Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES PRODUKSI
PEMBUATAN ASAP CAIR DAN KARBON AKTIF
DENGAN PROSES PIROLISIS

DISUSUN OLEH :
Nama / NIM :1. Adela Apriliani Agustin/ 14 644 010
2. Devi Marnilasari / 14 644 047
3. Endang Sri Ulina Sirait / 14 644 059
4. Dwi Rizkianto / 14 644 062
Kelas : VII B / S1 Terapan
Kelompok : VI ( Enam )
Dosen Pembimbing : Marinda Rahim, S.T., M.T

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI
“PEMBUATAN ASAP CAIR DAN KARBON AKTIF
DENGAN PROSES PIROLISIS”

Nama / NIM : 1. Adela Apriliani Agustin/ 14 644 010


2. Devi Marnilasari / 14 644 047
3. Endang Sri Ulina Sirait / 14 644 059
4. Dwi Rizkianto / 14 644 062
Kelompok : VI ( Enam )
Kelas : VII B / S1 Terapan

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 2017

Mengetahui
Dosen Pembimbing

Marinda Rahim, S.T., M.T


NIP. 19721128 200312 2 001
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
- Mahasiswa dapat mengoperasikan alat pirolisis.
- Mahasiswa dapat membuat asap cair grade 2.
- Mahasiswa dapat membuat karbon aktif.
- Mahasiswa dapat menganalisis kualitas karbon aktif.

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Pirolisis
Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga
terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisis
adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh
adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengadung
pengertian bahwa apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan
diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-
senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk
yaitu padatan, gas dan cair (Jamilatun dkk, 2015).
Pirolisis untuk pembentukan arang terjadi pada suhu 150 – 1000 °C. Arang
dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi karbon monoksida, gas hidrogen dan
gas hidrokarbon. Pirolisis dapat didefenisikan juga sebagai proses penguraian yang
tidak teratur dari bahan-bahan organik atau senyawa komplek menjadi zat dalam tiga
bentuk yaitu padatan, cairan dan gas yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa
berhubungan dengan udara luar pada suhu yang cukup tinggi (Jamilatun dkk, 2015).
Proses pirolisis melibatkan berbagai reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi,
polimerisasi dan kondensasi. Reaksi-reaksi yang terjadi selama pirolisis kayu adalah :
penghilangan air dari kayu pada suhu 120 – 150 °C, pirolisis hemiselulosa pada suhu
200 – 250 °C, pirolisis selulosa pada suhu 280 – 320 °C dan pirolisis lignin pada suhu
400 °C. Pirolisis pada suhu 400 °C ini menghasilkan senyawa yang mempunyai
kualitas organoleptik yang tinggi dan pada suhu yang lebih tinggi lagi akan terjadi
reaksi kondensasi pembentukan senyawa baru dan oksidasi produk kondensasi diikuti
kenaikan linier senyawa tar dan hidrokarbon polisiklis aromatik (Girrard, 1992).

1.2.2 Asap Cair


Asap cair merupakan campuran larutan dari disperse asap dalam air yang dibuat
dengan mengkondensasikan asap cair hasil pembakaran bahan bakar, dimana selama
pembakaran komponen utama bahan bakar seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin
akan mengalami pirolisa menghasilkan 3 kelompok senyawa yang mudah menguap
yang dapat terkondensasi, gas yang tidak dapat dikondensasikan dan zat padat berupa
arang. Asap cair mengandung berbagai komponen kimia seperti fenol, aldehid, keton,
asam organik, alkohol dan ester (Putri dkk, 2015).
Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang melibatkan
reaksi dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organik dengan berat molekul
rendah karena pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, depolimerisasi dan
kondensasi (Girrard, 1992). Asap cair diperoleh secara destilasi kering bahan baku
misalnya tempurung kelapa, sabut kelapa atau kayu pada suhu 400 °C dengan peristiwa
kondensasi dalam kondensor berpendingin air (Karseno dkk, 2002).
Asap cair dengan bahan baku tempurung kelapa diproduksi dengan cara
tempurung kelapa dibakar dalam suatu wadah yang tahan terhadap tekanan. Media
pendingin yang digunakan pada kondesor adalah air yang dialirkan melalui pipa inlet
dan keluar dari pipa outlet secara berlawanan terhadap asap yang masuk, kemudian
wadah bahan baku dipanaskan selama satu jam. Asap yang keluar dari hasil
pembakaran tidak sempurna tersebut dialirkan ke kondensor dan dikondensasikan
menjadi asap cair (Hanendyo, 2005 dalam Rasyid 2010).
Komposisi utama yang terdapat dalam tempurung kelapa adalah hemisellulosa,
selulosa dan lignin. Hemisellulosa adalah jenis polisakarida dengan berat molekul kecil
berantai pendek dibanding dengan selulosa dan banyak dijumpai pada kayu lunak.
Hemisellulosa disusun oleh pentosan dan heksosan. Pentosan banyak terdapat pada
kayu keras sedangkan heksosan terdapat pada kayu lunak (Kasim dkk, 2015).
Tempurung kelapa merupakan lapisan keras dengan ketebalan 3 – 5 mm, sifat
keras dari tempurung kelapa disebabkan banyaknya kandungan silika (SiO2) pada
tempurung tersebut. Selain itu, tempurung juga banyak mengandung lignin. Sedangkan
kandungan methoxyl dalam tempurung hampir sama dengan yang terdapat dalam kayu.
Namun jumlah kandungan unsur – unsur itu bervariasi tergantung lingkungan
tumbuhnya. Komposisi kimia tempurung kelapa menurut Djatmiko dkk (1985) adalah:
Tabel 1.1 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa
Komponen Persentase (%)
Abu 0,23
Lignin 33,30
Selulosa 27,31
Pentosan 17,67
Metoxil 5,39
Sumber : Djatmiko 1985
Siskos dkk (2007) menyatakan bahwa asap cair mengandung beberapa zat anti
mikroba antara lain adalah asam dan turunannya antara lain : alkohol, aldehid,
hidrokarbon, keton, fenol, piridin dan metil piridin.
Berikut merupakan komposisi asap cair :
Tabel 1.2 komposisi asap cair
Komposisi kimia Kandungan (%)
Air 11 – 92
Fenol 0,2 – 2,9
Asam 2,8 – 4,5
Karbonil 2,6 – 4,6
Ter 1 – 17
Sumber : Maga 1988
Asap cair pertama kali diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi
di Kansas City, dikembangkan dengan metode kasar dari distilasi kayu asap (Pszczola,
1995). Produk asap cair digunakan untuk mengawetkan daging babi dan babi asin dan
untuk memberi cita rasa pada beberapa bahan makanan. Menurut Pszczola (1995) dan
Chen dan Lin (1997), asap cair mempunyai kelebihan yaitu :
1. Selama pembuatan asap cair, senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon dapat
dihilangkan.
2. Konsentrasi pemakaian asap cair dapat diatur dan dikontrol serta kualitas
produk akhir menjadi lebih seragam.
3. Polusi udara dapat ditekan.
4. Pemakaian asap cair lebih mudah yaitu dengan cara direndam atau
disemprotkan serta dicampurkan langsung ke dalam bahan pangan.
Berikut ini merupakan standar kualitas asap cair spesifikasi jepang
Tabel 1.2 Kualitas Asap Cair Spesifikasi Jepang.
Komposisi Nilai
Ph 1,50 – 3,70
Berat Jenis (Spesific Gravity) > 1,005
Kuning coklat kemerahan (Yellow
Warna (Color)
Brown Reddish)
Transparansi (Transparency) Transparan (Tranparent)
Tidak ada bahan terapung (No Float
Bahan Terapung (Material of Float), %
Material)
Keasaman (Acidity), % 1 – 18
Fenol (Phenol), % -
Karbonil (Carbonil), % -
Sumber : Yatagai 2002, Alpian dkk 2012
Kualitas asap cair sangat ditentukan oleh komposisi komponen kimia yang
dikandungnya, dan komponen kimia yang diamati salah satunya adalah pH. Nilai pH
ini menunjukkan tingkat proes penguraian komponen kimia kayu yang terjadi
menghasilkan asam organik pada asap cair. Asap cair yang memiliki pH rendah
menunjukkan kualitas asap cair yang dihasilkan berkualitas tinggi terutama dalam hal
penggunaanya sebagai pengawet makanan. Nilai pH yang rendah secara keseluruhan
berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap ataupun sifat
organoleptiknya (Wijaya dkk, 2008).
Menurut Darmadji (1996) keasaman mempunyai peranan penting dalam
menghambat mikroba. Aktivitas bakteri pembusuk dan pathogen yang diuji dapat
dihambat oleh aktivitas antimikroba asap cair.

