

menerapkan kemampuan-kemampuannya. Selain itu, hal ini juga dapat melatih

peserta didik dalam melakukan keterampilan proses sains. Keunggulan dari

pendekatan keterampilan proses sains dalam pembelajaran adalah (1) memberi bekal

cara memperoleh pengetahuan, hal yang sangat penting untuk pengembangan

pengetahuan dan masa depan, (2) pendahuluan proses bersifat kreatif, peserta didik

aktif, dan meningkatkan keterampilan berpikir dan cara memperoleh pengetahuan

(Sagala, 2012).

6
Berdasarkan uraian diatas, maka mendorong peneliti untuk melakukan

penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

NHT (Numbered Head Together) dengan Metode Eksperimen pada Materi

Cahaya di SMP Negeri 3 Palangka Raya Tahun Ajaran 2018/2019” .

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka identifikasi masalah dalam


penelitian ini adalah:
1. Hasil belajar peserta didik yang di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM).

2. Peserta didik cenderung pasif dalam proses pembelajaran.

3. Keterampilan proses sains peserta didik yang masih rendah karena peserta didik

cenderung menghafal rumus.

1.3 Batasan Masalah

Batasan permasalahan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ketuntasan hasil belajar peserta didik yang diukur adalah hasil belajar kognitif.

2. Guru yang mengajar adalah peneliti.

3. Penelitian dilakukan pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 3 Palangka Raya

semester II tahun ajaran 2018/2019.

4. Materi yang dikaji adalah materi cahaya dalam pembelajaran IPA

5. Keterampilan proses yang diamati meliputi merumuskan hipotesis,

mengumpulkan data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut:

7
1. Bagaimana keterampilan proses sains peserta didik setelah menggunakan model

kooperatif tipe NHT dengan metode eksperimen pada materi cahaya?

2. Bagaimana ketuntasan belajar kognitif peserta didik setelah pembelajaran

menggunakan model kooperatif tipe NHT dengan metode eksperimen pada materi

cahaya?

1.5 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan penguasaan keterampilan proses sains peserta didik setelah

menggunakan model kooperatif tipe NHT dengan metode eksperimen pada materi

cahaya.

2. Mendeskripsikan hasil belajar kognitif setelah pembelajaran dengan model

kooperatif tipe NHT dengan metode eksperimen pada materi cahaya.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peserta didik

a. Melatih keterampilan proses sains peserta didik.

b. Melatih peserta didik untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

c. Meningkatkan hasil belajar kognitif peserta didik.

d. Menciptakan suasana pembelajaran yang tidak membosankan sehingga

peserta didik lebih terlibat dalam proses pembelajaran.

2. Bagi Guru

a. Sebagai alternatif pemilihan model pembelajaran.

8
b. Sebagai referensi penerapan metode eksperimen pada pembelajaran di

sekolah.

c. Sebagai wawasan pembelajaran dalam membangun keterampilan proses sains

peserta didik.

3. Bagi Mahasiswa

a. Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan

dalam bidang pendidikan terutama sains.

b. Sebagai referensi dalam menyelesaikan tugas akhir yang berhubungan dengan

keterampilan proses sains dan tes hasil belajar

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang sengaja dilakukan peserta didik untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, secara

sadar, dan perubahan tersebut relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat

yang positif bagi peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungannnya (Hosnan,

2014: 10). Aqib (2013: 66) menyatakan belajar menurut teori behavioristik diartikan

sebagai proses perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut disebabkan oleh

seringnya interaksi antara stimulus dan respons. Menurut teori behavioristik, inti

belajar adalah kemampuan seseorang melakukan respon terhadap stimulus yang

datang kepada dirinya.

Belajar menurut pandangan teori kognitif diartikan proses untuk membangun

persepsi seseorang dari sebuah obyek yang dilihat. Oleh sebab itu, belajar menurut

teori ini adalah lebih mementingkan proses daripada hasil (Aqib, 2013: 66).

Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang

ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan

kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Hosnan, 2014: 7).

Belajar dianggap sebagai suatu kebutuhan bagi peserta didik untuk dapat memenuhi

tujuan belajar yang hasilnya selalu dilihat dari nilai yang diperoleh peserta didik.

Jadi, dapat dikatakan bahwa indikator keberhasilan belajar peserta didik dapat dilihat

dari nilai akhir yang diperoleh.

10
2.1.2 Tujuan Belajar

Hosnan (2014: 10) menyatakan apabila tujuan pembelajaran suatu program

atau bidang pelajaran itu ditinjau dari hasil belajar, maka akan muncul tiga

ranah/aspek, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

Menurut Hosnan (2014), Tujuan pembelajaran ranah kognitif terbagi ke

dalam enam kategori adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan kognitif tingkat pengetahuan (C1), yaitu kemampuan untuk

mengingat (recall) akan informasi yang telah diterima, misalnya informasi

mengenai fakta, konsep, rumus, dan sebagainya.

2) Kemampuan kognitif tingkat pemahaman (C2), yaitu kemampuan mental untuk

menjelaskan informasi yang telah diketahui dengan bahasa atau ungkapannya

sendiri.

3) Kemampuan kognitif tingkat penerapan (C3), yaitu kemampuan untuk

menggunakan atau menerapkan informasi yang telah diketahui dalam situasi

atau konteks baru.

4) Kemampuan kognitif tingkat analisis (C4), yaitu kemampuan menguraikan suatu

fakta, konsep, pendapat, asumsi, dan semacamnya atas elemen-elemennya,

sehingga dapat menentukan hubungan masing-masing elemen.

5) Kemampuan kognitif tingkat sintesis (C5), yaitu kemampuan mengkombinasikan

elemen-elemen ke dalam kesatuan atau struktur.

6) Kemampuan kognitif tingkat evaluasi (C6), yaitu kemampuan menilai suatu

pendapat, gagasan, produk, metode, dan semacamnya dengan suatu kriteria

tertentu.

11
Hosnan (2014: 11) menyatakan tujuan belajar ranah afektif berorientasi pada

nilai dan sikap. Tujuan pembelajaran tersebut menggambarkan proses seseorang

dalam mengenali dan mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu menjadi pedoman

dalam bertingkah laku. Tujuan belajar ranah afektif kedalam lima kategori yaitu

pengenalan (receiving), pemberian respon (respnding), penghargaan terhadap nilai

(valuing), pengorganisasian (organization), dan pemeranan (characterization)

(Hosnan: 2014).

Tujuan belajar ranah psikomotor berorientasi pada keterampilan melakukan

sesuatu. Hosnan (2014: 12) membagi tujuan belajar ranah psikomotor kedalam lima

kategori yaitu peniruan (imitation), manipulasi (manipulation), ketetapan gerakan

(precision), artikulasi (articulation), dan naturalisasi (naturalization).

2.1.3 Hasil Belajar

Hosnan (2014: 5) menyatakan perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar

terjadi dalam suatu proses melalui latihan dan pengalaman serta diberikan penguatan,

secara bertujuan dan terarah. Menurut Gagne dalam Hosnan (2014: 6), perubahan

perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk sebagai berikut ini.

1. Kecakapam intelektual, yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi

dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol.

2. Sikap (attitude), yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk

memilih macam tindakan yang akan dilakukan.

3. Strategi kognitif, yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara

berpikir agar terjadi aktivitas yang efektif.

12
4. Kecakapan motorik, yaitu hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang

dikontrol oleh otot dan fisik.

5. Informasi verbal, yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara

tertulis maupun lisan.

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan

kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif

(cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara peserta didik

belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang

anggotanya terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur kelompok yang

bersifat heterogen (Majid, 2014: 174). Pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar

mengajar yang berpusat pada peserta didik, terutama untuk mengatasi permasalahan

yang ditemukan guru dalam mengaktifkaan peserta didik, yang tidak dapat bekerja

sama dengan orang lain, peserta didik yang agresif dan tidak peduli pada yang lain.

Majid (2014: 175) menyatakan pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa

tujuan, diantaranya:

1. Meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik. Model

kooperatif ini memiliki keunggulan dalam membantu peserta didik untuk

memahami konsep-konsep yang sulit;

2. Agar peserta didik dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai

perbedaan latar belakang;

3. Mengembangkan keterampilan sosial peserta didik; berbagi tugas aktif bertanya,

13
menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau

menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.

2.2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif terdapat enam langkah utama, dimulai

dengan langkah guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi peserta

didik untuk belajar hingga diakhiri dengan langkah memberi penghargaan terhadap

usaha-usaha kelompok maupun individu. Fase-fase dalam pembelajaran kooperatif

menurut Ibrahim dalam Majid (2014: 179) adalah sebagaimana terdapat pada tabel

2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Indikator Kegiatan Guru

1 Menyampaikan tujuan dan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang


memotivasi peserta didik ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi peserta didik belajar.

