Disusun oleh:
Nur Dwi Lestari (2017130035)
Kelas : B
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang paling umum. Sekitar 5-
6% dari populasi memiliki kemungkinan mengalami depresi (prevalensi sesaat), dan
diperkirakan sekitar 10% dari masyarakat dapat mengalami depresi selama hidupnya
(prevalensi selama hidup). Gejala-gejala depresi seringkali tidak jelas dan tidak disadari
baik oleh dokter maupun penderita. Penderita dengan keluhan-keluhan yang tidak jelas
yang menolak penjelasan bahwa keluhan tersebut merupakan pewujudan dari penyakit
somatic (jasmani) dan mereka yang secara simplistic bisa dikatakan menderita neurosis
seharusnya dicurigai menderita depresi.
Depresi merupakan suatu penyakit yang heterogen yang telah digolongkan dan
diklasifikasikan dengan berbagai macam cara. Depresi mayor dan distimia merupakan
sindroma depresi murni, dimana gangguan bipolar dan gangguan siklotimik menandakan
depresi yang diasosiasikan dengan mania.
Sebuah usaha intensif untuk memformulasikan panduan untuk mengatasi depresi
dilakukan dengan publikasi antar disiplin pada Depression Guideline Panel (1993) dan
sekarang diperbarui dalam farmakoterapi yang baru (Mulrow et al, 1999). Pengobatan
farmakologis dianjurkan, meskipun diketahui terdapat masih ada peranan terapi
elektrokonvulsi untuk delusi atau bentuk-bentuk depresi yang berat yang mengancam
hidup. Selain penelitian intensif, mekanisme kerja berbagai pengobatan farmakologis
masih belum dimengerti, meskipun kebanyakan dari pengobatan tersebut dipercaya
memiliki pengaruh pada dua neurotransmitter monoamine: serotonin dan noreepinefrin.
B. Tujuan
1. Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang depresi dan mekanisme serta
efek farmakologisnya di dalam tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Depresi
Patogenesis Depresi Mayor : Hipotesis Amine
Teori biologik memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan serotonin
(5-HT). Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan oleh rendahnya
kadar NE otak, dan peningkatan NE menyebabkan mania. Pada beberapa pasien kadar
MHPG (metabolit utama NE rendah). Hipotesis indolamin menyatakan bahwa rendahnya
neurotransmiter serotonin (5-HT) otak menyebabkan depresi dan peningkatan serotonin
(5-HT) dapat menyebabkan mania. Hipotesis lain menyatakan bahwa penurunan NE
menimbulkan depresi dan peningkatan NE menyebabkan mania, hanya bila kadar
serotonin 5-HT rendah.
Mekanisme kerja obat antidepresan mendukung teori ini – antidepresan klasik
trisiklik memblok ambilan kembali (reuptake) NE dan 5-HT dan menghambat momoamin
oksidase inhibitor mengoksidasi NE. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang
menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI
(Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari
neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang
menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase.
Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang
menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi
serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin
semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem
serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang
tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan
golongan SSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-
uptake serotonin dan bukan menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin
menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya
memperbaiki gejala-gejala depresi.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa mungkin terdapat hipometabolisme otak di
lobus frontalis menyeluruh pada depresi atau beberapa abnormalitas fundamental ritmik
sirkadian pada pasien-pasien depresi.
1. FLUOKSETIN
Efek : Fluoksetin merupakan contoh antidepresan yang selektif menghambat
ambilan serotonin. Obat ini sama manfaatnya dengan antidepresan triksiklik dalam
pengobatan depresi mayor. Obat ini bebas dari efek samping antidepresan triksiklik,
terutama antikolinergik, hipotensi ortostatik dan peningkatana berat badan.
Penggunaan dalam terapi : indikasi utama fluoksetin, yang lebih unggul daripada
antidepresan triksiklik, adalah depresi. digunakan pula untuk mengobati bulimia
nervosa dan gangguan obsesi kompulsif. Untuk berbagai indikasi lain, termasuk
anoreksia nervosa, gangguan panik, nyeri neuropati diabetik dan sindrom
premenstrual.
Dosis : Dosis diberikan secara oral. Dosis awal dewasa 20mg/hari diberikan setiap
pagi, bila tidak diperoleh efek terapi setelah beberapa minggu, dosis dapat
ditingkatkan 20mg/hari hingga 30mg/hari.
Farmakokinetik : Fluoksetin dalam terapi terdapat sebagai campuran R dan
enantiomer S yang lebih aktif. Kedua senyawa mengalami demetilasi menjadi
metabolit aktif, norfluoksetin. Fluoksetin dan norfluoksetin dikeluarkan secara
lambat dari tubuh dengan waktu paruh 1 sampai 10 hari untuk senyawa asli dan 3-
30 hari untuk metabolit aktif. Fluoksetin merupakan inhibitor kuat untuk isoenzim
sitokrom P-450 hati yang berfungsi untuk eliminasi obat antidepresan triksiklik,
obat neuroleptika dan beberapa obat antiaritmia dan antagonis -adrenergik.
