APENDICITIS
Oleh:
Pembimbing:
2019
1
HALAMAN PENGESAHAN
APENDISITIS
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan program
Internship dokter Indonesia di wahana Pesisir Selatan (RSUD M. Zein Painan) 2018-2019
2
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO
Pada hari ini kamis tanggal 25 Januari 2019 di Wahana RSUD Dr. M. Zein Painan telah
dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Rezhi Putri
Kasus : Apendisitis
Topik : Bedah
Nama Pendamping : dr. Andriyan Sulin
Mengetahui,
Dokter Internship Dokter Pendamping
3
o o K o K
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
o o D o M
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
o o o No oB oA R
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi Laki-laki, 21 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah sejak 2 hari SMRS.
Tujuan
Bahan bahasan o o o T R
Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas o o D o P
Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos
Data Pasien Nama: Tn. TS No. Registrasi:
Nama RS : RSUD Dr. M. Zein Painan Telp: Terdaftar sejak:
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
Diagnostik/gambaran klinis:
• Nyeri perut kanan bawah sudah dialami os 2 hari SMRS dan meningkat sejak 1 hari SMRS
sampai saat ini. Nyeri Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati, Kemudian dalam beberapa jam
berpindah ke perut kanan bawah dan bersifat menetap. Nyeri semakin bertambah saat
berjalan, duduk dan batuk . Nyeri tidak menjalar ke bagian perut lainnya. Demam ada sejak 2
hari yang lalu, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak terus menerus, dan tidak berkeringat. Nafsu
makan berkurang semenjak sakit. Mual (+), muntah (+) 2x berisi makanan dan air. BAB tidak
ada sejak 2 hari yang lalu. BAK tidak ada kelainan. Nyeri saat BAK (-), frekuensi BAK
normal, warna BAK kuning jernih. Pasien sudah membeli obat di warung tetapi tidak
menunjukkan perbaikan
Riwayat pengobatan: Pasien sudah minum obat beli di apotek tapi tidak menunjukkan perbaikan.Os
lupa nama obatnya.
Riwayat kesehatan/penyakit: Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riawayat keluarga :Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
Daftar Pustaka:
1. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent edition.
Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma
Electronic Publication.
3. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran
4
UNAIR. Surabaya.
4. Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update. Vol.23 No.03
September 2004.
http://home.coqui.net/titolugo/PSU23304.PDF#search=periappendiceal %20 mass
5. Anonim, 2006. Appendix Mass.GP Note Book
http://www.gpnotebook.co.uh/cache/1738145813.ht
6. Anonim,2006.Appendicitis.http://www.meddean.lun.edu/lumen/Meded/Radio/Nuc
_med?Appendicitis/Natural.htm
7. De Jong,.W., Sjamsuhidajat, R., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC.
Jakarta.
8. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa Appendisitis
Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara.
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-emir%20jehan.pdf.
9. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-15.
10. Aonim, 1997, Kumpulan Kuliah Khusus Ilmu Bedah, Aksara Medisina, Jakarta
11. Anonim, 2003, Appendicitis www.wikipwedia.org/wiki/appendicitis.com Accessed
on June 29th, 2006 at 19.00 p.m
12. Anonim, 2003, Gangguan Saluran Pencernaan www.medicastore.com Accessed on
June 29th, 2006 at 19.00 p.m
13. Alvarado A.A practical score for the early diagnosis of accute appendicitis. Ann
Emerg Med. May 1986;15(5);557-64
14. Jong, W.D., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta. S.,Luigi 2005,
Appendicitis
www.emedicine.comAccessed on June 29th, 2006 at 19.00 p.m
15. Schwartz, et al, 2000, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi Keenam, EGC,
Jakarta
16. Soda, K., et al, 2001, Detection of Pinpoint Tenderness on the Appendix Under
Ultrasonography Is Useful to Confirm Acute Appendicitis,www.jama.com Accessed on
June 29th, 2006 at 19.00 p.m
17. Bailey,H.,1992.Apendisitis Akut.Dalam:Dudley,H.A.F., ed.Ilmu Bedah Gawat
Durarat.Edisi 11. Yogjakarta:Gadjah Mada University Press, 441-452.
