Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perumahan akhir-akhir ini meningkat dengan pesat, hal

tersebut disebabkan oleh karena tuntutan yang sangat tinggi dan mendesak akan

kebutuhan perumahan sebagai tempat tinggal. Perumahan merupakan salah

kebutuhan dasar manusia dan merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat

dan martabat manusia. Ini merupakan persoalan yang sangat dominan dalam

kelangsungan hidup manusia untuk menjalankan segala aktivitasnya.

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, ditetapkan bahwa pembangunan

perumahan dan pemukiman merupakan upaya untuk memenuhi salah satu

kebutuhan dasar manusia, sekaligus untuk meningkatkan mutu lingkungan

kehidupan, memberi arah pada pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja

serta menggerakkan kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan dan pemerataan

kesejahteraan rakyat. Sehubungan dengan itu upaya pembangunan perumahan dan

pemukiman terus ditingkatkan untuk menyediakan perumahan dengan jumlah

yang makin meningkat, dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat terutama

golongan yang berpenghasilan rendah dan dengan tetap memperhatikan

persyaratan, minimum bagi perumahan dan pemukiman yang layak, sehat, aman,

dan serasi. Dalam pembangunan perumahan dan pemukiman, termasuk

pembangunan kota-kota baru, perlu diperhatikan kondisi dan pengembangan nilai-

1
2

nilai sosial budaya masyarakat, laju pertumbuhan penduduk dan penyebarannya,

pusat-pusat produksi dan tata guna tanah dalam rangka membina kehidupan

masyarakat yang maju. Pembangunan perumahan dan pemukiman harus dapat

pula mendorong perilaku hidup sehat dan tertib serta ikut mendorong kegiatan

pembangunan disektor lain. Pembangunan perumahan dan pemukiman perlu

dilaksanakan secara terpadu dan untuk itu perlu dilaksanakan kerjasama antar

pemerintah pusat dan daerah, usaha swasta, koperasi dan masyarakat luas. Untuk

membiayai pembangunan perumahan dan pemukiman, maka lembaga pembiayaan

yang melayani pembangunan perumahan perlu ditingkatkan dan dikembangkan

peranannya sehingga dapat mendorong terhimpunnya modal yang memungkinkan

pembangunan rumah milik dan sewa dalam jumlah besar. Sejalan dengan itu perlu

diciptakan iklim yang menarik bagi pembanguan perumahan baik oleh masyarakat

maupun oleh perorangan antara lain dengan penyediaan kredit yang memadai,

pengaturan persewaan dan hipotik perumahan. Disamping itu perlu didorong

partisipasi masyarakat dalam pemupukan dana bagi perumahan.1

Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat dalam

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan pembangunan nasional,

yang pada hakekatnya adalah pembangunan manusia yang seutuhnya dan

pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada

keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kekuasan batiniah dalam

1
D.R Andi Hamzah, S.H et all, 1990, Dasar-dasar Hukum dan Perumahan, Bhineka Cipta, Jakarta, hlm
1
3

suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan

Pancasila.

Dalam pasal 33 ayat (3) Amandemen UUD 1945 menyebutkan bahwa:

“Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “
Indonesia memiliki kekayaan alam yang beranekaragam macamnya yang

terkandung didalamnya, dan salah satunya adalah tanah. Tanah merupakan faktor

yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, terlebih di lingkungan

masyarakat Indonesia yang sebagian besar penduduknya menggantungkan

kehidupan dari tanah. Hal ini dikarenakan tanah mempunyai peran yang sangat

vital, artinya dalam semua aspek kehidupan manusia berkaitan dengan tanah,

misalnya sebagai wadah pelaksanaan pembangunan maupun sebagai faktor

produksi untuk menghasilkan komoditas-komoditas perdagangan yang sangat

diperlukan guna meningkatkan pembangunan. Adanya hak menguasai dari negara

seperti yang diatur dalam pasal 33 ayat (3) Amandemen UUD 1945, diatur lebih

lanjut pada pasal 2 ayat (2) UUPA yang menentukan bahwa negara sebagai

organisasi tertinggi bagi seluruh rakyat Indonesia, mempunyai wewenang untuk :

