Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas sebagai persyaratan dalam menjalankan
Kepaniteraan Senior di SMF Ilmu Penyakit Mata di RSUD dr. Pirngadi
Disusun oleh:
David Hutajulu 211210210
Habibah Hannum 7112080292
Pembimbing:
dr. Soraya Fasya, Mked (Opth), Sp.M
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-
Nya yang memberikan kesehatan dan kelapangan waktu bagi penulis sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Soraya
Fasya, M. Ked (Opth), Sp.M yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian
makalah ini.
Judul makalah ini ialah mengenai “Retinitis Pigmentosa”. Adapun tujuan
penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal
yang berhubungan dengan retinitis pigmentosa hingga penerapannya di dalam
klinis. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam
sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang
bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat
bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Anatomi Retina ................................................................................ 2
2.2. Fisiologi Retina ................................................................................ 5
2.3. Definisi ............................................................................................. 9
2.4. Insidensi .......................................................................................... 9
2.5. Etiologi ............................................................................................. 10
2.6. Gejala Klinis .................................................................................... 11
2.7. Patofisiologi ..................................................................................... 14
2.8. Diagnosis ......................................................................................... 16
2.9. Diagnosa Banding ........................................................................... 17
2.10. Penatalaksanaan ............................................................................ 18
2.12. Prognosis ....................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
Retina mempunyai tebal 0,12 mm pada ora serata dan 0,23 mm pada kutub
posterior. Di tengan-tengan kutub posterior terdapat makula yang mengandung
xanthophylls (pigmen kuning). Secara histologis makula terdiri dari dua atau lebih
lapisan sel ganglion dengan diameter 5-6 mm. Makula berwarna kuning akibat
akumulasi dari karotenoid teroksidasi khususnya lutein dan zeaxhantine di tengah-
tengah makula. Karotenoid ini berperan sebagai antioksidan dan berfungsi untuk
memfilter gelombang sinar biru yang berperan dalam retinitis solar. 2,1,4
Di tengah-tengah makula terdapat fovea (fovea sentralis) dengan diameter
1,5 mm dan di dalamnya terdapat fotoreseptor yang berperan dalam ketajaman
pengihatan dan penglihatan warna. Di dalam fovea terdapat foveal avascular zone.
Di tengah-tengah fovea foveola dengan diameter 0,35 dan di dalamnya tersusun
padat sel kerucut. Di sekitar fovea terdapat lingkaran yang berdiameter 0,5 mm
yang disebut parafoveal dimana tersusun dari lapisan sel ganglion, lapisan inti
dalam dan lapisan pleksiformis luar yang tebal. Di sekeliling daerah ini terdapat
lingkaran berdiameter 1,5 mm, disebut perifoveal zone.2,5
Gambar 2. Anatomi makula yang disebut juga area sentralis atau pole posterior.
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah sebagai berikut : 1,4,5,12
Membrana limitans interna
Lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus optikus
Lapisan sel ganglion
Lapisan pleksiformis dalam yang mengandung sambungan-sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel
bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor
Lapisan inti luar sel fotoreseptor
Membrana limitans eksterna
Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
Epitelium pigmen retina
Gambar 5. Absorbsi cahaya oleh pigmen retina sel batang dan sel kerucut.
Jalur penghantaran sinyal visual dari sel kerucut ke sel ganglion berbeda
dengan jalur penghantaran sinyal visual dari sel batang ke sel ganglion. Neuron dan
serabut saraf yang menghantar sinyal visual dari penglihatan sel kerucutlebih besar
dan dua kali lebih cepat menghantarkan sinyal visual dibandingkan dengan
penglihatan sel kerucut.3
Gambar 6. Organisasi neural retina, sebelah kiri di daerah perifer retina dan di
sebelah kanan di daerah fovea
2.3 Defenisi
Retinitis pigmentosa merupakan degenerasi retina herediter yang ditandai
oleh disfungsi progresif fotoreseptor dan disertai oleh hilangnya sel secara progresif
dan akhirnya atrofi beberapa lapisan retina1. Atau gangguan retina yang
menyebabkan hilangnya ketajaman penglihatan secara progresif, defek lapangan
penglihatan, dan kebutaan pada malam hari (night blindness). Sebutan retinitis
pigmentosa berasal dari deposit pigmen yang merupakan karakteristik penyakit ini.4
2.4 Insidensi5
- Terjadi pada 5 orang per 1000 populasi dunia
- Usia. Muncul pada masa kanak-kanank dan berkembang lambat, dan sering terjadi
kebutaan setelah usia dewasa.
- Jenis Kelamin. Pada umumnya pria lebih sering terkena dari pada wanita dengan
perbandingan 3:2
- Laterality. Penyakit ini hampir terjadi secara bilateral.
