Anda di halaman 1dari 20

Keseimbangan Cairan Tubuh (dehidrasi, BAK, asam-basa)

1. Dehidrasi
Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan cairan yang negatif atau
terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyakit (Huang et al, 2009).
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air
(input) (Suraatmaja, 2010). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan elektrolit (Latief,
dkk., 2005). Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan turun, kulit
bibir dan lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit dan tonus berkurang, anak
menjadi apatis, gelisah kadang-kadang disertai kejang. Akhirnya timbul gejala asidosis
dan renjatan dengan nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah
menurun, kesadaran menurun, dan pernapasan kussmaul (Latief, dkk., 2005).
Klasifikasi Dehidrasi
1. Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang dan berat seperti pada tabel di bawah ini:
Gejala/Tanda Ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10% atau
lebih)
Tingkat kesadaran Sadar Letargi Tidak sadar
Pengisian kembali 2 detik 2-4 detik Lebih dari 4 detik
kapiler
Membran mukosa Normal Kering Sangat kering
Denyut jantung Sedikit meningkat Meningkat Sangat meningkat
Laju pernapasan Normal Meningkat Meningkat dan
hiperapnea
Tekanan darah Normal Normal; ortostatik Menurun
Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Sangat lemah/
samar atau tidak
teraba
Turgor kulit Kembali normal Kembali lambat Tidak segera
kembali
Fontanella Normal Agak cekung Cekung
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Keluaran urin Menurun Oliguria Anuria
(Dikutip dari Huang et al, 2005)

2. Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi menjadi :


a. Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik
Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif lebih besar daripada
air, dengan kadar natrium kurang dari 130 mEq/L. Apabila terdapat kadar natrium serum
kurang dari 120 mEq/L, maka akan terjadi edema serebral dengan segala akibatnya,
seperti apatis, anoreksia, nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma
(Garna, dkk., 2000). Kehilangan natrium dapat dihitung dengan rumus :

Defisit natrium (mEq) = (135 - S Na) air tubuh total (dalam L) (0,6 x berat badan dalam kg)

SNa berarti konsentrasi natrium serum yang terukur, sedangkan 135 adalah nilai normal
rendah natrium serum. Pada dehidrasi hipotonik atau hiponatremik, cairan ekstraseluler
relatif hipotonik terhadap cairan intraseluler, sehingga air bergerak dari kompartemen
ekstraseluler ke intraseluler. Kehilangan volume akibat kehilangan eksternal dalam
bentuk dehidrasi ini akan makin diperberat dengan perpindahan cairan ekstraseluler ke
kompartemen intraseluler. Hasil akhirnya adalah penurunan volume ekstraseluler yang
dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi (Behrman et al, 2000). Dehidrasi hiponatremik
dapat disebabkan oleh penggantian kehilangan cairan dengan cairan rendah solut (Graber,
2003).

b. Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik


Dehidrasi isonatremik (isotonik) terjadi ketika hilangnya cairan sama dengan konsentrasi
natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air adalah sama jumlahnya/besarnya dalam
kompartemen cairan ekstravaskular maupun intravaskular. Kadar natrium pada dehidrasi
isonatremik 130-150 mEq/L (Huang et al, 2009). Tidak ada perubahan konsentrasi
elektrolit darah pada dehidrasi isonatremik (Latief, dkk., 2005).

c. Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik


Dehidrasi hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan yang hilang mengandung lebih
sedikit natrium daripada darah (kehilangan cairan hipotonik), kadar natrium serum > 150
mEq/L. Kehilangan natrium serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum
tinggi, cairan di ekstravaskular pindah ke intravaskular meminimalisir penurunan volume
intravaskular (Huang et al, 2009). Dehidrasi hipertonik dapat terjadi karena pemasukan
(intake) elektrolit lebih banyak daripada air (Dell, 1973 dalam Suharyono, 2008). Cairan
rehidrasi oral yang pekat, susu formula pekat, larutan gula garam yang tidak tepat takar
merupakan faktor resiko yang cukup kuat terhadap kejadian hipernatremia (Segeren,
dkk., 2005).
Terapi cairan untuk dehidrasi hipernatremik dapat sukar karena hiperosmolalitas berat
dapat mengakibatkan kerusakan serebrum dengan perdarahan dan trombosis serebral
luas, serta efusi subdural. Jejas serebri ini dapat mengakibatkan defisit neurologis
menetap. Seringkali, kejang terjadi selama pengobatan bersamaan dengan kembalinya
natrium serum ke kadar normal. Selama masa dehidrasi, kandungan natrium selsel otak
meningkat, osmol idiogenik intraselular, terutama taurine, dihasilkan. Dengan penurunan
cepat osmolalitas cairan ekstraselular akibat perubahan natrium serum dan kadang-
kadang disertai penurunan konsentrasi subtansi lainnya yang serasa osmotik aktif
misalnya glukosa, dapat terjadi perpindahan berlebihan air ke dalam sel otak selama
rehidrasi dan menimbulkan udem serebri. Pada beberapa penderita, udem otak ini dapat
ireversibel dan bersifat mematikan. Hal ini dapat tejadi selama koreksi hipernatremia
yang terlalu tergesa-gesa atau dengan penggunaan larutan hidrasi awal yang tidak
isotonis. Terapi disesuaikan untuk mengembalikan kadar natrium serum ke nilai normal
tetapi tidak lebih cepat dari 10 mEq/L/24 jam (Behrman et al, 2000)