1.2.3 Pemurnian Asap Cair dengan Destilasi

Unit operasi destilasi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan


komponen-komponen yang ada di dalam suatu larutan atau cairan yang tergantung
pada distribusi komponen-komponen yang ada di dalam suatu cairan atau larutan
antara fase uap dan fase cair. Semua komponen tersebut terdapat dalam kedua fase
tersebut. Fase uap terbentuk dari fase cair melalui penguapan pada titik didihnya
(Geankoplis 1983 dalam Rasyid 2010). Destilasi dilakukan untuk menghilangkan
senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya, seperti poliaromatik hidrokarbon dan
tar melalui pengaturan suhu didih sehingga diharapkan hasil destilasi asap cair lebih
jernih, bebas tar (Darmadji, 2002).

1.2.4 Zeolit

Zeolit merupakan adsorbent yang unik, karena memiliki ukuran pori yang
sangat kecil dan seragam jika dibandingkan dengan adsorbent yang lain seperti karbon
aktif dan silika gel, sehingga zeolite hanya mampu menyerap molekul-molekul yang
berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter celah rongga, sedangkan molekul yang
diameternya lebih besar dari pori zeolit akan tertahan dan hanya melintasi antar
partikel. Dalam keadaan normal ruang hampa dalam kristal zeolit terisi oleh molekul
air yang berada disekitar kation. Bila zeolite dipanaskan maka air tersebut akan keluar.
Zeolite yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau cairan
(Khairinal 2002 dalam Rosita dkk).

1.2.5 Karbon Aktif

Karbon aktif dikenal sebagai bahan yang menjanjikan dengan aplikasi luas
sebagai adsorben, katalis atau pengemban katalis karena permukaan yang baik dan
karakteristik tekstur yang dapat dengan mudah dikontrol oleh produser persiapan dan
pengguna precursor (F. Rodriguez-Reinoso 1998 dalam Jamilatun dkk 2015).

Arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85 – 95 %


karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan
pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung diusahakan tidak terjadi kebocoran
udara didalam ruangan pemanas sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut
hanya terkarbonisasa dan tidak teroksidasi (Kundari, 2008)

Arang aktif dapat dibuat melalui dua tahap, yaitu tahap karbonisasi dan aktivasi
(Kvech dan Tull, 1988 dalam Budiono, 2010). Karbonisasi merupakan suatu proses
pengarangan dalam ruang tanpa adanya oksigen dan bahan kimia lainnya, sedangkan
aktivasi adalah perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori
dengan cara memecah ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul permukaan
sehingga arang mengalami perubahan sifat baik fisika atau kimia (Triyana dan Tuti,
2003 dalam Budiono, 2010). Kualitas arang aktif dinilai berdasarkan persyaratan
Standar Industri Indonesia sebagai berikut :

Tabel 1.3 Persyaratan Arang Aktif Menurut SII No.0258 – 79

Jenis Persyaratan
Bagian yang hilang pada pemanasan
Maksimum 15 %
950 °C
Kadar Air Maksimum 10 %
Kadar Abu Maksimum 2,5 %
Bagian yang tidak mengarang Tidak nyata
Daya serap terhadap I2 Minimum 20 %
Sumber : Anonim 1979 dalam Jamilatun dkk, 2015

Kadar air berpengaruh besar dalam proses pengarangan dan sifat arang
terutama pengaruhnya terhadap nilai kalor arang yang dihasilkan. Semakin tinggi
kadar air aranag maka akan mengakibatkan nilai kalornya akan semakin rendah. Arang
yang memiliki kualitas yang baik yaitu arang dengan nilai kalor atau panas pembakaran
tinggi, sehingga tidak mengeluarkan asap pada saat pembakaran ( Winarni dkk 2003
dalam Fauziah, 2009).

Kadar zat menguap merupakan hasil dekomposisi zat-zat penyusun arang


sakibat proses pemanasan selama pengarangan dan bukan komponen penyususn arang
(Pari, 2004 dalam Fauziah, 2009). Arang dengan kadar zat menguap yang tinggi akan
menhasilkan asap pembakar yang tinggi pula pada saat arang tersebut digunakan.
(Fauziah, 2009).

Kadar abu merupakan sisa dari pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur
karbon dan nilai kalor lagi. Nilai kadar abu menunjukkan jumlah sisa dari akhir proses
pembakaran berupa zat-zat mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran
(Fauziah, 2009).

Daya adsorbsi karbon aktif terhadap iod memiliki korelasi dengan luas
permukaan dari karbon aktif. Semakin besar angka iod maka semakin besar
kemampuannya dalam mengadsorbsi adsorbant atau zat terlarut. Penambahan larutan
iod berfungsi sebagai adsorbant yang akan diserap oleh karbon aktif sebagai
adsorbennya. Terserapnya larutan iod ditunjukkan dengan adanya pengurangan
konsentrasi larutan iod. Pengukuran konsentrasi iod sisa dapat dilakukan dengan
menitrasi larutan iod dengan natrium tiosulfat 0,1 N dan indikator yang digunakan
yaitu amilum. Peningkatan bilangan iod terjadi sebagai akibat semakin banyaknya
pengotor yang terlepas dari permukaan karbon aktit (Laos dkk, 2016).

