PENDAHULUAN
negeri dan memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-
perdagangan dan investasi tersebut. Adalah merupakan suatu tujuan ekonomi dalam
negara untuk memajukan perdagangan di tiap dan antar negara serta mendorong laju
investasi. Dan setiap pemerintah suatu negara berusaha untuk meminimalkan pajak yang
karena model ini relatif memberikan hak pemajakan yang lebih luas pada Negara sumber.
Sampai saat ini, pada umumnya Negara-negara Berkembang masih banyak yang masuk
dalam kategori Negara pengimpor, baik barang maupun jasa. Impor jasa, menjadi
masalah yang krusial, karena eksistensinya tidak senyata impor barang. Padahal, nilai
Permanent Establishment Karena tanpa BUT, Negara berkembang yang mengimpor jasa,
tidak mempunyai hak untuk memajaki penghasilan jasa yang diterima oleh Negara
pengekspor jasa. Padahal penghasilan tersebut bersumber dari Negara berkembang yang
adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle)
dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara
residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source
principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana
penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber.
Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah
memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana.
1.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
prinsip saling menguntungkan antar kedua negara dan dilaksanakan oleh penduduk
antar kedua negara yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Perjanjian ini digunakan
oleh penduduk dua negara untuk menentukan aspek perpajakan yang timbul dari
adalah Pasal 32A Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh). Berdasarkan pasal ini
Dari isi Pasal 32A UU PPh ini jelas bahwa dilakukannya perundingan
dengan negara lain untuk membuat perjanjian perpajakan ini memiliki dua tujuan
taxation) dan yang kedua adalah mencegah pengelakan pajak (prevention of fiscal
evasion).
Di samping dua tujuan utama tersebut, terdapat pula tujuan lain yang
sebenarnya merupakan akibat bila dua tujuan utama di atas dicapai. Dalam
penjelasan Pasal 32A UU PPh juga ditegaskan bahwa perjanjian perpajakan yang
dilakukan pemerintah ini adalah dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan
perdagangan dengan negara lain. Suatu perjanjian perpajakan atau tax treaty
bertujuan pula untuk mendorong arus modal, teknologi, dan keahlian ke suatu
negara. P3B juga akan memberikan kepastian hukum kepada Wajib Pajak,
negara.
2.1.3 Menghindari Pajak Berganda (Double Taxation)
negara akan berinteraksi dengan yurisdiksi perpajakan negara lainnya. Interaksi dua
yurisdiksi perpajakan dua negara ini biasanya akan menimbulkan pajak berganda.
Pajak berganda ini timbul karena dua yurisdiksi perpajakan mengenakan pajak
kepada penghasilan yang sama yang dimiliki oleh subjek pajak yang sama.
manapun sumber penghasilan tersebut. Di lain pihak, ketentuan pajak negara B juga
penerimanya bukan warga negara atau bukan penduduk negara B. Nah dalam kasus
ini Mr. X akan dikenakan pajak dua kali oleh negara A dan negara B.
Pajak berganda juga bisa timbul jika seseorang atau badan memenuhi
definisi sebagai subjek pajak dalam negeri (residence) dua negara. Dengan kondisi
ini maka orang atau badan ini akan dikenakan pajak dua kali juga atas seluruh
penghasilannya. Masalah ini biasa dikenal dengan istilah masalah dual residence.
penghindaran pajak berganda (P3B). Dalam P3B ini nantinya akan diatur tentang
Dalam kasus dual residence, suatu P3B akan membuat ketentuan sedemikian
sehingga seseorang atau badan hanya akan menjadi residence (subjek pajak dalam
negeri) dari satu negara saja. Ketentuan ini biasa disebut Tie Breaker Rule yang
adjutment dalam kasus transfer pricing serta memuat ketentuan tentang metode
bahwa jika satu negara melakukan koreksi harga dalam suatu transaksi dengan
lawan transaksi di negara lain, maka negara lain juga harus melakukan koreksi
Menghindari pajak bisa dilakukan dalam bentuk tax avoidance dan tax
perpajakan. Apabila penghindaran ini dilakukan masih sesuai dengan maksud dari
tidak sesuai dengan maksud pembuat undang-undang maka jenis penghindaran ini
perlu dipermasalahkan.
dengan membuat modal sebagai pinjaman dengan harapan dividen bisa disebut
dengan low tax rate juga merupakan salah satu jenis penghindaran pajak seperti ini.