Patogenesis Dehidrasi
Dehidrasi dapat terjadi karena :
1. Kemiskinan air (water depletion)
2. Kemiskinan Natrium (sodium depletion)
3. Water and sodium depletion terjadi bersama-sama
Water depletion atau dehidrasi primer terjadi karena masuknya air sangat terbatas,akibat :
1. Penyakit yang menghalangi masuknya air
2. Penyakit mental yang disertai menolak air atau ketakutan engan air (hydrophobia)
3. Penyakit sedemikian rupa,sehingga si penderita sangat lemah dan tidak dapat minum
air lagi
4. Koma yang terus-menerus
Dehidrasi primer juga dapat terjadi pada orang yang mengeluarkan peluh yang
banyak, tanpa mendapatkan penggantian air, seperti pada musafir di padang pasir, atau
pada orang yang berhari-hari terapung-apung ditengah laut tanpa mendapat minum. Pada
stadium permulaan water depletion, ion natrium dan chlor ikut menghilang dengan cairan
tubuh, tetapi kemudian terjadi reabsorsi ion melalui tubulus ginjal yang
berlebihan,sehingga cairan ekstraseluler mengandung natrium dan chlor berlebihan dan
terjadi hipertoni.
Hal ini menyebabkan air akan keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intraseluler
dan inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu terjadi perangsangan pada hipofisis
yang kemudian melepaskan hormon antidiuretik sehingga terjadi oligouria.
Dehidrasi sekunder atau sodium depletion terjadi karena tubuh kehilangan cairan
tubuh yang mengandung elektrolit. Istilah sodium depletion lebih sesuai daripada salt
depletion untuk memberi tekanan terhadap perlunya natrium.Kekurangan intake garam
biasanya tidak menimbulkan sodium depletion oleh karena ginjal,bila perlu,dapt
mengatur dan menyimpan natrium.
Sodium depletion sering terjadi akibat keluarnya cairan melalui saluran pencernaan
pada keadaan muntah-muntah dan diare yang keras.
Penyebab timbulnya dehidrasi bermacam-macam selain penyebab timbulnya dehidrasi
dapat dibedakan menjadi 2 hal yaitu:
a. Eksternal (dari luar tubuh)
1. Akibat dari berkurangnya cairan akibat panas yaitu kekurangan zat natrium,
kekurangan air, atau kekurangan natrium dan air.
2. Latihan yang berlebihan yang tidak dibarengi dengan asupan minuman.
3. Sinar panas matahari yang panas.
4. Diet keras dan drastis
5. Adanya pemanas dalam ruangan.
6. Cuaca/musim yang tidak menguntungkan (terlalu dingin).
7. Ruangan ber AC, walaupun dingin tetapi kering.
8. Obat-obatan yang digunakan terlalu lama.
b. Internal (dari dalam tubuh)
Sedangkan penyebab terjadinya dehidrasi yang berasal dari dalam tubuh disebabkan
terjadinya penurunan kemampuan homeostatik. Secara khusus terjadi penurunan respons
rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas. Disamping itu juga terjadi
penurunan laju filtrasi glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin,
aldosterone dan penurunn respons ginjal terhadap vasopressin. Selain itu fungsi
penyaringan ginjal melemah, kemampuan untuk menahan kencing menurun, demam,
infeksi, diare, kurang minum, sakit, dan stamina fisik menurun. Kehilangan cairan tubuh
dapat bersifat:
a. Normal
Hal tersebut terjadi akibat pemakaian energy tubuh. Kehilangan cairan sebesar 1 ml
terjadi pada pemakaian kalori sebesar 1 kal. Misalnya, tubuh busa kehilangan sejumlah
besar air dalam bentuk keringat ketika mencoba untuk mendinginkan diri.Tubuh panas
bisa terjadi karena bekerja dalam lingkungan yang hangat atau intens berolahraga dalam
lingkungan yang panas. Jalan cepat dapt menghasilkan sampai 16 ons keringat untuk
memungkinkan mendinginkan tubuh dan air yang perlu diganti. (WebMD, 2013)
b. Abnormal
Terjadi karena berbagai penyakit atau keadaan lingkungan seperti suhu lingkungan yang
terlalu tinggi atau rendah. Pengeluaran cairan yang banyak dari dalam tubuh tampa
diimbangi pemasukan cairan yang memadai dapat berakibat dehidrasi. Saat dehidrasi,
tubuh dengan terpaksa menyedot cairan baik dari darah maupun organorgan tubuh
lainnya. Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total. Proses terjadinya kulit wajah
dehidrasi yaitu sekelompok kelenjar lemak/minyak produksinya berkurang akibatnya
setiap keringat yang keluar langusn teruapkan, sehingga cairan dalam tubuh berkurang.
Muntah-muntah juga bisa menjadi penyebab hilangnya cairan dan sulit bagi seseorang
untuk mengganti air dengan minum itu jika cairan yang hilang tidak dapat digantikan.
Pada orang dengan diabetes gula darah menyebabkan kadar gula tumpah ke dalam air
seni dan air kemudian berikut yang dapat menyebabkan dehidrasi yang signifikan.Untuk
alasan ini,sering kencing dan haus yang berlebihan adalah gejala awal diabetes. Diare
juga bisa menjadi penyebab dehidrasi karena keluarnya sekresi saluran cerna bagian
bawah banyak mengandung natrium dan kalium. (WebMD, 2013)