2.5 Etiologi
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara
mendel yang terjadi pada beberapa kasus. Beberapa kasus retinitis pigmentosa
disebabkan oleh mutasi DNA mitokondria. Pada tahun 1990 gen pertama yang
menunjukkan kelainan pada retinitis pigmentosa yaitu rhodopsin, yang merupakan
pengkodean rod visual pigmen. Sejak saat itu, banyak kelainan gen yang bisa
mengakibatkan terjadinya retinitis pigmentosa.6
Retinitis pigmentosa terjadi sebagai gangguan isolated sporadic, atau
kelainan genetik autosomal dominant (AD), autosomal recessive (AR), atau X-
Linked recessive (XL). Bentuk terbanyak kelainan gen pada retinitis pigmentosa
yaitu autosomal recessive, diikuti oleh autosom dominan. Sedangkan bentuk yang
sedikit yaitu X-linked resesif.5,10
4. Perubahan Elektrofisiologi
Perubahan secara electrofisiologi ini muncul diawal sebelum gejala
subjektif dan tanda-tanda objektif muncul.
a. Electro-retinogram (ERG) subnormal atau terhapus (abolished)
b. Electro-oculogram (EOG) menunjukkan tidak adanya puncak cahaya.
Pasien dengan gangguan penglihatan yang berat dapat terjadi halusinasi dan
gangguan tidur. Hal ini merupakan suatu kesempatan penting bagi pasien untuk
berdiskusi tentang diagnosis penyakitnya dan konseling genetik prognosis
penyakitnya.9
2.7 Patofisiologi
Mekanisme pasti dari degenerasi fotoreseptor belum diketahui, tetapi
akhirnya dapat terjadi apoptosis degeneratif fotoreseptor batang dengan
fotoreseptor kerucut pada tingkat yang lanjut. Retinitis pigmentosa dapat respon
terhadap fotoreseptor yang atrofi dengan proliferasi kedalam retina. Sel-sel pigmen
berkumpul disekitar pembuluh darah retina yang atrofi, yang dapat diketahui
dengan fundus sebagai bentuk klasik “bone spicule”.8
Retinitis pigmentosa biasanya dianggap sebagai distrofi batang-kerucut
(rod-cone dystrophy) dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis),
terutama di fotoreseptor batang. Jarang terjadinya defek genetik akibat pengaruh
fotoreseptor epitelium pigmen retina dan kerucut. Retinitis pigmentosa memiliki
variasi fenotipik yang signifikan, karena ada banyak gen yang berbeda yang
mengarah ke diagnosis retinitis pigmentosa, dan pasien dengan mutasi genetik yang
sama dapat ditandai dengan temuan retina sangat berbeda.11
Jalur akhir yang umum dalam retinitis pigmentosa biasanya kematian dari
fotoreseptor batang yang menyebabkan hilangnya penglihatan. Sebagai batang
yang paling padat ditemukan di retina midperipheral, hilangnya sel di daerah ini
cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan perifer dan kehilangan
penglihatan pada malam hari. Bagaimana mutasi gen menyebabkan perlambatan
kematian fotoreseptor batang progresif bisa terjadi dengan banyak jalan, yang
kenyataannya bahwa begitu banyak mutasi yang berbeda dapat menyebabkan
gambaran klinis yang serupa.11
2.8 Diagnosis
Retinitis pigmentosa merupakan penyakit retina degeneratif yang memiliki
karakteristik adanya deposit pigmen di retina. Kelainan ini merupakan degenerasi
primer fotoreseptor batang dengan fotoreseptor kerucut sebagai degenerasi
sekunder, yang dapat menjelaskan mengapa pasien dapat mengalami kebutaan pada
malam hari.6
Adapun untuk menegakkan diagnosis dari retinitis pigmentosa berdasarkan
temuan klinis retinitis pigmentosa (lihat gejala klinis) yaitu berdasarkan simtom
visual, perubahan pada fundus, perubahan lapangan pandang penglihatan,
perubahan elektrofisiologi.6
Selain itu, diagnosis juga dapat dibuat oleh ophtalmoskopi berdasarkan
gambaran klasic dasar. Rod-cone dystrophy (Utamanya sel batang yang terkena).
Adanya “bone spicule” yang merupakan proliferasi epitelium retina yang dapat
dilihat pada bagian tengah perifer retina. Kelainan ini perlahan-lahan menyebar ke
sentral dan lebih jauh lagi sampai ke perifer (gambar 10). Awal defisit yang terjadi
yaitu defek penglihatan warna dan gangguan persepsi kontra. Atrofi optic nerve
yang terjadi pada fase lanjut. Arteri-arteri menjadi sempit.4
Gambar 12. Karakteristik tanda adanya narrowed retinal vessels, waxy yellow
appearance of the optic disk due to atrophy of the optic nerve, and “bone-
spicule” proliferation of retinal pigment epithelium.