a. Mengatur dan meyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan


pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
Wewenang dalam pasal 2 ayat (2) UUPA tersebut dimaksudkan agar segala

peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan sumber daya alam


4

Indonesia dapat digunakan bagi kelangsungan hidup rakyat masa kini maupun

masa depan, serta sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Penataan ruang berperan penting dalam pembangunan, yaitu untuk

memanfaatkan ruang agar tercapai pemanfaatan yang berkualitas, agar produk

perencanaan tata ruang tersebut mempunyai daya yang mengikat bagi masyarakat

maupun pemerintah, maka perlu diberikan kekuatan hukum dengan menuangkan

dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan tata ruang wilayah dalam

kaitannya dengan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960

terdapat dalam pasal 14 yang menyatakan bahwa :

1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat 2 dan 3, pasal 9


ayat 2 serta pasal 10 ayat 1 dan 2 pemerintah dalam rangka sosialisme
Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan
dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya :
a. Untuk keperluan Negara
b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya,
sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
c. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial,
kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan
d. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan,
dan perikanan serta sejalan dengan itu
e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi, dan
pertambangan
2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat 1 pasal ini dan mengingat
peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur
persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air, serta ruang angkasa untuk
daerahnya, sesuai dengan keadaan daerahnya masing-masing.
Rencana umum yang dibuat oleh pemerintah tersebut meliputi seluruh wilayah

Indonesia yang kemudian diperinci menjadi rencana-rencana khusus dari tiap-tiap

daerah sehingga dari rencana tersebut maka penggunaan tanahnya secara

terpimpin dan teratur.


5

Sehubungan dengan rencana umum yang dibuat oleh pemerintah dalam hal

penggunaan tanah diwajibkan kepada setiap pemilik atau pemegang hak atas

tanah, setiap badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum

dengan tanah untuk memelihara tanah dengan sebaik-baiknya, agar bertambah

kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Hal ini diatur dalam pasal 15 UUPA

yang menentukan bahwa:

“Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah


kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak
yang ekonomis lemah.”
Mengingat besarnya ruang nasional Indonesia, maka diperlukan suatu

sistem perencanaan tata ruang yang menyangkut seluruh wilayah Indonesia untuk

itu pemerintah membuat UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Menurut pasal 1 angka 5 UU Nomor 26 Tahun 2007 Penataan Ruang adalah suatu

sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang. Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan

sistem yang tidak terpisah satu dengan lainnya. Perencanaan tata ruang merupakan

kegiatan merumuskan dan menetapkan manfaat ruang dan kaitannya berdasarkan

kegiatan-kegiatan yang perlu dan dapat dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan

manusia dimasa yang akan datang.2

2
Daud Silalahi, 1996, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Indonesia, Alumni :
Bandung, hal 81.
6

Pasal 2 UU Nomor 26 Tahun 2007 menentukan bahwa penataan ruang

berasaskan :

a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.
Penataan ruang menjamin seluruh kepentingan, baik kepentingan pemerintah

maupun kepentingan masyarakat secara adil dengan memperhatikan kepentingan

ekonomi yang lemah. Penataan ruang yang terpadu adalah penataan ruang yang

dianalisis yang dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan

pemanfaatan ruang baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Penataan ruang

dilakukan secara terpadu dan menyeluruh mencakup aspek waktu, modal,

optimasi, daya dukung dan berhasil guna adalah bahwa penataan ruang harus dapat

mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang.

Penataaan ruang harus dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan,

keseimbangan, pertumbuhan dan perkembangan antar sektor, antar daerah, serta

sektor daerah dalam satu kesatuan wawasan nusantara. Penataan ruang yang

berkelanjutan adalah penataan ruang yang menjamin kelestarian, daya dukung

sumber daya alam dengan memperhatikan kepentingan lahir dan batin antar

generasi. Penataan ruang diselenggarakan secara terbuka maksudnya rencana tata

ruang selain diketahui oleh pemerintah sebagai pelaksana juga diketahui oleh
7

masyarakat umum sehingga mereka dapat berperan serta dalam perencanaan

ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Yang dimaksud

persamaan dan keadilan dalam penataan ruang adalah setiap orang mempunyai hak

untuk menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat

penataan ruang serta berperan serta dalam memelihara kualitas ruang sehingga

terwujud persamaan dan keadilan dalam pemanfaatan ruang.