1.2.6 Aktivasi

Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku
yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap
arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan
hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang
mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya
bertambahn besar dan berpengaruh terhadap daya adsorbsi (Jamilatun dkk, 2015).
Pengaktifan karbon dari hasil pengarangan dilakukan dengan dua acara yaitu :

a. Aktivasi Thermal
Aktivasi thermal adalah proses aktivasi yang melibatkan adanya gas
pengoksidasai seperti udara pada temperature rendah, uap, CO2, atau aliran gas
pada temperature tinggi.
b. Aktivasi Kimia
Aktivasi kimia merupakan suatu proses aktivasi yang menggunakan bahan-
bahan kimia yang telah ada dalam karbon ataupun sengaja ditambahkan untuk
mengurai material selulosa secara kimia. Beberapa bahan kimia yang paling
umum digunakan sebagai activator yaitu : CaCl2, MnCl2, ZnCl2, Ca(OH)2,
H2SO4, H3PO4, NaOH dan lain-lain (Surest dkk, 2008).
BAB II

METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat yang digunakan
- Satu set peralatan pirolisis - Cawan crucible
- Satu set peralatan destilasi - Cawan petridish
- Erlenmeyer 250 dan 1000 m - Statif dan klem
- Gelas kimia 50, 100 dan 500 ml - Lumpang dan alu
- Labu ukur 100 dan 500 ml - Aluminium foil
- Pipet volume 5, 10, 25 dan 50 - Piknometer
ml - Pisau
- Disk Mill Crusher Model FFC- - Kaca arloji
15-1 - Desikator
- Ro-Tap Sieve Shaker ME-185S - Spatula
- Oven - Magnetic stirer
- Furnace Thermolyne 48000 - Hot plate
Model F48010 - Neraca digital
- Screening 7/16 in, nomor 8, 9, - Corong
10, 18 dan 20 - Buret 50 ml
- Termometer
- Stopwatch
- Gegep
- Botol semprot
- Bulp
- Batu didih
- Palu
2.1.2 Bahan yang digunakan
- Tempurung kelapa - Larutan HCl 4
- Zeolite - Padatan Kalium Dikromat
- Kertas saring whatman No. 42 (K2Cr7O7)
- Aquadest - 3 buah Es batu
- Indikator universal - Alumunium Foil
- Indikator P - Larutan I2 0,1 N
- Larutan NaOH 0,1 N - Indikator kanji
- Larutan KI 20 % - Larutan Natrium
- H3PO4 85 % - Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N

2.2 Prosedur Kerja


2.2.1 Preparasi Bahan Baku
1. Menyiapkan tempurung kelapa ± 3 kg
2. Membersihkan tempurung kelapa dari serabut
3. Membersihkan serabut tempurung kelapa dengan menggunakan pisau dan
mengecilkan ukuran tempurung kelapa dengan menggunakan palu agar mudah
dicrusher
4. Menghubungkan mesin crusher dengan sumber arus listrik
5. Menghidupkan mesin crusher dengan menekan tombol on pada papan kontrol
6. Memasukan tempurung kelapa sedikit demi sedikit ke dalam crusher
7. Menampung tempurung kelapa yang keluar dari alat crusher
8. Mematikan mesin crusher dan mencabut kabel dari sumber arus listrik
9. Menyusun screening dari ayakan 5 mesh, 8 mesh, 9 mesh, 10 mesh dan
penampungan secara berurutan dari atas ke bawah
10. Memasukan tempurung kelapa yang telah di crushing ke dalam screening
11. Menghubungkan alat sieve shaker dengan sumber arus listrik
12. Memasang screening pada alat sieve shaker
13. Menimbang tempurung kelapa yang tertahan di ayakan 8 mesh dan 9 mesh
14. Mengumpulkan tempurung kelapa sesuai dengan masing-masing ukurannya
hingga total beratnya mencapai 1000,70 gram
15. Memutuskan sumber arus listrik pada alat sieve shaker

2.2.2 Proses Pirolisis


1. Menyiapkan tempurung kelapa yang telah discreening
2. Mencampur tempurung kelapa dari masing-masing ukuran sampai homogen
3. Menimbang sebanyak 1 kg tempurung kelapa yang telah homogen
4. Mempersiapkan alat pirolisis, kondensor dan pompa air pendingin
5. Mengeluarkan selongsong dari alat pirolisis
6. Memadatkan bagian paling bawah pada selongsong menggunakan sabut kelapa
7. Memasukkan tempurung kelapa ke dalam selongsong
8. Memasukkan kembali selongsong ke dalam alat pirolisis
9. Memasang baut pada alat pirolosis dengan menggunakan kunci inggris
10. Menghubungkan kondensor pada alat pirolisis
11. Merangkai aliran air pendingin dengan menempatkan pompa dalam kotak
styrefoam kemudian mengisinya dengan air dan 3 buah es batu
12. Menghubungkan pompa dan selang air pendingin pada kondensor
13. Menghubungkan pompa ke sumber arus listrik agar air pendingin mengalir
kembali ke dalam kondensor
14. Mempersiapkan erlenmeyer 1000 ml yang telah diketahui berat kosongnya dan
aluminium foil untuk menampung produk asap cair yang keluar melalui
kondensor
15. Memastikan erlemeyer 1000 ml yang terhubung dengan alat pirolisis tertutup
rapat dengan menggunakan alumunium foil agar tidak ada asap yang keluar
16. Menghubungkan alat pirolisis dengan sumber arus listrik
17. Menghidupkan alat pirolisis dan menaikkan suhu pada temperatur controller
dengan mengatur setpoint secara bertahap mulai dari 150, 300, 450 hingga 600
o
C
18. Jika set point sudah mencapai 600 oC, menjalankan proses pirolisis selama 3 jam
dan mencatat perubahan suhu pada variabel proses setiap 10 menit
19. Mengambil produk asap cair hasil pirolisis dan menimbangnya
20. Mengukur pH dan mengamati warna produk asap cair yang dihasilkan
21. Menurunkan temperatur alat pirolisis dengan mengatur setpoint secara bertahap
mulai dari 450, 300 hingga 150 oC
22. Memutuskan sumber arus listrik dari pompa dan alat pirolisis
23. Melepaskan selang air pendingin dari kondensor
24. Melepaskan kondensor dari tabung pirolisis
25. Menutup bagian atas tabung pirolisis dengan menggunakan aluminium foil
26. Mengambil dan menimbang residu karbon aktif dalam selongsong alat pirolisis
setelah 24 jam
27. Menyimpan residu (karbon aktif) yang diperoleh
28. Membersihkan selongsong alat pirolisis dan kondensor menggunakan bensin
dan aseton
29. Menyimpan kembali rangkaian alat pirolisis