Efek samping : efek sampin seperti gangguan fungsi seksual (hilangnya libido,
ejakulasi terlambat dan anorgasme), mual, ansietas, insomnia, anoreksia, berat
badan berkurang dan tremor.
2. PAROKSETIN
Dimetabolisme oleh CYP 2D6, masa paruh 22 jam. Obat ini dapat
meningkatkan kadar klozapin, teofilin dan warfarin. Iritabilitas terjadi pada
penghentian obat secara mendadak.
3. SETRALIN
Suatu SSRI serupa fluoksetin, tetapi bersifat lebih selektif terhadap SERT
(transporter serotonin) dan kurang selektif terhadap DAT (transporter dopamine).
sama dengan fluoksetin dapat meningkatkan kadar benzodiasepin, klozapin dan
warfarin.
4. FLUVOKSAMIN
Efek sedasi dan efek muskariniknya kurang dari fluoksetin. Obat ini cenderung
meningkatkan metabolit oksidatif benzodiazepin, klozapin, teofilin, dan warfarin,
karena menghambat CYP 1A2, CYP 2C19 dan CYP 3A3/4.
5. R-S-SITALOPRAM dan S-SITALOPRAM
Selektivitasnya terhadap SERT paling tinggi. Tidak jelas apakah berarti
secara klinis. Metabolismenya oleh CYP 3A4 dan CYP 2C19 meningkatkan
interaksinya dengan obat lain.
6. TRAZODON
Trazodon menghambat ambilan serotonin di saraf, ambilan norepinefrin dan
dopamine tidak dipengaruhi. Trazodon berguna bagi pasien depresi disertai ansietas.
Obat ini menimbulkan hipotensi otrostatik, namun biasanya hilang dalam 4-6 jam.
Interaksi obat : Trazodon mengantagonis efek hipotensif klonidin dan metildopa
dan menaikkan kada plasma fenitoin dan digoksin. Berhubung efek sedatifnya
harus digunakan hati-hati bersama dengan depresi SSP yang lain, termasuk
alcohol.
Pada pemberian oral, diabsorpsinya secara cepat,biovabilitasnya sempurna,
waktu pencapaian kadar puncak plasma pada keadaan puasa, kira-kira 1,5 jam
(0,5-2 jam). Pada yang tidak puasa kira-kira 2,5 jam. Dianjurkan pemberian
setelah makan untuk mengurangi rasa ngantuk.
Dosis : dosis oral bagi pasien dewasa di RS 150mg/hari dalam dosis terbagi,
dinaikkan 50 mg/hari tiap 3-4 hari. Bagi yang depresi berat 400-600 mg/hari.
Dosis oral untuk dewasa rawat jalan 150mg/hari dalam dosis terbagi. Diberikan
mala hari, dapat dinaikkan 50 mg/hari setiap minggu hingga terlihat perbaikan
klinik. Pasien tua dan anak-anak, dosis awal 25-50mg/hari, dinaikkan hingga
100-150 mg/hari dalam dosis terbagi begantung terhadap responsnya.
Efek samping : menyebabkan efek antikolinergik dan gastrointestinal yang
minimal. Sedasi, mual, muntah, mulut kering, pusing dan hipotensi ortostatik.
7. VENLAFAKSIN
Venlafaksin dan metabolit aktifnya O-desmetilvenlafaksin bekerja sebagai
antidepresi dengan menghambat ambilan kembali serotonin dan norepinefrin. Obat
ini diindikasikan untuk depresi, depresi yeng berhubungan dengan sindrom ansietas.
Selain itu obat ini juga efektif untuk gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress
pasca trauma, gangguan panik. Efek samping adalah mual, muntah, pusing,
somnolen, insomnia, dan peningkatan tekanan darah. Seperti efek antidepresi yang
mempengaruhi serotonin, obat ini juga menimbulkan penurunan libido.
Penyekat Monoamin Oksidase
Monoamine Oksidase (MAO) adalah suatu enzim mitokondria yang ditemukan
dalam jaringan saraf dan jaringan lain, seperti usus dan hati. Dalam neuron, MAO
berfungsi sebagai “katup penyelamat” memberikan deaminasi oksidatif dan
mengnonaktifkan setiap molekul neurotransmitter (NE, dopamin, dan serotonin) yang
berlebih dan bocor keluar vesikel sinaptik ketika neuron istirahat. Inhibitor MAO dapat
mengnonkatifkan enzim secara irreversibel atau reversibel sehingga molekul
neurotransmitter tidak mengalami degradasi dan karena keduanya menumpuk dalam
neuron presinaptik. Hal ini menyebabkan aktivitas reseptor nerepineprin dan serotonin, dan
menyebabkan aktivasi anti-depresi obat. Tiga inhibitor MAO yang ada untuk pengobatan
depresi sekarang: fenelzin, isokarboksazid dan tranilsipromin;tidak satupun obat sebagai
prototip. Penggunaan inhibitor sekarang terbatas karena pembatasan diet yang dibutuhkan
pasien pengguna inhibitor MAO.
