Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
molekul yang berikatan dengan keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi
B. Etiologi
Deuteromycetes. Dari ketiga genus tersebut telah ditemukan 41 spesies, terdiri dari 17
Dari 41 spesies yang telah ikenal, 17 spesies diisolasi dari infeksi jamur pada
Mangun Kusumo Jakarta tahun 1980. 1 Pada penelitian yang dilakukan di Surabaya
4
pada 2006–2007 ditemukan spesies terbanyak yang berhasil dikultur adalah M.
C. Epidemiologi
Usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor epidemiologi yang penting,
dimana prevalensi infeksi dermatofit pada laki-laki lima kali lebih banyak dari
wanita. Namun demikian tinea kapitis karena T.tonsurans lebih sering pada wanita
dewasa dibandingkan laki-laki dewasa, dan lebih sering terjadi pada anak-anak Afrika
Amerika. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh kebersihan perorangan, lingkungan
yang kumuh dan padat serta status sosial ekonomi dalam penyebaran infeksinya.
Jamur penyebab tinea kapitis ditemukan pada sisir, topi, sarung bantal, mainan anak-
jamur. Pemakaian bahan-bahan material yang sifatnya oklusif, adanya trauma, dan
infeksi tinea meningkat. Alas kaki yang tertutup, adanya tekanan temperatur,
penyebaran penyakit :
5
3. Alat yang dipakai manusia, misalnya : topi dari karet yang tidak menyerap
D. Klasifikasi
rambut
Sistematika yang banyak dipakai didasarkan pada lokasi tubuh yang terkena
dengan alasan :9
penyebabnya
6
5. Tinea pedis dan manum : menyerang kaki dan tangan
Tabel 2.1 Klasifikasi Dermatofitosis Berdasarkan Lokasi atau Ciri Tertentu dan Jamur
Penyebab10
Nama Lokasi infeksi/ciri tertentu Jamur penyebab
Penyakit
Tinea Kapitis Kulit dan rambut kepala Microsporum
(beberapa spesies)
Trichophyton
(beberapa spesies
kecuali
T.consentricum)
Tinea favosa *secara klinis berbentuk skutula dan T. schoenleinii
berbau seperti tikus (mousy odor) T. violaceum (jarang)
M. gypseum (jarang)
Tinea barbae Dagu dan jenggot T. mentagrophytes,
T.rubrum, T
violaceum,
T.verrucosum,
T.megninii, M.canis
Tinea Pada permukaan kulit yang tidak T.rubrum,
korporis berambut kecuali telapak tangan, telapak T.mentagropnytes,
kaki dan bokong M.audouinii, M.canis
Tinea *susunan skuama yang konsentris T. concentricum
imbrikata
Tinea kruris Bokong, genitalia, area pubis, perineal E. floccosum
dan perianal T. rubrum
T. mentagrophytes
Tinea pedis Pada kaki T. rubrum
T. mentagrophytes
E. floccosum
Tinea Tangan T. rubrum
manuum E. floccosum
T. mentagrophytes
Tinea Kuku jari tangan dan jari kaki T. rubrum
unguium T. mentagrophytes
7
E. Patofisiologi
langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan udara
“carrier”).
pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan
melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan
pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan
suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapatberkembang biak dan menimbulkan
reaksi jaringan atau radang.10 Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah
utama, yaitu: perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta
8
PERLEKATAN DERMATOFIT PADA KERATINOSIT
ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik
pejamu. Proses ini dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari kedua sel, dan pengaruh
sebum antara artrospor dan korneosit yang dipermudah oleh adanya proses trauma
atau adanya lesi pada kulit. Tidak semua dermatofit melekat pada korneosit karena
Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan
lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 4–
6 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat pada
keratin.6
9
1) Penyamaran, antara lain dengan membentuk kapsul polisakarida yang tebal,
memicu pertumbuhan filamen hifa, sehinggga glukan yang terdapat pada dinding sel
jamur tidak terpapar oleh dectin-1, dan dengan membentuk biofilamen, suatu polimer
pejamu atau secara aktif mengendalikan respons imun mengarah kepada tipe
pertahanan yang tidak efektif, contohnya Adhesin pada dinding sel jamur berikatan
dengan CD14 dan komplemen C3 (CR3, MAC1) pada dinding makrofag yang
memasuki pertahanan imun spesifik dengan mensekresi toksin atau protease. Jamur
menurunkan barrier jaringan sehingga memudahkan proses invasi oleh jamur, dan
memproduksi siderospore (suatu molekul penangkap zat besi yang dapat larut) yang
dipengaruhi oleh daya tahan pejamu yang dapat membatasi kemampuan dermatofit
10
Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons
cepat dan imunitas adaptif yang memberikan respons lambat.3,7 Pada kondisi
Pertahanan non spesifik atau juga dikenal sebagai pertahanan alami terdiri dari:6
oksidatif.
