PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Bronkitis adalah salah satu penyakit aluran pernapasan dimana terdapat
peradangan pada selaput lender (mukosa) bronkus. Peradangan ini menyebabkan
permukaan bronkus membengkak sehinga saluran nafas menjadi sempit. Bronkitis
ada dua macam menurut terminologi durasi berlangsungnya penyakit yaitu
bronkitis akut dan bronkitis kronik.
Bronkitis akut berlangsung singkat rata-rata 10-14 hari, namun bisa sangat
mengganggu apabila disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk yang
berkepanjangan.
Bronkitis kronis adalah kelainan yang ditandai oleh hipersekresi bronchus
secara terus menerus. Bronkitis kronis merupakan suatu gangguan klinis yang
ditandai oleh pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronchus dan
bermanifestasi sebagai batuk kronis dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3
bulan dalam setahun sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut.
2.3 Etiologi
Bronkitis disebabkan karena infeksi (virus atau bakter) maupun non infeksi.
Untuk bronchitis akut, penyebab yang paling sering adalah infeksi virus yaitu
hamper 90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar <10%.
Infeksi
Non infeksi
Virus Bakteri
Adenovirus Bordetela pertusis Rokok
Coronavirus Chlamydia pneumonia Polusi udara
Influenza A dan B Mycoplasma pneumonia
Metapneumovirus
Parainfluenza virus
Respiratory syncytial virus
Rhinovirus
Tabel 2.1 Etiologi bronchitis akut
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya bronchitis antara lain:
1. Kebiasan merokok merupakan penyebab yang terpenting. Dalam
pencatatan rwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bebas perokok
b. Derajat berat merokok dengan indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rkok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun:
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara d lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktifitas bronkus
4. Riwayat infeksi saluran nafas bawah berulang.
2.5 Patofisiologi
Penyebab infeksi (virus dan bakteri) atau non infeksi (asap rokok atau polusi
udara) mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lender dan inflamasi.
Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-
sel globet meningkat jumlahnya, fungsi sillia menurun, dan lebih banyak lendir
yang dihasilkan dan akibatnya bronchioles menjadi menyempit dan tersumbat.
Alveoli yang berdekatan dengan bronchioles dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan
penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian
menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial lebih
lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan napas.
Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible, kemungkinan
mengakibatkan emphysema dan bronchiectasis
Gambar 2.2 Patofisiologi bronkitis
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis bronkitis diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang sesuai.
2.7.1 Anamnesis
Dalam menganamnesis pasien bronkitis perlu ditanyakan mengenai riwayat
merokok atau bebas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan, riwayat
terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja, riwayat penyakit bronchitis di
keluarga, terdapat faktor prediposisi pada amsa bayi/anak misalnya berat badan
lahir redah (BBLR), infeksi saluran nafas berulang, ligkungan asap rokok dan
polusi udara, batuk berulang dengan atau tanpa dahak, serta adanya sesak yang
disertai bunyi mengi atau tidak.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan
adanya deman, gejala rhinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring
hiperemis.
Keadaan umum : baik, tidak tampak sakit berat, kemungkinan ada
nasifaringitis.
Inspeksi : pasien tampak kurus dengan barrel chest
Palpasi : fremitus taktil dada tidak ada atau berkurang
Perkusi : dada hipersonor
Auskultasi : suara nafas berkurang dengan ekspiras panjang, paru terdengar
ronkhi basah kasar yang tidak menetap (dapat hilang atau pindah setelah
batuk) bisa juga wheezing.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Tes faal paru
Tes faal paru pada bronchitis kronis bisa normal atau ada obstruksi saluran nafas.
VC (Vital capacity) Normal/turun
FEV1 (Force expiratory volume 1 second) Normal/ turun
FEV1/FVC Turun
FEV25-75% (forced midexpiratory flow) Turun
TLC (Total lung capacity) Normal/meningkat
RV/TLC (Residual volume/total lung capacity) Meningkat
Tabel 2.2 tes faal paru pada bronkitis
2. pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi digunakan untuk membedakan dengan penyakit lain.
Bronchitis kronis tidak didiagnosis dengan foto thorak, teteapi ada tanda-tanda
radiologi yang dapat mengarahkan ke diagnosis. Pulmonary marking
(bronchovascular pattern) prominen merupakan petunjuk bronchitis kronis.
2.9 Penatalaksanaan
2.10 Komplikasi
Komplikasi bronchitis dengan kondisi kesehatan yang jelek menurut Behrman
(1999), antara lain :
1.Otitis media akut .
Yaitu keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala
infeksi dan dapat disebabkan berbagai patogen termasuk Sterptococcus
pneumonia dan Haemophilus influenzae. Mikroorganisme patogen penyebab
bronkhtis menebar dan masuk ke dalam saluran telinga tengah dan menimbulkan
peradangan sehingga terjadi infeksi.
2. Sinusitis maksilaris
Yaitu radang sinus yang ada di sekitar hidung yang disebabkan oleh komplikasi
peradangan jalan nafas bagian atas dibantu oleh adanya faktorpredisposisi. Infeksi
Pada sinus dapat menyebabkan bronkhospasme, edema dan hipersekresi sehingga
mengakibatkan bronchitis.
3.Pneumonia
Pneumonia adalah radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Jika bronchitis tidak ditangani
dengan baik secara tuntas atau jika daya tahan tubuh jelek, maka proses
peradangan akan terus berlanjut disebut bronchopneumoniae. Gejala yang muncul
umumnya berupa nafas yang memburu atau cepat dan sesak nafas karena paru-
paru mengalami peradangan. Pneumonia berat ditandai adanya batuk atau
kesukaran bernafas, sesak nafas ataupun penarik dinding dada sebelah bawah ke
dalam.
2.10 Pencegahan
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA