Anda di halaman 1dari 10

Penyakit TBC

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau
kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta
kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh
TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.

Penyebab Penyakit TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch
pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi
nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch
Pulmonum (KP).

Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

Cara Penularan Penyakit TBC

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera
akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan
menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum
optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk
yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping
itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor
yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala Penyakit TBC


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama
pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

http://medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm

MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS ; INTERLEUKIN 12

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis yang terutama menyerang jaringan paru. Sejak 1985 sampai saat ini
tuberkulosis telah menjadi masalah kesehatan dunia. Patogenesis tuberkulosis ditentukan
interaksi antara imunitas hospes dengan Mycobacterium tuberculosis, activated makrofag
berusaha mengeliminasi Mycobacterium tuberculosis namun Mycobacterium tuberculosis
memiliki mekanisme evasion sehingga mampu bertahan dan bermultiplikasi.
Interleukin 12 merupakan salah satu kunci pertahanan imunitas melawan Mycobacterium
tuberculosis, disekresikan activated makrofag, berfungsi menginduksi sekresi IFN-γ oleh
sel NK dan sel T, serta merangsang differensiasi Th0 menjadi Thl. IFN- γ meningkatkan
kemampuan mikrobisidal makrofag sehingga mampu membunuh Mycobacterium
tuberculosis.

Tujuan penelitian adalah mengetahui sekresi Interleukin 12 antara kelompok kultur


makrofag dari penderita tuberkulosis paru dengan kelompok kultur makrofag dari
individu sehat berisiko tuberkulosis paru setelah diinfeksi Mycobacterium tuberculosis
dengan inkubasi selama 24 jam dan 48 jam.

Penelitian ini dilakukan dengan isolasi Peripheral Blood Mononuclear Cells (PBMC) dari
buffy coat darah vena cubiti individu sehat berisiko tuberkulosis paru dan penderita
tuberkulosis paru. Sel-sel diletakkan diatas coverslip dalam sumuran 24-well, dengan
konsentrasi 2x105 sel per sumuran. Sel PBMC tersebut kemudian dikultur dalam
inkubator CO2 pada 37°C, 5% CO2 dengan suplementasi RPMI, 10% pooled human
serum dan 100 iu/ml penicillin. Pada hari ke 2 dilakukan pencucian dengan RPMI 5 kali
untuk membuang sel-sel limfosit. Kultur dilanjutkan dan setiap hari dilakukan
penggantian medium, kemudian hari ke 4 setelah sel-sel monosit berdiferensiasi menjadi
makrofag lalu di infeksikan dengan Mycobacterium tuberculosis 1,5 x 105 sel/sumuran,
setelah diinfeksi diperiksa sekresi interleukin 12 pada supernatan kultur makrofag pada
inkubasi selama 24 jam dan 48 jam.

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) yang


digunakan untuk membandingkan hasil-hasil yang diperoleh pada kelompok perlakuan
yang berbeda, dan hasil yang bermakna dilanjutkan dengan uji LSD (Least Square
Difference).

Hasil penelitian menunjukkan sekresi Interleukin 12 pada kultur makrofag individu sehat
berisiko tuberkulosis paru setelah 24 jam diinfeksi Mycobacterium tuberculosis (3,156
ng/ml) lebih tinggi dibandingkan pada penderita tuberkulosis paru (1,593 ng/ml) dan
sekresi IL-12 pada kultur makrofag individu sehat berisiko tuberkulosis paru setelah 48
jam diinfeksi Mycobacterium tuberculosis (3,446 ng/ml) lebih tinggi dibandingkan pada
penderita tuberkulosis paru (1,8 ng/ml). Hasil analisis ANOVA pada waktu inkubasi 24
jam dam 48 jam setelah infeksi menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna p=0,000.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekresi Interleukin 12 kelompok kultur makrofag
individu sehat berisiko tuberkulosis paru yang diinfeksi Mycobacterium tuberculosis
pada inkubasi 24 jam dan 48 jam lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kultur
makrofag dari penderita tuberkulosis paru.

Perlu dilakukan studi invitro untuk mengetahui efek Interleukin 12 pada komponen
sistem imun lainnya seperti pada kultur limfosit untuk mengetahui efek Interleukin 12
terhadap sekresi IFN-γ, perlu dilakukan penelitian invivo untuk mengetahui apakah
Interleukin 12 bisa berperan sebagai imunomodulator yang nantinya bisa digunakan
untuk imunoterapi terutama dalam pengobatan tuberkulosis dan perlu penelitian lebih
lanjut mengenai adanya defek gen penyandi interleukin 12 pada penderita tuberkulosis
paru.