Pada cone-rod dystrophy (Utamanya sel kerucut yang terkena). Adanya
penurunan visus diawal dengan penurunan progress dari lapangan pandang
penglihatan. Kedua bentuk kelainan dari retinitis pigmentosa ini dapat diketahui
melalui electroretinography.4
2.10 Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan yang efektif untuk retinitis pigmentosa. Penderita
dianjurkan untuk berkunjung secara teratur kepada spesialis mata untuk memantau
kelainan ini. Sebaiknya dilakukan secara teratur setiap 5 tahun termasuk untuk
menguji lapangan pandang dan evaluasi electroretinogram.7,11
Pemakaian kaca mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet
bisa mempertahankan fungsi penglihatan. Baru-baru ini, muncul terapi baru
(meskipun masih dalam perdebatan) seperti pemberian antioksidan (misalnya
vitamin A palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit ini.7,11
1. Medical Care
Vitamin A/ Beta Karoten
Antioksidan dapat bermanfaat dalam mengobati pasien dengan retinitis
pigmentosa, tetapi belum ada bukti, yang jelas pada saat ini. Sebuah
studi komprehensif terbaru epidemiologi menyimpulkan bahwa dosis
harian yang sangat tinggi dari vitamin A palmitat (15.000 U / d)
memperlambat kemajuan RP sekitar 2% per tahun.
Acetazolamide
Edema makula dapat mengurangi penglihatan dalam tahap lanjut dari
retinitis pigmentosa. Dari banyak terapis mencoba, acetazolamide oral
telah menunjukkan hasil yang paling menggembirakan dengan
beberapa perbaikan dalam fungsi visual. Studi yang dilakukan oleh
Fishman dkk dan Cox et al telah menunjukkan perbaikan dalam
ketajaman visual snelling dengan acetazolamide oral untuk pasien yang
memiliki retinitis pigmentosa dengan edema makula
Lutein / zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin merupakan makula pigmen yang tubuh tidak
dapat membuat melainkan berasal dari sumber makanan. Lutein
berfungsi untuk melindungi macula dari kerusakan oksidatif, dan
suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen makula. Dosis
20 mg / hari telah direkomendasikan.
Asam valproik
Asam valproik oral telah menunjukkan manfaat dalam uji klinis, dan uji
klinis yang lebih lanjut sedang dilakukan.
2. Surgical Care
Transplantasi
Transplantasi sel epitelium pigmen retina telah dittranspalntasikan ke
dalam ruang subretinal untuk menyelamatkan fotoreseptor pada hewan
model retinitis pigmentosa. Salah satu pendekatan yang mungkin
berguna adalah modifikasi ex vivo pada sel-sel yang terdapat faktor-
faktor trofik.
Prostesis retina
Sebuah chip prostesis atau phototransducing retina ditanamkan pada
permukaan retina dan telah diteliti selama beberapa tahun. Lapisan sel
ganglion retina yang sehat dapat dirangsang, dan implan pada hewan
model memiliki stabilitas jangka panjang. Dalam sebuah studi oleh
Humayun et al, ini telah terbukti bermanfaat pada manusia. Satu pasien
yang tidak punya persepsi cahaya, mampu melihat dan melokalisasi
senter setelah prostesis pada retinitis pigmentosa
Terapi gen
Terapi gen masih dalam penelitian, dengan harapan untuk
menggantikan protein yang rusak dengan menggunakan vektor DNA
(misalnya, adenovirus, Lentivirus).
Katarak ekstraksi
Operasi katarak sering bermanfaat dalam tahap selanjutnya pengobatan
retinitis pigmentosa. Bastek et al, mempelajari 30 pasien dengan
retinitis pigmetasi, 83% dari mereka menunjukkan perbaikan dalam
pengobatan, dengan 2 garis pada grafik ketajaman visual Snellen
setelah dilakukan operasi katarak
2.11 Prognosis
Retinitis pigmentosa merupakan suatu progress yang kronik. Penampakan
klinis tergantung pada jenis dari kelainan yang terjadi, masing-masing bentuk
keparahan dapat menyebabkan kebutaan.4
BAB III
KESIMPULAN
Pengobatan terdiri dari medical care dan surgical care. Pemakaian kaca
mata gelap untuk melindungi retina dari sinar ultraviolet bisa
mempertahankan fungsi penglihatan. Pemberian antioksidan (misalnya
vitamin A palmitat) bisa menunda perkembangan penyakit ini (masih dalam
penelitian)
9. Khaw PT, et all., ABC Of Eyes, Fourth Edition: Retinitis Pigmentosa. 4th
ed.2004. London. BMJ. P. 41.
10. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology : Retinitis Pigmentosa. 7th ed. 2011.
Cina. Elsevier. P. 491-494
Available From:
12. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
Hal 1-12