2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada peserta didik


dengan jalan mendemonstrasikan, atau melalui
bahan bacaan.

3 Mengorganisasikan peserta Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana


didik ke dalam kelompok- membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok belajar kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4 Membimbing kelompok bekerja Guru membimbing kelompok-kelompok belajar


dan belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.

5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi


yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.

6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai upaya


atau hasil belajar individu maupun kelompok.
Sumber: (Majid, 2014: 179)

2.2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)

Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) merupakan

salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang

14
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan memiliki tujuan

untuk meningkatkan penguasaan akademik. NHT adalah suatu pendekatan yang

dikembangkan oleh Spencer Kagen untuk melibatkan lebih banyak peserta didik

dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran tersebut. Sebagai

pengganti langkah mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas (Majid, 2014: 192).

Trianto (2009: 82) juga menyatakan bahwa

“Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah


merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancangkan untuk
mempengaruhi pola interaksi peserta didik dan sebagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional ... untuk melibatkan lebih banyak peserta didik
dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut”.

Huda (2014: 130) menyatakan bahwa NHT merupakan varian dari diskusi

kelompok. Teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Menurut

Slavin dalam Huda (2014: 130), metode yang dikembangkan oleh Russ Frank ini

cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Huda

(2014: 138) lebih lanjut menyatakan NHT memberikan kesempatan belajar kepada

peserta didik unuk saling sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang

paling tepat. Selain itu, NHT juga dapat meningkatkan semangat kerja sama peserta

didik dan dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

Pendekatan NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-kawannya.

Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini

memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk

memengaruhi pola interaksi peserta didik. Struktur tugas yang dikembangkan oleh

Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti

resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan peserta didik

15
memberi jawaban setelah mangangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang

dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki peserta didik saling membantu dalam

kelompok kecil, dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif daripada

penghargaan individual (Majid, 2014: 192). Struktur ini dikembangkan agar dapat

digunakan guru untuk membawa peningkatan peserta didik dalam memperoleh isi

akademik atau untuk mengecek pemahaman peserta didik terhadap isi tertentu dan

mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok peserta didik.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dinilai dapat lebih memudahkan peserta

didik berinteraksi dengan teman-teman saat di dalam kelas. Model pembelajaran

kooperatif tipe NHT membuat peserta didik perlu untuk berkomunikasi satu sama

lain, sehingga keterlibatan peserta didik secara kolaboratif dalam kelompok untuk

mencapai tujuan bersama memungkinkan NHT dapat meningkatkan hasil belajar

peserta didik.

2.2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) menurut

Majid (2014: 192) menggunakan struktur 4 langkah sebagai berikut :

1. Langkah 1: Penomoran

Guru membagi peserta didik ke dalam kelompok yang beranggota 3-5 orang,

dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-5.

2. Langkah 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada peserta didik. Pertanyaan tersebut

dapat bervariasi. Pertanyaan bisa sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat

tanya.

16
3. Langkah 3: Berpikir bersama

Peserta didik menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan

meyakinkan tiap kelompok dalam timnya mengetahui jawaban itu.

4. Langkah 4: Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian peserta didik yang nomornya

sesuai mangacungkan tangan dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh

kelas.

Aqib (2013: 18) menyatakan NHT atau kepala bernomor diperkenalkan oleh

Spencer Kagan, dengan langkah-langkah berikut.

a. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap

kelompok mendapat nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yag benar dan memastikan tiap anggota

kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.

d. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang dipanggil

melaporkan hasil kerja sama mereka.

e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

f. Kesimpulan.

Pembagian tim hendaknya setiap tim terdiri dari peserta didik dengan

kemampuan yang bervariasi yaitu satu orang berkemampuan rendah. Anak yang

berkemampuan tinggi bersedia membantu, meskipun mereka tidak dipanggil untuk

menjawab. Bantuan yang diberikan dengan motivasi tanggung jawab atau nama baik

kelompok, yang paling lemah diharapkan antusias dalam memahami

17
permasalahannya dan jawabannya karena mereka merasa merekalah yang ditunjuk

guru menjawab.

2.3 Metode Eksperimen

2.3.1 Pengertian Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dimana peserta didik

melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang

dipelajari. Peserta didik dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, dan

mencoba mencari suatu hukum atau dalil serta menarik kesimpulan atas proses yang

dialaminya (Djamarah dan Aswan, 2010: 84). Metode eksperimen sering juga

disebut sebagai metode percobaan dalam belajar. Metode percobaan ini memberi

peserta didik kesempatan untuk mengalami sendiri, mengikuti suatu proses,

mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri

mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu sehingga peserta didik

memperoleh pengetahuan berdasarkan percobaan (Djamarah dan Aswan, 2010).

Metode eksperimen sering dilakukan dalam pengajaran mata pelajaran IPA.

Winataputra dalam Aqib dan Ali (2016: 57) menyatakan terdapat beberapa

karakteristik mengajar dalam menggunakan metode eksperimen dan hubungannya

dengan pengalaman belajar peserta didik yaitu sebagai berikut

a. Ada alat bantu yang digunakan

b. Peserta didik yang aktif melakukan percobaan

c. Pendidik membimbing

d. Tempat dikondisikan

e. Ada pedoman untuk peserta didik

18
f. Ada topik yang dieksperimenkan

g. Ada temuan-temuan

Menurut Roestiyah dalam Aqib dan Ali (2016: 56), metode eksperimen

merupakan suatu cara mengajar, dimana peserta didik melakukan suatu percobaan

tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya,

kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh pendidik.

Sumanto (2014: 215) menyatakan metode eksperimen adalah satu-satunya metode

penelitian yang dianggap paling dipercaya untuk dapat menguji hipotesis hubungan

sebab-akibat. Dengan demikian, metode eksperimen merupakan metode yang sesuai

untuk pembelajaran sains karena metode eksperimen mampu memberikan kondisi

belajar yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan kreatifitas secara

optimal. Peserta didik diberi kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-konsep

dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya

(Aqib dan Ali, 2016: 57).

Metode eksperimen dapat dikembangkan dan diterapkan dalam pembelajaran

IPA dengan meningkatkan sikap ilmiah peserta didik. Sikap ilmiah dapat muncul

dalam pembelajaran melalui pengalaman melakukan eksperimen. Eksperimen

membelajarkan peserta didik terlibat secara aktif sebagai upaya meningkatkan sikap

ilmiah peserta didik. Dalam penemuan fakta dan data, metode observasi dari sebuah

eksperimen mempunyai peranan yang sangat penting bagi sikap ilmiah yang

diharapkan (Aqib dan Ali, 2016: 58)

Pembelajaran melalui eksperimen membuat peserta didik menjadi lebih aktif.

Pendidik berusaha membimbing, melatih, dan membiasakan peserta didik untuk

19
terampil menggunakan alat, merangkai percobaan, dan mengambil kesimpulan,

yang merupakan tujuan pembelajaran IPA dalam melakukan metode ilmiah. Dengan

percobaan (eksperimen), peserta didik dilatih untuk merekam semua data fakta yang

diperoleh melalui hasil pengamatan, bukan data opini hasil rekayasa pemikiran

(Aqib dan Ali, 2016: 58).

2.3.2 Langkah-Langkah Metode Eksperimen

Langkah awal melakukan penelitian percobaan adalah dengan menentukkan

kelompok mana yang menjadi kelompok eksperimen (kelompok yang diberi

stimulus), kelompok mana yang menjadi kelompok kontrol (kelompok yang tidak

diberi stimulus), apa stimulus yang diberikan, dan bagaimana cara pengambilan

sampel tersebut (Aqib dan Ali, 2016: 58).

Aqib dan Ali (2016: 59) menyatakan secara garis besar, langkah yang

ditempuh dalam penelitian percobaan adalah sebagai berikut.

a. Menetapkan topik penelitian.

b. Menyempitkannya dalam pernyataan penelitian.

c. Mengembangkan hipotesa.

d. Merancang desain penelitian eksperimen yang baik.

e. Menetapkan berapa jumlah kelompok.

f. Menentukan kapan dan bagaimana memasukkan stimulus.

g. Menentukkan kapan melakukan pengukuran variabel terikat.

h. Membuat analisa dan kesimpulan akhir

20
2.3.3 Keunggulan Metode Eksperimen

Aqib dan Ali (2016: 60) menyatakan keunggulan metode eksperimen dalam

proses pembelajaran dapat dituangkan dalam beberapa kalimat berikut:

a. Melalui eksperimen peserta didik dapat menghayati sepenuh hati dan mendalam,

mengenai pelajaran yang diberikan.

b. Melatih peserta didik untuk dapat aktif mengambil bagian untuk berbuat bagi

dirinya dan tidak hanya melihat orang lain, tanpa dirinya melakukan.

c. Peserta didik mendapatkan pengalaman langsung dan praktis dalam kenyataan

sehari-hari yang sangat berguna bagi dirinya.

d. Peserta didik dapat aktif menngambil bagian yang besar, untuk melaksanakan

langkah-langkah dalam cara berpikir ilmiah. Hal ini dilakukan melalui

pengumpulan data-data observasi memberikan penafsiran dan kesimpulan, yang

dilakukan oleh peserta didik itu sendiri.

e. Kemungkinan kesalahan dalam mengambil kesimpulan dapat dikurangi karena

peserta didik mengamati langsung terhadap suatu proses yang menjadi objek

pelajaran atau mencoba melaksanakan sesuatu.

f. Kesimpulan eksperimen lebih lama tersimpan dalam ingatan peserta didik

karena peserta didik memperolehnya sendiri secara langsung.

g. Peserta didik akan lebih memahami hakikat dari ilmu pengetahuan dan

kebenaran secara langsung.

h. Mengembangkan sikap terbuka bagi peserta didik.

i. Metode ini melibatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik secara langsung

dalam pengajaran sehingga mereka akan terhindar dari verbalisme.

21
2.3.4 Kelemahan Metode Eksperimen

Aqib dan Ali (2016: 61) menyatakan kelemahan-kelemahan yang dimiliki

oleh metode eksperimen, diantaranya sebagai berikut:

a. Apabila sarana tidak tersedia atau kurang memadai, proses jalannya eksperimen

akan menjadi tidak efektif.

b. Metode ini dilaksanakan jika peserta didik belum matang untuk melaksanakan

eksperimen. Hal ini berarti melaksanakan eksperimen memerlukan keterampilan

yang mahir dari pihak pendidiknya.

c. Memerlukkan waktu yang panjang atau lama. Keterbatasan waktu dalam

eksperimen dapat berakibatkan terputusnya pemahaman peserta didik, terhadap

topik yang menjadi pokok bahasan. Dan ini bertujuan pengajaran tidak tercapai

dengan baik.

d. Memerlukkan keterampilan atau kemahiran dari pihak pendidik dalam

menggunakan dan membuat alat-alat eksperimen.

e. Bagi pendidik yang telah terbiasa dengan metode ceramah secara rutin, misalnya

cenderung memandang eksperimen sebagai suatu pemborosan dan

memberatkan.

f. Kebanyakan metode ini cocok untuk sains dan teknologi, kurang tepat jika

diterapkan pada pelajaran lain terutama bidang ilmu pengetahuan sosial.

g. Pada hal-hal tertentu seperti pada eksperimen bahan-bahan kimia, kemungkinan

memiliki bahaya selalu ada. Dalam hal ini, faktor keselamatan kerja harus

diperhitungkan.

22
2.4 Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses sains merupakan keterampilan terarah yang dapat

digunakan untuk menemukan konsep tertentu dan mengembangkan konsep yang

telah ada sebelumnya serta digunakan untuk menyangkal sebuah penemuan.

Keterampilan proses berarti pula sebagai perlakuan yang di terapkan dalam proses

pembelajaran dengan menggunakan daya pikir dan kreasi secara efektif dan efisien

guna mencapai tujuan. Tujuan keterampilan proses adalah mengembangkan

kreativitas peserta didik dalam mengajar sehingga peserta didik secara aktif dapat

mengembangkan dan menerapkan kemampuan-kemampuannya (Hosnan, 2014: 370).

Trianto (2009: 148) menyatakan ada enam tujuan dalam melatih keterampilan

proses pada pembelajaran sebagai berikut:

1. Meningkatkan motivasi dan hasil belajar peserta didik, karena dalam melatihkan

ini peserta didik dipacu untuk berfatisipasi aktif dan efesien dalam belajar.

2. Menuntaskan hasil belajar peserta didik secara serentak, baik keterampilan

produk, proses maupun keterampilan kinerjanya.

3. Menemukan dan membangun sendiri konsepsi serta mendefinisikan secara benar

untuk mencegah terjadinya miskonsepsi.

4. Untuk lebih memperdalam konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajarinya

karena dengan latihan keterampilan proses peserta didik sendiri berusaha

mencari dan menemukan konsep tersebut.

5. Mengembangkan pengetahuan teori atau konsep dengan kenyataan dalam

kehidupan bermasyarakat.

23
6. Sebagai persiapan dan latihan dalam menghadapi kenyataan hidup di dalam

masyarakat, karena peserta didik telah dilatih keterampilan dan berpikir logis

dalam memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan.

Sagala (2012: 74) menyatakan keunggulan pendekatan proses adalah:

1. Memberi bekal cara memperoleh pengetahuan, hal yang sangat penting untuk

pengembangan pengetahuan dan masa depan.

2. Pendahuluan proses bersifat kreatif, peserta didik aktif dapat meningkatkan

keterampilan berpikir dan cara memperoleh pengetahuan.

Sagala (2012: 74) juga mengungkapkan kelemahan pendekatan proses yaitu

sebagai berikut :

1. Memerlukkan banyak waktu sehingga sulit untuk dapat meneyelesaikan bahan

pengajaran yang ditetapkan dalam kurikulum.

2. Memerlukkan fasilitas yang cukup baik dan lengkap sehingga tidak semua

sekolah dapat menyediakannya.

3. Merumuskan masalah, menyusun hipotesis, merancang suatu percobaan untuk

memperoleh data yang relevan adalah pekerjaan yang sulit, tidak setiap peserta

didik mampu melaksanakannya.

2.5 Materi Pembelajaran Cahaya

2.5.1 Cahaya

Ada dua pendapat mengenai cahaya, yaitu cahaya dianggap sebagai

gelombang dan cahaya dianggap sebagai partikel. Setiap pendapat ini mempunyai

alasan masing-masing dan keduanya telah dibuktikan secara eksperimen. Pada

pembahasan ini, akan dipelajari cahaya sebagai gelombang. Cahaya merupakan

24
gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang

tidak memerlukan medium untuk merambat. Cahaya merambat dengan sangat cepat,

yaitu dengan kecepatan 3 × 108 m/s, artinya dalam waktu satu sekon cahaya dapat

menempuh jarak 300.000.000 m atau 300.000 km (Wasis dan Irianto, 2008: 237).

Setiap benda yang memancarkan cahaya disebut sumber cahaya dan setiap

benda yang tidak dapat memancarkan cahaya disebut benda gelap. Benda-benda

yang termasuk benda gelap dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Benda tembus cahaya, yaitu benda yang dapat meneruskan cahaya yang

diterimanya. Benda tembus cahaya dapat dikelompokkan lagi menjadi benda

bening dan benda baur. Contoh benda bening adalah kaca dan air jernih,

sedangkan contoh benda baur adalah es dan air keruh.

b. Benda tak tembus cahaya, yaitu benda yang tidak dapat meneruskan cahaya

yang diterimanya. Contohnya adalah batu, tanah, kayu, dan besi (Wasis dan

Irianto, 2008: 237).

Sebagai gelombang, cahaya mempunyai sifat-sifat gelombang di antaranya

cahaya dapat merambat (Wasis dan Irianto, 2008: 237). Cahaya yang dipancarkan

oleh sebuah sumber cahaya merambat ke segala arah.

Berdasarkan pekat tidaknya suatu bayangan, bayangan dapat dibedakan

menjadi dua jenis.

a. Bayangan umbra, yaitu bayangan yang benar-benar gelap dengan kata lain

bayangan yang tidak mendapat cahaya sama sekali.

b. Bayangan penumbra, yaitu bayangan yang tidak terlalu gelap dengan kata lain

bayangan yang masih mendapatkan cahaya (Wasis dan Irianto, 2008: 238).

25
2.5.2 Pemantulan Cahaya

Beberapa permukaan benda bersifat memantulkan cahaya yang mempunyai

panjang gelombang tertentu (Wasis dan Irianto, 2008: 239). Benda di sekitar dapat

terlihat karena benda itu memantulkan cahaya. Jelas atau tidaknya benda tergantung

pada banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh benda. Benda tampak hitam karena

benda tidak memantulkan cahaya tetapi menyerap semua spektrum warna, sedangkan

benda putih akan memantulkan semua cahaya.