Cara Kerja
Sebagian besar ihibitor MAO, seperti Isokarboksazid membentuk senyawa
kompleks yang stabil dengan enzim, menyebabkan inaktivasi yang irreversibel. Ini
mengakibatkan peningkatan depot NE, serotonin dan dopamin dalam neuron dan difusi
selanjutnya sebagai neurotransmitter yang berlebih ke dalam ruang sinaptik. Obat ini
menghambat bukan hanya MAO dalam obat, tetapi oksidase yang mengkatalisis deaminasi
oksidatif obat dan substansi yang mungkin toksik seperti tiramin yang ditemukan pada
makanan trtentu. Karena itu, inhibitor MAO banyak berinteraksi dengan obat ataupun
obat-makanan.
Mekanisme Kerja
Meskipun MAO dihambat setlah beberapa hari pengobatan, kerja antidepresan
MAO inhibitor seperti TCA terlambat beberapa minggu. Fenelzin dan tranilsipromin
mempunyai efek stimulan ringan seperti amfetamin.
Penggunaan dalam Terapi
MAOI digunakan untuk pasien depresi yang tidak responsif atau alergi denagn
antidepresan trisiklik atau yang menderita ansietas hebat. Pasien denagn aktivitas
psikomotor lemah dapat memperoleh keuntungan dari sifat stimulasi MAOI ini. Obat ini
juga digunakan dalam pengobatan fobia. Demikian pula subkategori depresi yang disebut
depresi atipikal. Depresi atipikal ditandai dengan pikiran yang labil, menolak kebenaran
dan gangguan nafsu makan.
Farmakokinetik
Obat-obat in mudah diabsorbsi pada pemberian oral tetapi efek antidepresan
memerlukan 2-4 minggu pengobatan. Regenerasi enzim jika dinonaktifkan secara
irreversibel, berbeda tetapi biasanya terjadi beberapa minggu setelah penghentian
pengobatan. Dengan demikian jika merubah obat antidepresan , mesti disediakan waktu
minimum 2 minggu setelah penghentian terapi MAOI. Obat ini dimetabolisme dan
diekskresikan dengan cepat dalam urin.
Efek samping
Efek samping yang hebat dan sering tidak diramalkan membatasi penggunaan
MAOI. Misalnya tiramin terdapat pada makanan tertentu seperti keju tua, hati ayam, bir
dan anggur merah biasanya diinaktifkan oleh MAO dalam usus. Orang-orang yang
menerima MAOI tidak dapat mengurai tiramin yang diperoleh dalam makanan ini. Tiramin
menyebabkan lepasnya katekolamin dalam jumlah besar, yang tersimpan di ujung terminal
saraf, sehingga terjadi sakit kepala, takikardia, mual, hipertensi, arotmia jantung dan
stroke. Karena itu, pasien harus diberitahu menghindarkan makanan yang mengandung
tiramin. Fentolamin atau prazosin berguna dalam pengobatan denga MAOI dapat
berbahaya terutama pasien depresi berat dengan tendensi bunuh diri. Ada kemungkinan
pasien tersebut mengandung tiramin secara tidak sengaja. Efek samping lain dalam
pengobatan MAOI termasuk mengantuk, hipotensi ortostatik, penglihatan kabur, mulut
kering, disuria dan konstipasi. MAOI dan SSRI janga diberikan bersamaan karena bahaya
“sindrom serotonin” yang dapat mematikan. Kedua obat memerlukan pencucian 6 minggu
sebelum memberikan yang lain
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Trisiklik menghambat pompa reuptake amin (neuroepinefrin atau serotonin), yaitu
“off switches” neurotransmitter amin. Dengan demikian member kemungkinan pada
neurotransmitter lebih lama berada pada reseptor. MAO menutup jalan degradasi utama
untuk neurotransmitter amin, sehingga amin dapat lebih banyak menumpuk pada
simpanan presinaptik dan bertambah pula untuk dilepaskan. Simpatomimetik serupa
amfetamin juga menghambat pompa amin tetapi diperkirakan bekerja terutama dalam
peningkatan lepasnya neurotransmitter katekolamin. Ketiga jenis antidepresan obat – obat
di atas dapat memperbaiki defisiensi neurotransmitter amin dengan mekanisme yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. EGC : Jakarta, hal. 354-356
Katzung, BG. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 8. EGC : Jakarta
BASIC AND CLINICAL PHARMACOLOGY, 9th Edition, Mc Graw Hill
Mycek, MJ dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika : Jakarta