Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada
membran basalis pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan
bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus
bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes
telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2
juta kematian yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien
diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan
perhatian dan bantuan. Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu
pankreas rusak dan tak lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai
sehingga terjadi defisit absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa
umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin
sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak
adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita
diabetes, 5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik
mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari
total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau
tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal.
Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan
koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada
anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar
gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul

1
gula terdapat di daclam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula,
sehingga sejak dulu disebut penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua
kegiatan sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut
terhadap terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh
penyandang DM maupun keluarganya jika mereka memahami penyakitnya dan
prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas
kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis
melalui proses keperawatan.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah “ bagaiamana tinjauan
mengenai penyakit Diabetes Melitus baik dari segi pengertian, klasifikasi,
etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosa, komplikasi dan pemerian obat
atau pengobatan pada pasien Diabetes Melitus.
C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi diabetes mellitus
2. Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus
3. Mengetahui etiologi diabetes mellitus
4. Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus
5. Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus
6. Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus
8. Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus
9. Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik
progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi
insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan
Suddarth, 2002).
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat
primer dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona
L. Wong, 2003)

B. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS


Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2002 diabetes melitus
dibagi menjadi :
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik
melalui proses imunologik atau idiopatik.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin.

3
C. ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia
sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ),
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa
darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
1. Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I
itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic
kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes
tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada individu yang memiliki salah satu
dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang
diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi
umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
2. Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih
tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM adalah
rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau perusakan sel.
Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan
hilangnya otoimun dalam sel beta
3. Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata
pankreas.

D. PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam
ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah
kronio – dorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus
pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak

4
lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas
bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis
pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1) Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2) Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya.
Namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah
kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan
delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama
ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan
bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies
satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang
juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin
karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin
disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus
golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang
mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin
melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata
kapiler untuk mencapai aliran darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang mencakup
kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang
merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans. Hormon-
hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar
glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan glukosa darah
yaitu glukagon
.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel dipulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis

5
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah peningkatan kadar
glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah 80-90
mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan
peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk
menghasilkan energi atau dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan
glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan
pankreas menghasilkan insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans.
Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan
metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin
Glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular
yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan
konsentrasi dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik
diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga
intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya
osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan yang hilang melalui
urine (polyuria) sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul
gejala Polydipsia(kehausan).
Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan potasium dan
sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau
kelaparan) sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan
menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat
difiltrasi oleh glomerulus karena melebihi ambang renal sehingga menyebabkan
lolos dalam urine yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa

6
pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu
keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena
hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-
sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah
ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa
darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang
menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi
untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B
pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi
kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps)
dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu
kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi
sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah
infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan
kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen
yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

E. MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak
(diabetes melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung
insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan
ketoasidosis karena keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1
menunjukan gambaran klinik yang klasik seperti:
1. Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl )
2. Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1
pada anak.
3. Polidipsia

7
4. Poliphagia
5. Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
6. Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1. Fase Inisial
Dimulai saat timbulnya gejala sampai dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini
sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun trauma fisik.
2. Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini
telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3. Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada saat ini, kebutuhan insulin
menurun sehingga dapat terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan.
Bila dengan dosis insulin 0.1 IU/kg BB masih menyebabkan hipoglikemia
maka pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan
pemeriksaan urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan
penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa
fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4. Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi
kekurangan insulin endogen.

F. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang
beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu
alat saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi
dua kategori (Schteingart, 2006):
1. Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
a. Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing,
dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80
mg/dl. Hipoglikemi sering membuat anak emosional, mudah marah, lelah,

8
keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga
mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang
anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum
dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga
karena latihan fisik yang berlebihan.
b. Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi,
dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering
timbul adalah:
- Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan
yang besar)
- Minum banyak, kencing banyak
- Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat
dan dalam, serta berbau aseton
- Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita
koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit

2. Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah


tahun ke-5) berupa :
a. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik
dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1
b. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angin

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4

9
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-109 >110

2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok


3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Elektrolit :
a. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
b. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun
c. Fosfor : lebih sering menurun
6. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
7. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi
8. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
9. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
10. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin
11. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.

