PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
jelas. Untuk itu perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan prosedur
dan MRI tidak menggunakan radiasi pengion (Media Litbang Kesehatan Vol.
Hingga saat ini MRI masih dianggap sebagai modalitas imejing yang
1
MRI dapat memberikan gambaran potongan axial, coronal, dan
sisanya 10% untuk pemeriksaan organ yang lain salah satunya adalah
dan ductus biliaris baik intra maupun ektra hepatis serta ductus
pancreaticus.
Fiesta, 3D cor MRCP FRFSE, Radial MRCP, dan Opt Thin SSFSE MRCP.
Berdasarkan hal tersebut tersebut penulis ingin mengkaji lebih dalam dan
2
B. Rumusan Masalah
Surabaya?
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan laporan studi kasus ini yaitu :
3
2. Untuk Masyarakat Umum yaitu dapat menambah pengetahuan dan
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PENUTUP
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
terletak di bagian sebelah dalam hati (scissura utama hati) di antara lobus
kanan dan lobus kiri hati. Panjang kurang lebih 7,5 – 12 cm, dengan
bulat dengan ujung yang buntu. Korpus merupakan bagian terbesar dari
jaringan hati sedangkan Kolum adalah bagian sempit dari kandung empedu
2010).
5
Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu
(Sylvia Price Anderson, 2006)
diameter antara 1-3 mm. Dinding lumennya terdapat katup berbentuk spiral
yang disebut katup spiral Heister dimana katup tersebut mengatur cairan
komunis disebut sebagai common bile duct (duktus koledokus) yang memiliki
6
di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum
Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter oddi yang mengatur aliran
Doherty, 2015).
cabang dari arteri hepatikus kanan yang terletak di belakang dari arteri
duktus hepatis komunis tetapi arteri sistikus asesorius sesekali dapat muncul
dari arteri gastroduodenal. Arteri sistikus muncul dari segitiga Calot (dibentuk
oleh duktus sistikus, common hepatic ducts, dan ujung hepar) (Williams,
2013).
daripada tahanan sfingter. Aliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor yaitu
7
sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan dari
Menurut Guyton & Hall, 2008 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam
menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui
produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu
yang mensekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung
8
buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan,
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan
umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau
Berikut adalah komposisi cairan empedu menurut Guyton & Hall (2008).
1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua
9
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-
(90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh
distal dari ilium. Sehingga apabila terjadi gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu
2. Bilirubin
dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di
dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat
bilirubin yang terbentuk sangat banyak. Salah satu fungsi hati adalah
kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi
10
B. Patologi Batu Empedu
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam
empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar
asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain
11
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu
1. Batu kolesterol
70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%.
tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat
b. Pembentukan nidus.
c. Kristalisasi/presipitasi.
12
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang
sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi
(Townsend, 2012).
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi ( Lesmana, 2014).
Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada
penderita dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam
13
terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril
(Doherty, 2015).
3. Batu campuran
C. Pesawat MRI
lanjut dari subjek yang kompleks ini. Adalah penting bahwa ulasan ide-ide
pada dasarnya ada dua cara untuk menjelaskan dasar-dasar MRI: klasik
antara lain :
1) Magnet Utama
a) Magnet Permanen
b) Magnet Resistif
14
c) Magnet Superkonduktor
2) Gradient Coil
pemancar, yaitu volume coil, surface coil, linear coil, quadratus coil
4) Receiver Coil
15
b. Atom dan Interaksinya
Atom terdiri atas inti atom dan orbit electron. Inti atom terdiri dari
proton yang bermuatan positif dan neutron yang tidak memiliki muatan
terutama proton pada atom hidrogen (H). Atom hidrogen terdapat pada
sebagian besar tubuh dan memiliki moment dipole magnetic yang kuat.
Selain itu, atom hidrogen memiliki nomor atom dan masa atom 1
atom hidrogen lebih besar dari atom lainnya, sehingga atom hidrogen
1998).
ω = γ B0
16
Gambar 2.2. Gerakan Presesi Proton Dan Resonansi Oleh RF
proses magnetisasi atom dalam tubuh pasien. Sinyal yang dapat diukur
17
longitudinal recovery. Seiring dengan itu, NMV pada bidang tranversal
c. Sinyal FID
tersebut dapat ditangkap oleh koil penerima sebagai data awal proses
pembentukan citra.
d. Parameter MRI
18
2) Time Echo (TE), adalah waktu dari penerapan pulsa RF ke puncak
yang baik, namun pada besar FOV yang sama akan membutuhkan
19
akan menghasilkan pixel yang besar, meningkatkan FOV berarti
anatomi normal dan antara anatomi dan patologi apapun. Jika tidak ada
a. Pembobotan T1
berikutnya.
