Anda di halaman 1dari 52

Tugas Mini Riset

PENGARUH PENDEKATAN MATHEMATIC REALISTIC


EDUCATION TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR
KREATIF MATEMATIKA SISWA KELAS VII
SMP NEGERI 13 MEDAN TAHUN
PELAJARAN 2017/2018

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd

Oleh :

KELAS A2

KELOMPOK 1
Diana Sister 8176171005
Fatma Erya Santoso 8176171008

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED)
2017

0
KATA PENGANTAR

Bismillahhirramanirrahim,
Alhamdulillahirobbil`alamin peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT

atas kehendak dan rahmat-Nya. Sehingga peneliti dapat menyelesaikan riset mini

ini dengan judul “Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education

Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa Kelas VII SMPN

13 Medan Tahun Pelajaran 2017/2018”.Penulisan riset ini merupakan salah satu

tugas mata kuliah Metodologi Pembelajaran Matematika.

Dalam menyelesaikan riset mini ini, peneliti mendapat bimbingan dan


pengarahan serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan
ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah
Metode Pembelajaran Matematika yang telah memberikan ilmu tetang
metode pembelajaran matematika
2. Bapak Erbinto Sindauli, S.Pd selaku Kepala SMP Negeri 13 Medan yang
telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP
Negeri 13 Medan.
3. Bapak Budianto Simaremare, S.pd selaku guru bidang studi matematika
kelas VII-1 yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan
penelitian
4. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Kelas A2
Universitas Negeri Medan
Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal
dari Allah SWT. Amin. Dalam penulisan skripsi ini, masih banyak kelemahan dan
kekurangan, untuk itu peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak.

Medan , Desember 2017


Kelompok I

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.........................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................v

BAB I PENDHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................1
1.2 Batasan Masalah.................................................................................4
1.3 Identifikasi Masalah............................................................................5
1.4 Rumusan Masalah...............................................................................5
1.5 Tujuan Penulisan.................................................................................5
1.6 Manfaat Penulisan...............................................................................5

BAB II KAJIAN TEORI


2.1 Berpikir Kreatif Matematis.................................................................7
2.1.1 Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis..................7
2.1.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis.....................9
2.2 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)......................17
2.2.1 Pengertian Pendekatan RME......................................................17
2.2.2 Prinsip Pendekatan RME...........................................................21
2.2.3 Karakteristik Pendekatan RME..................................................21
2.2.4 Langkah-Langkah Pendekatan RME.........................................23
2.2.5 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan RME............................25
2.3 Penelitian Yang Relevan...................................................................26
2.4 Kerangka Konseptual........................................................................27
2.5 Hipotesis Penelitian..........................................................................28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian..................................................................................30
3.2 Desain Penelitian..............................................................................30

ii
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................31
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian........................................................31
3.5 Variabel Penelitian............................................................................31
3.6 Instrumen Penelitian.........................................................................31
3.7 Prosedur Penelitian...........................................................................34
3.8 Alat Pengumpulan Data....................................................................35
3.9 Teknik Analisis Data.........................................................................36
3.10 Hipotesis Penelitian........................................................................37

BAB IV HASIL DAN PENELITIAN


4.1 Deskripsi Hasil Penelitian.................................................................39
4.2 Teknik Analisis Data.........................................................................41
4.3 Uji Hipotesis.....................................................................................41
4.4 Pembahasan Penelitian......................................................................42

BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan.......................................................................................44
5.2 Saran44

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................45
Daftar Lampiran

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintaks Pendekatan RME..............................................................25


Tabel 3.1. Desain Penelitian.........................................................................30
Tabel 3.2. Kisi-kisi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa............................33
Tabel 3.3. Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa.......34
Tabel 4.1 Data Hasil Observasi.....................................................................39
Tabel 4.2 Data Hasil Post-Tes......................................................................40

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP dan Pedoman Penilaian.....................................................47


Lampiran 2 LAS...........................................................................................67
Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data..............................................................70
Lampiran 4 Hasil Observasi Pendekatan RME.............................................71

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu mata pelajaran yang ‘populer’ sebagai pelajaran yang kurang

disukai adalah matematika. Mitos tersebutlah yang ikut mendorong masyarakat

mengadopsi pandangan yang negatif terhadap matematika (Hanafi, 2011).

Pandangan negatif ini pun tampaknya berlaku di Indonesia, yang tergambar dalam

beberapa artikel berita, yang salah satunya dengan kreatif menganalogikan

matematika dengan obat pahit, sesuatu yang dibenci tetapi harus ditelan

(Nasution, 2011), sementara artikel lain mengiaskan matematika sebagai hantu,

sesuatu yang harus dibenci, ditakuti, dan dihindari (Hanafi, 2011). Matematika

merupakan pelajaran yang penting, terutama karena matematika dapat digunakan

dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan masalah (Bishop, dalam

Mohamed & Waheed, 2011).

Matematika merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan

manusia sehari-harinya. Menghitung dan berpikir untuk mencari kesimpulan

dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari aplikasi matematika itu

sendiri. Bahkan pemecahan suatu permasalahan juga membutuhkan bantuan dari

matematika.

Belajar matematika sesungguhnya juga dapat menunjang kemampuan

siswa untuk berfikir kreatif, inovatif dan pasti. Kemampuan inilah yang

menjadikan matematika mempunyai sifat yang khas jika dibandingkan dengan

pelajaran-pelajaran lain. Hal ini seharusnya menjadikan matematika itu

1
seyogianya tidak disamakan begitu saja dengan ilmu yang lain, karena peserta

didik yang belajar matematika itupun berbeda-beda pula kemampuannya, maka

kegiatan belajar mengajar haruslah diatur sekaligus memperhatikan kemampuan

yang belajar.

Sudarman (2009) menyatakan bahwa dengan mengetahui kemampuan

berpikir siswa maka guru dapat melacak letak dan jenis kesalahan yang dilakukan

siswa. Kesalahan yang diperbuat peserta didik dapat dijadikan sumber informasi

belajar dan pemahaman bagi peserta didik. Lebih lanjut Sudarman (2009)

mengungkapkan bahwa dengan mengetahui kemampuan berpikir siswa, guru

dapat dengan mudah merancang pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan

berpikir siswa. Seperti yang diungkapkan oleh Forsten, Grant, dan Hollas

(Kaufelt, 2008:21) “Bila para siswa tidak belajar dari cara yang kita ajarkan, maka

kita perlu mengajar mereka dengan cara yang mereka pelajari”. Dengan demikian,

mengetahui kemampuan berpikir siswa sangat penting bagi guru, sehingga guru

dapat dengan mudah merancang pembelajaran yang sesuai dan dapat

mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut dalam proses pembelajaran.

Dalam belajar matematika, siswa dituntut untuk dapat mengembangkan

kemampuan berpikirnya. Salah satunya adalah kemampuan berpikir kreatif. Hal

ini tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Permendiknas

Nomor 22 Tahun 2006 bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta

kemampuan bekerja sama. Selanjutnya dalam Permendiknas Nomor 23 Tahun

2
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan juga menjelaskan bahwa peserta didik

harus memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif.

Mahmudi (2010) mengemukakan bahwa berpikir kreatif adalah suatu

proses atau kegiatan mental yang dilakukan oleh seseorang untuk menemukan

banyak (lebih dari satu) kemungkinan jawaban dan cara penyelesaian terhadap

suatu masalah dengan memperhatikan beberapa aspek, yaitu kelancaran,

keluwesan, kebaruan, dan keterincian.

Dalam pemecahan masalah matematika, diperlukan pemikiran dan

gagasan yang kreatif dalam membuat (merumuskan) dan menyelesaikan model

matematika serta menafsirkan solusi dari suatu masalah matematika. Pemikiran

dan gagasan yang kreatif tersebut akan muncul dan berkembang jika proses

pembelajaran matematika di dalam kelas menggunakan pendekatan pembelajaran

yang tepat.

Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dapat

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah pendekatan RME.

Pendekatan Realistik Matematik adalah pembelajaran yang bermakna, yaitu

mengaitkan materi matematika dengan kehidupan sehari-hari siswa yang bersifat

realistik. Pendekatan ini memberikan banyak manfaat kepada siswa. Siswa dapat

menyelesaikan masalah tersebut dengan menggunakan konsep matematika.

Melalui kegiatan pembelajaran dengan Pendekatan Realistik Matematik, siswa

juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematika. Selain itu,

siswa juga dapat termotivasi untuk menyelesaikan pertanyaan (soal) yang

mengarahkan siswa dalam proses pemecahan masalah.

3
Sebagai ilustrasi tentang manfaat Pendekatan Realistik Matematik, materi

aritmatika sosial bisa menjadi contohnya. Materi aritmatika sosial adalah salah

satu materi yang diajarkan pada siswa SMP kelas VII. Dalam pengembangan

berpikir kreatif, ada beberapa hal yang dapat dikaitkan dengan materi ini.

Misalnya, pembayaran PBB, kegiatan jual beli dipasar, keuntungan seorang

pedagang dan lainnya. Semua dikaitkan dengan materi aritmatika sosial yang akan

siswa pelajari. Masih banyak siswa yang belum mampu menghubungkan antara

pengetahuan konsep dengan masalah kontekstual disekitar mereka. Hal ini

menyebabkan timbulnya kesulitan menyelesaikan persoalan aritmatika sosial ke

penyelesaian masalah matematika. Mereka juga kesulitan dalam menkongkritkan

sifat-sifat abstrak dalam imajinasi mereka. Oleh karena itu, perlu adanya

pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif

matematika. Salah satu strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan

masalah tersebut adalah dengan menggunakan Pendekatan Matematika Realistik.

Berdasarkan uraian diatas maka timbul gagasan penulis untuk melakukan

penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education

Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika Siswa Kelas VII SMPN 13

Medan Tahun Pelajaran 2017/2018”

1.2 Batasan Masalah

Adapun keterbatasan makalah ini adalah hanya untuk mengetahui

pengaruh pendekatan realistic mathematics education terhadap kemampuan

berpikir kreatif matematika siswa kelas vii smpn 13 medan tahun pelajaran

2017/2018.

4
1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka

penulis dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematik siswa masih rendah.


2. Aktivitas aktif siswa dalam belajar matematika masih rendah.
3. Kegiatan pembelajaran masih didominasi oleh guru.
4. Guru kurang mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji pada riset mini adalah:

1. Bagaimana pengaruh pendekatan realistic mathematics education terhadap

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas VII SMP Negeri 13

Medan tahun pelajaran 2017/2018.

1.5 Tujuan Penulisan

Tujuan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan realistic mathematics education

terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas VII SMP

Negeri 13 Medan tahun pelajaran 2017/2018

1.6 Manfaat Penulisan

Hasil riset mini yang diperoleh diharapkan dapat memberikan manfaat

kepada guru matematika dan siswa. Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi Peneliti
Memberi gambaran atau informasi tentang kemampuan berpikir kreatif

matematik siswa selama pembelajaran berlangsung.


2. Bagi Siswa
Penerapan pendekatan realistic mathematic education selama penelitian

pada dasarnya memberi pengalaman baru dan mendorong siswa terlibat

5
aktif dalam pembelajaran agar terbiasa berpikir kreatif dalam memecahkan

permasalah-permasalahan matematika.
3. Bagi Guru Matematika dan Sekolah
Memberi alternatif atau variasi pendekatan pembelajaran matematika

untuk dikembangkan agar menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya

dengan cara memperbaiki kelemahan ataupun kekurangannya dan

mengoptimalkan pelaksanaan hal-hal yang telah dianggap baik.


4. Bagi Kepala Sekolah
Memberikan izin kepada setiap guru untuk mengembangkan pendekatan-

pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif

matematika siswa.

6
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis


1.2.1. Pengertian Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis

Kreativitas merupakan suatu bidang kajian yang kompleks, yang

menimbulkan berbagai perbedaan definisi kreatif yang dikemukakan oleh banyak

ahli merupakan definisi yang saling melengkapi. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta; daya cipta

pekerjaan yang menghendaki kecerdasan dan imajinasi. Ini dapat ditafsirkan

bahwa kreativitas adalah sebagai suatu bentuk karya cipta baru yang dapat

diterima oleh kalangan umum serta berguna, dipertahankan, dan memuaskan

kepentingan manusia pada priode tertentu.

Kreativitas juga merupakan salah satu faktor yang membedakan manusia

dengan makhluk hidup lainnya, karena dengan krativitas manusia dapat tumbuh

berbudaya, memiliki bahasa, ekspresi, estetika, pemahaman sains dan teknologi

dan hal lain yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Ini sesuai

dengan pendapat Matlin (Makmur, 2011:38) yang mengatakan bahwa: “kreativitas

merupakan kemampuan untuk berpikir tentang segala sesuatu dengan cara yang

baru dan tidak umum untuk dapat menemukan pemecahan masalah yang unik.”

Pengertian Kreativitas Menurut Munandar (1999:48):

“Kreativitas (berfikir kreatif dan divergen) adalah kemampuan berdasarkan

data-data informasi yang tersedia menentukan banyak kamungkinan

jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya pada kuantitas,

7
ketepatgunaan, dan ragam jawaban. Semakin banyak jawaban diberikan

terhadap suatu masalah, maka kreatiflah siswa tersebut. Tetapi ada saja

jawaban itu karena sesuai dengan permasalahannya. Jadi, tidak semata-

mata banyaknya jawaban yang diberikan menjadi ukuran kreativitas siswa,

tetapi juga kualitas dari jawabannya”.

Berpikir kreatif menurut Munandar (1999) merupakan kemampuan berpikir

divergen yang berdasarkan data atau informasi yang tersedia dalam

menyelesaikan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana

penekanan pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban.

Penelitian beberapa pakar psikologi menunjukkan bahwa seseorang

memiliki kepribadian kreatif bila memiliki beberapa ciri. Pribadi yang kreatif

memilik ciri-ciri, antara lain imajinatif, memiliki prakarsa, memiliki minat yang

luas, mandiri dalam berpikir, memiliki keingintahuan, senang bertualang, penuh

energi, percaya diri, bersedia mengambil risiko, berani dalam pendirian dan

keyakinan (Munandar, 2004).

Sund (Riyanto, 2009) menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif

dapat dikenal melalui pengamatan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Hasrat keingintahuan yang cukup besar,

2. Bersikap terbuka terhadap pengalaman baru,

3. Panjang atau banyak akal,

4. Keingitahuan untuk menemukan dan meneliti,

5. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan,

6. Memilik dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas,

7. Berpikir fleksibel,

8
8. Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban

lebih banyak,

9. Kemampuan membuat analisis dan sintesis,

10. Memiliki semangat bertanya serta meneliti,

11. Memiliki daya abstraksi yang cukup tinggi,

12. Memiliki latar belakang membaca yang luas.

Dalam tulisan ini berpikir kreatif dipandang sebagai satu kesatuan atau

kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan sesuatu

yang baru. Sesuatu yang baru tersebut merupakan salah satu indikasi dari bepikir

kreatif dalam matematika. Indikasi yang lain dikaitkan dengan kemampuan

berpikir logis dan berpikir divergen.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa berpikir

kreatif matematik adalah kemampuan yang meliputi keaslian, kelancaran,

kelenturan, dan keterperincian respon siswa dalam menggunakan konsep-konsep

matematika.

1.2.2. Indikator Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis

Indikator kreativitas yang dikemukakan oleh para ahli sangat beragam.

Salah satunya adalah Olson (Siswono, 2007:5) yang menjelaskan bahwa:

“Untuk tujuan riset mengenai berpikir kreatif, kreativitas (sebagai produk

berpikir kreatif) sering dianggap terdiri dari dua unsur, yaitu kefasihan dan

keluwesan (fleksibilitas). Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan

menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar

dan cepat. Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan

9
gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu

masalah”.

Haylock (Siswono, 2007:6) mengatakan bahwa “Berpikir kreatif hampir

dianggap selalu melibatkan fleksibilitas”. Ia menunjukkan kriteria sesuai tipe Tes

Torrance dalam kreativitas (produk berpikir kreatif), yaitu kefasihan artinya

banyaknya respons (tanggapan) yang dapat diterima atau sesuai, fleksibilitas

artinya banyaknya jenis respons yang berbeda, dan keaslian artinya kejarangan

tanggapan (respons) dalam kaitan dengan sebuah kelompok pasangannya. Ia juga

mengatakan bahwa dalam konteks matematika, kriteria kefasihan tampak kurang

berguna dibanding dengan fleksibilitas. Contoh, jika siswa diminta untuk

membuat soal yang nilainya 5, siswa mungkin memulai dengan 6-1, 7-2, 8-3, dan

seterusnya. Nilai siswa tersebut tinggi, tetapi tidak menunjukkan kreativitas.

Fleksibilitas menekankan juga pada banyaknya ide-ide berbeda yang digunakan.

Jadi dalam matematika untuk menilai produk divergensi dapat menggunakan

kriteria fleksibilitas dan keaslian.

Kriteria lain adalah kelayakan (appropriateness). Respons matematis

mungkin menunjukkan keaslian yang tinggi, tetapi tidak berguna jika tidak sesuai

dalam kriteria matematis umumnya. Contoh, untuk menjawab 32, seorang siswa

menjawab 6. Meskipun menunjukkan keaslian yang tinggi tetapi jawaban tersebut

salah. Jadi, berdasar beberapa pendapat itu kemampuan berpikir kreatif dapat

ditunjukkan dari fleksibilitas, kefasihan, keaslian, kelayakan atau kegunaan.

Indikator ini dapat disederhanakan atau dipadukan dengan melihat kesamaan

pengertiannya menjadi fleksibilitas (flexibilitas), kefasihan (fluency), dan keaslian

(originalitas). Kelayakan atau kegunaan tercakup dalam ketiga aspek tersebut.

10
Psikolog yang terkemuka dalam bidang pengukuran kreativitas adalah

J.P.Guilford dan E.P.Torrance. Pada umumnya, alat tes mereka mengutamakan

kemampuan seperti kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi (kerincian);

namun pendekatan mereka berbeda.

Pengertian kelacaran (fluency), fleksibilitas, dan keaslian (baru) dalam

kreativitas umum diadaptasi dan diterapkan dalam pendidikan matematik oleh

Balka (1974). Dalam penelitiannya Balka meminta subyek penelitiannya untuk

mengajukan soal-soal matematika yang dapat dijawab berdasarkan informasi

dalam sebuah cerita tentang kehidupan nyata. Berdasarkan analisa jawaban-

jawaban subyek, Balka mengatakan bahwa fluency berkaitan dengan banyaknya

jawaban atau pertanyaan yang dihasilkan, fleksibilitas dikaitkan dengan sejumlah

kategori berbeda dari pernyataan yang dihasilkan, dan keaslian dikaitkan dengan

jawaban benar yang berbeda atau langka di antara semua jawaban yang ada.

Berdasarkan penelitiannya, kreatifitas sebenarnya dapat digali dalam matematika.

Berpikir kreatif memuat aspek kognitif (aptitude), afektif (nonaptitude)

dan metakognitif. Williams, (1980, dalam Killen, R, 1998), mengemukakan

delapan prilaku siswa berkaitan dengan berpikir kreatif. Empat diantaranya

berhubungan dengan aspek kognitif yaitu; keterampilan berpikir lancar (fluency),

keterampilan berpikir luwes (flexibility), keterampilan berpikir orisinil

(originality), dan keterampilan mengelaborasi (elaboration). Empat lagi

berhubungan dengan aspek afektif, yaitu; mau mengambila resiko (Risk taking),

senang dengan kompleksitas (complexity), memiliki rasa ingin tahu (curiosity),

dan suka berimajinasi (imajination).

11
Keterampilan berpikir lancar (fluency), yaitu kemampuan untuk

mencetuskan banyak ide, hasil, dan respon. Keterampilan berpikir luwes

(flexibility) yaitu kemampuan untuk menggunakan pendekatan yang berbeda,

membangun berbagai gagasan, mampu merubah-ubah arah pemikiran atau

pendekatan, dan menyesuaikan dengan situasi yang baru. Keterampilan berpikir

orisinil (originality) yaitu kemampuan untuk membangun sesuatu yang baru, yang

tidak biasa, ide-ide cerdas yang berbeda dengan cara-cara yang sudah lumrah.

Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau

unsur-unsur. Keterampilan mengelaborasi (elaboration) yaitu kemampuan untuk

merinci, memperluas, atau menambah ide-ide atau hasil.

Mau mengambil resiko (Risk taking), maksudnya siap menerima

kegagalan dan kritikan, berani melakukan tebakan, dan berani mempertahankan

ide-ide sendiri. Senang dengan kompleksitas (complexity), maksudnya mencoba

berbagai alternative, membawa persoalan ke luar dari kerumitan, dan menyelidiki

ke dalam permasalahan atau gagasan-gagasan yang kompleks. Rasa ingin tahu

(curiosity), maksudnya kemauan untuk memiliki rasa ingin tahu dan yang

mengherankan (aneh), suka mengotak-atik ide, suka terhadap situasi yang

menimbulkan teka-teki. Suka berimajinasi (imajination), maksudnya mempunyai

daya untuk memvisualisasikan dan membangun mental images (bayangan-

bayangan mental) dan menjangkau di luar batasan-batasan riil atau sensual.

Kemudian Munandar (1999) menambahkan point kelima dari aspek

kognitif (aptitude) dengan keterampilan menilai (evaluation), yaitu kemampuan

memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau situasi.

Menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan

12
benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana. Untuk aspek afektif

(nonaptitude), Munandar menambahkan dengan sifat menghargai, seperti:

menghargai kesempatan-kesempatan yang diberikan; menghargai makna orang

lain; menghargai hak-hak sendiri dan hak-hak orang lain; dll.

Kreatif dalam matematika mempunyai perbedaan dengan kreatif pada pada

seni. Sesuatu yang “aneh”, misalkan angka 3 disimbolkan dengan tanda “***”

dapat dipandang kreatif dalam seni tetapi tidak dalam matematika. Jika seseorang

dapat menemukan teorema baru atau menciptakan suatu struktur baru dalam

matematika, maka seseorang itu dapat dikatakan kreatif dalam matematika. Selain

itu, dalam pendidikan matematika jika seseorang dapat menyelesaikan suatu

masalah dengan beberapa cara atau jawaban, maka seseorang itu dapat juga

disebut kreatif. Belajar matematika memungkinkan menjadikan seseorang kreatif

jika ia dihadapkan pada suatu situasi yang menantang dan ia dapat memberikan

berbagai alternatif jawaban maupun penyelesaian.