2. Buang Air Kecil (Miksi)


Proses Fisiologi Perkemihan
Pada saat vesica urinaria tidak dapat lagi menampung urine tanpa meningkatkan tekanannya
(biasanya pada saat volume urine kira-kira 300 ml) maka reseptor pada dinding vesika urinaria
akan memulai kontraksi musculus detrussor. Pada bayi, berkemih terjadi secara involunter dan
dengan segera. Pada orang dewasa, keinginan berkemih dapat ditunda sampai ia menemukan
waktu dan tempat yang cocok. Walaupun demikian, bila rangsangan sensoris ditunda terlalu
lama, maka akan memberikan rasa sakit.
Dengan demikian mulainya kontraksi musculus detrussor, maka terjadi relaksasi musculus
pubococcygeus dan terjadi pengurangan topangan kekuatan urethra yang menghasilkan beberapa
kejadian dengan urutan sebagai berikut :
1. Membukanya meatus intemus
2. Erubahan sudut ureterovesical
3. Bagian atas urethra akan terisi urine
4. Urine bertindak sebagai iritan pada dinding urine
5. Musculus detrussor berkontraksi lebih kuat
6. Urine didorong ke urethra pada saat tekanan intraabdominal meningkat
7. Pembukaan sphincter extemus
8. Urine dikeluarkan sampai vesica urinaria kosong

Penghentian aliran urine dimungkinkan karena musculus pubococcygeus yang bekerja


di bawah pengendalian secara volunter :
1. Musculus pubococcygeus mengadakan kontraksi pada saat urine mengalir
2. Vesica urinaria tertarik ke atas
3. Urethra memanjang
4. Musculus sprincter externus di pertahankan tetap dalam keadaan kontraksi.
Apabila musculus pubococcygeus mengadakan relaksasi lahi maka siklus kejadian seperti
yang baru saja diberikan di atas akan mulai lagi secara otomatis.
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini
terdiri dari dua langkah utama:
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat di
atas nilai ambang batas.
2. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidaktidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih (Guyton & Hall, 1997).