Sumber: Skripsi dari Universitas Airlangga

Yg site :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_ResponImunitasSeluler.pdf/13_ResponImunitas
Seluler.html

MYCOBACTERIUM

Ciri Utama Mycobacteria

Mikroba yang termasuk kelompok ini bersifat tahan asam, berbentuk batang halus, tidak
bergerak, tidak membentuk spora dan bersifat aerobic. Penguraian karbohidrat
dilaksanakan melalui proses oksidasi.

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

Komponen Mycobacteria

Mikroba ini tidak menghasilkan eksotoksin. Kandungan lipidnya sangat tinggi (20-40%
dari berat kering) bahan ini diduga sebagai penyebab resistensi pertahanan humoral,
desinfektans, larutan asam dan basa.

Dinding sel yang tebal dari mycobacterium kaya akan asam mikolat dan asam lemak
lainnya, sehingga menyebabkan mikroba ini bersifat hidrofobik dan bersifat impermeable
terhadap zat warna.

Lipida yang terdapat pada mycobacterium ialah :

1. Asam Mikolat

2. LIlin D

3. Mikosida

4. Glikolipida

Mekanisme Infeksi Mycobacterium tuberculosis

Mikroba dikeluarkan melalui sputum dan saluran pernafasan. Infeksi terjadi melalui
muntahan atau saluran pernafasan. Lesion utama terjadi pada paru-paru dan
limfoglandula.
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Tuberkulosis

1. Kepadatan jumlah hewan dalam satu kandang.

2. Faktor genetic

3. Kekebalan alami dan kekebalan perolehan

Gambar1.1 Penyebaran tuberculosis

Patogenesis

Manifestasi penyakit tergantung pada masuknya mikroba. Jika terjadi melalui inhalasi,
maka paru-paru dan limfoglandula tracheobronchial yang terserang. Jika melalui ingesti,
maka jalur infeksi terjadi melalui limfoglandula mesenterium, dinding usus dan hati
melalui sistem portal. Mikroba dari limfoglandula dapat mencapai duktus thorasikus
melalui infeksi umum. Hipersensitivitas dan kekebalan seluler digertak disertai dengan
penghambatan perkembangbiakan dan penyebaran mikroba. “Delayed hypersensitivity”
yang disebabkan jumlah antigen yang banyak menyebabkan kerusakan jaringan. Pada
umumnya lokus infeksi bersifat mikroskopik dan dapat menghilang dengan sendirinya.
Namun, beberapa mikroorganisme dapat bertahan sehingga mengakibatkan tuberkel yang
bersifat karakteristik.

Patogenitas Mycobacterium tuberculosis


Mikroba ini dapat menginfeksi manusia, primata dan kera. Primata dan kera dapat ditulari
oleh manusia. Ternak disensitisasi oleh manusia. Pada babi infeksi terjadi melalui sisa
makanan tercemar, gejala terlihat pada limfoglandula di daerah kepala. Ayam jarang
terinfeksi. Anjing dan kucing dapat terinfeksi. Hewan percobaan, marmot bersifat peka
terhadap infeksi M. tuberculosis.

Cara Pemeriksaan

Perlakuan pada bahan terduga harus hati-hati karena kemungkinan penularan.


Pemeriksaan langsung pada bahan tersangka dilakukan dengan pewarnaan tahan-asam.

Isolasi

Diagnosis tuberkulosis sering kali didasarkan pada ditemukannya mikroba tahan-asam di


lesion yang bersifat karakteristik. Bila bahan terduga berupa nodula, maka digunakan
”mortar” dengan pasir halus dan steril. Pada gerusan ditambahkan 10 ml 4% NaOH yang
mengandung merah fenol, kemudian pusingkan. Sedimen dinetralisasikan dengan HCl
2N selama paling lama 30 menit. Sedimen ini kemudian diinokulasikan ke medium
LOewenstein-jensen dan diinkubasikan pada 37ºC selama 6-8 minggu.

Identifikasi

Identifikasi didasarkan pada sifat biakan, pertumbuhan dan ciri biokimia. Peneguhan
biasanya dilakukan di laboratorium rujukan.

Sifat Biakan

Koloni terlihat kering, berbutir, dan subur. Permukaan koloni terlihat kasar dan bewarna
kuning. Pertumbuhan pada media padat dengan suhu inkubasi 37ºC terlihat setelah 2
minggu.

Resistensi

Pada umumnya mycobacteria bersifat resisten terhadap berbagai faktor fisik dan
desinfektan kimia. Resisten ini disebabkan oleh kandungan lipida dalam dinding sel.
Bahan yang mengandung tuberkulosis tetap hidup dalam karkas yang membusuk dan
tanah lembab selam 1-4 tahun. Dalam tinja sapi yang kering mikroba ini dapat bertahan
selam 150 hari. Pembekuan tidak mempengaruhi daya hidup mikroba. Kekeringan
mempengaruhi daya hidup mikroba bila dilakukan bersamaan dengan sinar matahari.
Mikroba ini resisten terhadap asam dan basa, namun fenol (5%), lisol (3%), dan kresol
berdya kerja sedang.