Memperhatikan karakteristik yang termuat dalam berpikir kreatif, dapat

dipahami bahwa berpikir kreatif merupakan bagian keterampilan hidup yang perlu

dikembangkan dalam menghadapi era informasi dan suasana bersaing semakin

ketat. Pemikiran kreatif perlu dilatih karena membuat anak lancar dan luwes

dalam berpikir, mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu

melahirkan banyak gagasan. Manusia yang kreatif sangat memungkinkan dapat

meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam era globalisasi ini tak dapat dipungkiri

bahwa kesejahteraan dan kejayaan masyarakat dan negara kita bergantung pada

sumbangan kreatif, berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru dan teknologi

baru dalam anggota masyarakatnya.

13
Greenes (Munandar, 2009: 150) mengemukakan bahwa:

“Terdapat enam karakteristik siswa berbakat matematika, yaitu (1)

fleksibilitas dalam mengolah data; (2) kemampuan luar biasa dalam

menyusun data; (3) ketangkasan mental; (4) penaksiran yang orisinal; (5)

kemampuan luar biasa untuk mengalihkan gagasan; (6) kemampuan yang

luar biasa untuk generalisasi”.

Adapun Guilford (http://puslit2.petra.ac.id) indikator dari berpikir kreatif

ada lima yaitu :

a. Kepekaan (problem sensitivity) adalah kemampuan mendeteksi

(mengenali dan memahami) serta menanggapi suatu pernyataan, situasi

atau masalah.
b. Kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak

gagasan.
c. Keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengemukakan

bermacam-macam, pemecahan atau pendekatan terhadap masalah.


d. Keaslian (originality) adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan

dengan cara-cara yang asli, tidak klise dan jarang diberikan kebanyakan

orang.
e. Elaborasi (elaboration) adalah kemampuan menambah situasi atau

masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara detail, yang

didalamnya dapat berupa table, grafik, gambar, model, dan kata-kata.

Sternberg mengemukakan bahwa dalam hal mengembangkan kemampuan

berpikir kreatif ada beberapa strategi yang digunakan antara lain:

1. Mendefinisikan kembali masalah

2. Mempertanyakan dan menganalisis asumsi-asumsi

3. Menjual ide-ide kreatif

14
4. Membangkitkan ide-ide

5. Mengenali dua sisi pengetahuan

6. Mengidentifikasi dan mengatasi hambatan

7. Mengambil resiko-resiko dengan bijak

8. Menoleransi ambiguitas (kemenduan)

9. Membangun kecakapan diri

10. Menemukan minat sejati

11. Menunda kepuasan

12. Membuat model kreativitas.

Dari uraian di atas, beberapa strategi untuk mengembangkan kemampuan

berpikir kreatif antara lain: siswa diperlukan dengan membangkitkan ide-ide baru,

mendefinisikan kembali masalah, mengidentifikasi dan mengatasi masalah,

membangun kecakapan diri, minat belajar matematika dan membuat model

kreativitas. Pada bagaian berikut diuraikan beberapa strategi mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut:

a. Mendefinisikan kembali suatu masalah dapat diartikan mengatakan dengan

cara lain, mengubah pandangan, menyusun kembali, meninjau kembali

dengan kata lain mencari duduk permasalahan mulai dari awal. Contohnya

guru mendorong siswa untuk menemukan suatu pertanyaan yang berbeda

dalam menanyakan masalah matematika yang dihadapinya.

b. Mempertanyakan dan analisis asumsi-asumsi atau anggapan orang kreatif

mempertanyakan asumsi-asumsi tersebut dan akhirnya mengakibatkan

15
orang lain ikut mempertanyakan juga. Mempertanyakan asumsi adalah

bagian dari berpikir analitis yang tercakup dalam kreativitas.

c. Kemampuan melahirkan ide-ide, menciptakan, menghasilkan, menemukan

gagasan kadang kala suatu gagasan datang pada saat yang tak terduga.

Kadang kala juga datang membutuhkan waktu panjang untuk

mengembangkan suatu gagasan. Contohnya guru dapat meminta kepada

siswa membuat soal matematika dalam bentuk cerita.

d. Kemampuan membangun kecakapan diri yaitu percaya pada kemampuan

sendiri, menjamin pelaksanaan tugas, melakukan apa yang perlu untuk

dilakukan, bekerja dengan efektif. Contohnya guru dapat mendorong siswa

meluangkan waktu untuk memecahkan soal trigonometri yang cukup sulit.

e. Kemampuan mengenali minat sejati, dalam hal ini kemampuan tentang

menemukan diri sendiri, menemukan semangat diri, mengetahui apa yang

yang perlu dilakukan dan kemana harus melangkah. Contohnya guru

mendorong siswa untuk memahami penggunaan matematika dalam olah

raga. Dari beberapa uraian di atas dapat dikemukan bahwa untuk

mengembangkan ketrampilan berpikir kreatif matematik siswa, guru perlu

memberikan beberapa strategi yang tepat kepada siswanya sehingga dapat

menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.

Salah satu strategi pengembangan kemampuan berpikir kreatif relevan

dengan ide berpikir kreatif matematik menggunakan model pembelajaran dimana

guru dapat memperagakan kreativitasnya dan guru tidak hanya menceramahi

siswa tentang kreativitas melainkan guru mendemonstrasikan berpikir kreatif

16
dalam tindakan-tindakannya, memberi peluang bagi para siswa untuk kreatif.

Mengarahkan dengan contoh adalah salah satu pengaruh lingkungan terkuat yang

mungkin diciptakan oleh seorang guru

2.2 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)


2.2.1 Pengertian Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Realistic Mathematics Education (RME) yang diartikan sebagai

pembelajaran matematika realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan belajar

matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli

matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda.

Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa

matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika

bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan

tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi

masalah-masalah nyata.

Karena itu, siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus

diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di

bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui

penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai

segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari,

lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia

nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk

menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan

matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses

mematematikakan dunia nyata (Sudharta, 2004).

17
Proses ini digambarkan oleh de Lange (dalam Hadi, 2005) sebagai

lingkaran yang tak berujung (lihat Gambar 1). Selanjutnya, oleh Treffers (dalam

van den Heuvel-Panhuisen, 1996) matematisasi dibedakan menjadi dua, yaitu

matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal. Kedua proses ini digambarkan

oleh Gravenmeijer (dalam Hadi, 2005) sebagai proses penemuan kembali (lihat

Gambar 2).

Dunia Nyata

Matematisasi Matematisasi
dalam Aplikasi dan Refleksi

Abstraksi dan
Formalisasi

Gambar 2. 1. Matematisasi Konseptual


Matematisasi horizontal adalah proses penyelesaian soal-soal kontekstual

dari dunia nyata. Dalam matematika horizontal, siswa mencoba menyelesaikan

soal-soal dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, dan menggunakan bahasa

dan simbol mereka sendiri. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses

formalisasi konsep matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba

menyusun prosedur umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal

sejenis secara langung tanpa bantuan konteks.

Dalam istilah Freudenthal (dalam van den Heuvel-Panhuisen, 1996)

matematisasi horizontal berarti bergerak dari dunia nyata ke dalam dunia simbol,

sedangkan matematisasi vertikal berarti bergerak di dalam dunia simbol itu

sendiri. Dengan kata lain, menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika

dari masalah kontekstual sehari-hari termasuk matematisasi horizontal, sedangkan

18
menghasilkan konsep, prinsip, atau model matematika dari matematika sendiri

termasuk matematisasi vertikal. Pada Gambar 2, matematisasi horizontal

digambarkan sebagai panah garis, sedangkan matematisasi vertikal sebagai panah

blok.

Sistem Matematika Formal


Bahasa Matematika Algoritma

Diselesaikan

Diuraikan

Soal-soal Kontekstual
Gambar 2.2 Matematisasi Horisontal dan Vertikal
Dalam matematisasi horizontal, siswa mulai dari soal-soal

kontekstual,mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang dibuat

sendiri,kemudian menyelesaikan soal tersebut. Dalam proses ini, setiap orang

dapatmenggunakan cara mereka sendiri yang mungkin berbeda dengan oranglain.