Berdasarkan bentuk permukaan benda yang memantulkan cahaya, maka ada

dua jenis pemantulan, yaitu pemantulan baur dan pemantulan teratur seperti pada

Gambar 1. Pemantulan teratur terjadi pada benda dengan permukaan rata sedangkan

pemantulan baur terjadi pada benda dengan permukaan tidak teratur. Berikut contoh

dari pemantulan cahaya teratur dan pemantulan cahaya baur.

(a) (b)
Gambar 1. Jenis Pemantulan Cahaya (a) Teratur (b) Baur

a) Hukum Pemantulan

Pemantulan teratur seperti yang terjadi pada cermin mengikuti hukum

pemantulan cahaya. Secara lengkap hukum pemantulan cahaya adalah sebagai

berikut.

1. Sinar datang, sinar pantul, dan garis normal terletak pada satu bidang datar.

2. Sudut datang sama dengan sudut pantul (Wasis dan Irianto, 2008: 240).

26
b) Pemantulan Cahaya pada Cermin Datar

Cermin datar adalah cermin yang permukaannya datar. Cermin bersifat

memantulkan cahaya secara teratur karena permukaannya bersifat rata dan bening.

Sinar datang yang mengenai cermin datar akan dipantulkan. Jika sinar datang tegak

lurus terhadap cermin akan dipantulkan tegak lurus cermin. Pada gambar terlihat

bahwa bayangan pada cermin datar merupakan perpanjangan sinar-sinar pantulnya.

Ketika bercermin, kamu dapat melihat bayangan kamu seolah-olah ada di belakang

cermin (Wasis dan Irianto, 2008: 240). Gambar 2 di bawah ini menunjukan

pemantulan bayangan yang terjadi pada cermin datar (Wasis dan Irianto, 2008: 240).

Gambar 2. Pembentukkan Bayangan pada Cermin Datar

Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar adalah sebagai berikut.

1) sama besar

2) tegak

3) berkebalikan

4) jarak benda ke cermin sama dengan jarak bayangan ke cermin

5) maya (Wasis dan Irianto, 2008: 241).

27
Jika terdapat dua buah cermin datar yang membentuk sudut α, maka

banyaknya bayangan yang dibentuk dirumuskan oleh persamaan sebagai berikut

(Wasis dan Irianto, 2008: 241):

360°
𝑛= ....................................................................................................(1)
𝛼

Keterangan: n = banyaknya bayangan yang dibentuk

α = sudut antara dua cermin

c) Pemantulan Cahaya pada Cermin Cekung

Cermin cekung tergolong cermin lengkung. Cermin cekung adalah cermin

yang bentuknya melengkung seperti bagian dalam bola Pada pemantulan cahaya

oleh cermin cekung, jarak antara benda dan cermin memengaruhi bayangan yang

dihasilkan. Bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung merupakan perpotongan

sinar pantul atau merupakan perpotongan dari perpanjangan sinar pantul. Cermin

cekung bersifat mengumpulkan cahaya (konvergen) (Wasis dan Irianto, 2008: 242).

Pada cermin cekung berlaku hukum pemantulan sinar istimewa, yaitu seperti

pada Gambar 3 berikut:

(b)
(a)

28
(d)
(c)

Gambar 3. Sinar-sinar Istimewa pada Cermin Cekung

Sinar-sinar istimewa pada Gambar 3 adalah sebagai berikut:

(1) Berkas sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan melalui titik

fokus (Gambar a).

(2) Berkas sinar datang melalui titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar dengan

sumbu utama (Gambar b).

(3) Berkas sinar datang melalui pusat kelengkungan (P) akan dipantulkan kembali

melalui pusat kelengkungan (P) (Gambar c).

(4) Berkas sinar datang yang menuju titik vertek (O) dipantulkan sedemikian

sehingga sudut sinar datang sama dengan sudut sinar pantul terhadap sumbu

utama (Gambar d).

Untuk membentuk bayangan sebuah benda yang terletak di depan cermin

cekung cukup menggunakan dua buah berkas sinar istimewa di atas. Pembentukkan

bayangan benda pada cermin cekung dapat dijelaskan sebagai berikut:

(1) Jika benda terletak antara titik fokus dan titik vertek, Sifat bayangan yang

terbentuk adalah tegak, maya, diperbesar, dan terletak sebelum titik vertek.

(2) Jika benda terletak pada titik fokus, maka tidak akan terbentuk bayangan atau

bayangan ada di tak hingga.

29
(3) Jika benda terletak antara titik fokus dan pusat kelengkungan, maka sifat

bayangan yang terbentuk adalah terbalik, nyata, diperbesar, dan terletak setelah

titik pusat kelengkungan.

(4) Jika benda terletak pada titik pusat kelengkungan, maka sifat bayangan yang

terbentuk adalah terbalik, nyata, sama besar, dan terletak pada titik pusat

kelengkungan.

(5) Jika benda terletak setelah titik pusat kelengkungan, maka sifat bayangan yang

terbentuk adalah terbalik, nyata, diperkecil, dan terletak antara titik fokus dan

pusat kelengkungan.

d) Pemantulan Cahaya Pada Cermin Cembung

Jika bentuk cermin cekung merupakan bagian dalam dari sebuah bola, maka

bentuk cermin cembung adalah bagian luar bola. Cermin cembung merupakan

kebalikan cermin cekung (Wasis dan Irianto, 2008: 243). Cermin cembung adalah

cermin lengkung yang bagian luarnya dapat memantulkan cahaya. Cermin cembung

bersifat menyebarkan cahaya (divergen). Cermin cembung disebut cermin negatif

karena titik fokus cermin berada di belakang cermin yang merupakan titik potong

perpanjangan sinar-sinar pantul dari berkas sinar datang yang sejajar. Oleh sebab itu,

jarak fokus cermin cembung diberi nilai negatif (Nurachmandani dan Samsulhadi,

2010: 315).

Pada cermin cembung berlaku hukum pemantulan sinar istimewa, yaitu

seperti pada Gambar 4 berikut:

30
Gambar 4. Sinar-sinar Istimewa Pada Cermin Cembung

Sinar-sinar istimewa pada Gambar 4 adalah sebagai berikut:

(1) Berkas sinar datang sejajar dengan sumbu utama akan dipantulkan seolah-olah

berasal dari titik fokus (Gambar a).

(2) Berkas sinar datang menuju titik fokus (F) akan dipantulkan sejajar dengan

sumbu utama (Gambar b).

(3) Berkas sinar datang menuju pusat kelengkungan (P) akan dipantulkan kembali

seolah-olah berasal dari pusat kelengkungan (Gambar c).

(4) Berkas sinar datang yang menuju ke vertex (o) dipantulkan sedemikian sehingga

sudut sinar datang sama dengan sudut sinar pantul terhadap sumbu utama

(Gambar d).

Bayangan sebuah benda yang terletak di depan cermin cembung dapat di

bentuk dengan menggunakan 2 buah berkas sinar istimewa di atas. Sifat bayangan

yang terbentuk selalu tegak, maya, diperkecil, terletak di antara titik O dan titik F

seperti pada Gambar 5 berikut.

31
Gambar 5. Pembentukkan Bayangan pada Cermin Cembung

Hubungan antara jarak benda, jarak bayangan, dan fokus secara matematis

adalah sebagai berikut:


1 1 1
= s + s′.................................................................................................(2)
f

Keterangan:

s = jarak benda ke cermin (cm)

s’ = jarak bayangan ke cermin (cm)

f = jarak fokus (cm)


𝑅
Karena f = 2 , maka persamaan di atas dapat ditulis :

2 1 1
= 𝑠 + 𝑠′ ...............................................................................................(3)
𝑅

dengan: R = jari-jari cermin (cm)

Jika ukuran bayangan yang terbentuk lebih besar dari ukuran bendanya, maka

dikatakan bayangan diperbesar. Sebaliknya, jika bayangan yang terbentuk lebih kecil

dari ukuran bendanya, maka dikatakan bayangan diperkecil. Perbandingan antara

tinggi bayangan dengan tinggi benda disebut perbesaran bayangan yang dirumuskan

sebagai berikut:

h′ s′
M = | h | = | s |......................................................................................(4)

32
Keterangan:

M = perbesaran bayangan

h = tinggi benda (cm)

h’ = tinggi bayangan (cm)

2.5.3 Pembiasan Cahaya

Pembiasan adalah perubahan arah sinar cahaya (atau jenis gelombang lain)

ketika melewati dua medium transparan yang kerapatannya berbeda. Pembiasan

merupakan salah satu fenomena penting yang paling mendasar untuk menjelaskan

kejadian-kejadian yang terjadi pada lensa dan prisma. Dalam hal ini gelombang

cahaya menjalar melalui dua medium yang mempunyai kerapatan berbeda, dari

medium yang kerapatannya kecil ke medium yang kerapatannya lebih besar.