3. Keseimbangan Asam dan Basa


Keasaman tubuh atau pH cairan tubuh normal antara 7.35 -7.45. Jika pH berada diluar
kisaran ini maka salah satu dari 2 cara mekanisme homeostasis akan melakukan koreksi
dengan buffer perubahan pH. Dua mekanisme buffer tersebut dilakukan melalui paru dan
ginjal maka akan terjadi modifikasi rasio tekanan parsial CO2 (pCO2) ke dalam
konsentrasi HCO3. Di dalam plasma sistim asam karbonat-bikarbonat berpengaruh baik
pada pCO2 maupun HCO3.
Hubungan ini dijelaskan dengan rumus dari Henderson-Hasselback; 6.1 adalah negatif
logaritma dari dissosiasi kontanta asam karbonat; sedangkan konsentrasi H2CO3 sering
dinyatakan dengan tekanan parsial CO2 (normal 35-45 mmHg).
Rumus: pH = 6.1 + log HCO3-
0,03 x Pco2
Proses homeostasis asam dilakukan dengan basa memakai buffer dengan mengabsorpsi
kelebihan ion H+. Pada mekanisme pertama, pH ditentukan oleh baik buffer
ekstraselluler seperti sistim asam karbonat/ bikarbonat dan serum protein maupun buffer
intraselluler seperti protein, fosfat dan hemoglobin. Pada mekanisme kedua, pH
dipertahankan dengan mengatur pCO2 alveoler. Kadar pCO2 atau HCO3 yang normal
tidak akan selalu menggambarkan pH darah normal. Sehingga untuk menilai adanya
gangguan asam basa, diperlukan pemeriksaan gas darah arteri atau vena serta kadar
elektrolit. Perlu diingat bahwa bayi mempunyai kadar HCO3 lebih rendah ( 21.5 – 23.5
mEq/L) dibanding orang dewasa ( 23-25 mEq/L).
Gangguan asam basa merupakan akibat gangguan baik pada pCO2 maupun HCO3,
dimana terjadi perubahan produksi asam, buffer asam atau pengeluaran asam. Perubahan
pada HCO3 menyebabkan alkalosis atau asidosis metabolik; sedangkan perubahan pada
pCO2 menyebabkan alkalosis atau asidosis respiratorik. Asidosis metabolik Asidosis
merupakan akibat dari bertambahnya asam atau berkurangnya / hilangnya basa dari
cairan tubuh. Asidosis akan memacu respon kompensasi berupa meningkatnya ventilasi
alveolar (alkalosis respiratorik) dan turunnya pCO2. Adaptasi ini, hiperpnea ( nafas
dalam dan tak teratur ), biasanya tidak diikuti dengan pH menjadi kembali normal, dan
terjadi sangat cepat dalam beberapa menit. Manifestasi klinis dari asidosis adalah
penekanan pada kontraktil miokardium, aritmia, dilatasi arteri, hipotensi, dan bahkan
udem paru.

Pemeriksaan Fisik Umum dan Khusus (Semua Tentang Makna Klinis)


Pemeriksaan Fisik Umum

1) Kesadaran
Derajat kesadaran biasanya dinyatakan sebagai:
1) Kompos mentis: sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan di sekelilingnya.
2) Apatis: keadaan kesadaran pasien yang segan untuk berhubungan dengan
keadaan sekitarnya, sikap acuh tak acuh.
3) Letargi: keadaan kesadaran pasien yang tampaknya lesu dan mengantuk.
4) Somnolen: keadaan kesadaran pasien yang selalu mau tidur saja, dapat
dibangunkan dengan rasa nyeri, atau untuk makan/minum, namun jatuh
tertidur kembali.
5) Sopor: keadaan kesadaran pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata
tertutup, tidak menunjukkan reaksi jika dibangunkan, kecuali dengan
rangsang nyeri. Refleks kornea meski lunak masih bisa dibangkitkan;
reaksi pupil utuh.
6) Koma: keadaan kesadaran yang hilang sama sekali, dengan rangsang
apapun reaksi atas reaksi tak akan timbul. Refleks apapun tak didapatkan
lagi, bahkan batuk atau muntah tak ada.
Tekanan Darah
Approximate Age Range Systolic Range Diastolic Range
1-12 months 75-100 50-70
1-4 years 80-110 50-80
3-5 years 80-110 50-80
6-13 years 85-120 55-80
13-18 years 95-140 60-90

Laju Pernapasan
Approximate Age Range Respiratory Rate
Newborn 30-50
0-5 months 25-40
6-12 months 20-30
1-3 years 20-30
3-5 years 20-30
6-10 years 15-30
11-14 years 12-20
15-20 years 12-30
Adults 16-20

Inspeksi dilakukan untuk mengevaluasi kecepatan pernafasan pasien. Karena


kebanyakan orang tidak menyadari pernafasannya dan mendadak menjadi waspada
terhadap pernafasannya dapat mengubah pola pernafasan normalnya, maka jangan
memberitahu pasien ketika mengukur kecepatan pernafasannya. Untuk mengukur
kecepatan pernafasan:
1) Jaga agar posisi pasien tetap selama melakukan pengukuran kecepatan pernafasan.
2) Amati dada atau abdomen pasien selama respirasi
3) Hitung jumlah pernafasan (inhalasi dan ekshalasi dihitung sebagai satu pernafasan)
dalam 30 detik, dan jika ritme teratur, kalikan dua jumlah tadi.
4) Jika ritme tidak teratur, hitung jumlah nafas dalam 1 menit.
5) Catat nilai sebagai respirasi per menit (rpm). Kecepatan pernafasan normal
bervariasi tergantung usia.
Pemeriksaan frekuensi pernafasan dilakukan dengan menghitung jumlah
pernafasan, yaitu inspirasi yang diikuti ekspirasi dalam satu menit penuh. Selain
frekuensi, pemeriksa juga menilai kedalaman dan irama gerakan ventilasi
(jenis/sifat pernafasan). Selain itu, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
keadaan umum klien, mengikuti perkembangan penyakit, dan membantu
menegakkan diagnosa.
Jenis Pernafasan
1. Chyne Stokes: pernafasan yang sangat dalam yang berangsur-angsur menjadi
dangkal dan berhenti sama sekali (apnoe) selama beberapa detik untuk kemudian
menjadi dalam lagi. (keracunan obat bius, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit
ginjal kronis, dan perdarahan pada susunan saraf pusat)
2. Biot : pernapasan dalam dan dangkal yang disertai masa apnoe yang tidak teratur.
(meningitis)
3. Kusmaul : pernapasan yang inspirasi dan ekspirasi sama panjangnya dan sama
dalamnya, sehingga keseluruhan pernafasan menjadi lambat dan dalam. (keracunan
alkohol dan obat bius, koma, diabetes, uremia