11
MEKANIS MEPERTAHANAN SPESIFIK
dengan penyembuhan klinis dan pembentukan stratum korneum pada bagian yang
berpeluang menjadi infeksi dermatofit kronis atau berulang. Respons imun spesifik
ANTIGEN DERMATOFIT
mana bagian protein dari glikopeptida menstimulasi CMI, dan bagian polisakarida
aktivitas proteolitik yang disebabkan oleh keratinase, yang dapat memberikan respons
CMI
hewan dan manusia, baik secara alamiah dan eksperimental, berkorelasi dengan
pembentukan respon DTH. Infeksi yang persisten seringkali terjadi karena lemahnya
12
respon transformasi limfosit in vitro, tidak adanya respon DTH, dan peningkatan
proliferasi kulit dalam respon DTH. Reaksi DTH di mediasi oleh sel Th1 dan
kulit. Respon sel Th1 yang ditampilkan dengan ciri pelepasan interferon gamma
terlibat dalam memunculkan respon DTH, dan IFN- dianggap sebagai faktor utama
dalam fase efektor dari reaksi DTH. Pada penderita dermatofitosis akut, sel
Hal ini dibuktikan dengan ekspresi mRNA IFN- pada lesi kulit dermatofitosis.
Sedangkan pada penderita dermatofitosis kronis, produksi IFN- secara nyata sangat
rendah yang terjadi akibat ketidakseimbangan sistem imun karena respon Th2.6,10
CD4+ dan sel T CD8+ yang dilengkapi oleh makrofag CD68+ dan sel Langerhans
infeksi dermatofit yang ditunjukkan dengan teknik ELISA. Imunitas humoral tidak
13
berperan menyingkirkan infeksi, hal ini dibuktikan dengan level antibodi tertinggi
F. Manifestasi Klinis
Lesi berupa suatu bercak pada kepala berambut, berwarna kelabu. Biasanya
beberapa buah berukuran 2-4 cm. rambut di daerah tersebut putus beberapa
Pada pemeriksaan dengan lampu wood akan tampak ujung-ujung rambut yang
Dengan sediaan KOH 10-20% dari rambut yang dicabut terlihat tumpukan
14
b. Black dot ringworm
kecil-kecil di kepala dengan rambut yang putus tepat dipermukaan kulit pada
muara folikel rambut dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh
spora, sehingga terlihat sebagai bintik-bintik hitam pada bercak tersebut yang
Pada pemeriksaan dengan lampu wood tidak timbul fluoresensi dan pada
Kerion selsi :
rusaknya folikel rambut sehingga dapat terjadi alopesia areata yang permanen.
Bila reaksi radang sangat hebat bisa timbul abses dibawah lesi tersebut
sehingga kulit tampak menonjol, basah dan teraba lunak. Keadaan ini disebut
kerion yang biasanya sangat gatal dan nyeri. Bila ditekan tampak pus keluar
3. Bentuk Favus
15
Timbul bercak yang tertutup oleh krusta yang tebal dan berbentuk seperti
banyak sikatriks. Rambut jadi tidak bercahaya, namun biasanya tidak terputus.
Dengan lampu wood terlihat fluoresensi hijau sepanjang rambut dan bila
Adalah infeksi jamur dermatofita pada daerah janggut, cambang dan kumis.