Kerapatan optik yang berbeda pada dua medium menyebabkan cepat rambat

cahaya pada kedua medium tersebut berbeda. Perbandingan antara cepat rambat

cahaya pada medium 1 dan medium 2 disebut indeks bias. Jika medium 1 adalah

ruang hampa, maka perbandingan antara cepat rambat cahaya di ruang hampa dan di

sebuah medium disebut indeks bias mutlak medium tersebut dan persamaannya

adalah sebagai berikut:


𝑐
𝑛 = 𝑣.........................................................................................................(5)

Keterangan: n = indeks bias mutlak medium

c = cepat rambat cahaya di ruang hampa = 3⋅108 m/s

v = cepat rambat cahaya pada medium (m/s)

33
a) Hukum Pembiasan Cahaya

Jalannnya sinar pada peristiwa pembiasan cahaya pada dua medium yang

berbeda, yaitu seperti pada Gambar 6 berikut:

(a) (b)

Gambar 6. Berkas Sinar Pembiasan pada 2 Medium yang Berbeda

Hubungan antara sinar datang dan sinar bias yang kemudian dikenal dengan

Hukum Snellius, yaitu sebgai berikut :

1. Sinar datang, garis normal, dan sinar bias terletak pada satu bidang datar.

2. Jika sinar datang dari medium lebih rapat menuju medium yang kurang rapat,

maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal.

3. Jika sinar datang dari medium kurang rapat menuju medium yang lebih rapat,

maka sinar akan dibiaskan mendekati garis normal.

4. Perbandingan sinus sudut datang (i) dengan sinus sudut bias (r) merupakan suatu

bilangan tetap. Bilangan tetap inilah yang sebenarnya menunjukkan indeks bias.

sin 𝑖
= 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛 = 𝑛.....................................................................................(6)
sin 𝑟

b) Pembiasan Cahaya pada Lensa Cembung

Lensa cembung adalah lensa yang bagian tegahnya tebal sedangkan bagian

tepinya tipis. Lensa cembung disebut juga lensa positif dan dibedakan menjadi tiga,

34
yaitu bikonveks, plankonveks, dan konkaf konveks. Untuk melukiskan bayangan

pada lensa cembung digunakan sinar-sinar istimewa seperti pada Gambar 7 berikut

(Wasis dan Irianto, 2008: 250):

Gambar 7. Sinar-sinar Istimewa Pada Lensa Cembung

Sinar-sinar istimewa pada Gambar 7 di atas adalah sebagai berikut ini.

(1) Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus (Gambar a)

(2) Sinar datang melalui titik fokus dibiaskan sejajar sumbu utama (Gambar b).

(3) Sinar datang melalui titik pusat optik lensa tidak dibiaskan, tetapi akan

diteruskan (Gambar c).

Penjelasan pembentukkan bayangan pada lensa cembung dengan berbagai

posisi benda adalah sebagai berikut:

(1) Jika jarak benda lebih besar 2F2, maka diperoleh bayangan yang bersifat nyata,

terbalik, diperkecil dan letak bayangannya di antara F1 dan 2F1.

(2) Jika benda diletakkan di antara 2F2 dan F2, maka diperoleh bayangan yang

bersifat nyata, terbalik, diperbesar dan letak bayangan di luar 2F1.

35
(3) Jika benda diletakkan di F2, maka di peroleh bayangan yang bersifat maya di tak

hingga.

(4) Jika benda diletakkan di antara F2 dan pusat lensa, maka diperoleh bayangan

yang bersifat maya, tegak, diperbesar dan terletak di depan lensa.

(5) Jika benda diltetakkan di 2F2, maka akan diperoleh bayangan yang bersifat nyata,

terbalik, sama besar dan terletak di belakang lensa.

c) Pembiasan Cahaya pada Lensa Cekung

Lensa cekung adalah lensa yang bagian tengahnya tipis dan bagian tepinya

tebal. Lensa cekung disebut lensa negatif dan dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu

lensa bikonkaf, plankonkaf, dan konveks konkaf. Fokus lensa cekung diperoleh dari

perpotongan perpanjangan sinar-sinar bias sehingga fokus lensa cekung disebut

fokus maya. Dengan demikian, arah fokus lensa cekung diberi nilai negatif. Untuk

melukiskan bayangan pada lensa cekung diperlukan sinar-sinar istimewa, yaitu

seperti pada Gambar 8 berikut (Wasis dan Irianto, 2008: 248):

Gambar 8. Sinar-sinar Istimewa pada Lensa Cekung

36
Sinar-sinar istimewa pada Gambar 8 adalah sebagai berikut ini:

(1) Sinar datang sejajar sumbu utama dibiaskan seolah-olah berasal dari titik fokus

(Gambar a).

(2) Sinar datang melalui titik fokus dibiaskan sejajar sumbu utama (Gambar b).

(3) Sinar datang melalui titik pusat optik lensa, tidak dibiaskan tetapi diteruskan

(Gambar c).

Dengan menggunakan ketiga sinar istimewa pada lensa cekung di atas dapat

digambarkan pembentukkan bayangan oleh lensa cekung. Oleh karena benda harus

diletakkan di depan lensa, maka bayangan yang terjadi akan selalu sama, yaitu maya,

sama tegak, diperkecil dan bayangan selalu di depan lensa. Berikut gambar

pembentukkan bayangan oleh lensa cekung:

Gambar 9. Pembentukkan Bayangan pada Lensa Cekung

d) Persamaan-persamaan pada Lensa

Pada lensa berlaku persamaan-persamaan yang menyatakan hubungan antara

jarak benda, jarak bayangan, dan jarak fokus yaitu:


1 1 1
= 𝑠 + 𝑠′.................................................................................................(7)
𝑓

Keterangan: s = jarak benda ke lensa (cm)

s’ = jarak bayangan ke lensa (cm)

37
f = jarak fokus lensa (cm)

Persamaan perbesaran bayangan, yaitu :

h′ s′
M = | h | = | s |..............................................................................(8)

Keterangan: M = perbesaran bayangan (kali)

h = tinggi benda (cm)

h’ = tinggi bayangan (cm)

Baik lensa positif maupun lensa negatif mempunyai kemampuan membiaskan

sinar. Kekuatan lensa (P) berbanding terbalik dengan jarak titik api (f) dan

dirumuskan sebagai berikut:


1
P= ........................................................…...............................(9)
f

Keterangan: P = Kekuatan lensa (dioptri)

f = jarak fokus lensa (m)


100
P= .........................................................................................(10)
f

Keterangan: P = Kekuatan lensa (dioptri)

f = jarak fokus lensa (cm)

2.6 Hubungan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dengan Metode

Eksperimen pada Materi Cahaya

Cahaya merupakan materi yang cukup penting dalam kurikulum IPA terutama

Fisika. Namun kenyataannya, tidak sedikit peserta didik mengalami kesulitan

terutama dalam mengaplikasikan cahaya dalam berbagai permasalahan. Hal ini

dikarenakan dalam pengajarannya di sekolah, peserta didik tidak dilibatkan secara

langsung dalam menemukan masalah pada materi cahaya tersebut. Peserta didik

dihadapkan pada permasalahan yang membutuhkan analisis. Peserta didik

38
mengalami kesulitan untuk memecahkan dan mencari solusi mengapa sesuatu itu

bisa terjadi pada cahaya.

Keterkaitan antara model pembelajaran dengan materi cahaya adalah dengan

melibatkan para peserta didik dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu

pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Model

pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih peserta didik untuk saling

berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh

perhitungan, sehingga peserta didik lebih produktif dalam pembelajaran.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan metode

eksperimen pada cahaya, yakni :

1. Penomoran

Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru

membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok atau tim yang

beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi peserta didik nomor

sehingga setiap peserta didik dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai

dengan jumlah peserta didik di dalam kelompok.

2. Mengajukan Pertanyaan

Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan

kepada peserta didik. Misalnya “ Bagaimana besarnya sudut sinar datang dengan

sudut sinar pantul pada cermin datar?”.