Pola pernapasan adalah:


– Pernapasan normal (euphea)
– Pernapasan cepat (tachypnea)
– Pernapasan lambat (bradypnea)
– Sulit/sukar bernapas (oypnea)

Denyut nadi

Approximate Age Range Heart Rate


Newborn 100-160
0-5 months 90-150
6-12 months 80-140
1-3 years 80-130
3-5 years 80-120
6-10 years 70-110
11-14 years 60-105
15-20 years 60-100
Adults 50-80

Suhu Tubuh

Suhu merupakan gambaran hasil metabolisme tubuh. Termogenesis (produksi panas tubuh)
dan termolisis (panas yang hilang) secara normal diatur oleh pusat thermoregulator
hipothalamus.
Pemeriksaan suhu dapat dilakukan di mulut, aksila atau rektal, dan ditunggu selama 3–5
menit. Pemeriksaan suhu dilakukan dengan menggunakan termometer baik dengan glass
thermometer atau electronic thermometer. Bila menggunakan glass thermometer, sebelum
digunakan air raksa pada termometer harus dibuat sampai menunjuk angka 350C atau di
bawahnya.

Pengukuran suhu oral biasanya lebih mudah dan hasilnya lebih tepat, tetapi termometer air
raksa dengan kaca tidak seyogyanya dipakai untuk pengukuran suhu oral, yaitu pada penderita
yang tidak sadar, gelisah atau tidak kooperatif, tidak dapat menutup mulutnya atau pada bayi dan
orang tua.

Prosedur Pemeriksaan Suhu secara Oral :

1) Turunkan air raksa sedemikian sehingga air raksa pada termometer menunjuk
angka 350C atau di bawahnya dengan cara mengibaskan termometer beberapa
kali.
2) Letakkan ujung termometer di bawah salah satu sisi lidah. Minta pasien untuk
menutup mulut dan bernafas melalui hidung.
3) Tunggu 3-5 menit. Baca suhu pada termometer.
4) Apabila penderita baru minum dingin atau panas, pemeriksaan harus ditunda
selama 10-15 menit agar suhu minuman tidak mempengaruhi hasil pengukuran.

Prosedur Pengukuran Suhu Aksila :

1) Turunkan air raksa sedemikian sehingga air raksa pada termometer menunjuk
angka 350 C atau di bawahnya.
2) Letakkan termometer di lipatan aksila. Lipatan aksila harus dalam keadaan kering.
Pastikan termometer menempel pada kulit dan tidak terhalang baju pasien.
3) Jepit aksila dengan merapatkan lengan pasien ke tubuhnya.
4) Tunggu 3-5 menit. Baca suhu pada termometer.

Prosedur Pengukuran Suhu secara Rektal :

1) Pemeriksaan suhu melalui rektum ini biasanya dilakukan terhadap bayi.


2) Pilihlah termometer dengan ujung bulat, beri pelumas di ujungnya.
3) Masukkan ujung termometer ke dalam anus sedalam 3-4 cm.
4) Cabut dan baca setelah 3 menit (Catatan : pada prakteknya, untuk menghemat
waktu pemeriksaan, sambil menunggu pemeriksaan suhu dilakukan pemeriksaan
nadi dan frekuensi nafas).
Menurut American Academy of Pediatrics (AAP) suhu normal rektal pada anak berumur
kurang dari 3 tahun sampai 38oC, suhu normal oral sampai 37,5oC. Pada anak berumur lebih dari
3 tahun suhu oral normal sampai 37,2oC, suhu rektal normal sampai 37,8oC. Sedangkan menurut
NAPN (National Association of Pediatric Nurse) disebut demam bila bayi berumur kurang dari 3
bulan suhu rektal melebihi 38oC. Pada anak umur lebih dari 3 bulan, suhu aksila dan oral lebih
dari 38,3oC.