10
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/
mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan jangka panjangnya
adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara
menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya
tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara
holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM :
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah plasma vena
(mg/dl) 80-109 110-139 >140
- puasa 110-159 160-199 >200
-2 jam
HbA1c (%) 4-6 6-8 >8
Kolesterol total (mg/dl) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK <130 130-159 >159
- dengan PJK <100 11-129 >129
Kolesterol HDL (mg/dl) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK <200 <200-249 >250
- dengan PJK <150 <150-199 >200
BMI/IMT
- perempuan 18,9-23,9 23-25 >25 atau
- laki-laki 20 -24,9 25-27 <18,5
>27 atau
<20
Tekanan darah (mmHg) <140/90 140-160/90-95 >160/95
Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang
mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 adalah kebutuhan mutlak insulin. Terapi
DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 menurut Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :

11
a. Fase akut/ketoasidosis
koma dan dehidrasi dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan
asam elektrolit dan pemakaian insulin
b. Fase subakut/ transisi
Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, misalnya infeksi, dll, stabilisasi
penyakit dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada
penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya
secara teratur dengan pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin
dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani
c. Fase pemeliharaan
Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik
dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi
Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam
penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
a. Bebas dari gejala penyakit
b. Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
c. Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya
Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu
diusahakan supaya anak-anak :
1. Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2. Mengalami perkembangan emosional yang normal
3. Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah
serendah mungkin tanpa menimbulkan gejala hipoglikemia
4. Tidak absen dari sekolah akibat penyakit dan mampu berpartisipasi dalam
kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5. Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun
oleh lingkungan
6. Mampu memberikan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk
mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan
sebagai berikut:

12
a. Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin karena pankreas tidak dapat
memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus
mendapatkan terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang
tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
- Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati
normal
- Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
1) Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM)
dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis
2) DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan)
3) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal.
Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama
bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan
glukosa. Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada saat makan atau
tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan
glukosa di hati. Pada saat tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah
glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah
dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga
insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian
insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc),
suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh
vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa
(insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin
medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan lama kerja insulin
tersebut, yakni :
1. Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2. Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3. Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)

13
4. Mixed Insulin
5. Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin

Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1


Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak seperti pager yang
digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes.
Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan
insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk menentukan berapa
banyak insulin yang diperlukan. Insulin dipompakan melalui selang infus yang
terpasang dengan sebuah tube plastic ramping yang disebut cannula, yang
dipasang pada kulit subkutan perut pasien. Selang infus harus diganti secara
teratur setiap minggunya. Di Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun
sudah ada distributornya. Akan tetapi di negara lain seperti Amerika, penggunaan
alat ini kini menjadi favorit pasien diabetes karena keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
- Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
- Kadar glukosa darah sering tidak teratur
- Lelah menggunakan terapi injeksi insulin
- Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
- Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
- Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Ketika seseorang memutuskan untuk menggunakan terapi pompa insulin, ada


beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
1. Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan)
untuk mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol
kadar glukosa darah tubuh
2. Mulai memahami makanan yang anda makan. Apakah makanan tersebut
membuat kadar glukosa darah tinggi atau tidak
3. Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk
meminimalisir kerusakan.

14
b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.

c. Edukasi
Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu
pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang
bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih
baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes
(Bare & Suzanne, 2002)

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Suku/bangsa :
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran,
perubahan perilaku
b. Riwayat penyakit sekarang
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur
atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh
agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi
d. Riwayat kesehatan keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat
mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes melitus,
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus, dan
Kesiapan/kemauankeluarga untuk belajar merawat anaknya serta Koping
keluarga dan tingkat kecemasan

16
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas.Letargi
/ disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi,
nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi,
stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada
otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu)
: kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas
kejang
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis
dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