Dalam matematisasi vertikal, kita juga mulai dari soal-soalkontekstual, tetapi

dalam jangka panjang kita dapat menyusun prosedurtertentu yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung, tanpa bantuan

konteks.

Di Indonesia, Realistic Mathematics Education (RME) disebut Pembelajaran

Matematika Realistik (PMR) (Turmudi, 2000; Ruseffendi, 2001; Suwarsono, 2001)

atau Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) (Hadi, 2001; Fauzan,

2001; Sembiring, 2001). Pendekatan ini dipandang sebagai pendekatan yang banyak

memberikan harapan bagi peningkatan hasil pembelajaran matematika.

Zulkardi (2001), mendefinisikan pembelajaran matematika realsitik

sebagai berikut:

19
PMR adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi

siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’,

berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas

sehingga mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai

kebalikan dari ’teacher telling’) dan pada akhirnya menggunakann

matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik individual maupun

kelompok.

RME berdasarkan ide bahwa mathematics as human activity dan

mathematics must be connected to reality, sehingga pembelajaran matematika

diharapkan bertolak dari masalah-masalah kontekstual. Teori ini telah diadopsi

dan diadaptasi oleh banyak negara maju seperti Inggris, Jerman, Denmark,

Spanyol, Portugal, Afrika Selatan, Brazil, USA dan Jepang. Salah satu hasil positif

yang dipcapai oleh Belanda dan negara-negara tersebut bahwa prestasi siswa

meningkat, baik secara nasional maupun internasional.

Dua pandangan penting Freudenthal (2002) tentang RME adalah:

a. mathematics as human activity, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk

belajar melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam

matematika,dan

b. mathematics must be connected to reality, sehingga matematika harus dekat

terhadap siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari.

Secara garis besar PMR atau RME adalah suatu teori pembelajaran yang

telah dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistik ini

sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di

20
Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman

siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar.

2.2.2 Prinsip Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)

Untuk dapat melaksanakan RME kita harus tahu prinsip-prinip yangdigunakan

RME. Ada tiga prinsip kunci RME(Gravemeijer, 1994: 90), yaitu Guided re-

invention, DidacticalPhenomenology dan Self-delevoped Model.

4.1 Guided Reinvention dan progressive mathematization

Melalui topik-topik yang disajikan siswa harus diberi kesempatan

untuk mengalami sendiri yang sama sebagaimana konsep matematika

ditemukan.

4.2 Didactial phenomenology

Topik-topik matematika disajikan atas dua pertimbangan yaitu

aplikasinya serta konstribusinya untuk pengembangan konsep-konsep

matematika selanjutnya.

4.3 Self developed models

Peran Self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari

situasi real ke situasi konkrit atau dari matematika informal ke bentuk

formal, artinya siswa membuat sendiri dalam menyelesaikan masalah.

2.2.3 Karakteristik PendekatanRealistic Mathematics Education (RME)

Menurut Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994), karakteristik RME

adalah menggunakan konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan

konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment).

21
a. Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”

“Dunia nyata” tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga

sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.Dalam RME,

pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (dunia nyata), sehingga

memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.

Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh

De Lange (1987) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan

formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian,

siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari

dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani

konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu

diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday

experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari.

b. Menggunakan Model-model (Matematisasi)

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang

dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed

models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau

dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model

sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat

dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan

berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik model-

of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan

menjadi model matematika formal.

c. Menggunakan Produksi dan Konstruksi

22
Streefland menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa

terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting

dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur

pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam

pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi

pengetahuan matematika formal.

d. Menggunakan Interaktif

Interaksi antara siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam

RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan,

pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk

mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

e. Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment)

Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika

dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka

akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan

matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak

hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain.

Berdasarkan karakterisik tersebut, maka RME itu bertolak dari masalah-masalah

yang kontekstual dari sana siswa membahas pematematikaan masalah tersebut

kemudian menyelesaikannya secara matematis sehingga siswa menemukan

kembali matematika dengan cara mereka sendiri.

2.2.4 Langkah-Langkah Pendekatan Realistic Mathematics Education

(RME)

23
Meninjau karakteristik interaktif dalam pembelajaran matematika realistik

di atas tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu membangun

interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan

lingkungannya. Dalam hal ini, Asikin (2001: 3) berpandangan perlunya guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya

melalui presentasi individu, kerja kelompok, diskusi kelompok, maupun diskusi

kelas. Negosiasi dan evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor

belajar yang penting dalam pembelajaran konstruktif ini.

Implikasi dari adanya aspek sosial yang cukup tinggi dalam aktivitas

belajar siswa tersebut maka guru perlu menentukan metode mengajar yang tepat

dan sesuai dengan kebutuhan tersebut. Salah satu metode mengajar yang dapat

memenuhi tujuan tersebut adalah memasukkan kegiatan diskusi dalam

pembelajaran siswa. Aktivitas diskusi dipandang mampu mendorong dan

melancarkan interaksi antara anggota kelas. Menurut Kemp (1994: 169) diskusi

adalah bentuk pengajaran tatap muka yang paling umum digunakan untuk saling

tukar informasi, pikiran dan pendapat. Lebih dari itu dalam sebuah diskusi proses

belajar yang berlangsung tidak hanya kegiatan yang bersifat mengingat informasi

belaka, namun juga memungkinkan proses berfikir secara analisis, sintesis dan

evaluasi. Selanjutnya perlu pula ditentukan bentuk diskusi yang hendak

dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi kelas yang ada.

Mendasarkan pada kondisi kelas seperti uraian di atas serta beberapa

karakteristik dan prinsip pembelajaran matematika realistik, maka langkah-

langkah pembelajaran yang dilaksanakan dalam penelitian ini terdiri atas:

24
Tabel 2.1 Sintaks Pendekatan RME

Sintaks RME Aktivitas Guru Aktivitas Siswa


Siswa secara mandiri atau
Guru menyajikan masalah
Memahami kelompok kecil
kontekstual kepada siswa dan guru
masalah mengerjakan masalah
meminta siswa untuk memahami
kontekstual dengan strategi-strategi
masalah itu terlebih dahulu.
informal.
Secara mandiri atau
kelompok kecil siswa
Guru memberikan bantuan dengan
diberikan kesempatan dapat
Menjelaskan memberi petunjuk atau pertanyaan
mengkonstruksi atau
masalah seperlunya yang dapat
membangun sendiri
kontekstual mengarahkan siswa untuk
pengetahuan yang akan
memahami masalah kontekstual.
diperolehnya yang berkaitan
dengan masalah kontekstual
Siswa secara individual
berdasar kemampuannya
Guru memberikan bantuan dengan memanfaatkan
Menyelesaikan
seperlunya (scaffolding) kepada petunjuk-petunjuk yang ada
masalah
siswa yang benar-benar dipancing atau diarahkan
kontekstual
memerlukan bantuan. untuk berfikir menemukan
atau mengkonstruksi
pengetahuan untuk dirinya
Guru meminta siswa untuk
membandingkan dan
mendiskusikan jawaban dengan
Siswa menyajikan dan
pasangannya dan menunjuk atau
mendiskusikan hasil kerja
Membandingka memberikan kesempatan kepada
dengan pasangannya dan
n dan pasangan siswa untuk
mempersentasekan hasil
mendiskusikan mengemukakan jawaban yang
kerja ke depan kelas dengan
jawaban dimilikinya ke depan kelas dan
ditanggapi oleh siswa-siswa
mendorong siswa yang lain untuk
yang lainnya.
mencermati dan menanggapi
jawaban yang muncul didepan
kelas.
Guru mengarahkan siswa untuk Siswa menyimpulkan
menarik kesimpulan mengenai mengenai pemecahan
Menyimpulkan pemecahan masalah, konsep, masalah, konsep, prosedur
prosedur atau prinsip yang telah atau prinsip yang telah
dibangun bersama dibangun bersama

2.2.5 Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Realistic Mathematics

Education (RME)

Beberapa keunggulan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:

25
1. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang

tidak tampak.
2. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.
3. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah

didapatkan.
4. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.
5. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.
6. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.