Pengobatan

Penggunaan obat mungkin tidak dapat diterapkan pada hewan. Obat yang paling ampuh
dalam pengobatan tuberculosis adalah isoniazid. Obat ini digunakan bersama para-
aminosalisilat atau ethambutol dan kadangkala bersama dengan streptomycin merupakan
“triple therapy”. Pengobatan dapat diberikan selam 3 tahun, namun untuk streptomycin
pengobatan dilakukan untuk beberapa bulan saja.

Beberapa galur dapat menjadi resisten terhadap streptomycin dan gangguan terhadap
syaraf pendengaran dapat terjadi. Selain itu terdapat pula galur yang resisten terhadap
isoniazid. Rifampin juga merupakan obat manjur dan dapat digabung dengan ioniazid.
Penggabungan kedua obat ini sering diberikan pada hewan penderita di kebun binatang.

Pencegahan

Di lapangan, diagnosis dilakukan dengan uji tuberkulin yang didasarkan pada “Delayed-
hypersensitivity”. Beberapa macam tuberculin dapat digunakan, semuanya mengandung
protein mycobacterium yang menyebabkan hewan terinfeksi menjadi hipersensitif . “Old
Tuberculin” menurut Koch merupakan filtrat dari biakan M. tuberculosis yang berumur 8
minggu.

Kekebalan

Meskipun antibody diproduksikan dalam tuberkulosis, imunitas terutama disebabkan


(Cell Mediated Immunity) CMI. Vaksin yang terutama digunakan ialah vaksin BCG yang
merupakan M. bovis yang hidup dan diatenuasikan dengan menumbuhkannya pada
biakan kentang-gliserin empedu dengan pemindahan berulang kali. Vaksin ini digunakan
untuk pencegahan penyakit pada pedet.

Hipersensitivitas terhadap tuberkulin menunjukan resistensi terhadap tuberkulin. Reaksi


ini terkadang bersifat negatif bila tingkat infeksinya parah ataupun bila terdapat
kelemahan tedapat pada CMI.

http://galleries-askeb.blogspot.com/2011/04/mycobacterium.html

RESPON IMUNITAS TERHADAP TUBERKULOSIS

Akibat klinis infeksi M. tuberculosis lebih dipengaruhi oleh sistem imunitas


seluler daripada imunitas humoral. Orang yang menderita kerusakan imunitas seluler
seperti terinfeksi HIV dan gagal ginjal kronik mempunyai resiko tuberkulosis yang lebih
tinggi. Sebaliknya orang yang menderita kerusakan imunitas humoral seperti penyakit
sickle cell dan mieloma multipel tidak menunjukkan peningkatan predisposisi terhadap
tuberkulosis.
Bukti secara eksperimental menunjukkan bahwa pertahanan anti mikobakteri
adalah makrofag dan limfosit T. Sel fagosit mononuklear atau makrofag berperan sebagai
efektor utama sedangkan limfosit T sebagai pendukung proteksi atau kekebalan.
Koordinasi antara fagosit mononuklear dan limfosit T sangat diperlukan untuk
perlindungan yang optimal. Aktivasi anti mikrobial dikontrol oleh limfosit T melalui
mediator terlarut yang dikenal sebagai sitokin. Sel lain seperti netrofil dan sel NK dapat
menunjukkan efek mikobakteristatik secara in vitro, sedangkan sel eosinofil dapat
memakan mikobakteri akan tetapi peranannya sebagai pertahanan imunitas secara in vivo
belum diketahui.
M. tuberculosis yang terhirup dan masuk ke paru akan ditelan oleh makrofag
alveolar, selanjutnya makrofag akan melakukan 3 fungsi penting, yaitu; 1) menghasilkan
ensim pro-
teolitik dan metabolit lain yang mempunyai efek mikobakterisidal; 2) menghasilkan
mediator terlarut (sitokin) sebagai respon terhadap M. tuberculosis berupa IL-1, IL-6,
TNF (Tumor Necrosis Factor alfa), TGF (Transforming Growth Factor beta) dan 3)
memproses dan mempresentasikan antigen mikobakteri pada limfosit T. Sitokin yang
dihasilkan makrofag mempunyai potensi untuk menekan efek imunoregulator dan
menyebabkan manifestasi klinis terhadap tuberkulosis. IL-1 merupakan pirogen endogen
menyebabkan demam sebagai karakteristik tuberkulosis. IL-6 akan meningkatkan
produksi imunoglobulin oleh sel B yang teraktivasi, menyebabkan hiperglobulinemia
yang banyak dijumpai pada pasien tuberkulosis. TGF berfungsi sama dengan IFN untuk
meningkatkan produksi metabolit nitrit oksida dan membunuh bakteri serta diperlukan
untuk pembentukan granuloma untuk mengatasi infeksi mikobakteri. Selain itu TNF
dapat menyebabkan efek patogenesis seperti demam, menurunnya berat badan dan
nekrosis jaringan yang merupakan ciri khas tuberkulsois. Pada pasien tuberkulosis TNF
juga berperan untuk meningkatkan kerentanan sel T melakukan apoptosis baik secara
spontan maupun oleh stimulasi M. tuberculosis secara in vitro. IL-10 menghambat
produksi sitokin oleh monosit dan limfosit sedangkan TGF menekan proliferasi sel T dan
menghambat fungsi efektor makrofag.
Karbohidrat dan komponen glikolipid pada dinding sel mikobakteri sama
fungsinya dengan protein yang disekresikan yaitu akan meningkatkan efek imunosupresi
makrofag pada
pasien tuberkulosis. Lipoarabinomanan, suatu komplek heteropolisakarida yang terletak
di dalam membran sel mikobakteri akan menekan respon proliferasi terhadap M.
tuberculosis
melalui rangsangan terhadap makrofag untuk melepaskan sitokin imunosupresif seperti
IL-10. Lipoarabinomanan akan menghambat aktivasi makrofag oleh IFN dan akan
mengambil radikal bebas oksigen serta menghambat kerusakan oleh patogen intraseluler.
Dengan menghindari aktivasi makrofag, lipoarabinomanan yang berasal dari strain M.
tuberculosis virulen berperan sebagai faktor virulen yang menyebabkan organisme lolos
dari mekanisme eliminasi sitokin.