2.2.3 Proses Pemurnian Asap Cair


1. Mengendapkan produk asap cair yang diperoleh selama 1 minggu untuk
memisahkan fraksi berat (tar)
2. Menyaring produk asap cair hasil pengendapan dengan menggunakan kertas
saring whatman nomor 42
3. Mengukur pH produk asap cair yang telah disaring dan mengamati warnanya
4. Memasukan produk asap cair ke dalam labu leher dua yang telah diisi dengan
batu didih
5. Memasang labu leher dua pada pemanas serta menghubungkannya dengan
kondensor dan elbow dengan menggunakan konektor
6. Memasang erlenmeyer 500 ml yang telah diketahui berat kosongnya terlebih
dahulu pada ujung kondensor untuk menampung hasil destilasi
7. Menghubungkan pemanas dan kondensor dengan sumber arus listrik
8. Menghubungkan selang air pendingin pada kondensor
9. Menjalankan air pendingin pada kondensor
10. Mengatur temperatur pemanas pada skala sedang
11. Mengamati dan mencatat temperatur dan waktu pada saat terjadi tetesan pertama
dari kondensor
12. Menjalankan proses destilasi sampai tidak ada lagi cairan yang menetes dari
kondensor
13. Menurunkan temperatur pemanas secara bertahap dan mematikan pemanas
14. Mematikan pompa dan pendingin water bath
15. Memutuskan sumber arus listrik pada pemanas dan water bath
16. Melepas rangkaian alat destilasi dan membersihkannya
17. Mengukur pH asap cair hasil destilasi dan mengamati warnanya
18. Menimbang asap cair hasil destilasi
19. Menimbang zeolite dengan perbandingan 1:1 dengan berat asap cair yang
diperoleh
20. Merendam asap cair dengan zeolit selama 1 jam
21. Menyaring asap cair dengan menggunakan kertas saring
22. Mengukur pH asap cair yang telah disaring dan mengamati warnanya

2.2.4 Penentuan Kadar Asam Asetat


1. Memipet 10 ml asap cair yang telah dimurnikan
2. Memasukan ke dalam labu ukur 100 ml
3. Menambahkan aquadest hingga tanda batas dan mengocoknya hingga homogen
4. Memipet 25 ml asap cair yang telah diencerkan dan memasukan ke dalam
erlenmeyer 250 ml
5. Menetesi dengan indikator PP sebanyak 2-3 tetes
6. Menitrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N sebagai penitar hingga berubah
warna dari bening menjadi merah muda
7. Mencatat volume NaOH 0,1 N yang digunakan
2.2.5 Penentuan Densitas Asap Cair
1. Mengukur temperatur asap cair menggunakan termometer
2. Menimbang piknometer kosong dalam keadaan kering dan bersih lalu mencatat
datanya
3. Memasukkan asap cair ke dalam piknometer hingga penuh
4. Menimbang piknometer yang berisi asap cair dan mencatat datanya
5. Membersihkan kembali piknometer yang telah digunakan
2.2.6 Preparasi Karbon Aktif
a. Preparasi Arang
1. Menyiapkan produk arang hasil pirolisis
2. Memisahkan tempurung kelapa yang tidak terbakar sempurna menjadi arang
3. Mengecilkan ukuran arang dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Menyusun screening dari ayakan 14 mesh, 16 mesh dan penampungan secara
berurutan dari atas ke bawah
5. Memasukan arang ke dalam screening
6. Menghubungkan alat sieve shaker dengan sumber arus listrik
7. Memasang screening pada alat sieve shaker
8. Menimbang arang yang tertahan di ayakan 16 mesh
9. Mengumpulkan arang yang tertahan di ayakan 16 mesh hingga jumlahnya
mencapai 50 gram
10. Memutuskan sumber arus listrik pada alat sieve shaker

b. Membuat Larutan H3PO4 10 % sebagai Aktivator


1. Menghitung volume larutan induk (H3PO4 85 %) yang dibutuhkan
2. Memasukkan ± 200 ml aquadest ke dalam labu ukur 500 ml terlebih dahulu
3. Memipet larutan H3PO4 85 % sebanyak yang dibutuhkan dan
memasukkannya ke dalam labu ukur
4. Menutup labu ukur dan membiarkan hingga larutan dalam labu ukur dingin
5. Menambahkan aquadest hingga tanda batas
6. Mengocoknya hingga larutan homogen
c. Aktivasi Arang Aktif
1. Memasukkan 50 gram arang ke dalam gelas kimia 1000 ml
2. Menambahkan 500 ml H3PO4 85 %
3. Merendam arang selama 2,5 jam dengan pengadukan kecepatan sedang
4. Menyaring arang yang telah diaktivasi dengan menggunakan kertas saring
5. Mengukur pH aquadest yang akan digunakan untuk mencuci arang yang telah
diaktifkan
6. Mencuci arang yang telah diaktivasi dengan aquadest hingga pH air sisa
pencucian sama dengan pH aquadest awal
7. Mengeringkan arang yang telah dicuci pada temperatur 120 oC selama 2 jam
menggunakan oven
8. Mendinginkan arang aktif dalam desikator hingga mencapai temperatur
ruangan
9. Menimbang dan menyimpan arang yang telah diaktivasi

2.2.7 Uji Kualitas Karbon Aktif


a. Analisa Kadar Air (ASTM D-3173)
1. Menaikkan temperatur oven hingga 110 oC
2. Menimbang cawan petridish kosong beserta tutupnya dan mencatat datanya
3. Menambahkan sampel sebanyak ± 1 gram ke dalam cawan petridish,
meratakan sampel dan menutup kembali cawan petridish
4. Menempatkan tutup petridish dalam desikator dan memasukan cawan
petridish tanpa tutup (menggunakan metal tray) ke dalam oven
5. Memanaskan selama 1 jam
6. Mengeluarkan tray dari oven, menutup cawan petridish dengan segera lalu
memasukan ke dalam desikator sampai mencapai temperatur ruangan (10-
15 menit)
7. Menimbang cawan petridish, tutup petridish dan sampel kemudian mencatat
datanya
8. Melakukan perhitungan dengan rumus :
𝑚 −𝑚
% kadar air = 𝑚2 −𝑚3 x 100%................................................(1)
2 1

Keterangan:
m1 = massa cawan kosong (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

9. Menurunkan suhu oven sampai 40oC kemudian mematikan dan memutuskan


arus listrik pada oven

b. Analisa Kadar Abu (ASTM 3174-77)


1. Menimbang cawan crucible bersih dan mencatat datanya
2. Menambahkan ± 1 gram sampel ke dalam cawan crucible dan mencatat
datanya. Mengetuk pelan-pelan untuk meratakan sampel
3. Meletakkan cawan berisi sampel ke dalam furnace pada temperatur ruangan
4. Mengatur temperatur hingga 500 oC membiarkan selama 60 menit
5. Menaikkan temperatur furnace sampai 750 oC dan memanaskan selama 120
menit
6. Mengeluarkan cawan dari dalam furnace kemudian memasukannya ke
dalam desikator dan membiarkan sampai dingin hingga mencapai
temperatur ruangan
7. Menimbang cawan crucible dan abu
8. Membersihkan cawan crucible dengan menggunakan kuas kering dan
menimbang kembali cawan crucible
9. Melakukan perhitungan dengan rumus :
𝑚 −𝑚
% kadar abu = 𝑚3 −𝑚4 𝑥 100%..................................................... (2)
2 1