Beberapa kelemahan dari pembelajaran metematika realistik antara lain:

1. Sulit diterapkan dalam suatu kelas yang besar(40- 45 orang).


2. Dibutuhkan waktu yang lama untuk memahami materi pelajaran.
3. Siswa yang mempunyai kecerdasan sedang memerlukan waktu yang lebih

lama untuk mampu memahami materi pelajaran.

2.3 Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa pendekatan

pembelajaran yang kreatif dan inovatif dapat meningkatkan kemampuan

representasi matematika siswa. Penelitian relevan salah satunya adalah penelitian

yang dilakukan oleh Tarwiyah. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMP

Muhammadiyah 47 Sunggal dengan judul “ Meningkatkan Kemampuan Berpikir

Kreatif Matematik Melalui Metode Pembelajaran Matematika Realistik”.

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran

matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif yang

matematik siswa Kelas VIII A SMP Muhammadiyah 47 Sunggal, dengan nilai

rata-rata kelas pada siklus I adalah 58.43 kemudian pada siklus II meningkat

menjadi 73.65.

2.4 Kerangka Konseptual

26
Pembelajaran matematika memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai.

Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman

dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.

Siswa biasanya dapat berpikir mengenai persoalan matematika jika siswa dapat

memahami persoalan matematika tersebut. Cara pandang siswa tentang persoalan

matematika mempengaruhi pola fikir tentang penyelesaian yang dilakukan.

Pembelajaran matematika memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai,

diantaranya adalah mengembangkan kemampuan berpikir kreatif. Kemampuan

berpikir kreatif itu sendiri merupakan kemampuan yang meliputi keaslian,

kelancaran, kelenturan, dan keterperincian respon siswa dalam menggunakan

konsep-konsep matematika. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk menggunakan

imajinasinya dalam mengkonstruk konsep-konsep matematika. Contohnya, suatu

kata dapat menggambarkan suatu objek kehidupan nyata atau suatu angka dapat

mewakili suatu posisi dalam garis bilangan.

Dalam proses pembelajaran siswa mengalami kesulitan untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif mereka masing-masing karena

siswa kurang terlatih dalam mengembangkan imajinasinya atau ide-idenya dalam

memecahkan masalah. Selain itu, peserta didik juga kurang aktif dalam kegiatan

proses belajar mengajar karena pembelajaran masih berpusat kepada guru bukan

kepada siswa sehingga siswa mengalami kesulitan untu mengembangkan

kemampuan berpikir kreatif mereka masing-masing.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu pendekatan

pembelajaran yang tepat dan menarik, dimana peserta didik dapat belajar secara

27
aktif untuk memecahkan permasalahan dengan menggunaka ide-ide imajinatif

mereka, yaitu dengan menggunakan pendekatan realistic mathematic education.

Dalam pembelajaran pendekatan realistic mathematic education siswa

dituntun untuk dapat berpikir dengan proses matematisasi yaitu matematisasi

vertikal dan matematisasi horizontal. Dalam matematisasi horizontal, siswa mulai

dari soal-soal kontekstual, mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang

dibuat sendiri, kemudian menyelesaikan soal tersebut. Dalam proses ini setiap

siswa dapat mengerjakan dengan caranya sendiri, sehingga setiap siswa dapat

berbeda cara. Dalam matematisasi vertikal, guru mulai dengan soal-soal

kontekstual, tetapi dalam jangka panjang kita dapat menyusun prosedur tertentu

yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal sejenis secara langsung, tanpa

menggunakan bantuan konteks. Kebebasan berpikir pada pembelajaran

pendekatan realistic mathematic education akan memudahkan siswa dalam

memahami satu topik dan keterkaitannya dengan topik lainnya baik dalam

pembelajaran matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari. Dengan

pembelajaran pendekatan realistic mathematic education siswa akan lebih tertarik

dalam mengikuti setiap kegitan proses belajar dikelas.

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan deskripsi teoritis, kerangka berfikir dan kajian terhadap

penelitian yang relevan, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah :

“terdapat pengaruh pendekatan realistic mathematics education terhadap

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas VII SMP Negeri 13 Medan

tahun pelajaran 2017/2018”.

28
29
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini adalah

untuk mengetahui pengaruh pendekatan realistic mathematics education terhadap

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas VII SMP Negeri 13 Medan

tahun pelajaran 2017/2018, sehingga jenis dari penelitian ini adalah eksperimen.

Menurut pendapat Arikunto (dalam Simorangkir, 2013 : 66) menyatakan bahwa

penelitian eksperimen adalah penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada

tidaknya akibat dari sesuatu yang dikarenakan pada subjek selidik.

Dalam penelitian ini, perlakuan yang diberikan adalah tes yang diberikan

kepada siswa. Siswa diberi tes akhir (post test) untuk mengetahui kemampuan

berpikir kreatif siswa.

3.2 Desain Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat satu sampel yang akan diteliti yaitu kelas

eksperimen. Kelas eksperimen diberikan perlakuan yaitu Pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Realistic Mathematic Education. Penelitian hanya

menggunakan treatment satu kali yang diperkirakan sudah mempunyai pengaruh

kemudian diadakan post-test.

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelas Pre-test Treatment Post-test


Eksperimen - X O

30
Keterangan

X : Pembelajaran dengan pendekatan Realistic Mathematic

Education

O : Post-Test Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 13 Medan pada kelas VII-1 yang

pelaksanaanya berlangsung 2 kali pertemuan (4 jam pelajaran = 4 x 40 menit)

pada semeter ganjil tahun ajaran 2017/2018.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri

13 Medan yang berjumlah 2 kelas. Sedangkan sampel dalam penelitian ini

adalah kelas VII –1 SMP Negeri 13 Medan yang berjumlah 36 orang siswa

dengan 14 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitisn ini terdiri dari dua jenis yaitu variabel bebas dan

variabel terikat. Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah

Pendekatan Realistic Mathematic Education, sedangkan variabel terikat dalam

penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

3.6 Instrumen Penelitian

31
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa

tes hasil belajar. Tes ini digunakan untuk mengukur penguasaan dan kemampuan

yang dicapai siswa dalam berbagai bidang pengetahuan. Instrumen jenis tes

adalah tes kemampuan berpikir kreatif yang terdiri dari 4 butir soal berbentuk

uraian yang menyangkut kompetensi dasar “Menganalisis aritmetika sosial

(penjualan, pembelian, keuntungan, kerugian, potongan, bunga tunggal, presentase,

bruto, neto, tara).”. Tes kemampuan berpikir kreatif ini disusun berdasarkan kisi-

kisi kemampuan berpikir kreatif .

3.6.1. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematika

Tes untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematika siswa

disusun dalam bentuk uraian. Soal uraian dianggap cocok digunakan untuk

mengukur sejauh mana tahapan kemampuan berpikir kreatif matematika

digunakan siswa dalam menyelesaikan masalahnya.

Penyusunan soal tes diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal yang

mencakup pokok bahasan, kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dan

indikator. Setelah pembuatan kisi-kisi, dilanjutkan dengan menyusun soal beserta

kunci jawaban dan aturan pemberian skor tiap butir soal.