3. Berpikir Bersama

Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, peserta didik berpikir

bersama dan melakukan percobaan mengunakan LKPD dan alat yang tersedia

39
untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam

timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing

pertanyaan. Pada langkah ini peserta didik dibawa dalam kegiatan eksperimen

dimana peserta didik dihadapkan pada langkah-langkah sebagai berikut :

1. Membuat hipotesis.

Hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau solusi

permasalahan yang dapat diuji dengan data dalam memudahkan proses ini,

guru menanyakan kepada peserta didik gagasan mengenai hipotesis yang

mungkin.

Hipotesis dapat berupa uraian kalimat yang salah maupun yang benar, yang

nantinya peserta didik dapat mencari dan menemukan jawaban dari

pertanyaan guru.

2. Menentukan Variabel

Peserta didik menentukan variabel-variabel dalam percobaan. Setelah

menentukkan variabel, peserta didik dapat mendefinisikan variabel-variabel

tersebut agar lebih memahami percobaan.

3. Mendefinisikan Variabel

Peserta didik mendefinisikan variabel-variabel dalam percobaan. Setelah

melakukan percobaan peserta didik diharapkan dapat mengisi data pada

tabel pengamatan yang telah disediakan

4. Menganalisis Data

40
Data hasil eksperimen yang telah dikumpulkan barulah dapat didiskusi

bersama teman kelompoknya dengan menyatukan pendapat sehingga dapat

menarik suatu kesimpulan.

5. Kesimpulan

H1 (Hipotesa akhir) merupakan jawaban dari pencarian dan penemuan

peserta didik.

Peserta didik akan segera mengetahui bahwa hipotesis pertama (Ho) adalah

salah suatu pembelajaran yang berkesan karena peserta didik dapat

menemukan jawaban dari pertanyaan guru, sehingga timbul rasa percaya

diri bagi peserta didik.

Pada tahap berpikir bersama untuk pengerjaan LKPD dan melakukan

eksperimen, peserta didik diberi kebebasan untuk mengerjakan LKPD melalui

eksperimen dan berdiskusi dengan kelompoknya, bertanya dan sebagainya yang

mendukung kerja kelompok sehingga peserta didik merasa senang dan

termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini memudahkan peserta didik

memahami dan mengingat kembali apa yang telah dipelajari karena pengetahuan

dibangun sendiri oleh peserta didik sendiri baik secara personal maupun sosial.

4. Menjawab

Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap peserta didik

dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan

jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok

yang harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya peserta didik yang

nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri

41
untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi

jawaban tersebut.

Keunggulan model pembelajaran kooperatif NHT dengan metode eksperimen

ini adalah optimalisasi partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam

pembelajaran ini, interaksi peserta didik dengan peserta didik yang lain lebih besar

dibandingkan interaksi peserta didik dengan guru. Hal ini menyebabkan peserta didik

lebih banyak belajar antara sesama peserta didik daripada belajar dari guru, sehingga

peserta didik yang merasa minder bila harus bertanya menjadi berani bertanya karena

yang dihadapi teman sebayanya. Selain itu, peserta didik setelah melakukan

eksperimen lebih memahami dan mengingat kembali apa yang telah dipelajari karena

pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik melalui percobaan yang dilakukan.

Dengan demikian, peserta didik akan termotivasi belajar dan menjadi lebih paham

terhadap suatu materi cahaya. Hal ini disebabkan beberapa hal yang mempengaruhi,

yaitu

1. Peserta didik yang berada dalam kelas NHT dikelompokkan menjadi beberapa

kelompok yang heterogen yang berarti dalam satu kelompok terdapat peserta

didik dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hal ini mengakibatkan

terjadinya proses saling memberi dan menerima dalam kelompok.

2. Dalam pembelajaran kooperatif NHT, guru hanya menunjuk seorang peserta

didik yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa

yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin

keterlibatan total semua peserta didik dan upaya yang sangat baik untuk

meningkatkan tanggung jawab individual dalam eksperimen dan diskusi

42
kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua peserta didik tentunya akan

berdampak positif terhadap motivasi belajar peserta didik.

3. Dalam model pembelajaran NHT guru hanya berfungsi sebagai fasilitator yaitu

memberikan pengarahan seperlunya kepada peserta didik, keaktifan peserta

didik lebih ditekankan.

4. Dalam pembelajaran ini, peserta didik diberi kebebasan untuk mengerjakan

LKPD melalui eksperimen dan diskusi dengan kelompoknya. Melalui

pengerjaan soal-soal dan langkah-langkah eksperimen di LKPD tersebut peserta

didik dapat menemukan sendiri kesimpulan. Pengetahuan dibangun sendiri oleh

peserta didik sendiri baik secara personal maupun sosial.

5. Dalam pembelajaran ini, peserta didik tidak hanya bertindak sebagai pendengar

tetapi juga bertindak sebagai narasumber bagi teman-teman satu kelompoknya

maupun kelompok lain. Peserta didik yang dipanggil nomornya akan mewakili

kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok sehingga dapat

melatih peserta didik untuk berani berbicara di depan.

2.7 Hasil Penelitian Relevan

Hasil Penelitian yang relevan antara lain dilakukan oleh Edison (2016) yang

melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif

dengan Metode Eksperimen pada Pembelajaran IPA Materi Kalor di Kelas VII

Semester I SMPN 8 Palangka Raya”, pada penelitian ini membahas tentang pengaruh

penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode eksperimen terhadap

keterampilan proses sains dan hasil belajar kognitif peserta didik. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa keterampilan proses sains peserta didik kelas VII-1 SMPN-8

43
Palangka Raya setelah mengikuti pembelajaran dengan implementasi model

pembelajaran kooperatif dengan metode eksperimen diperoleh 11 orang peserta didik

atau 29,73% dengan kategori sangat baik, 16 orang peserta didik atau 43,24% dengan

kategori baik dan 10 orang peserta didik atau 27,03% dengan kategori yang cukup

baik. Hasil belajar kognitif peserta didik setelah pembelajaran diperoleh 29 orang

peserta didik tuntas dari 37 peserta didik, sedangkan secara klasikal, pembelajaran

diperoleh 78,37% peserta didik tuntas dan TPK kognitif sebanyak 17 (80,95%) TPK

tuntas dari 21 TPK yang ada.

Ratih Purwasih (2015) yang melakukan penelitian dengan judul “Penerapan

Metode Eksperimen pada Materi Pokok Kalor di Kelas X SMA Tahun Ajaran 2013/

2014”, pada penelitian ini membahas tentang keterampilan proses sains dan hasil

belajar kognitif peserta didik. Hasil dari penelitian ini menunjukan keterampilan

proses sains peserta didik setelah dilaksanakan pembelajaran dengan metode

eksperimen secara rata-rata mendapat kategori baik dengan skor rata-rata 14,79 dan

ketuntasan klasikal sebesar 88,57 % serta persentase untuk keseluruhan ketuntasan

TPK 88,46 %.

Purnama (2014) yang melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) pada Materi Pokok

Usaha dan Energi di Kelas VIII Semester II SMPN 8 Palangka Raya Tahun Ajaran

2013/ 2014”, pada penelitian ini membahas tentang keterampilan kooperatif peserta

didik, respon peserta didik terhadap pembelajaran dan hasil belajar kognitif peserta

didik. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa keterampilan kooperatif peserta

didik diambil rata-ratanya terdapat 6 peserta didik (18,18%) dengan kategori sangat

44
baik, 17 peserta didik (51,52%) dengan kategori baik dan 10 peserta didik (30,30%)

dengan kategori cukup baik. Ketuntasan Tujuan Pembelajaran Khusus diperoleh 24

TPK (80%) yang tuntas.

45
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian pre-

experimental menggunakan rancangan model one-shot case study yaitu sebuah

penelitian yang dilakukan tanpa adanya kelas pembanding dan hanya menggunakan

satu kelas yang akan diberikan perlakuan, dan selanjutnya diobservasi hasilnya

(Sugiyono, 2008: 74). Adapun perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan metode eksperimen pada

materi cahaya sedangkan hasilnya berupa Keterampilan Proses Sains (KPS) dan Tes

Hasil Belajar (THB).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas VIII Semester 2 SMP Negeri 3

Palangkaraya tahun ajaran 2018/2019. Penelitian akan dilaksanakan mulai bulan

Maret 2019 sampai dengan bulan Juni 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas VIII SMP Negeri 3 Palangkaraya

tahun ajaran 2018/2019 yang terdiri dari 10 (sepuluh) kelas dengan sebaran populasi

tiap kelas seperti pada Tabel 3.1 sebagai berikut:.