Keterangan:
m1 = massa cawan kosong (sebelum pemanasan) (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)
m4 = massa cawan kosong (setelah pemanasan) (gram)

c. Analisa Valtile Matter (ASTM D-3175)


1. Menaikkan temperatur furnace hingga 950°C
2. Menimbang cawan crucible kosong beserta tutup kemudian mencatatnya
pada lembar kerja analisa
3. Menimbang secara merata sampel ± 1 gram ke dalam cawan crucible, lalu
menutupnya kembali dan mencatat hasil timbangan
4. Memasukkan cawan crucible yang telah berisi sampel ke dalam furnace
beserta tutupnya dan memijarkan selama 7 menit.
5. Mengeluarkan cawan crucible dari furnace dan mendinginkannya pada
desikator selama 7 menit.
6. Menimbang cawan yang berisi residu yang telah didinginkan tersebut
beserta tutupnya dan mencatat hasil timbangan.
7. Melakukan perhitungan menggunakan rumus :
𝑚 −𝑚
% Volatile Matter = (𝑚2 −𝑚3 𝑥 100% ) − 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟.................... (3)
2 1

Keterangan:
m1 = massa cawan kosong (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3 = massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

8. Menurunkan suhu furnace sampai 70oC kemudian mematikan dan


memutuskan arus listrik pada furnace
d. Analisa Fixed Carbon
Penentuan fixed carbon ditentukan dengan rumus:
% Fixed carbon = 100% – (kadar air + kadar abu + volatile matter).........(4)
e. Analisa Daya Serap Terhadap I2 (Dahlius A, dkk, 1983)
 Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N
1. Menimbang 0,245 gram K2Cr2O7 dan memasukkan ke dalam gelas kimia
50 ml
2. Melarutkannya dengan sedikit aquadest lalu memasukkan ke dalam labu
ukur 50 ml
3. Menambahkan aquadest sampai tanda batas kemudian
menghomogenkannya
4. Memipet 25 ml larutan K2Cr2O7 kedalam erlenmeyer 500 ml
5. Menambahkan 10 ml larutan KI 20 % dan 25 ml HCl 4N kemudian
mengencerkan sampai 200 ml
6. Menitrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N hingga berwarna kuning
muda
7. Menambahkan indikator kanji hingga menjadi warna hijau
8. Melanjutkan titrasi hingga warna bening
9. Mencatat volume larutan natrium tiosulfat yang digunakan

 Standarisasi Larutan I2 0,1 N


1. Memipet 25 ml larutan natrium tiosulfat 0,1 N ke dalam erlenmeyer 250
ml
2. Menambahakan indikator kanji
3. Menitrasi dengan larutan I2 0,1 N hingga larutan berwarna biru
4. Mencatat volume larutan I2 yang digunakan

 Analisa Daya Serap Terhadap I2


1. Menimbang dengan teliti ± 1 gram arang aktif kemudian memasukkannya
ke dalam erlenmeyer
2. Menambahkan 50 ml aquadest dan 5 ml larutan Iod 0,1 N yang telah di
standarisasi
3. Mengocok dengan hati-hati dan menutup dengan aluminium foil lalu
menyimpan di tempat gelap selama 2 jam
4. Menyaring untuk diambil filtratnya ke dalam erlenmeyer yang bersih
5. Menambahkan 25 ml aquadest dan indikator kanji (amilum) dan
menitrasinya dengan larutan Natrium Thiosulfat 0,1 N yang sudah
distandarisasi
6. Sebagai pembanding, membuat larutan blanko yaitu dengan cara
membuat larutan yang sama tanpa arang aktif
7. Melakukan perhitungan dengan rumus :
(𝑏−𝑎)×𝑁 𝑇ℎ𝑖𝑜 ×𝐵𝐸 𝐼𝑜𝑑
Daya serap Iod = × 100 %...........................(5)
𝑚𝑔 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Keterangan :
b = volume titran blanko (ml)
a = volume titran untuk contoh (ml)
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Tabel 3.1 Data Pengamatan Massa Bahan Baku Berdasarkan Ukurannya
Tyler Screen (mesh) Massa (g)

+5 0

-5 + 8 1204,32

-8 + 9 152,89

-9 + 10 93,03

Total 1450,24

Tabel 3.2 Data Pengamatan Neraca Massa Proses Pirolisis


Variabel Nilai (g)

Massa bahan baku (tempurung kelapa) 1000,70

Massa asap cair 479,48

Massa residu (karbon aktif) 327,42


Tabel 3.3 Data Pengamatan Proses Pirolisis

Variabel Nilai

Tsetpoint (oC) 600

602 +597
Taktual (oC) = 599,5
2

Waktu Pirolisis (h) 3

Massa bahan baku (g) 1000,70

Massa erlenmeyer kososng (g) 307,97

Massa erlenmeyer + produk asap cair (g) 787,45

Massa asap cair (g) 479,48

Massa residu (karbon aktif) (g) 327,42

Warna produk asap cair Coklat gelap

pH produk asap cair 2

Tabel 3.4 Data Pengamatan Proses Pemurnian Asap Cair

Parameter Nilai / Penampakan

Warna sebelum pemurnian Coklat gelap

pH sebelum pemurnian 2

Warna setelah disaring Coklat

pH setelah disaring 2
Temperatur tetes pertama destilasi 96,7 oC

38 menit setelah
Waktu saat tetes pertama destalasi pemanasan

Warna setelah destilasi Kuning keruh

pH setelah destilasi 2

Warna setelah direndam Zeolit Kuning jernih

pH setelah direndam Zeolit 3

Tabel 3.5 Data Pengamatan Analisa Kadar Asam Asetat pada Asap Cair

Parameter Nilai

Volume sampel produk asap cair yang dititrasi (ml) 25

I = 51,50
Volume NaOH 0,1 N yang digunakan untuk titrasi (ml) II = 32,95

Volume rata-rata NaOH 0,1 N yang digunakan untuk 51,50


= 52,50
53,50
titrasi (ml)

Tabel 3.6 Data Pengamatan Analisa Kadar Air Karbon Aktif

Sampel Massa Karbon Aktif (g) m1 (g) m2 (g) m3 (g)

1 1,0002 79,4193 80,4145 80,3934

2 1,0008 78,2642 79,2650 79,2420


Tabel 3.7 Data Pengamatan Analisa Kadar Abu Karbon Aktif

Sampel m1 (g) m2 (g) m3 (g) m4 (g)

1 21,5965 22,5971 21,6089 21,6039

2 22,3447 23,3464 22,3536 22,3530

Tabel 3.8 Data pengamtan Analisa Volatile Matter Karbon Aktif


Massa Karbon m3 (g)
Sampel m1 (g) m2 (g)
Aktif (g)

1 1,0003 56,1329 57,1332 56,9080

2 1,0273 60,6929 61,7202 61,4728

 Data Pengamatan Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)


0,1 N
N
Massa K2Cr2O7 = 0,2450 g
𝐵𝑀 K2Cr2O7 294 𝑔/𝑔𝑚𝑜𝑙
Bst K2Cr2O7 = 𝑉𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖
= 6
= 49 g/gmol

Volume Natrium Tiosulfat yang digunakan untuk titrasi = 24,95 ml


 Data Pengamatan Standarisasi Larutan I2 0,1 N
Volume Natrium Tiosulfat = 25 ml
N Natrium Tiosulfat = 0,0997 N
Volume I2 yang digunakan untuk titrasi = 25.65 ml
Tabel 3.9 Data Pengamatan Analisa Daya Serap Karbon Aktif Terhadap
I2
Massa Karbon Volume Titran Volume Sampel (ml)
Sampel
Aktif (g) Blanko (ml)

1 1,0003 4,3 3,0

2 1,0007 4,3 3,4

3.2 Data Percobaan


Tabel 3.10 Rendamen Asap Cair dan Karbon Aktif

Massa Bahan Massa Rendamen


Bahan Baku Produk (%)
Baku (g) Produk (g)

Asap Cair 479,48 47,9145


Tempurung
Kelapa 1000,70 Karbon 32,7191
327,42
Aktif

Tabel 3.11 Neraca Massa Proses Pirolisis

Sampel Massa (g)

Tempurung Kelapa (bahan baku) 1000,70

Asap cair 479,48

Karbon aktif (residu) 327,42

Massa yang hilang 193,80


Tabel 3.12 Diameter Rata-Rata Bahan Baku
Tyler X Dv
Massa Davg D3 C . D3 Xi / C .
Screen (Fraksi (mm)
(g) (in) (mm3) D3
(mesh) massa)

+5 0 0 4 64 33,4720 0

-5 + 8 1204,32 0,8304 3,18 32,157 16,8181 0,0494


1,8093
-8 + 9 152,89 0,1054 2,18 10,360 5,4183 0,0195
-9+ 10 93,03 0,0642 1,85 6,332 3,3116 0,0194
Total 1450,24 1 59,030 0,0883

Tabel 3.13 Hasil Kualitas Asap Cair


Mutu Asap Nilai Hasil
Parameter Cair Standar Parameter Pratikum
Jepang
pH setelah 2
destilasi
Ph 1,50 – 3,70
pH setelah 3
direndam zeolite
Warna setelah Kuning keruh
Kuning coklat
Warna dan destilasi
keemasandan
transparansi Warna setelah Kuning jernih
transparan
direndam Zeolit
Berat jenis
Berat jenis 1,0231
(specific >1,005
(specific gravity)
gravity)
Bahan Tidak ada
Tidak ada Bahan Terapung
Terapung
Kadar asam asetat I = 12,1295
dalam asap cair
Keasaman II = 12,6005
1 – 18%
(acidity)
Kadar asam asetat 12,3651
rata – rata

Tabel 3.14 Hasil Analisa Kualitas Karbon Aktif

Kadar air Kadar abu Volatile Daya serap


Sampel I2 (%)
(%) (%) Matter (%)

1 2,2982 0,4997 20,3930 1,1436

2 2,1202 0,0599 21,7843 1,6524

Rata – rata 2,2092 0,2798 21,0887 1,3981

3.3 Pembahasan
Praktikum ini bertujuan untuk mengoperasikan alat pirolisis, membuat asap
cair grade 2 dan karbon aktif dengan proses pirolisis serta menganalisis kualitas
karbon aktif. Pada praktikum ini menggunakan bahan baku tempurung kelapa
sebanyak 1000,70 gram untuk dipirolisis dengan temperatur operasi sebesar 600℃
selama kurang lebih 3 jam. Dari proses pirolisis menghasilkan asap cair sebanyak
479,48 gram dengan rendemen asap cair sebesar 47,9145% dan residu sebanyak
327,42 gram dengan rendemen arang aktif sebesar 32,7191% serta total massa yang
hilang sebanyak 193,80 gram. Massa bahan baku yang hilang dikarenakan adanya
sebagian massa yang menghilang ke lingkungan dalam bentuk gas berupa asap.
Hilangnya sebagian massa tersebut kemungkinan dikarenakan terdapat kebocoran
pada beberapa sambungan alat pirolisis.
Asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis memiliki warna coklat gelap
dengan pH 2, warna coklat gelap tersebut disebabkan karena adanya senyawa tar
yang masih terkandung dalam produk asap cair. Setelah asap cair di destilasi, warna
asap cair menjadi kuning keruh perubahan warna tersebut mengindikasikan bahwa
senyawa tar yang terdapat pada produk asap cair telah terpisahkan. Setelah proses
perendaman dengan zeolit, terjadi perubahan warna menjadi kuning bening dengan
pH menjadi 3 dan berat jenis 1,0231. pH asam pada asap cair disebabkan oleh
senyawa asam yang terkandung dalam asap cair antara lain asam asetat, propionat,
butirat, dan valerat. Saat perendaman menggunakan zeolit, terjadi proses adsorbsi
sebagian senyawa yang bersifat karsinogen seperti benzopyrene serta tar yang masih
terdapat pada asap cair. Berdasarkan tabel 3.13 produk asap cair setelah proses
pemunrnian yang dihasilkan pada praktikum ini telah memenuhi standar kualitas
Jepang dengan nilai pH 3; berat jenis 1,0231; warna kuning bening; transparan atau
tidak keruh; tidak ada bahan terapung pada asap cair dan kadar keasaman sebesar
12,3651 %.
Kualitas karbon aktif yang dihasilkan pada praktikum kali ini dapat dilihat
pada Tabel 3.14 pada parameter kadar air dan kadar abu telah memenuhi standar
namun pada parameter bagian yang hilang saat pemanasan 950 oC (volatile matter)
dan daya serap terhadap larutan I2 belum memenuhi standar yaitu volatile matter
sebesar 23,38 % dan daya serap terhadap I2 sebesar 1,08 %. Nilai volatile matter
ditentukan oleh waktu dan temperatur pengarangan (Rahim dan Indriyani, 2010;
Hendra dan Darmawan, 2000). Jika waktu proses pirolisis berlangsung lama dan
temperaturnya ditingkatkan maka semakin banyak zat terbang yang terbuang,
sehingga akan diperoleh kadar zat terbang yang semakin rendah. Proses pirolisis
yang berlangsung selama 3 jam dengan temperatur 600 oC dan adanya pembakaran
yang tidak sempurna pada tempurung kelapa dalam dasar selongsong
memungkinkan masih terdapat zat volatile yang tertangkap dalam karbon. Nilai
daya serap terhadap larutan I2 ditentukan oleh temperatur dan waktu aktivasi.
Menurut Wang, dkk (2010) semakin tinggi temperatur dan waktu aktivasi maka
semakin tinggi bilangan iodin karena makin banyak permukaan karbon yang
teraktivasi. Namun pada praktikum kali ini waktu yang digunakan pada aktivasi
kimia berupa perendaman menggunakan bahan kimia relatif singkat yaitu 2 jam. Hal
tersebut menyebabkan kurang maksimalnya bahan kimia dalam mengaktivasi
permukaan arang, selain itu tidak dilakukan aktivasi secara fisika berupa pemanasan
dengan temperatur yang cukup tinggi. Pemanasan dengan temperatur tinggi akan
menyebabkan terbentuknya pori yang baru sehingga luas dan jumlah pori yang
terdapat pada arang semakin bertambah. Semakin bertambahnya ukuran dan jumlah
pori yang dihasilkan akan menyebabkan kenaikan daya serap arang aktif sehingga
dapat menghasilkan daya serap iod yang maksimal.
Daya adsorbansi karbon aktif terhadap iod memiliki korelasi dengan luas
permukaan dari karbon aktif. Peningkatan bilangan iod terjadi sebagai akibat
semakin banyaknya pengotor yang terlepas dari permukaan karbon aktif. (jamilatun
dkk,2015). Namun pada praktikum ini bilangan iod tidak sesuai dengan standar SII
dan mengalami penurunan disebabkan karena permukaan pori-pori dari karbon aktif
sudah terkontaminasi dengan pengotor-pengotor lain. Sehingga menyebabkan
semakin sempit permukaan karbon aktif yang akan menurukan daya adsorbansi dari
karbon aktif. Sedangkan volatile matter juga tidak sesuai `dikarenakan karbon yang
telah diaktivasi menggunakan H3PO4 dan kemudian dicuci menggunakan aquadest
hingga pHnya netral, hal ini dapat menyebabkan pori-pori dari karbon aktif yang
telah diaktivasi dapat dengan mudah meyerap mineral yang masih terkandung dalam
aquadest dan membuat volatile matter meningkat ketika dianalisa.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pada pratikum proses pirolisis didapatkan rendamen asap cair
sebesar 47,9145 % ; rendamen karbon aktif sebesar 32,7191 % dan
bagian yang hilang sebesar 19,3664%
2. Kualitas asap cair sudah memenuhi standar Jepang dengan nilai pH
3 ; warna kuning bening; transparan atau tidak keruh ; tidak ada
bahan terapung pada asap cair dan kadar keasaman sebesar
12,3651%
3. Kualitas karbon aktif belum memenuhi standar SII pada parameter
volatile matter yaitu 21,0887% dan daya serap terhadap larutan I2
yaitu 1,3981%. Kadar air dan kadar abu telah memenuhi standar SII
dengan nilai berturut - turut sebesar 2,2092% dan 0,2798%.