Dalam pasal 33 ayat (1) dan (2) UU No. 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa:

1) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam


rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan
tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber
daya alam lain.
2) Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca
penatagunaan tanah, neraca penatagunaan sumber daya air, neraca
penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain.
Pola pengelolaan, tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata

guna sumber daya alam lainnya yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan

pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya yang berwujud

konsilidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya melalui

pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah, air, udara, dan

sumber daya alam lainnya sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan

masyarakat secara adil. Pelaksanaan perangkat insentif dan disintensif tidak boleh

mengurangi hak penduduk sebagai warga negara yang meliputi pengaturan atas

harkat dan martabat yang sama, hak memperoleh dan mempertahankan ruang

hidupnya.
8

Pelaksanaan penataagunaan tanah harus dilakukan sesuai dengan Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW), hal ini sesuai dengan pasal 4 ayat (1), (2), dan (3)

PP No. 16 Tahun 2004 tentang Penataan Ruang, yaitu :

1) Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang


disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah.
2) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan
di bidang pertanahan di Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.
3) Penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan
berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota wujud pedoman bagi kegiatan

pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang didaerah tersebut dan

sekaligus wujud dasar dalam pemberian rekomendasi pengerahan pemanfaatan

ruang, sehingga pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan selalu sesuai

dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang sudah ditetapkan.

Menurut ketentuan dalam pasal 6 PP No. 16 Tahun 2004 kebijakan

penataan tanah diselenggarakan terhadap :

a. bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum
terdaftar;
b. tanah negara;
c. tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dapat dikatakan bahwa antara penataan ruang dan penatagunaan tanah

saling berhubungan antara satu sama lain yaitu bahwa penggunaan atau

pemanfaatan tanah harus diselenggarakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah

masing-masing.

Mengenai penggunaan tanah untuk rumah tinggal diatur lebih khusus

antara lain dalam UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman dan
9

KMNA/KBPN No. 6 Tahun 1998 tentang pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk

Rumah Tinggal.

Dalam pasal 1 angka (1) UU No. 4 Tahun 1992 diartikan sebagai berikut :

Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan

sarana pembinaan keluarga.

Rumah selain berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan

manusia untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhuk hidup lainnya, rumah

juga merupakan tempat awal pengembangan kehidupan dan penghidupan keluarga

dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.

Menurut penjelasan umum UU No. 4 Tahun 1992 untuk menjamin

kepastian dan ketertiban hukum dalam pengembangan dan pemilikan setiap rumah

hanya dapat dilaksanakan diatas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas

tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain terhadap

tanah yang digunakan untuk rumah tinggal dapat diberikan status hak atas tanah

yaitu Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Milik. Pasal 1 ayat (1)

KMNA/KBPN No. 6 Tahun 1998 adalah sebagai berikut :

1. hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal
kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600m 2 atau
kurang, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali
hak milik.
2. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal
kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600m 2 atau
kurang yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh
pemegang hak tersebut, atas permohonan yang bersangkutan diberikan Hak
Milik kepada bekas pemegang hak.
10

Pada dasarnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bertujuan untuk

menciptakan tertib mendirikan bangunan dan rumah agar tercipta lingkungan yang

seimbang sesuai tata ruang. Hal itu juga terjadi di Kecamatan Depok Kabupaten

Sleman. Kecamatan Depok terdiri dari tiga kelurahan, yaitu Kelurahan

Condongcatur, Kelurahan Catur Tunggal, dan Kelurahan Maguwoharjo.

Khususnya di Kelurahan Condongcatur sebagian wilayahnya terdapat rumah-

rumah penduduk, ruko-ruko, dan perumahan yang telah banyak memiliki Izin

Mendirikan Bangunan (IMB). Kecamatan Depok sebagai wilayah penyangga yang

berbatasan langsung dengan kota Yogyakarta mempunyai potensi sangat besar

untuk tumbuhnya usaha dan pemukiman misalnya adanya bangunan mall-mall

yang sekarang ini semakin banyak, sarana pendidikan, perumahan-perumahan

mewah yang ada di Kecamatan Depok yang sangat diminati banyak masyarakat.