Dalam kasus lain, bentuk penghindaran pajak ini bisa berupa membuat transaksi
yang semu walaupun legal form nya benar. Transaksi semu ini dimaksudkan untuk
mendapatkan manfaat dari suatu tax treaty dimana jika transaksi dilakukan dengan
cara yang seharusnya maka dia tidak akan mendapat manfaat dari suatu tax treaty.
pajak dengan melanggar ketentuan pajak seperti tidak melaporkan penghasilan atau
membebankan biaya fiktif. Dengan demikian, tax evasion berdimensi illegal dan
ketentuan tentang pertukaran informasi. Informasi dari negara lain dapat digunakan
1. Bagian Pokok yaitu berisi antara lain ruang lingkup perjanjian dan
pembagian perpajakan
2. Bagian Tambahan yaitu berisi antara lain metode penghindaran pajak berganda
3. Bagian Penutup yaitu berisi antara lain saat berlakunya perjanjian dan saat
berakhirnya perjanjian.
adalah peraturan perpajakan yang berlaku secara umum ( tax generalis) di suatu
pajak, apa-apa yang dikenakan pajak, apa dasar pengenann pajak dan berapa
besarnya pajak atau berapa tarip pajaknya serta prosedur pembayaran pajak
tersebut.
mengenakan pajak mengenai obyek pajak tertentu, tax treaty justru membatasi hak
pemerintah dari suatu negara yang mengadakan tax treaty untuk mengenakan
pajak, yaitu membatasi hak memungut pajak yang diberikan oleh Undang-Undang
Pajak Domistik, apabila tidak dibatasi hak mengenakan pajak, maka pelaksanaan
berganda.
Dari uraian diatas maka kedudukan tax treaty / P3B adalah tax specialis
obyek pajak tertentu, oleh karena itu kedudukannya adalah lebih tinggi dibanding
dengan Undang-Undang Pajak Domistik atau Undang-Undang Pajak suatu negara
negara sumber atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak. Hak pemajakan negara
sumber.
1. Negara sumber mempunyai hak pemajakan penuh yang artinya negara sumber
tarip tidak boleh melebihi yang diatur dalam Perjanjian Penghidaran Pajak
Berganda.
3. Negara sumber melepaskan hak pemajakan yang artinya negara sumber tidak
yaitu, Undang-Undang No.7 tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang No. 38 lahun 2008, secara umum tarip PPh Pasal 26 sebesar
20%.
Dengan adanya Perjanjian, Penghidaran Pajak Berganda antara Indonesia
dengan negara lain, maka tarip PPh Pasal 26 terhadap orang atau badan sebagai
dapat:
sebesar 20 %.
atau, badan sebagai wajib pajak luar negeri yang negaranya mengadakan
a. Bagian Pokok yaitu berisi antara lain ruang lingkup perjanjian dan
pembagian perpajakan
yang merupakan penduduk salah satu atau kedua Negara pihak pada
persetujuan
laba)
tax dan
pajak Malaysia)
Di Indonesia :
Indonesia)
Hubungan Istimewa
Pasal 10 : Deviden
Pasal 11 : Bunga
Pasal 12 : Royalti
di Malaysia
diberikan.
c. Bagian Penutup yaitu berisi antara lain saat berlakunya perjanjian dan saat
berakhirnya perjanjian.