Tabel 3.1 Sebaran populasi Kelas VIII


No. Kelas Jumlah Peserta Didik
1. VIII-1 32 orang
2. VIII-2 33 orang
3. VIII-3 34 orang
4. VIII-4 32 orang
5. VIII-5 33 orang
6. VIII-6 32 orang

46
7. VIII-7 33 orang
8. VIII-8 32 orang
9. VIII-9 33 orang
10. VIII-10 34 orang
Jumlah 328 orang
Sumber: Tata Usaha SMP NEGERI 3 Palangka Raya tahun ajaran 2018/2019

3.3.2 Sampel

Dari keseluruhan kelas yang menjadi populasi penelitian diambil satu kelas

sebagai sampel yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan metode

eksperimen. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik pengambilan sampel

random (acak) dengan asumsi bahwa semua populasi homogen. Sampel penelitian

didapatkan dengan cara memasukan seluruh kelas VIII pada SMP NEGERI 3

Palangkaraya ke dalam sistem undian sehingga setelah diundi akan didapat satu

kelas sebagai sampel penelitian. .

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Menentukan tempat penelitian.

2. Permohonan izin penelitian pada instansi terkait.

3. Menyusun proposal

4. Membuat instrumen penelitian.

5. Melakukan Seminar proposal penelitian.

6. Melakukan validasi oleh pakar

7. Menentukan kelas sampel.

8. Melaksanakan uji coba instrumen

9. Menganalisis uji coba instrumen

47
3.4.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada sampel yang terpilih diajarkan dengan menggunakan model kooperatif

tipe NHT dengan metode eksperimen.

1. Kelas VIII yang telah terpilih sebagai sampel penelitian diberikan perlakuan

yaitu model kooperatif tipe NHT dengan metode eksperimen pada materi

cahaya. Pertemuan pembelajaran di kelas yang terpilih menjadi sampel

dilaksanakan penelitian.

2. Setiap setelah seluruh proses pembelajaran pada satu RPP selesai, guru

melakukan pengundian bagi peserta didik yang mendapatkan nomor undian

maka peserta didik tersebut harus bertanggung jawab untuk mempresentasikan

di depan kelas.

3. Setelah seluruh pembelajaran materi cahaya selesai dilaksanakan, maka

diberikan tes untuk mengetahui keterampilan proses sains peserta didik.

4. Sampel yang terpilih diberikan tes akhir untuk mengetahui ketuntasan hasil

belajar peserta didik terhadap aspek kognitif pada materi cahaya yang telah

diajarkan menggunakan penerapan model kooperatif tipe NHT dengan metode

eksperimen.

3.4.3 Tahap Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka peneliti melakukan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Menganalisis data hasil tes keterampilan proses sains peserta didik setelah

diberikan pembelajaran.

48
2. Menganalisis jawaban peserta didik pada tes hasil belajar kognitif untuk

menghitung seberapa besar ketuntasan hasil belajar peserta didik berupa

ketuntasan individu, ketuntasan klasikal, dan ketuntasan TPK.

3.4.4 Tahap Penarikan Kesimpulan

Pada tahap ini, Peneliti menarik kesimpulan setelah semua data hasil

penelitian dianalisis untuk mendeskripsikan hasil penelitian. Kesimpulan yang

diperoleh yaitu untuk mengetahui keterampilan proses sains dan hasil belajar peserta

didik.

3.5 Instrumen penelitian

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis instrumen untuk mengumpulkan

data, yaitu:

1. Instrumen 1: Instrumen untuk mengukur keterampilan proses sains peserta didik.

Peneliti akan menggunakan instrumen berupa instrumen pengamatan unjuk kerja

keterampilan proses sains. Instrumen pengamatan keterampilan proses sains

bertujuan untuk mengukur keterampilan proses sains, yang berkaitan dengan

merumuskan hipotesis, menentukan variabel, mendefinisikan variabel,

menganalisis data dan menarik kesimpulan. Tes ini berbentuk tes kinerja dan

dilaksanakan setelah semua kegiatan belajar-mengajar pada materi cahaya

selesai yang diisi oleh beberapa orang pengamat. Instrumen ini terdapat pada

lampiran 7 halaman 123

2. Instrumen 2: Instrumen ini untuk mengukur ketuntasan hasil belajar kognitif

peserta didik. Peneliti akan menggunakan instrumen berupa tes hasil belajar

kognitif dalam bentuk pilihan ganda. Tes hasil belajar kognitif berupa soal

49
materi cahaya. Tes bertujuan untuk mengukur hasil belajar kognitif peserta didik

dan diberikan setelah semua pembelajaran pada materi cahaya selesai

disampaikan. Tes yang diberikan berupa tes objektif dengan 4 pilihan (a, b, c,

dan d). Setiap item diberi skor 1 jika jawaban benar dan 0 jika jawaban salah.

Instrumen ini terdapat pada lampiran 5 pada halaman 108

3.5.1. Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Kognitif

Instrumen yang digunakan didalam Tes Hasil Belajar (THB) kognitif berupa

tes objektif dengan jumlah 30 soal dengan 4 pilihan jawaban. Adapun kisi-kisi

instrumen THB kognitif dapat dilihat pada Tabel 3.2 dibawah ini:

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar Kognitif


Satuan pendidikan : SMP Kelas/Semester : VIII/2
Mata Pelajaran : IPA (fisika) Tahun Pelajaran : 2018/2019
Materi : Cahaya
Indikator Tujuan Pembelajaran Aspek No. Soal Kunci
Khusus (TPK) Jawaban
1. Menjelaskan medium C2 1 D
perambatan cahaya
2. Menjelakan sifat-sifat C2 2 D
cahaya.
3. Menjelaskan bagaimana C2 3 A
1. Menjelaskan benda dapat terlihat oleh
sifat-sifat cahaya mata
dan bunyi hukum
4. Menjelaskan besar cepat C2 4 B
pemantulan
rambat cahaya
cahaya.
5. Menjelaskan bunyi C2 5 B
hukum pemantulan
cahaya
6. Menghitung besarnya C3 6 D
sudut sinar pantul.
7. Menyebutkan sifat C1 7 C
bayangan pada cermin
2. Menyebutkan datar
sifat-sifat 8. Menyebutkan sifat berkas C1 8 A
bayangan pada cahaya yang dipantulkan
cermin datar dan cermin cekung
cermin lengkung 9. Menjelaskan sifat C2 9 A
bayangan pada cermin
cekung

50
10. Menyebutkan sifat berkas C1 10 B
cahaya yang dipantulkan
cermin cembung
11. Menyebutkan sifat C1 11 C
bayangan pada cermin
cembung
12. Menentukan C3 12 B
3. Menentukan pembentukan bayangan
pembentukan pada cermin cekung
bayangan pada 13. Menentukan C3 13 C
cermin. pembentukan bayangan
pada cermin cembung
14. Menghitung jumlah C3 14 A
bayangan yang terbentuk
pada dua buah cermin
datar
15. Menghitung jarak fokus C3 15 B
4. Menghitung nilai cermin cekung.
besaran-besaran 16. Menghitung jarak fokus C3 16 D
pada peristiwa cermin cembung.
pemantulan. 17. Menghitung perbesaran C3 17 C
bayangan pada cermin
cekung.
18. Menghitung perbesaran C3 18 B
bayangan pada cermin
cembung.
19. Menjelaskan bunyi C2 19 B
hukum pembiasan cahaya
20. Menjelaskan jalannya C2 20 A
5. Menjelaskan sinar pada peristiwa
pembiasan cahaya pembiasan
21. Menjelaskan letak sudut C2 21 D
bias pada pembiasan
22. Menjelaskan sinar-sinar C2 22 B
istimewa pada lensa
6. Menjelaskan sinar cembung.
sinar istimewa
pada lensa 23. Menjelaskan sinar-sinar C2 23 C
istimewa pada lensa
cekung.
24. Menentukan letak C3 24 A
bayangan pada lensa
cekung
7. Menentukan letak 25. Menentukan letak C3 25 A
bayangan pada bayangan pada lensa
lensa cekung
26. Menentukan letak dan C3 26 C
sifat bayangan pada lensa
cembung
27. Menghitung perbesaran C3 27 A
8. Menghitung nilai
bayangan pada lensa
besaran-besaran
cembung
yang ada pada
28. Menghitung perbesaran C3 28 B
lensa
bayangan pada lensa

51
cekung
29. Menghitung kekuatan C3 29 A
lensa cembung
30. Menghitung kekuatan C3 30 A
lensa cekung

3.6 Teknik Analisis Ujicoba Instrumen

Ujicoba pada THB dilakukan untuk mengukur validasi, reliabilitas,

tingkat kesukaran, dan daya pembeda.

3.6.1 Uji Validitas Instrumen

Validitas dapat diartikan dengan kebenaran, keshahihan atau keabsahan yang

berkenaan dengan ketetapan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sehingga

betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Sebuah instrumen dikatakan valid

apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Penilaian dilakukan dengan cara

memberi angka antara 1 (sangat tidak relevan) sampai dengan 4 (sangat relevan).

Statistik Aiken dirumuskan sebagai berikut (Azwar, 2013: 113):

Angka 4 = sangat relevan

Angka 3 = relevan

Angka 2 = kurang relevan

Angka 1 = tidak relevan

Statistik Aiken dirumuskan sebagai berikut (Azwar, 2012: 113):


Σ
𝑠
𝑉 = [𝑛(𝑐−1)]
.................................................................................................... (1)

Keterangan :
V = Koefisien validitas isi
s = r – lo
n = banyaknya validator
lo = angka penilaian validitas terendah

52
c = angka penilaian validitas tertinggi
r = angka yang diberikan oleh seorang validator
3.6.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen penelitian adalah suatu yang berhubungan dengan

masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai tingkat kepercayaan

yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Reliabilitas tes

berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes atau jika seandainya hasilnya

berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti (Suharsimi, 2013:

100). Reliabilitas instrumen pada penelitian ini, peneliti menggunakan rumus K-R 21

sebagai berikut (Suharsimi, 2013: 122):

𝑛 𝑀(𝑛−𝑀)
𝑟11 = (𝑛−1) (1 − ) ............................................................................. (2)
𝑛𝑠𝑡 2

Keterangan:

𝑟11 = Reliabilitas instrumen

n = Banyaknya butir soal

M = Skor rata-rata

𝑛𝑠𝑡 2 = Varians total

Suharsimi (2013: 89) menyatakan bahwa kriteria reliabilitas instrumen adalah

sebagai berikut:

Tabel 3.3. Klasifikasi Koefisien Reliabilitas


Koefisien Reliabilitas (r) Interpretasi
0,00 ≤ r < 0,20 Sangat Rendah
0,21 ≤ r < 0,40 Rendah
0,41 ≤ r < 0,60 Sedang/Cukup
0,61 ≤ r < 0,80 Tinggi
0,81 ≤ r ≤ 1,00 Sangat Tinggi
Sumber: Suharsimi (2013: 89)

53
3.6.3 Taraf Kesukaran

Tingkat kesukaran adalah keberadaan suatu butir soal apakah dipandang

sukar, sedang, atau mudah dalam mengerjakannya. Taraf kesukaran dapat dihitung

menggunakan rumus (Suharsimi, 2013: 223)


𝐵
𝑃 = 𝐽𝑆 ............................................................................................................. (3)

Keterangan:

P = Tingkat kesukaran

B = Banyaknya peserta didik yang menjawab soal itu dengan betul

𝐽𝑆 = Jumlah seluruh peserta didik peserta tes

Tabel 3.4. Klasifikasi Tingkat Kesukaran


Koefisien Tingkat Kesukaran (P) Klasifikasi
0,00 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
Sumber: Suharsimi (2013: 225)

3.6.4 Daya Pembeda

Suharsimi (2013: 226) menyatakan bahwa “daya pembeda adalah

kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang pandai

(berkemampuan tinggi) dengan peserta didik yang bodoh (berkemampuan rendah)”.

Besarnya daya pembeda di sebut indeks diskriminasi (D). Daya pembeda dapat

diukur menggunakan rumus berikut (Suharsimi, 2013: 228):


𝑀𝑒𝑎𝑛𝐾𝐴 𝑀𝑒𝑎𝑛𝐾𝐵
𝐷= − 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥 = 𝑃𝐴 − 𝑃𝐵 .............................................................. (4)
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑥

Keterangan:

D = daya pembeda

𝑀𝑒𝑎𝑛𝐾𝐴 = rata-rata kelompok atas

54
𝑀𝑒𝑎𝑛𝐾𝐵 = rata-rata kelompok bawah

Tabel 3.5. Klasifikasi Daya Pembeda


Daya Pembeda Kriteria
0,00 – 0,20 Jelek (poor)
0,21 – 0,40 Cukup (satisfactory)
0,41– 0,70 Baik (good)
0,71– 1,00 Baik sekali (excellent)
Semuanya tidak baik, semua butir soal
Negatif yang mempunyai D negative sebaiknya
dibuang
Sumber: Suharsimi (2013: 232)

Indeks diskriminasi (daya pembeda) berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Indeks

diskriminasi terdapat tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi

digunakan jika suatu soal “terbalik” yang menunjukan kualitas tes yaitu anak pandai

disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai.

Soal yang baik yaitu memiliki daya pembeda yang tinggi, artinya soal

tersebut dapat membedakan antara peserta didik kelompok atas dan peserta didik

kelompok bawah.

3.7 Teknik Analisis Data Penelitian

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis

deskriptif. Tujuannya adalah untuk menjawab rumusan masalah penelitian dalam

mengambil sebuah kesimpulan. Teknik analisis data dapat dirinci sebagai berikut:

3.7.1 Analisis Data Keterampilan Proses Sains Setiap Peserta Didik

Analisis data tes keterampilan proses sains digunakan untuk mengukur

keterampilan proses sains individu peserta didik yang dilakukan setelah kegiatan

pembelajaran pada materi cahaya. Keterampilan proses sains untuk setiap individu

peserta didik di analisis dengan menggunakan statistik deskriptif persentase.

55
Persentase skor setiap peserta didik dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut (Purwanto, 2012:102):

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘


P=[ ] x 100% ..................................... (5)
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

Keterangan :

P = presentase keterampilan proses sains peserta didik

Kategori yang digunakan untuk mendeskripsikan penilaian dari keterampilan

proses sains setiap peserta didik tersaji pada tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6. Kategori Persentase Skor Keterampilan Proses Sains peserta didik
Rentang Persentase Skor (%) Kategori
88 – 100 Sangat Baik
67 – 87 Baik
46 – 66 Cukup Baik
25 – 45 Tidak Baik
Sumber : Dikembangkan dari Sumber model penilaian kelas K13

3.7.2 Analisis Data Tiap Aspek Keterampilan Proses Sains

Analisis data keterampilan proses sains untuk setiap aspek analisis dengan

menggunakan statistik deskriptif persentase. Persentase skor setiap aspek dapat

dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Purwanto, 2012:102):

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘


P=[ ] x 100% ................................................ (6)
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚

Keterangan :

P = presentase keterampilan proses sains peserta didik

56
Kategori yang digunakan untuk mendeskripsikan penilaian dari keterampilan

proses sains setiap peserta didik aspek tersaji pada tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7. Kategori Persentase Skor Tiap Aspek


Keterampilan Proses Sains yang Diamati
Rentang Persentase Skor (%) Kategori
88 – 100 Sangat Baik

67 – 87 Baik
46 – 66 Cukup Baik

25 – 45 Tidak Baik
Sumber : Dikembangkan dari Sumber model penilaian kelas K13

3.7.3 Analisis Data Tes Hasil Belajar Kognitif

3.7.3.1 Ketuntasan Individu

Standar ketuntasan belajar individu ranah pengetahuan yang di tetapkan SMP

Negeri 3 Palangka Raya adalah ≥ 75. Trianto (2009: 241) menyatakan untuk

menentukan ketuntasan individu dianalisis dengan menggunakan rumus berikut:

𝑇
KB = [𝑇 ] × 100 .............................................................................................. (7)
𝑡

Keterangan: KB = Ketuntasan hasil belajar

T = jumlah skor yang diperoleh peserta didik

Tt = jumlah skor total

3.7.3.2 Ketuntasan Klasikal

Secara klasikal dikatakan tuntas jika dalam kelas tersebut terdapat ≥ 75%

individu yang tuntas dari jumlah peserta didik yang berada di kelas tersebut.

Purwanto (2012: 102) menyatakan ketuntasan klasikal dapat di hitung dengan

mennggunakan rumus persentase (P) sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠


P=[ ] x 100% ................................................. (8)
𝑁

57
Keterangan:

P = Persentase ketuntasan klasikal

N = Jumlah peserta didik

3.7.3.3 Ketuntasan TPK

Suatu TPK dikatakan tuntas apabila persentase peserta didik yang mencapai

TPK ≥ 75% sesuai dengan ketuntasan yang telah ditentukan oleh SMP Negeri 3

Palangka Raya. Purwanto (2012: 102) menyatakan ketuntasan TPK dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑎𝑝𝑎𝑖 𝑇𝑃𝐾


𝑃= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘
𝑥100% ............................................... (9)

Keterangan: P = Nilai persentase ketuntasan TPK

58

Anda mungkin juga menyukai