Berat Badan dan Tinggi Badan

Grafik Berat Badan menurut Usia


Grafik Berat Badan menurut Tinggi Badan

1. Anak dalam kelompok ini berperawakan tubuh tinggi. Hal ini tidak masih normal.
Singkirkan kelainan hormonal sebagai penyebab perawakan tinggi.
2. Anak dalam kelompok ini mungkin memiliki masalah pertumbuhan tapi lebih baik jika
diukur menggunakan perbandingan berat badan terhadap panjang / tinggi atau IMT
terhadap umur.
3. Titik plot yang berada di atas angka 1 menunjukan berisiko gizi lebih. Jika makin
mengarah ke garis Z-skor 2 resiko gizi lebih makin meningkat.
4. Mungkin untuk anak dengan perawakan pendek atau sangat pendek memiliki gizi lebih.
5. Hal ini merujuk pada gizi sangat kurang dalam modul pelatihan IMCI (Integrated
Management of Childhood Illness in-service training. WHO, Geneva, 1997).
6.

Pemeriksaan Khusus

Mata Cekung

Abdomen

Pada pemeriksaan abdomen adanya kualitas bunyi usus dan ada tidaknya distensi abdomen
dan nyeri tekan merupakan tanda bagi penentuan etiologi. Seperti halnya pada dewasa
pemeriksaan abdomen secara berurutan meliputi ;

a. Inspeksi
Perhatikan dengan cara pengamatan tanpa menyentuh :
1) Bentuk : cekung/cembung
2) Pernafasan : pernafasan abdominal normal pada bayi dan anak kecil
3) Umbilikus : hernia/tidak
4) Gambaran vena : spider navy
5) Gambaran peristaltik
b. Auskultasi
Perhatikan suara peristaltik, normal akan terdengar tiap 10 – 30 detik.
c. Perkusi
Normal akan terdengar suara timpani. Dilakukan untuk menentukan udara dalam usus,
atau adanya cairan bebas/ascites.
d. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara : anak disuruh bernafas dalam, kaki dibengkokkan
di sendi lutut, palpasi dilakukan dari kiri bawah ke atas, kemudian dari kanan atas ke
bawah. Apabila ditemukan bagian yang nyeri, dipalpasi paling akhir. Perhatikan : adanya
nyeri tekan , dan tentukan lokasinya. Nilai perabaan terhadap hati, limpa, dan ginjal.

Pada skenario, pemeriksaan abdomen didapatkan bahwa abdomen berbentuk cekung. Yang
disebabkan penurunan berat badan atau penyakit lapar.

Turgor kulit

ANALISIS MASALAH

4. Buang Air Kecil (BAK) terakhir 6 jam sebelum ke dokter.


a. Apa makna klinis dari kalimat tersebut?
Maksudnya adalah Adi telah melakukan buang air kecil terakhir pada 6 jam yang
lalu sebelum ke dokter.
b. Bagaimana fisiologi mikturisi pada batita?
Pada saat vesica urinaria tidak dapat lagi menampung urine tanpa meningkatkan
tekanannya (biasanya pada saat volume urine kira-kira 300 ml) maka reseptor
pada dinding vesika urinaria akan memulai kontraksi musculus detrussor. Pada
bayi, berkemih terjadi secara involunter dan dengan segera.
c. Berapa volume dan frekuensi normal BAK batita?
Volume urin pada kandung kemih 200-250 ml.

5. Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan didapat

Pemeriksaan fisik umum

 Tanda vital :
o Kesadaran : somnolen
o Tekanan : 90/50 mmHg
o Nadi : 130x per menit
o Lajupernapasan : 36x/menit, cepat dan dalam
o Suhu axilla : 37,6 derajat celcius
 BB saat ini 13,5 kg , TB 85 cm

Pemeriksaan fisik khusus

 Kepala : mata cekung, bibir kering


 Thorax : dalambatas normal
 Abdomen : cekung
 Kulit : turgor kulit kembali sangat lambat
a. Apa makna klinis dari hasil pemeriksaan diatas?
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan Tanda Hasil Keterangan
Vital
Kesadaran Somnolen Mengantuk berlebihan
Tekanan 90/50 mmHg Normal
Nadi 130x/menit Normal
Laju Pernapasan 36x/menit, cepat dan dalam Takipnea
Suhu Axilla 37,6 derajat celcius Normal
Berat Badan menurut Umur Anak Laki-laki menurut WHO
Berat badan: 13,5 kg
Umur: 2 tahun
 Pada kasus ini, grafik pertumbuhan terletak di atas 1, bahwa Adi memiliki masalah
pertumbuhan tapi lebih baik jika diukur menggunakan perbandingan berat badan terhadap
tinggi.

Berat Badan menurut Tinggi Badan Anak Laki-laki menurut WHO


Berat badan: 13,5 kg
Tinggi badan: 85 cm
 Pada kasus ini, grafik pertumbuhan terletak di bawah -3, bahwa indikator
pertumbuhan Adi sangat kurus.