20
Pada T1 WI, dorsal root mempunyai intensitas signal yang rendah
Nerve root keluar dari root ganglion yang disebut sebagai struktur
b. Pembobotan T2
cerah dari lemak pada T2 WI. Pada T2 WI, gambaran cairan (misal :
21
signal yang rendah, sehingga dapat dibedakan dari CSF yang
yang memiliki intensitas signal yang rendah, nerve root tampak dengan
Selain itu, pada PD WI FSE gambaran cauda ekuina dan thecal sac
a. Spin Echo
Spin echo (SE) dimulai dari aplikasi RF 90 o untuk eksitasi pulsa hingga
agar didapatkan sinyal yang lebih baik. Spin echo terbentuk ketika
22
terjadi magnetisasi transversal in phase signal maksimum yang
menginduksi coil.
Fast spin echo (FSE) sama dengan spin echo akan tetapi waktu
baris K-space yang terisi per TR. Sedangkan pada FSE terdapat lebih
dari satu kali aplikasi RF 180 sehingga terdapat lebih dari satu kali
eksitasi 90°, dan kemudian pulsa rephase 180°. Dengan adanya pulsa
inversi 180° ini maka NMV akan disaturasi penuh. Ketika pulsa inversi
lemak. IR terdiri dari Short Tau Inversion Recovery (STIR) dan Fluid
23
d. Gradient Echo
mereduksi waktu scanning, oleh karena itu nilai TR yang dipilih pendek
diobservasi.
c. Earplug / headphone
24
diperiksa, dan horizontal alignment light pada setinggi vertebra
element.
intensity dari liver dan organ parenkimal yang lain telah tersuppress
cor Fiesta, 3D cor MRCP FRFSE, Radial MRCP, dan Opt Thin
SSFSE MRCP
25
BAB III
A. Paparan Kasus
1. Identitas Pasien
Umur : 73 tahun
Alamat : SItubondo
No. RM : 00351xxx
pasien mengatakan bahwa tidak mengalami nyeri ulu hati, mual, dan
muntah, tidak ada keluhan yang signifikan, seminggu yang lalu mata,
26
pemeriksaan ke poli Bedah. Kemudian, dokter spesialis Bedah merujuk
MRCP.
1. Tujuan pemeriksaan
biliaris atau kandung empedu pasien yang hanya dapat dilihat pada
MRI.
2. Persiapan pasien
selama 6 jam.
27
f. Pasien dipersilahkan untuk mengganti pakaian dan melepas semua
a. Pesawat MRI
28
d. Alat fiksasi seperti softbag
e. Selimut
f. Bantal
g. Emergency bel
h. Headphone/earplug
i. Monitoring pasien
j. Film ukuran 35 x 43 cm
4. Teknik pemeriksaan
sebagai berikut:
a. Posisi pasien
b. Posisi Objek
c. Proses Pemeriksaan
29
kelamin, jenis pemeriksaan, dokter pengirim, dll. Kemudian memilih
agar slice yang diambil memiliki irisan yang sama lokasinya bila
d. Proses scanning
1) SURVEY
Nr of slices : 11
30
Gambar 3.4. Coronal survey Gambar 3.5. Sagital survey
2) COR T2
Nr of slices : 24
3) COR SPAIR
Nr of slices : 24
4) TRA T2
Nr of slices : 24
31
Flip angle : 90o
5) TRA SPAIR
Nr of slices : 24
6) Dual_FFE_IP-OP_BH
Nr of slices : 24
Nr of echoes :2
7) TRAN T2 THIN
Nr of slices : 24
8) e-THRIVE_BH SENSE
Nr of slices : 125
32
Flip angle : 10o
9) SSh_MRCPrad CLEAR
Nr of slices :8
Nr of slices : 24
Nr of slices : 24
12) sMRCP_3D_HR
Nr of slices : 90
33
Scan duration : 4:06m
Nr of slices : 125
reguler, sudut lancip. Tidak ada massa solid. Tampak kista kecil
distal.
diameter terbesar.
maupun cystic.
34
Kesan:
35
C. Pembahasan
pasien, alat dan bahan yang digunakan, serta teknik pemeriksaan seperti
posisi pasien, posisi objek, dan proses pemeriksaan sudah sesuai dengan
irisan axial dan coronal T1WDWI Axial, T2 Axial, Flair Axial, T2 FFE Axial,
perforasi saluran gastrointestinal dan sepsis. Selain itu, ERCP tidak dapat
36
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan pada bab III, maka penulis dapat
3T.
pencitraan yang lain yaitu MRCP termasuk pemeriksaan yang non invasif
B. Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
Brown, M. A., and Richard C. Semelka; 2003; MRI Basic Principle and
Applications, Third Edition; John Wiley and Sons Inc.; New Jersey
Philadelphia : Elsevier-Mosby
Blackwell Science
38
LAMPIRAN
39
40
41
42