4.2 Saran
1. Masukkan padatan ke dalam selongsong pada alat pirolisis seperti
serabut sebelum memasukan bahan baku agar terjadi pembakaran
sempurna pada bahan baku.
2. Perhatikan setiap sambungan pada alat pirolisis agar tidak ada
produk asap cair yang hilang ke lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

Al-Rasyid, Harun. 2010. Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Bahan
Pengawet Ikan Teri (Stoephorus commersonii, L,a,). Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Alpian, dkk. 2013. Kualitas Asap Cair Batang Gelam (Melaleuca sp.). Jurnal Penelitian
Hasil Hutan. Volume 32 Nomor 2.

Anonim. 1979. Standar Kualitas Arang Aktif Menurut SII. 0258-79. Departemen
Perindustrian. Jakarta.

Chen B.H dan Lin Y.S. 1997. Formation of Policyclic Aromatic Hydrocarbons during
Processing of Duck Meat. J Agric Food Chem 45 : 1394-1403.

Darmadji.P. 1996. Antibakteri Asap Cair dari Limbah Pertanian. Jurnal Agritech a6(4)
19-22.

Darmaji, P. 2002. Optimasi Proses Pembuatan Tepung Asap. Agritech. Fakultas


Teknologi Pertanian. UGM. Yogyakarta. 22(4): 174-175.

Djatmiko, B., S. Kateren dan Setyakartini. 1985. Arang: Pengolahan dan Kegunaannya.
Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,
Bogor.

Fauziah, N. 2009. Pembuatan Arang Aktif Secara Langsung dari Kulit Acacia Mangium
Wild dengan Aktivasi Fisika dan Aplikasinya Sebagai Absorben. Skripsi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

Girrard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Products. Ellis Horwood. New York.

Jamilatun, dkk. 2015. Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dengan Aktivasi
Sebelum dan Sesudah Pirolisis. Jurnal. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan.
Kasim, Fitriani dkk. 2015. Daur Ulang Limbah Hasil Industri Gula (Ampas
Tebu/Bagasse) dengan Proses Karbonisasi Sebagai Arang Aktif. Jawa Timur: Staf
Pengajar Teknik Lingkungan UPN “Veteran”

Karseno,P.Darmadji dan K. Rahayu. 2002. Daya Hambat Asap Cair Kayu Karet
Terhadap Bakteri Pengkontaminasi Lateks dan Ribbed Smoke Sheet. Jurnal
Agritech. 21 (1) : 10-15.

Maga, J.A. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press. Florida.

Pszczola.D.C. 1995. Tour Higlights Production and Uses if Smoke Base Flavors-Food
Tech (49): 70-74.

Putri, Rahmi Eka dan Diana. 2015. Karakteristik Asap Cair dari Tempurung Kelapa
Sebagai Pengganti Pengasapan Tradisional pada Ikan Bilih (Mystacoleuseus
padangensis). Jurnal Penelitian Agrica Ekstensia Volume 9 Nomor 2.

Siskos I, dkk. 2007. The Effect of Liquid Smoking of Fillets of Trout (Salmo gairdnerii)
on Sensory, microbiological and chemical changes during chilled storage. Food
Chem 101: 458-464.

Surest, dkk. 2008. Pengaruh Suhu, Konsentrasi Zat Aktivator dan Waktu Aktivasi
Terhadap Daya Serap Karbon Aktif dari Tempurung Kemiri. Jurnal Teknik Kimia,
Nomor 2, Volume 15.