Pemeriksaan Fisik Khusus


Pemeriksaan Hasil Keterangan
Kepala Mata cekung Dehidrasi berat
Bibir cekung
Thorax Dalam batas normal Normal
Abdomen Cekung Penurunan berat badan
disebabkan oleh kekurangan
cairan dan elektrolit
Kulit Turgor kulit kembali sangat Dehidrasi berat
lambat

b. Mengapa berat badan Adi turun secara drastis dalam waktu yang singkat?
Saat itu, terjadinya iritasi mukosa usus oleh bakteri sehingga absorpsi usus akan
terganggu, dan menimbulkan diare. Kemudian terjadinya peningkatan volume cairan
pada intrasel serta iritasi mukosa usus menyebabkan nyeri perut/kram timbul karena
metabolisme KH oleh bakteri di usus menghasilkan gas H2 dan CO2 yang menimbulkan
kembung dan flatis berlebihan. Lalu, Adi merasa mual bahkan muntah dan nafsu makan
menurun terjadi karena ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit. Adi akan mengalami
kehilangan cairan dan elektrolit berlebihan yang menyebabkan dehidrasi.
Yang ditandai dengan berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun bisa
menjadi cekung pada bayi, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Bila
keadaan ini terus berlanjut, pasien tidak mau makan maka akan menimbulkan gangguan
nutrisi sehingga pasien lemas.
6. Dokter mengatakan bahwa Adi mengalami dehidrasi berat yang disebabkan Gastroenteritis
akut sehingga harus dirawat inap dan segera diberi cairan rehidrasi.

b. Bagaimana patofisiologi dari dehidrasi?


Gangguan keseimbangan air yang menyebabkan dehidrasi akibat dari asupan
menurun, peningkatan output (ginjal, gastrointestinal [GI], atau kerugian
insensible), atau pergeseran cairan (ascites, efusi, dan bagian kapiler yang rusak
seperti luka bakar dan sepsis). Penurunan total cairan tubuh menyebabkan
penurunan baik intraseluler dan volume cairan ekstrasel. Manifestasi klinis
dehidrasi berhubungan erat dengan penurunan volume intravaskular. Selama
dehidrasi berlangsung, syok hipovolemik pun terjadi, mengakibatkan kegagalan
pada organ dan kematian. Anak-anak lebih rentan terhadap dehidrasi karena isi
tubuh banyak mengandung air, ginjal belum berkembang dengan baik, dan
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan. Anak-anak menunjukkan tanda-
tanda dehidrasi lebih cepat dari bayi karena tingkat rendah dari cairan
ekstraseluler (ECF).

c. Bagaimana keadaan asam-basa tubuh pada keadaan normal dan tidak normal?
Keasaman tubuh atau pH cairan tubuh normal antara 7.35 -7.45. Jika pH berada
diluar kisaran ini maka salah satu dari 2 cara mekanisme homeostasis akan
melakukan koreksi dengan buffer perubahan pH. Dua mekanisme buffer tersebut
dilakukan melalui paru dan ginjal maka akan terjadi modifikasi rasio tekanan
parsial CO2 (pCO2) ke dalam konsentrasi HCO3. Di dalam plasma sistim asam
karbonat-bikarbonat berpengaruh baik pada pCO2 maupun HCO3.
Proses homeostasis asam dilakukan dengan basa memakai buffer dengan
mengabsorpsi kelebihan ion H+. Pada mekanisme pertama, pH ditentukan oleh
baik buffer ekstraselluler seperti sistem asam karbonat/ bikarbonat dan serum
protein maupun buffer intraselluler seperti protein, fosfat dan hemoglobin. Pada
mekanisme kedua, pH dipertahankan dengan mengatur pCO2 alveoler. Kadar
pCO2 atau HCO3 yang normal tidak akan selalu menggambarkan pH darah
normal. Sehingga untuk menilai adanya gangguan asam basa, diperlukan
pemeriksaan gas darah arteri atau vena serta kadar elektrolit. Perlu diingat bahwa
bayi mempunyai kadar HCO3 lebih rendah ( 21.5 – 23.5 mEq/L) dibanding orang
dewasa (23-25 mEq/L).