18. Indonesian Children. 2009.Apendisitis Akut atau Usus Buntu. Available from:
http://koranindonesiasehat.Wordpress.com/2009/12/11/apensisitis-akut-atau-usus
5
buntu/ [Accessed 2 April 2011.Universitas Sumatra Utara].
19. Burkitt, H.G., Quick, C.R.G., and Reed, J.B., 2007.Apendisitis .In:Essential
SurgeryProblem, Diagnosis,& Management.Fourt Edition. London: Elsevier, 389-
398.
Hasil Pembelajaran:
Mengetahui Penyebab Apendicitis
Mengetahui Diagnosa Apendicitis
Mengetahui Penatalaksanaan Apendicitis
Mengetahui Komplikasi Apendicitis
OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Kesadaran Umum : Tampak sakit sedang
Tanda vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x / menit
6
Frekuensi Nafas : 21 x / menit
Suhu : 37,9C
Status Lokalis
Kepala : Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit baik
Thoraks
o Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus jantung teraba di linea midclavicula
sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bising tidak ada, bunyi jantung tambahan tidak
ada
Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak membuncit
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di
titik McBurney dan epigastrium, nyeri lepas (+)
rovsing (+), Psoas sign (+), obturator sign (+),
defans muskuler (-), Tidak teraba massa di
perut kanan bawah
Perkusi : Timpani, nyeri ketok (+) di perut kanan bawah
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, Refilling capiller <3 detik,
edema(-)
Rectal Toucher :
- Anus : tenang
- Sfingter : menjepit
- Mukosa : licin
- Ampula : tidak teraba massa, nyeri pada arah jam 9 dan
11
- Handschoen : darah (-), feses (+)
7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium ( tanggal 19 November 2018 )
Hasil Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hasil
Hb 14,8
Leukosit 15.200
Ht 43
Trombosit 244.000
GDR 106
Hemostasis PT : 15,0 dtk
aPTT: 30,5 dtk
-
ASSESMENT (PENALARAN KLINIS)
Berdasarkan klinis pasien didapat diagnosa Apendicitis Akut
PLAN (TATA LAKSANA)
8
Diagnosis : Apendicitis Akut
Pengobatan :
Konsul dr. Sp.B:
- Puasa
- IVFD Asering 15 Tpm
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr (iv) alergi test
- Metronidazol 3x500 mg inf (iv)
- Inj Ranitidine 2x1 amp(iv)
- Inj Ondansentron 2x1 (iv)
- Paracetamol tab 3x 1 (po)
- Pronalgess supp 2x1
- Rawat Bedah
RENCANA
Appendectomy emergency
9
APENDICITIS
Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki
maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Mansjoer,
2010). Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan
bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2005). Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut (Price, 2005).
Anatomi Apendiks
Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis dan
parasimpatis dari Plekxus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal dari medula
spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut parasimpatis berasal dari kedua nervus vagus.
Serabut saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi saraf simpatis ke segmen
medula spinalis thorakal 10 (Moore,2006). Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal
(65%), pelvical (30%), patileal (5%), paracaecal (2%), anteileal(2%) dan preleal (1%)
(R.Putz dan R.Pabst,2006). Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal,yang
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal,
yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan
10
oleh letak apendiks (Schwartz, 2000).
Fisiologi Apendiks
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Imonoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT)
yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA, imonuglobulin
tersebut sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini
sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu
yang sebenarnya adalah sekum. Apendiks diperkirakan ikut serta dalam sistem imun
sekretorik di saluran pencernaan, namun pengangkatan apendiks tidak menimbulkan defek
fungsi sistem imun yang jelas (Schwartz, 2000)
Epidemiologi
Insiden apendisitis di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun
jarang terjadi. Insiden tertinggi terjadi pada umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden
pada pria dengan perbandingan 1,4 lebih banyak daripada wanita. (Sandy,2010)
Klasifikasi
11
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis kronik
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004)
.1.Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual,
muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke
titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi
mukosa menumpuk dalam lumen 9 appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam
lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan kemerahan.
Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise
dan demam ringan (Rukmono, 2011).
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis.Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin.Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda -tanda peritonitis umum (Rukmono, 2011).
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga
terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda - tanda supuratif, apendiks mengalami
gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikro perforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen (Rukmono, 2011).
12
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa
flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya (Rukmono, 2011).
e.Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal (Rukmono, 2011).
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding apendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik (Rukmono, 2011).
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
Apendisitis kronik kadang -kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik
dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat
(Rukmono, 2011).
Patofisiologi
13
kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran
arteri terganggu akan terjadi infark dinding Apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah, akan terjadi apendisitis perforasi (Mansjoer, 2010)
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apeks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah. (Mansjoer, 2007)
Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat
banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi
pada lumen apendiks yang biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras
(fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh,
tumor primer pada dinding apendiks dan striktur. Penelitian terakhir menemukan bahwa
ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan langkah awal terjadinya
apendisitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan lumen.
Beberapa penelitian juga menunjukkan peran kebiasaan makan (Sjamsuhidajat, De Jong,
2004).
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya apendisitis akut ditinjau dari teori Blum
dibedakan menjadi empat faktor, yaitu faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan
kesehatan, dan faktor perilaku. Faktor biologi antara lain usia, jenis kelamin, ras sedangkan
untuk faktor lingkungan terjadi akibat obstruksi lumen akibat infeksi bakteri, virus, parasit,
cacing dan benda asing dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. Faktor pelayanan
kesehatan juga menjadi resiko apendisitis baik dilihat dari pelayan keseShatan yang
diberikan oleh layanan kesehatan baik dari fasilitas maupun non-fasilitas, selain itu faktor
resiko lain adalah faktor perilaku seperti asupan rendah serat yang dapat mempengaruhi
defekasi dan fekalit yang menyebabkan obstruksi lumen sehingga memiliki risiko
apendisitis yang lebih tinggi (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna,
14
sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral
akibat aktivasi nervus vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas
akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu
tinggi, antara 37,5-38,5 C tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi
(Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan
perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses (Departemen Bedah UGM,
2010). Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi
dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari
tempat yang jauh dari lokasi nyeri.
15
5. Psoas sign (+) Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri
nyeri pada kanan bawah. Psoas sign terjadi karena adanya
rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada
apendiks.
6. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan
16
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik
usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12
(Departemen Bedah UGM, 2010).
Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat dilihat pada table
2.1
Tabel 2.1 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado
Gejala Klinis
Tanda Klinis
17
Nyeri tekan pada titik Mc. Burney 2
Pemeriksaan Laboratoris
TOTAL 10
Interpretasi:
Skor 7-10 = apendisitis akut,
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan
bedah sebaiknya dilakukan.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini, dapat dilakukan
penilaian Alvarado score:
Migration of pain :1
Anorexia :1
Nausea/vomiting :1
RLQ tenderness :2
Rebound :1
Elevated temperatur :1
Leukocytosis :2
Left shift :-
Total points :8
18
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau
terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang
meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit
meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi
akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin)
nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltrat. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat
infeksi pada ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram
yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum sebelum
pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12jam untuk dewasa, hasil
apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses
subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal,
atau efusi pleura (Penfold, 2008) .
Diagnosis Banding
Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis apendisitis karena penyakit lain
yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan apendisitis, diantaranya:
1.Gastroenteritis
Ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih
ringan,panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan, apendisitis akut.
19
2.Limfadenitis Mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan sakit perut, terutama
kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar terutama kanan
3.Demam dengue
Dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif untuk Rumple
Leede, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.
4.Infeksi Panggul dan salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan apendisitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi dari pada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi
panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
5.Gangguan alat reproduksi wanita
Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan
siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
6.Kehamilan ektopik (kehamilan di luar kandungan)
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak jelas seperti ruptur
tuba , abortus, kehamilan di luar rahim disertai pendarahan menimbulkan nyeri mendadak
difus di pelvik dan bisa terjadi syok hipovolemik.Nyeri dan penonjolan rongga Douglas
didapatkan pada pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada kuldosintesis.
7.Divertikulosis Meckel
Gambaran klinisnya hampir sama dengan apendisitis akut dan sering dihubungkan dengan
komplikasi yang mirip pada apendisitis akut sehingga diperlukan pengobatan serta tindakan
bedah yang sama.
8.Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum
terbalik mengendap turun ke daerah usus bagian kanan (saekum).
9. Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai apendisitis
retrosekal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria dan terjadi demam atau
leukositositosis.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi penanggulangan
konservatif dan operatif.
1.Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai
akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk
20
mencegah infeksi. Pada penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan
penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik (Oswari, 2000)
2. Operatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan yang dilakukan
adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Operasi apendisitis dapat
dipersiapkan hal-hal sebagai berikut:
Insisi transversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri tekan atau massa yang
dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke lateral rektus abdominalis.
Mesenterium apendikular dan dasar apendiks diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan
ditanamkan ke dinding sekum dengan menggunakan jahitan purse string untuk
meminimalkan kebocoran intra abdomen dan sepsis. Kavum peritoneum dibilas dengan
larutan tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotic profilaksis untuk mengurangi luka
sepsis pasca operasi yaitu metronidazol supositoria (Syamsuhidayat,2004)
21
organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparaskopi
ini selain yang tersebut di atas, yaitu luka opeasi lebih kecil, biasanya antara satu dan
setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih baik (Sanyoto,2007)
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa
massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, De
Jong, 2004).Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan kematian
(Craig, 2011).
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang
mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra - abdomen dan ditemukan di
tempat - tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut , ileus
paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium
apendiks (Bailey, 1992).
Pencegahan
Pencegahan Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap kejadian
apendisitis. Upaya pencegahan primer dilakukan secara menyeluruh kepada masyarakat.
Upaya yang dilakukan antara lain:
22
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insidens
timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa diet tinggi
serat mempunyai efek proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan. Serat
dalam makanan mempunyai kemampuan mengikat air, selulosa, dan pektin yang
membantu mempercepat sisa-sisa makanan untuk diekskesikan keluar sehingga tidak
terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon.
b. Defekasi yang teratur
Makanan adalah factor utama yang mempengaruhi pengeluaran feses. Makanan yang
Mengandung serat penting untuk memperbesar volume feses dan makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan
keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon. Frekuensi defekasi yang jarang akan
mempengaruhi konsistensi feses yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi.
Konstipasi menaikkan tekanan intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatkan pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feses
memungkinkan adanya bagian yang terselip masuk ke saluran apendiks dan menjadi
media kuman/bakteri berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan
apendiks.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dini dan pengobatan yang tepat untuk mencegah
timbulnya komplikasi.
Prognosis
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan prabedah, serta
stadium penyakit pada waktu intervensi bedah. Apendisitis tak berkomplikasi membawa
mortalitas kurang dari 0,1%, gambaran yang mencerminkan perawatan prabedah, bedah
dan pasca bedah yang tersedia saat ini. Angka kematian pada apendisitis berkomplikasi
telah berkurang dramatis menjadi 2 sampai 5 persen, tetapi tetap tinggi dan tak dapat
diterima (10-15%) pada anak kecil dan orang tua.Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus
dicapai dengan intervensi bedah lebih dini (Grace, 2006).
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit,
namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi
peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah
operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit
penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh
23
antara 10 sampai 28 hari (Sanyoto, 2007).
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di dalam rongga
perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu dilakukan secepatnya.
Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini
bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak diobati secara benar (Sanyoto, 2007)
24
25
26