1. Bentuk superfisial
2. Bentuk karion
Prosesnya sama dengan pembentukan kerion pada tinea kapitis. Timbul lesi
3. Bentuk sikosis
Suatu bentuk yang jarang dijumpai, secara klinik tidak dapat dibedakan
dengan folikulitis bakteri yang kronis. Lesi berupa pustule yang folikuler
16
3. Tinea Korporis (T. Sirsinata, T. glabrosa) 2,4,5
Adalah infeksi jamur dermatofita pada klit halus (“glabrous skin”) di daerah
muka, leher, badan, lengan dan pantat. Penyeba oleh T.rubrum, T.mentagrofites
Gejala klinis :
- Bentuk klasik biasanya berupa lesi anuler dengan tepi polisiklis, bisa
biasanya mnipis dan terjadi penyembuhan, sementara bagian tepi aktif dan
tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga menjadi bercak yang
besar.
17
4. Tinea Kruris (Eczema marginatum, dhobie itch, jockey itch)2,4,5
Adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum dan sekitar anus.
Gejala Klinis :
- Biasanya sebagai lesi yang simetris pada lipat paha kiri dan kanan. Mula-mula
skrotum, pubis, gluteal bahkan sampai ke paha. Tepi lesi sering aktif,
- Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit
sisik.
- Dengan sediaan KOH dari kerokan bagian tepi lesi mudah ditemukan elemen-
elemen jamur.
1. Intertriginosa
18
Manifestasi berupa maserasi, deskuamasi dan erosi pada sela-sela jari.
Tampak berwarna keputihan yang basah, bisa terjadi fisura yang nyeri bila
disentuh. Infeksi sekunder dapat menyertai fisura tersebut dan lesi dapat
meluas sampai ke kuku dan kulit jari. Pada kaki sering dimulai pada sela jari
Ditandai dengan terbentuknya vesikel atau bula yang terletak agak dalam di
bawah kulit (deep seated vesiculae). Biasanya akut dan sangat gatal. Lokasi
yang sering adalah telapak kaki bagian tengah dan kemudian melebar serta
pada bagian atap vesikel atau bula untuk diperiksa dengan sediaan langsung
atau biakan.
yaitu pada telapak kaki, tepi sampai punggung kaki, terlihjat kulit menebal
19
6. Tinea Unguium 2,4,5
Bentuk ini mulai dari tepi distal atau distolateral kuku. Proses ini menjalar ke
proksimal dan di bawah kuku terbentuk sisa kuku yang rapuh yang disebut detritus.
Kalau proses berjalan terus maka permukaan kuku bagian distal akan hancur dan
Kelainan kuku pada bentuk ini merupakan leukonika atau warna keputihan
dipermukaan kuku yang dapat dikerok untuk dibuktikan adanya elemen jamur.
Bentuk ini mulai dari pangkal kuku bagian proksimal terutama menyerang
kuku dan membentuk gambaran klinis yang khas, yaitu terlihat kuku dibagian distal
20
Biasanya penderita tinea unguium mempunyai dermatofitosis ditempat lain
yang sudah sembuh atau belum. Kuku kaki lebih sering diserang dibandingkan kuku
tangan.
G. Diagnosis
dan percabangan hifa. Pemeriksaan kultur dilakukan untuk menentukan spesies jamur
penyebab dermatofitosis.
21
22
H. Diagnosis Banding
23
I. Tatalaksana
1) Sistemik 10
a. Griseofulvin (0,5 – 1 gram/hari untuk dewasa; 0,25 – 0,5 gram/hari anak-
anak) selama 4 minggu, kecuali pada tinea kapitis, dosis untuk dewasa 0,5
gram/hari selama 6-8 minggu.
b. Ketokonasol (200 mg/hari dewaasa).
c. Terbinafine (250 mg/hari dewasa)
d. Itraconazole PO (200 mg 3x sehari selama 2-3 minggu)
2) Topikal
Butenafine (area yang terkena 2x sehari)
Clotrimazole 1% (area yang terkena 2x sehari)
Ketoconazole 2% (area yang terkena 2x sehari)
Miconazole (area yang terkena 2x sehari)
Econazole (area yang terkena 1x sehari)
Naftin (area yang terekena 1x sehari)
Oxiconazole (area yang terkena 1-2x sehari)
Tolnaftat (area yang terkena 2x sehari)
Ciclopirox (area yang terkena 1x sehari)
Sulconazole (area yang terkena 2x sehari)
24