Dengan adanya bangunan-bangunan tersebut, maka diperlukan adanya Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) agar dengan melalui perizinan dalam kegiatan

pembangunan menjadi tertib dan dengan tertib tersebut mendapat perlindungan

hukum jika terjadi penggusuran.

Dilihat dari manfaat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sangat penting bagi

masyarakat. Dengan adanya izin akan dapat mengurangi persoalan-persoalan

pencemaran lingkungan, banyaknya penggusuran-penggusuran yang disebabkan

kurangnya masyarakat yang belum mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) terhadap bangunan-bangunan

diharapkan dapat mengurangi penggusuran-penggusuran karena pemilik Izin


11

Mendirikan Bangunan (IMB) akan merasa aman telah mempunyai kekuatan

hukum dalam mendirikan bangunan dan rumah.

Selanjutnya dalam penulisan ini secara khusus akan membahas terkait

bagaimana pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) setelah berlakunya

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 1990 tentang Peraturan

Bangunan. Menurut pasal 1 huruf h Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1

Tahun 1990, yang dimaksud dengan peraturan bangunan adalah meliputi ketentuan

bangunan, Izin Mendirikan Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

Menurut Pasal 1 huruf h menyatakan bahwa bangunan adalah susunan suatu yang

bertumpu pada landasan dan terikat dengan tanah dan mempunyai fungsi.

Kemudian dalam pasal 1 huruf m juga diterangkan mengenai mendirikan

bangunan adalah mendirikan, memperbaiki/rehabilitasi,memperluas, mengubah

atau mengembangkan suatu bangunan atau sebagainya termasuk pekerjaan tanah

untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan tersebut diatas. Dan juga dalam pasal 1 huruf

n menyatakan bahwa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin untuk

mendirikan, mengubah, memperbaiki dan atau membongkar bangunan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dikemukakan

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pendirian bangunan untuk rumah tinggal di Kabupaten Sleman sudah

sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 1990

tentang Peraturan Bangunan?


12

2. Apakah penggunaan tanah untuk rumah tinggal di Kabupaten Sleman sudah

sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah pendirian bangunan

untuk rumah tinggal di Kabupaten Sleman sudah sesuai dengan Peraturan Daerah

Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 1990 tentang Peraturan Bangunan. Dan untuk

mengetahui apakah penggunaan tanah untuk rumah tinggal di Kabupaten Sleman

sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rmanfaat:

a. Secara teoritis

Penelitian ini sangat penting terutama berkaitan dengan teori-teori yang

telah dipelajari oleh mahasiswa selama kuliah dan perkembangan pengetahuan

ilmu, khususnya hukum pertanahan dan untuk mengatasi masalah bidang

pertanahan yang selalu berkembang. Dengan adanya penelitian ini akan

memperjelas, mempertegas, dan memperkuat objektifitas suatu teori yang

akan didapat.

b. Secara praktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pengembangan ilmu hukum, terutama hukum pertanahan yang berkaitan

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Sleman.


13

2) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi

masyarakat pada umumnya dan perkembangan ilmu hukum dibidang

perizinan.

3) Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan

pemikiran kepada Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) dan Pemerintah Daerah dalam rangka menghasilkan Rencana

Tata Ruang Wilayah yang lebih baik.

E. Keaslian penelitian

Dengan ini penulis nyatakan bahwa Penelitian Hukum / Skripsi ini merupakan

hasil karya asli penulis, bukan merupakan duplikat atau plagiasi dari hasil karya

penulis lain. Jika Penulisan Hukum / Skripsi ini terbukti merupakan duplikat

ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima

sanksi akademik dan / atau sanksi hukum yang berlaku.

F. Batasan konsep

1. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

2. Peraturan bangunan adalah adalah meliputi ketentuan bangunan, Izin

Mendirikan Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.

3. Bangunan adalah sesuatu yang bertumpu pada landasan dan terikat dengan

tanah dan mempunyai fungsi.

4. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin untuk mendirikan, mengubah,

memperbaiki dan atau membongkar bangunan.


14

G. Metode penelitian

1. Jenis penelitian

Penelitian hukum empiris merupakan penelitian yang berfokus pada

perilaku masyarakat hukum (law in action), dan penelitian ini memerlukan

data primer sebagai data utama disamping data sekunder (bahan hukum)3

2. Sumber data

Adapun sumber data yang dibutuhkan dalam penulisan ini adalah data

primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara

langsung dari responden dan narasumber tentang obyek yang akan diteliti.

Data sekunder dibedakan menjadi dua bahan hukum, yaitu :

a. Bahan hukum Primer

Bahan hukum primer ini meliputi peraturan perundang-undangan,

yaitu :

1) Amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria (UUPA).

3) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Pemukiman.

4) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

3
Universitas Atma Jaya, Pedoman Penulisan Hukum / Skripsi: Yogyakarta, 2006, hal 2
15

5) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004

tentang Penatagunaan Tanah.

7) KMNA/KBPN No. 6 Tahun 1998 tentang pemberian Hak Milik Atas

Tanah untuk Rumah Tinggal.

8) Peraturan Daerah Tingkat II Sleman Nomor 1 Tahun 1990 tentang

Peraturan Pembangunan.

9) Keputusan Bupati Sleman Nomor 5/Kep. KHD/A/2003 tentang

Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

10) Keputusan Bupati Sleman Nomor 07a/Kep. KDH/A/2004 tentang

Pemberian Sanksi Administrasi Bagi Pelanggaran Izin Mendirikan

Bangunan.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder meliputi literature-literatur yang berkaitan

dengan pendirian bangunan untuk rumah tinggal di Kabupaten Sleman

setelah berlakunya Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun

1990 tentang Peraturan Bangunan. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-

bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum

primer, meliputi:

1) Buku-buku yang berhubungan dengan hal-hal yang berkaitan

dengan materi penulisan skripsi.


16

a) Andi Hamzah., Et all,1990, Dasar-dasar Hukum Perumahan,

Bineka Cipta, Jakarta.

b) A. P. Palindungan, 1993, Komentar atas Undang-undang

Penataan Ruang (Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992),

Mandar Maju: Bandung.

c) Choirul Narbuko., Et all, 2002, Metodologi Penelitian, Bumi

Aksara, Jakarta.

d) Daud Silalahi, 1996, Hukum Lingkungan Dalam Sistem

Penegakan Hukum Indonesia, Alumni : Bandung.

e) Hartono Hadisoeprapto, 2000, Pengantar Tata Hukum

Indonesia, Liberty : Yogyakarta.

f) Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, 2008, Hukum Tata Ruang

Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah, Nuansa,

Bandung.

g) M. Musa dan Titi Nurfitri, 1988, Metodologi Penelitian, CV.

Fajar Agung: Jakarta.

h) Pedoman Penulisan Hukum / Skripsi, Universitas Atma Jaya :

Yogyakarta.

i) Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metodologi Penelitian Hukum

dan Jurimetri, Ghalia Indonesia: Semarang.

j) Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI

Press: Jakarta.
17

2) Tulisan-tulisan dalam media massa yang berkaitan dengan meteri

penulisan skripsi.

3) Buku-buku yang membahas mengenai pendirian bangunan untuk

rumah tinggal di Kabupaten Sleman sudah sesuai dengan

Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 1990

tentang Peraturan Bangunan.

3. Metode pengumpulan data

a. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan cara

bertanya langsung pada yang diwawancarai. Wawancara merupakan suatu

proses interaksi dan komunikasi. Hasil wawancara ditentukan oleh

beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi.

Faktor-faktor itu adalah: pewawancara, yang diwawancarai, topik

penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara.4

Dalam hal ini para pihak yang akan diwawancarai adalah Pejabat Staf

Perizinan Kimpraswil, Staf Koordinator Perizinan dan Pembangunan

Kecamatan Depok dan Staf bagian Pembangunan Kelurahan

Condongcatur.