Persetujuan ini akan tetap berlaku sampai diakhiri oleh salah satu
disediakan oleh suatu perjanjian penghindaran pajak berganda, oleh subjek pajak
oleh subjek pajak yang tidak seharusnya menerima manfaat dari perjanjian
penghindaran pajak berganda tersebut, maka dalam pasal perjanjian pajak berganda
terdapat ketentuan tentang anti tax avoidance. Disamping itu, banyak negara juga
membuat suatu ketentuan tentang anti tax avoidance terhadap treaty shopping
Shopping
Sehubungan dengan masalah subjek pajak yang berhak mendapatkan fasilitas yang
ada dalam suatu perjanjian penghindaran pajak berganda biasanya negara sumber
bukti bahwa subjek pajak tersebut memang benar subjek pajak dalam negeri dari negara
Board of Direct Taxation menyatakan bahwa SKD yang diterbutkan oleh pihak yang
berwenang di Mauritius dapat dianggap sebagai bukti yang cukup meyakinkan bahwa
penghasilan telah diterima oleh subjek pajak dalam negeri sekaligus sebagai penerima
terakhir yang sebenarnya (beneficial owner of the income). Akan tetapi, oleh Pengadilan
Tinggi, Surat Edaran tersebut dianggap ultra vires terhadap undang-undang pajak
penghasilan India. Lebih lanjut, mengenai Surat Edaran yang diterbitkan tersebut,
Srinivasa Rao berpendapat bahwa hal tersebut merupakan passive abuse by a state karena
negara memberikan legitimasi kepada subjek pajak yang mempunyai peluang untuk
Contoh kasus lain yang berhubungan dengan kedudukan SKD dapat dilihat dalam
kasus sengketa pajak antara Forth Investment Ltd dengan Commissioners of Inland
Revenue yang terjadi di tahun 1976. Dalam kasus tersebut, surat pernyataan dari Company
Secretary dan SKD yang diterbitkan oleh Deputy Commissioner dianggap tidak
Terkait dengan kasus di atas, pengadilan dengan tegas menyatakan bahwa SKD
hanya merupakan opini dari pihak yang menerbitkan SKD tersebut dan pihak otoritas pajak
secara lebih mendalam (lebih diutamakan) dan melihat fakta-fakta yang sebenarnya.
penghindaran pajak berganda menambahkan satu persyaratan lagi selain sebagai resident
untuk mendapatkan fasilitas penurunan tarif yang disediakan, yaitu beneficial owner.
berikut:
No "real benefit accrues" if the recipient of certain income is under the contractual
obligation to pass the income entirely or almost entirely on to the third party dan a person
cannot be considered beneficial owner if he is, for example, contractually obligated to pay
1. Atas penghasilan bunga dari utang jangka panjang sebesar Rp 10 Milyar tidak
2. Belanda hanya akan mengenakan pajak atas sebagian kecil dari penghasilan bunga
di negara Tax Haven, tidak dikenakan pajak atau dikenakan pajak dengan tarif yang
rendah.
a. looh-through approach;
d. bonafide test.
Sejalan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung di India dalam putusannya menyatakan
bahwa jika otoritas pajak India ingin menyatakan bahwa negara pihak ketiga (non-resident
country) tidak berhak untuk mendapatkan fasilitas yang disediakan dalam perjanjian
benefits seperti yang terdapat dalam perjanjian penghindaran pajak berganda India-US.
Maksud diadakan ketentuan limitation of benefits tersebut adalah dalam rangka untuk
tidak berwenang dan dalam rangka untuk kepastian hukum bagi subjek pajak.
berganda Indonesia saat ini mempunyai pasal limitation of benefits hanya dengan USA.