RESPON SEL LIMFOSIT T

Limfosit T merupakan mediator obligat kekebalan, mereka tidak bekerja sendiri


tetapi harus berinteraksi dengan sel-sel imun respon lainnya untuk mencapai resistensi
yang optimal. Semua populasi sel T (CD4 /, CD8 / dan sel /) berperan dalam proteksi. Sel
T yang mengekspresikan reseptor /, 95% lebih terdiri dari sel T post timus terdapat pada
organ perifer dan darah. Sebaliknya sel T / hanya sedikit terdapat pada daerah tersebut,
tetapi lebih banyak terdapat pada jaringan mukosa seperti paru-paru. Bukti bahwa sel T /
sangat diperlukan untuk resistensi tuberkulosis berdasarkan percobaan bahwa tikus mutan
yang dihilangkan sel T / dengan cara delesi gen yang mengkode sel T /, relatif resisten
terhadap infeksi BCG subletal selama 4 minggu infeksi, kemudian pertumbuhan BCG
meningkat dan akhirnya tikus tersebut akan mati karena infeksi BCG.

REAKSI HIPERSENSITIVITAS TIPE LAMBAT

Reaksi hipersensitivitas tipe lambat (delayed type hypersensitivity) adalah reaksi


yang tidak melibatkan antibodi tetapi melibatkan sel-sel limfosit. Pemindahan
hipersensitivitas ini dapat dilakukan dengan memindahkan limfosit T. Reaksi tipe IV juga
disebut reaksi tipe lambat karena timbul lebih dari 12 jam setelah pemaparan antigen.
Respon hipersensitivitas tipe lambat terhadap M tuberculosis dapat dilakukan
dengan tes kulit tuberkulin yaitu suntikan intradermal dengan PPD (Purified Protein
Derivatif). Reaksi tuberkulin mencapai puncaknya 48-72 jam setelah pemaparan. Reaksi
ini dapat diikuti dengan reaksi yang lebih lambat yang ditandai dengan agregasi dan
proliferasi makrofag membentuk granuloma yang menetap selama beberapa minggu
Respon sensitivitas tipe lambat tidak identik dengan imunitas protektif. Tes kulit
tuberkulin negatif pada orang sehat
menujukkan tidak adanya infeksi M. tuberculosis sebelumnya dan tidak adanya populasi
sel T memory yang reaktif terhadap M. tuberculosis. Pada pasien dengan infeksi
tuberkulosis atau sakit tuberkulosis, tes kulit tuberkulin negatif merupakan hasil dari
proses yang berhubungan dengan respon hipersensitivitas tipe lambat, seperti infeksi HIV
dan tuberkulosis itu sendiri.

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_ResponImunitasSeluler.pdf/13_ResponImunitas
Seluler.html

Anda mungkin juga menyukai