Instrumen tes kemampuan berpikir kreatif dikembangkan dari bahan ajar

aritmatika sosial. Instrumen ini terdiri dari 4 item soal bentuk uraian dengan

alokasi waktu ialah 80 menit. Skor untuk setiap soal kemampuan berpikir kreatif

memiliki bobot maksimum 48 yang terbagi dalam 3 komponen yaitu: fluency,

fleksibility, dan originality.

32
Untuk lebih jelasnya aspek-aspek yang diukur berdasarkan kisi-kisi

kemampuan representasi dapat dilihat pada tabel berikut:

33
Tabel 3.2. Kisi-kisi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
No Kompetensi Aspek Yang Materi Tujuan Pembelajaran No Bentuk
Dasar Dinilai Soal Soal
1. 3.11 Fluency Aritmati 1. Siswa mampu 1,2,3,4
Menganalisi ka Sosial membedakan antara
s aritmetika harga jual, harga beli,
sosial untung dan rugi pada
(penjualan, nilai suatu barang.
pembelian, Nilai 2. Siswa mampu 1,2,3
keuntungan, Barang menyelesaikan masalah
kerugian, yang berkaitan dengan
potongan, aritmatika sosial
bunga mengenai nilai suatu
tunggal, barang dengan baik.
presentase, Fleksibility Harga 3. Siswa mampu 1
bruto, neto, jual menyelesaikan masalah
tara). yang berkaitan dengan
aritmatika sosial
mengenai penjualan
dengan baik.
Harga 4. Siswa mampu 1,2,3 Uraian
beli menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan
aritmatika sosial
mengenai pembelian
dengan baik.
Orisinality Untung 5. Siswa mampu 2,4
menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan
aritmatika sosial
mengenai keuntungan
dengan baik.
Rugi 6. Siswa mampu 3
menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan
aritmatika sosial
mengenai kerugiaan
dengan baik.

Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dari penilai, maka

sistem penskoran dilakukan dengan cara membuat pedoman penskoran terlebih

34
dahulu sebelum tes diujikan. Teknik pemberian skor untuk soal uraian dapat

dilihat pada Tabel 6 berikut:

Tabel 3.3. Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa


Aspek yang Dinilai Indikator Skor
Seluruh jawaban benar dan beberapa pendekatan/cara 4
digunakan
Paling tidak dua jawaban benar diberikan dan dua 3
cara digunakan
Fluency
Paling tidak satu jawaban benar diberikan dan satu 2
(Kelancaran)
cara digunakan
Jawaban tidak lengkap atau cara yang digunakan 1
tidak berhasil
Tidak menuliskan cara dan jawaban soal 0
Memberi jawaban yang beragam dan benar 4
Memberi jawaban yang beragam tetapi salah 3
Fleksibility
Memberi jawaban yang tidak beragam tetapi benar 2
(Keluwesan)
Memberi jawaban yang tidak beragam dan salah 1
Tidak menjawab 0
Cara yang dipakai berbeda dan menarik. Cara yang 4
hanya dipaka oleh satu atau dua siswa
Cara yang dipakai tidak biasa dan berhasil. Cara yang 3
Oroginality dipakai sedikit siswa
(Keaslian) Cara yang dipakai merupakan solusi soal, tetapi 2
masih umum
Cara yang dipakai bukan merupakan solusi persoalan 1
Tidak menggunakan cara apapun 0
Total skor maksimal tiap butir soal 12

3.6.2. Perangkat Pembelajaran dan Bahan Ajar


Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk 1 kali pertemuan. Sedangkan

bahan ajar yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Lembar Aktivitas

Siswa (LAS). Seluruh perangkat pembelajaran dapat dilihat pada lampiran.

3.7 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap

pelaksanaan, (3) tahap analisis data. Ketiga tahap tersebut diuraikan sebagai

berikut :

35
1. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan penelitian ini, dilakukan beberapa kegiatan, yaitu

menyusun jadwal penelitian, menyusun rencana penelitian seperti perangkat

pembelajaran, merevisi perangkat pembelajaran dan menyusun alat pengumpulan

data serta memilih sampel secara acak sebanyak 1 kelas

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan diawali dengan memberikan pretest tentang kemampuan

berpikir kreatif matematika siswa. Selanjutnya adalah melaksanakan pembelajaran

di kelas sesuai dengan jadwal yang telah disusun. Pelaksanaan pembelajaran ini

menggunakan pendekatan realistic mathematics education pada materi aritmatika

sosial. Kegiatan pembelajaran ini terdiri dari 1 x pertemuan. Pada akhir penelitian

diberikan post test kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

3. Tahap Analisis data

Pada tahap analisis data ini, seluruh data yang telah terkumpul yaitu hasil tes

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa akan diolah dengan menggunakan

analisis uji statistik t sehingga akan ditemukan kesimpulan hasil tes kemampuan

berpikir kreatif matematika setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan

pendekatan pembelajaran realistic mathematics education.

3.8 Alat Pengumpulan Data

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap

mengenai hal-hal yang ingin dikaji melalui penelitian, maka dalam penelitian ini

ada dua alat pengumpulan data, yaitu:

36
3.8.1. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah suatu teknik yang dilakukan dengan

cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencataan secara sistematis.

Pengamatan yang dilakukan bertujuan untuk mengamati aktivitas siswa pada saat

proses belajar berlangsung. Lembar observasi terdapat pada Lampiran.

3.8.2. Tes

Tes yang digunakan adalah bentuk uraian (essay test). Tes ini diberikan

untuk memperoleh data serta mengukur kemampuan berpikir kreatif siswa setelah

diberikan perlakuan dengan menggunakan Pendekatan Realistic Mathematic

Education.

3.9 Teknik Analisis Data

Pada tahap analisis data ini, seluruh data yang telah terkumpul yaitu hasil tes

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa akan diolah dengan menggunakan

cara tertentu sehingga akan ditemukan kesimpulan terdapat pengaruh dari hasil tes

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa dengan pendekatan Realistic

Mathematic Education.

Analisis data adalah pengamatan yang dilakukan untuk menguji hasil

implementasi suatu perencanaan. Data hasil penelitian berupa hasil tes

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang sudah terkumpul kemudian

dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut Untuk mengetahui keadaan

data penelitian yang telah diperoleh, maka terlebih dahulu dihitung besaran dari

rata-rata skor ( ) dan besar dari standar deviasi (S) dengan rumus sebagai berikut:

(Sudjana, 2001:67)

37
Dengan keterangan:

: Mean

: Jumlah aljabar X

: Jumlah responden

Dengan keterangan:

: Standar Deviasi

: Jumlah responden

: Jumlah skor total distribusi X

: Jumlah kuadrat skor total distribusi X

3.10 Uji Hipotesis

Prosedur uji statistiknya sebagai berikut (dalam Hasan, 2013:142):

a. Formulasi hipotesis

H0 : Tidak Terdapat pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education

dengan kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

Ha : Terdapat pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education dengan

kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

b. Menentukan taraf nyata (α) dan t tabel

38
Taraf nyata yang digunakan adalah 5%, dan nilai t tabel memiliki derajat

bebas (db) = (n - 1).


c. Menentukan kriteria pengujian
H0 : Diterima (H1 ditolak) apabila t α/2 ≤ t0 ≤ t α/2
H0 : Ditolak (H1 diterima) apabila t0 > t α/2 atau t0 ≤ -t α/2
d. Menentukan nilai uji statistik (nilai t0)

Dengan keterangan:

: rata-rata hasil postes

: rata-rata hasil observasi pendektan open ended

: Jumlah soal

e. Menentukan kesimpulan

Menyimpulkan H0 diterima atau ditolak.

39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Hasil Penelitian

Tes kemampuan penalaran dilakukan satu kali yaitu uji akhir (postes). Tes

diikuti oleh 36 orang siswa sehingga dalam analisis data yang menjadi subyek

penelitian ini adalah 36 orang yaitu yang mengikuti tes akhir (postes).

4.1.1 Data Hasil Penelitian Pada Observasi pembelajaran dengan

Pendekatan Realistic Mathematics Education

Hasil pengamatan kelas pada sampel dengan menggunakan pendekatan

Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berpikir kreatif

matematika siswa diperoleh nilai terendah 30 dan nilai tertinggi 80. Nilai rata-rata

56.

Tabel 4.1 Data Hasil Observasi

Kelas Interval Kelas F. Absolut F. Relatif (%) F. Kumulatif(%)


1 29,5-37,5 3 8 8
2 37,5-45,5 6 17 25
3 45,5-54,5 8 22 47
4 54,5-61,5 6 17 64
5 61,5-69,5 4 11 75
6 69,5-77,5 9 25 100
Jumlah 36 100

40
Grafik 4.1 Nilai Observasi Siswa
4.1.2 Data Hasil Penelitian Pada Post-Test

Hasil pemberian Post-Test pada kelas sampel diperoleh skor terendah 38 dan

skor tertinggi 90, skor rata-rata 70. Data nilai Post-Test kelas sampel dapat dilihat

pada tabel 4.2 dan gambar 4.2.

Tabel 4.2 Data Hasil Post-Tes

Kelas Interval Kelas F. Absolut F. Relatif (%) F. Kumulatif(%)


1 37,5-45,5 5 14 14
2 45,5-53,5 2 6 19
3 53,5-61,5 5 14 33
4 61,5-69,5 2 6 39
5 69,5-77,5 5 14 53
6 77,5-85,5 17 47 100
Jumlah 36 100

41
Grafik 4.2 Nilai Post Tes Siswa

4.2 Teknik Analisis Data

Setelah data hasil observasi sikap dan data Post-Test diperoleh yang

dilaksanakan di SMP Negeri 13 Medan maka dilakukan analisis data untuk

mengetahui pengaruh kedua kelompok tersebut. Untuk mengetahui apakah

pengaruh hasil data observasi dan data Post-Test signifikan atau tidak dengan

menggunakan analisis statistik. Adapun langkah-langkah yang dilakukan antara

lain:

4.3 Uji Hipotesis

Formulasi Hipotesis:

H0 : Tidak Terdapat pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education

dengan kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

Ha : Terdapat pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education dengan

kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

42
Berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran diperoleh thitung sebesar 3,87.

Selanjutnya dibandingkan dengan ttabel dengan derajat kebebasan (dk) yaitu n - 1 =

36 – 1 = 25 dan taraf signifikansi 0,05, diperoleh t tabel = 1,690. Karena thitung > ttabel

maka Ho diterima dan Ha ditolak nilai perbandingan tersebut menunjukkan

terdapat pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education dengan

kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

4.4 Pembahasan Penelitian

Setelah diberikan perlakuan terhadap kelas eksperimen yaitu kelas yang

diajarkan dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education,

siswa memiliki antusias yang tinggi untuk belajar karena mereka belajar secara

kelompok, yang membuat mereka nyaman, rileks dan berani serta santai tapi pasti

dalam belajar serta mereka juga dibebaskan untuk menjawab permasalahan

dengan cara mereka sendiri, sehingga tidak terlalu sulit untuk mereka.

Pada akhir pertemuan setelah semua materi selesai diajarkan siswa

diberikan Post-Test untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematika

mereka terhadap materi yang telah diajarkan yaitu aritmatika sosial. Berdasarkan

hasil Post-Test diperoleh kemampuan berpikir kreatif matematika untuk siswa

kelas eksperimen rata-rata skor mereka adalah 70 maka artinya bahwa

pelaksanaan pembelajaran pendekatan Realistic Mathematics Education termasuk

dalam kategori cukup.

Hal ini menunjukkan bahwa nilai post-test kemampuan berpikir kreatif

matematika siswa termasuk kategori cukup. Dari hasil penelitian diperoleh

43
hubungan variabel berarti yakni dinyatakan dengan > atau >

1,690 sehingga Ho diterima yang berarti bahwa variabel X mempunyai pengaruh

terhadap variabel Y atau ada pengaruh antara pendekatan Realistic Mathematics

Education terhadap kemampuan berpikir kreatif matematika siswa.

Hal tersebut terjadi karena pada pelaksanaan pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education, dimana siswa

mengerjakan permasalahan yang diberikan oleh guru dalam LAS terkait dengan

materi aritmatika sosial dengan cara mereka sendiri, dan tidak terpatok dengan

rumus yang sudah ada, sehingga mereka bisa lebih memahami konsep dalam

menyelesaikan aritmatika sosial dalam bentuk permasalahan nyata.

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa terdapat pengaruh pendekatan

Realistic Mathematics Education terhadap kemampuan berpikir kreatif

matematika siswa kelas VII SMP Negeri 13 Medan Tahun Pelajaran 2017/2018.

44
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab IV dan temuan selama

pelaksanaan pembelajaran melalui pendekatan Realistic Mathematic Education

diperoleh beberapa kesimpulan. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah :

Terdapat pengaruh pendekatan Realistic Mathematics Education terhadap

kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas VII SMP Negeri 13 Medan

Tahun Pelajaran 2017/2018.


5.2. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut :


1. Bagi guru, agar mempertimbangkan penerapan pendekatan Realistic

Mathematics Education dalam rangka meningkatkan kualitas

pembelajaran dan hasil belajar (kemampuan berpikir kreatif

matematika).
2. Bagi siswa, agar dapat meningkatkan aktivitasnya dalam kegiatan

pembelajaran agar terjadi pembelajaran yang berfokus pada siswa.


3. Bagi sekolah, agar mendukung terhadap perkembangan inovasi

pembelajaran yang telah dilakukan guru guna perbaikan pembelajaran

dalam rangka meningatkan kualitas pembelajaran dalam hal ini

kemampuan berpikir kreatif matematika.

DAFTAR PUSTAKA

45
Agus D.W, Supiah. 2009. Modul Matematika: Strategi Pembelajaran Matematika
Sekolah Dasar. Depdiknas: PPPPTK Matematika.
Agus, Suprijono. 2013. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pusaka Pelajar.
Asikin, M. 2001. Realistic Mathematics Education (RME): Prospek dan Alternatif
Pembelajarannya. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Matematika
di UNNES Semarang. Tanggal: 27 Agustus 2001.
Freudental, H. 1991, Revisiting Mathematics Educational. Dordrecht: Reidel
Publising.
Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht:
Freudental Institute.
Hadi, Sutarto. 2005. Pendidikan Matematika Realistik. Banjarmasin: Penerbit
Tulip.
Isjoni. 2013. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pusaka Pelajar.
Jaya, Indra. 2013. Penerapan Statistik Untuk Pendidikan. Bandung: Citapustaka
Media
Makmur, Agus.. (2011). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
Kreativitas Siswa SMP dengan Menerapkan Model Pencapaian Konsep.,
Tesis, UNIMED, Medan.

Munandar, U. (2009). Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah,


Jakarta: Rineka Cipta.

Munandar, U. (1999). Pengembangan Kreativitas dan Anak Berbakat, Jakarta: PT


Gramedia Widiasarana Indonesia.

Nurlaelah, Elah. (2009). Kreativitas Matematika dalam Mendorong Berfikir


Kreatif Matematika Tingkat Tinggi, Skripsi, FMIPA, UPI, Jakarta.
Saefudin,Abdul Azis.2012 . Pengembangan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (Pmri). Yogyakarta (Jurnal)
Suryanto. 2007. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Majalah
PMRI Vol. V No. 1 Januari 2007, halaman 8 – 10.
Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Reaslistik Suatu Alternatif
Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

46

Anda mungkin juga menyukai