Wijaya, M., dkk. 2008. Perubahan Suhu Pirolisis Terhadap Struktur Kimia Asap Cair
dari Serbuk Gergaji Kayu Pinus. Jurnal Hasil Hutan . 1(2): 73-77.
PERHITUNGAN

a. Diameter Rata-Rata Bahan Baku


Xi
Nomor Massa D3 Xi/ Dv
(fraksi Davg (in) C. D3
ayakan (g) (mm3) C.D3 (mm)
massa)
+5 0 0 4 64 33,4720 0
-5 +8 1204,32 0,8304 3,18 32,157 16,8181 0,0494
-8 +9 152,89 0,1054 2,18 10,360 5,4183 0,0195 1,8093
-9 +10 93,03 0,0642 1,85 6,332 3,3116 0,0883
Total 1450,24 1 59,030 0,0883

π
c= = 0,532
6

3
∑ Xi
Dv = c∙
√ Xi

c ∙ Di 3

3 1
= √0,532 ∙
0,0883

= 1,8093 mm

b. Rendemen Asap Cair


produk asap cair (g)
Rendemen = × 100 %
bahan baku (g)
479,48
= × 100 %
1000,70
= 47,9145%
c. Rendemen Karbon Aktif
produk karbon aktif (g)
Rendemen = × 100 %
bahan baku (g)
327,42
= × 100 %
1000,70
= 32,7191 %

d. Neraca Massa Proses Pirolisis


Massa yang hilang

Tempurung Kelapa
Pirolisis Asap Cair

Arang

Massa tempurung kelapa masuk (bahan baku) = 1000,70 g


Massa produk asap cair = 479,48 g
Massa residu (arang) = 327,42 g

Massa bahan baku = massa produk asap cair + massa residu + massa yang hilang
1000,70 g = 479,48 g + 327,42 g + massa yang hilang
Massa yang hilang = (1000,10 – 388,58 – 422,07) g
= 193,80 g

e. Penentuan Densitas Asap Cair


Massa piknometer kosong = 14,77 g
Massa piknometer + asap cair = 24,96 g
Volume piknometer = 10 ml
massa pikno isi − massa pikno kosong
ρ asap cair =
volume pikno
24,96 − 14,77
=
10
= 1,019 g/ml

f. Penentuan Berat Jenis Asap Cair


ρ asap cair = 1,019 g/ml
Temperatur asap cair = 29 oC
ρ air (29 oC) = 0,9960 g/ml

ρasap cair (29o C)


Berat jenis =
ρair (29o C)
1,019 g/ml
=
0,9960 g/ml
= 1,0231

g. Kadar Asam Asetat dalam Asap Cair


Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi = 52,50 ml
Normalitas NaOH = 0,1 N
BM asam asetat = 60 mg/mgmol
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
Faktor pengenceran (fp) = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑖𝑝𝑒𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑘𝑎𝑛
100 𝑚𝑙
= 10 𝑚𝑙

= 10
ρ asap cair = 1,019 g/ml
Volume asap cair = 25 ml

g
Massa sampel asap cair = 1,019 × 25 ml
ml
= 25,4750 g
= 25475 mg
volume NaOH × N NaOH × BM asam asetat × fp
Kadar asam (%) = × 100 %
massa sampel (mg)
52,50 × 0,1 × 60 × 10
= × 100 %
25475
= 12,3651 %

h. Volume Larutan Induk yang Dibutuhkan untuk Membuat H3PO4 10 %


Larutan induk = H2SO4 85 %
Volume H2SO4 85 % = V1
Volume H2SO4 10 % = V2

V1 ∙ %1 = V2 ∙ %2
V2 ∙ %2
V1 =
%1
500 ml ∙ 10
=
85
= 58,82 ml

i. Kadar Air Karbon Aktif


m2 − m3
% kadar air I = × 100 %
m2 − m1
80,4145 − 80,3934
= × 100 %
80,4145 − 79,4193
= 2,1202 %

m2 − m3
% kadar air II = × 100 %
m2 − m1
79,2659 − 79,2420
= × 100 %
79,2659 − 78,2642
= 2,2982 %
kadar air I + kadar air II
Rata − rata =
2
2,1202 % + 2,29826 %
=
2
= 2,2092 %

j. Kadar Abu Karbon Aktif


m3 − m4
% kadar abu I = × 100 %
m2 − m1
21,6089 − 21,6039
= × 100 %
22,5971 − 21,5965
= 0,4997 %

m3 − m4
% kadar abu II = × 100 %
m2 − m1
22,3536 − 22,3530
= × 100 %
23,3464 − 22,3447
= 0,0599 %

kadar abu I + kadar abu II


Rata − rata =
2
0,4997 % + 0,0599 %
=
2
= 0,2798 %

k. Volatile Matter Karbon Aktif


m2 − m3
% 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙𝑒 𝑚𝑎𝑡𝑡𝑒𝑟 I = ( × 100 %) − kadar air
m2 − m1
57,1332 − 56,9080
=( × 100 %) − 3,20 %
57,1332 − 56,1329
= 20,3930 %
m2 − m3
% 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙𝑒 𝑚𝑎𝑡𝑡𝑒𝑟 II = ( × 100 %) − kadar air
m2 − m1
61,7202 − 61,4728
=( × 100 %) − 3,20 %
61,7202 − 60,6929
= 21,7843 %

𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙𝑒 𝑚𝑎𝑡𝑡𝑒𝑟 I + 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙𝑒 𝑚𝑎𝑡𝑡𝑒𝑟 II


Rata − rata =
2
20,3930 % + 21,7843 %
=
2
= 21,0887 %

l. Fixed Carbon Karbon Aktif


% Fixed carbon I = 100% – (kadar air + kadar abu + volatile matter)
= 100 % – (2,1202 + 0,4997 + 20,3930) %
= 76,9871 %

% Fixed carbon II = 100% – (kadar air + kadar abu + volatile matter)


= 100 % – (2,2982 + 0,0599 + 21,7843) %
= 75,8571 %

m. Konsentrasi Larutan Natrium Tiosulfat Sebenarnya


V1 = Volume tio
N1 = Normalitas tio
V2 = Volume K 2 Cr2 O7 yang dipipet (25 ml)
Volume Natrium Tiosulfat yang digunakan untuk titrasi = 24,95 ml
V1 ∙ N1 = V2 ∙ N2

V2 × N2
N1 =
V1
25 × 0,1
=
24,95
= 0,1002 N
n. Konsentrasi Larutan I2 Sebenarnya
Volume Natrium Tiosulfat = 25 ml
N Natrium Tiosulfat = 0,1002 N
Volume I2 yang digunakan untuk titrasi = 26,65 ml
volume tio (ml) × N tio
N Iod =
volume Iod
25 × 0,1002
=
25,65
= 0,0977 N

o. Daya Serap Karbon Aktif terhadap I2


Daya serap I2 Sampel I
Volume titran blanko (b) = 4,3 ml
Volume titran untuk sampel (a) = 3,4 ml
N tio = 0,1002 N
BE Iod = 126,9 mg/mgrek
Massa sampel = 1,0007 g = 1000,7 mg

(b − a) × N tio × BE Iod
Daya serap Iod = × 100 %
massa sampel (mg)
(4,3 − 3,4) × 0,1002 × 126,9
= × 100 %
1000,7
= 1,1436 %

Daya serap I2 Sampel II


Volume titran blanko (b) = 4,3 ml
Volume titran untuk sampel (a) = 3,0 ml
N tio = 0,1002 N
BE Iod = 126,9 mg/mgrek
Massa sampel = 1,0002 g = 1000,2 mg
(b − a) × N tio × BE Iod
Daya serap Iod = × 100 %
massa sampel (mg)
(4,3 − 3,0) × 0,1002 × 126,9
= × 100 %
1000,2
= 1,6525 %

Daya Serap I2 Sampel I+Daya Serap I2 Sampel II


Daya serap I2 rata-rata =
2
1,1436 %+1,6525 %
= 2

= 1,3981 %

Anda mungkin juga menyukai