Akan tetapi, untuk dapat memasukkan (renegosiasi) pasal tersebut dalam perjanjian
penghindaran pajak berganda yang masih berlaku saat ini adalah sesuatu yang sangat sulit
karena dalam praktik, masa berlakunya perjanjian penghindaran pajak berganda dengan
satu negara sampai renegosiasi rata-rata sekitar 14 tahun. Hal ini bisa terjadi karena suatu
renegosiasi memerlukan adanya kepentingan bersama dari dua negara yang mengadakan
renegosiasi perjanjian penghindaran pajak berganda tersebut. Oleh karena itu, keinginan
sepihak untuk memasukkan anti penghindaran pajak dalam perjanjian penghindaran pajak
penghindaran pajak (Specific Anti Avoidance Rule/SAAR) untuk mencegah praktik treaty
shopping dalam undang-undang pajak domestik mereka. Di lain pihak, meskipun ketentuan
khusus anti penghindaran pajak (SAAR) sudah diatur dalam ketentuan pajak domestik di
suatu negara tetapi tidak cukup efektif untuk menangkal praktik treaty shopping seperti
yang dinyatakan oleh Arnold (Tidak cukup kuat dapat diartikan bahwa dalam pembuatan
UU Pajak sangat sulit untuk memprediksi skema-skema khusus penghindaran pajak yang
akan dilakukan oleh subjek pajak di kemudian hari). Untuk dapat menangkal praktik
penghindaran pajak perlu adanya kombinasi antara ketentuan umum anti penghindaran
pajak (General Anti Avoidance Rule/ GAAR) dan ketentuan khusus anti penghindaran
pajak.
ketentuan anti penghindaran pajak domestik seperti "substance over form principle",
"economic substance", dan ketentuan umum anti penghindaran pajak (General Anti
berganda. Akan tetapi, sudah ada kesepakatan antara negara anggota OECD bahwa
penerapan GAAR ini harus dilaksanakan dengan hati-hati agar jangan sampai terjadi
pemajakan berganda. Penerapan ketentuan GAAR hanya bisa dilaksanakan jika sudah
terdapat bukti yang sangat jelas bahwa perjanjian penghindaran pajak berganda telah
disalahgunakan.
Ketentuan GAAR dapat dikembangkan melalui Undang-Undang pajak
satu doktrin yang dikembangkan oleh pengadilan di banyak negara dalam menyangkal
dengan cara membuat aturan tentang step transaction doctrine. Ketentuan tentang step
transaction doctrine tersebut telah dikembangkan di Pengadilan Pajak AS (US Tax Court).
menyatakan bahwa suatu rangkaian transaksi yang secara formal dibuat terpisah akan
dibatalkan dan dijadikan sebagai satu transaksi yang tidak terpisahkan. Selain itu, dalam
rangka untuk menangkal complex series of transactions yang tidak mempunyai tujuan
macam alat uji untuk menerapkan ketentuan step transaction doctrine sebagai berikut ini:
dijalankan, ternyata ada suatu kesepakatan yang mengikat untuk menjalankan tahap
yang kedua, maka transaksi yang terpisah tersebut akan dianggap tidak ada.
Apabila terdapat transaksi yang sudah direncanakan dari awal bahwa transaksi
tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan jika sampai ke tahap yang
terakhir, maka transaksi yang terpisah tersebut akan dianggap tidak ada.
Apabila tahap-tahap yang terpisah tersebut adalah merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan sehingga jika suatu bentuk formal yang dibuat pada tahap yang pertama
dijalankan, maka tahap pertama tersebut tidak akan mempunyai arti apapun jika tidak
disalahgunakan oleh subjek pajak yang tidak berhak (treay shopping) seperti pasal
perjanjian penghindaran pajak berganda, yang masih berlaku, tidak mudah untuk
dilakukan.
bukti yang jelas bahwa perjanjian penghindaran pajak berganda telah disalahgunakan.
Walaupun suatu negara telah mempunyai SAAR untuk menangkal praktik treaty
shopping, tetapi ketentuan tersebut masih belum cukup. Oleh karena itu, dibutuhkan
melalui putusan pengadilan pajak, sebagai pelengkap. Menurut Brian J. Arnold, dalam
beberapa kasus GAAR harus dapat meng-override SAAR, jika tidak, maka para pelaku
penghasilan. Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa GAAR kedudukannya lebih
Sumber:
Darussalam; Hutagaol, John & Septriadi, Danny. 2010. Konsep dan Aplikasi Perpajakan