17
Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria /
anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah
dan menurun : hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,hiperglikemia,
diare, muntah, poliuria, evaporasi
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan defisiensi
insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain,
gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan hormone stress,
epinefrin, cortisol, GH atau karena proses luka
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma )
d. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan
perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau
karena ketidakseimbangan elektrolit
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan
kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik
f. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus)
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
h. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
(Doengoes, 2001)

18
C. INTERVENSI
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,hiperglikemia,
diare, muntah, poliuria, evaporasi.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh
tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler
baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas
normal.
Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
 Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
 Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa\
 Pantau masukan dan pengeluaran
 Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam
batas yang dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung
 Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan
BB, nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa,
pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan


oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien

19
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan
keadaan puasa sesuai dengan indikasi
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan
elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui
oral
 Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan
indikasi
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran,
kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah
 Kolaborasi pemberian pengobatan insulin
 Kolaborasi dengan ahli diet.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka ( trauma )
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan
penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
 Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge,
frekuensi ganti balut
 Kaji tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi

4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan


sirkulasi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak adanya tanda “inteksi,
Kriteria hasil :
- Luka sembuh

20
- Tidak ada edema sekitar luka
- Tidak terdapat pus, luka cepat mongering
Intervensi :
 Kaji keadaan kulit yang rusak
 Kaji keadaan kulit yang rusak
 Bersihkan luka dengan teknik septic dan antiseptic
 Kompres luka dengan larutan Nacl
 Anjurkan pada klien agarmenjaga predisposisi terjadinya lesi
 Pemberian obat antibiotic

5. Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan berhubungan dengan


perubahan fungsi fisiologis akibat ketidakseimbangan glukosa/insulin atau
karena ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan : Klien akan mempertahankan fungsi penglihatan
Intervensi :
 Kaji derajat dan tipe kerusakan
 Latih klien untuk membaca
 Orientasi klien dengan lingkungan
 Gunakan alat bantu penglihatan
 Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya tempat, orang dan waktu
 Pelihara aktifitas rutin
 Lindungi klien dari cedera.

6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan energi, perubahan


kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi,
hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan menunjukkan perbaikan kemampuan aktivitas
Kriteria hasil :
- mengungkapkan peningkatan energi
- mampu melakukan aktivitas rutin biasanya
- menunjukkan aktivitas yang adekuat
- melaporkan aktivitas yang dapat dilakukan

21
Intervensi :
 Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas
 Berikan aktivitas alternative
 Pantau tanda tanda vital
 Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan
sebagainya
 Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang
dapat ditoleransi

7. Nyeri berhubungan dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus)


Tujuan : Klien akan menunjukkan nyeri berkurang / teratasi
Kriteria hasil :
- Klien tidak mengeluh nyeri
- Ekspresi wajah ceria
Intervensi :
 Kaji tingkat nyeri
 Observasi tanda-tanda vital
 Ajarkan klien tekhnik relaksasi
 Ajarkan klien tekhnik Gate Control
 Pemberian analgetik

8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan


Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri
Kriteria hasil :
- Kuku pendek dan bersih
- Kebutuhan dapat dioenuhi secara bertahap
- Mandi sendiri tanpa bantuan
Intervensi :
 Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri
 Berikan aktivitas secara bertahap
 Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
 Bantu klien (memotong kuku)

22
9. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kesalahan interprestasi
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman tentang penyakitnya dengan
kriteria : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya
Intervensi :
 Pilih berbagai strategi belajar
 Diskusikan tentang rencana diet
 Diskusikan tentang faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol
DM

D. IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi
dan rujukan.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi
tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :
a. Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal
b. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi
c. Infeksi tidak terjadi
d. Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
e. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan
proses pengobatan.

23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang berlangsung kronik
progresif, dengan gejala hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi
insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
 Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
 Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
 Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
 Diabetes mellitus gestasional (GDM)

B. Saran
Diharapkan materi ini dapat menjadi pedoman dan pertimbangan untuk
meningkatkan pengetahuan tentang konsep dasar diabetes pada anak dan
bagaimana cara penanganannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8),
EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan


Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.

Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba


Medika

Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai


Penerbit FKUI

25

Anda mungkin juga menyukai