Gangguan asam basa merupakan akibat gangguan baik pada pCO2 maupun
HCO3, dimana terjadi perubahan produksi asam, buffer asam atau pengeluaran
asam. Perubahan pada HCO3 menyebabkan alkalosis atau asidosis metabolik;
sedangkan perubahan pada pCO2 menyebabkan alkalosis atau asidosis
respiratorik. Selain itu, adanya perubahan pH darah arteri, jika < 7,35 adalah
asidosis dan > 7,45 adalah alkalosis.
d. Bagaimana kompensasi tubuh terhadap perubahan pH?
Pada asidosis, anion gap bisa naik atau normal. Pada diare yang banyak
kehilangan HCO3 akan terjadi asidosis metabolik dengan anion gap normal
(hiperkloremia), sedangkan asidosis dengan kenaikan anion gap terjadi pada
penyebab lain. Asidosis dengan anion gap normal (hiperkhloremia) terjadi jika
HCO3 hilang dari tubuh misalnya pada diare atau kelainan ginjal. Ketika HCO3
hilang dari tubuh maka Cl- adalah satu satunya anion yang siap mengkompensasi
volume cairan. Akibat HCO3 hilang maka Cl- akan banyak diabsorpsi dibanding
Na+, yang menyebabkan hiperkhloremia dan anion gap tidak bisa berubah. Diare
pada bayi dan anak tinjanya banyak mengandung HCO3, K+, dan rendah Cl-.
Ditambah lagi pada diare cairan ekstraselluler menyusut sehingga tinggal Cl-
didalamnya. Sehingga diare akan menyebabkan asidosis metabolik dengan
hiperkhloremia. Akan tetapi jika dehidrasi berat berlangsung lama dan berlanjut
ke syok hipovolemik maka akan menimbulkan asidosis laktat. Pada keadaan ini
maka terjadi asidosis dengan kenaikan anion gap.

Alkalosis metabolik
Alkalosis adalah keadaan sebagai akibat dari meningkatnya basa atau hilangnya
asam. Keadaan ini akan mengakibatkan hipoksia, perubahan sistim syaraf pusat,
iritabel otot2 dan bisa melanjut ke kejang dan aritmia. Gejala klinis yang sering
terjadi adalah letargi, bingung, iritabel dan kejang. Kadang beberapa pasien
menderita nafas tersengal sebagai usaha mengurangi CO2. Pada penyakit saluran
cerna alkalosis metabolik biasanya terjadi karena kehilangan khlorida dan asam
yaitu pada kasus muntah dan aspirasi nasogastrik dimana pada anak berhubungan
dengan keadaan hipokalemia. Pada pasien demikian kadar khlorida urin dibawah
20 mEq/L.

Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik adalah keadaan yang disebabkan karena meningkatnya
pCO2 dan penurunnya pH plasma secara cepat. Keadaan ini biasanya bukan
karena penyakit saluran cerna, tetapi bisa terjadi jika ada penyakit penyerta seperti
obstruksi jalan nafas. Pengelolaan asidosis respiratorik banyak ditujukan ke
penyakit penyebabnya tidak diperlukan pemberian alkali.

Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik adalah keadaan yang disebabkan oleh menurunnya pCO2
karena hiperventilasi. Penyakit saluran cerna tidak menyebabkan keadaan ini
kecuali disertai keadaan hiperventilasi.
Daftar Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka. Universitas Sumatera Utara.


[Online]:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21500/4/Chapter%20II.pdf diakses
pada 6 Maret 2017

BAB 2 Konsep Dasar Penyakit. Universitas Muhammadiyah Semarang.


[Online]:http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/3/jtptunimus-gdl-s1-2007-suhendrago-122-2-
bab2.pdf diakses pada 7 Maret 2017

Staf Pengajar bagian Patologi Anatomik FKUI.1973.PATOLOGI.Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia

A.Price, Sylvia.M.Wilson,Lorraine.2006.PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Charbek, Edward. 2015. Normal Vital Sign. Medscape.


[Online]:http://emedicine.medscape.com/article/2172054-overview diakses pada 7 Maret 2017

2016. Buku Pedoman Keterampilan Klinis VITAL SIGN. Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta. [Online]:http://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-
content/uploads/2016/08/PEMERIKSAAN-TANDA-VITAL-rev-21-juli-2016.pdf diakses pada
7 Maret 2017

Ikatan Dokter Anak Indonesia. KURVA PERTUMBUHAN WHO/


[Online]:http://www.idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-who
diakses pada 7 Maret 2017

Pearce, Efelin C. 2006. Anatomi dan fisiologi untuk paramedic.Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama

Bab 2 Tinjauan Pustaka. Universitas Sumatera Utara.


[Online]:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/55848/4/Chapter%20II.pdf diakses
pada 7 Maret 2017

Juffrie, M. 2004. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Gangguan Keseimbangan
Cairan dan Elektrolit pada Penyakit Saluran Cerna Penyakit Saluran Cerna. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
[Online]:http://fmipa.umri.ac.id/wp-content/uploads/2016/06/Ronny-Kurniawan-Gangguan-
cairan-pada-penderita-penyakit-saluran-cerna.pdf diakses pada 7 Maret 2017

Anda mungkin juga menyukai