4
Ronny Hanitijo Soemitro, S.H, 1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Semarang, hal 57.
18

b. Kuisoner

Kuisioner yaitu daftar yang berisikan suatu rangkaian pertanyaan

mengenai suatu hal atau suatu bidang. Kuisioner dipergunakan untuk

mendapatkan data dari populasi yang luas atau populasi yang terdiri dari

beraneka macam golongan atau kelompok yang tersebar. Penggunaan

kuisioner mempunyai dua fungsi utama yaitu untuk mendapatkan

deskripsi mengenai suatu gejala serta untuk pengukuran variabel-variabel

dari individu maupun dari kelompok. Dengan memperoleh suatu

gambaran melalui penggunaan kuisioner, peneliti dapat memperoleh

pengetahuan yang mendalam mengenai suatu gejala, maupun untuk

menjelaskan mengenai gejala tersebut bahkan dapat membuat prediksi-

prediksi.5

c. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku literature

dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman

yang terdiri dari 17 Kecamatan, diambil tiga Kecamatan secara random

sampling, yaitu Kecamatan Depok, Kecamatan Sleman, dan Kecamatan Mlati.

Peneliti mengambil sampel dari 3 kecamatan tersebut, karena ketiga


5
Ibid., hal 62
19

kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang paling padat di kabupaten

Sleman.

5. Populasi dan Sampling

Populasi dalam penelitian ini adalah adalah orang yang sedang

mendirikan bangunan untuk rumah tinggal dan sedang melakukan

pengurusan, maupun yang sudah mendirikan bangunan untuk rumah tinggal

untuk wilayah Kabupaten Sleman. Sampel dalam penelitian ini ada tiga

kecamatan, yaitu Kecamatan Depok, Kecamatan Sleman, dan Kecamatan

Mlati. Dari masing-masing kecamatan diambil dua desa secara random

sampling. Random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana

semua individu didalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-

sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.6

Sampel tersebut terdapat di kecamatan :

a. Kecamatan Depok diambil desa Catur Tunggal dan desa Condong

Catur.

b. Kecamatan Sleman diambil desa Tridadi dan desa Pendowoharjo.

c. Kecamatan Mlati diambil desa Tirto Adi dan desa Sumber Adi.

6. Responden dan Narasumber

a. Responden

Dari masing-masing desa diambil 5 orang responden secara

purposive sampling. Dari Kecamatan Depok diambil 10 orang responden,


6
Drs. Cholid Narbuko et all, 2002, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, hlm 111
20

kemudian Kecamatan Sleman diambil 10 orang responden, dan

Kecamatan Mlati diambil 10 orang responden. Sehingga jumlah

responden seluruhnya adalah 30 orang responden.

b. Narasumber

1) Pejabat Staf Perizinan Kimpraswil Kabupaten Sleman.

2) Staf Koordinasi Perizinan dan Pembangunan Kecamatan Depok.

3) Staf Bagian Pembangunan Kelurahan Condongcatur.

7. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang

dilakukan dengan memahami dan merangkai kata-kata yang telah

dikumpulkan secara sistematik sehingga diperoleh suatu gambaran mengenai

masalah atau keadaan yang diteliti.7

Metode berfikir menggunakan metode induktif yaitu cara berfikir

dengan cara menarik kesimpulan dari hal yang bersifat khusus ke umum.

H. Sistematika Penulisan Hukum

BAB I: PENDAHULUAN

Pendahuluan menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode

penelitian dan sistematika penulisan hukum.

7
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum (UI Press), hal 25.
21

BAB II: PEMBAHASAN

Pembahasan terdiri dari empat bagian, yaitu bagian pertama menguraikan

tentang tinjauan umum tentang Penataan Ruang dan Undang-undang Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; bagian kedua menguraikan tentang tinjauan

tentang Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Peraturan Bangunan; bagian ketiga menguraikan tentang tinjauan tentang

Keputusan Bupati Sleman Nomor 5/Kep. KDH/A/2002 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; bagian keempat hasil penelitian

yang terdiri dari hasil monografi Kabupaten Sleman, identitas responden,

kepemilikan IMB, dan prosedur IMB.

BAB III: PENUTUP

Penutup berisi kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai