Anda di halaman 1dari 11

Perubahan-perubahan dalam Fungsi

Hepar, Empedu dan Pankreas


Hepatitis dan Cirrhosis
Dosen Pembimbing : Ronal Tolkhah,Skep,Ns,M.Sc

Disusun oleh :
1. Sherina Utama Putri ( P1337420417077 )
2. Anggi Dwi Anggreani ( P1337420417079 )
3. Eka Putri Wulandari ( P1337420417081 )
4. Dewi Wahyu Noviana ( P1337420417083 )
5. Hera Pramesti Dewi ( P1337420417085 )
6. Galang Putra Pamungkas ( P1337420417087 )
7. Hemy Yunita Wingrum ( P1337420417089 )
8. Eka Prasetyaningsih ( P1337420417091 )
9. Viera Nur Hidhayanti ( P1337420417093 )

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


D III KEPERAWATAN BLORA
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
HEPATITIS
Definisi
Hepatitis merupakan suatu peradangan hati yang dapat disebabkan oleh infeksi atau
oleh toksin termasuk alkohol dan dijumpai pada kanker hati.
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan inflamasi
pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia serta seluler yang
khas.
Hepatitis virus yang sudah teridentifikasi secara pasti adalah hepatitis A, B, C, D dan
E. Hepatitis A dan E mempunyai cara penularan yang serupa (jalur vekal-oral) sedangkan
hepatitis B, C dan D mempunyai banyak karakteristik yang sama.

Etiologi
1. Agen penyebab hepatitis dengan transmisi secara enterik.

Terdiri dari virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV) :

1. Virus tanpa selubung


2. Tahan terhadap cairan empedu
3. Ditemukan ditinja
4. Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik
5. Tidak terjadi viremiayang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal

2. Agen penyebab hepatitis dengan transmisi melalui darah

Terdiri atas virus hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), hepatitis D (HDV) :

1. Virus dengan selubung


2. Rusak bila terpajan cairan empedu/deterjen
3. Tidak terdapat dalam tinja
4. Dihubungkan dengan penyakit kronik
5. Dihubungkan dengan viremia persisten
6. Virus-virus lain yang dapat menyebabkan hepatitis yaitu ; virus mumps, virus rubella,
virus cytomegalovirus dan virus herpes.
7. Hepatitis dapat juga disebabkan karena alkohol, obat-obatan, penyakit aotuimun dan
penyakit metabolik.
Manifestasi klinik
Manifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi klinik dapat
dibedakan berdasarkan stadium.Adapun manifestasi dari masing – masing stadium adalah
sebagai berikut.
a. Fase Inkubasi
merupakan waktu diantara saat masuknya virus dan saat timbulnya gejala atau iktrus.

b. Fase Prodromal (pra ikterik)


fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan gejala timbulnya icterus
1. Permulaan ditandai dengan : malaise umum, mialgia, atralgia mudah lelah, gejala saluran
nafas dananoreksi.
2. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrikum.

c. Fase icterus
Muncul setelah 5-10 hr,tetapi dapatjuga munculbersamaan dengan munculnya gejala.

d. Fase Konvalesen (penyembuhan)


1. Diawali dengan menghilangnya ikterus dankeluhan lain tetapihepatomegali dan
abnormalitas fungsi hati tetap ada
2. Ditandai dengan :
 Munculnya perasaan lebih sehat
 Kembalinya napsu makan
 Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu
3. Pada 5% - 10% kasus hepatitis B perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani
hanya < 1% yang menjadi fulminan (menyeluruh)

Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan
oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.Unit fungsional dasar dari
hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri.Sering dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap
suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel
hepar.Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon
sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.Oleh karenanya, sebagian besar
klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan
dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut
kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun jumlah billirubin
yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya
kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan
billirubin tersebut didalam hati.Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya
billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat
kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi
(bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk).Jadi
ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan,
konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam
kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar
bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
 Pemeriksaan pigmen
 Urobilirubin direk
 Bilirubun serum total
 Bilirubin urine
 Urobilinogen urine
 Urobilinogen feses
 Pemeriksaan protein
 Protein totel serum
 Albumin serum
 Globulin serum
 HbsAG
 Waktu protombin; respon waktu protombin terhadap vitamin K
 Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
 AST atau SGOT
 ALT atau SGPT
 LDH
 Amonia serum
Radiologi :
 Foto rontgen abdomen
 Pemindahan hati dengan preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel
radioaktif
 Kolestogram dan kalangiogram
 Arteriografi pembuluh darah seliaka
Pemeriksaan tambahan :
 Laparoskopi
 Biopsi hati
Penatalaksanaan
Pencegahan
Hepatitis virus B. penderita hepatitis sampai enam bulan sebaiknya tidak menjadi donor darah
karena dapat menular melalui darah dan produk darah.
Pemberian imonoglubin dalam pencegahan hepatitis infeksiosa memberi pengaruh yang baik.
Diberikan dalam dosis 0,02ml / kg BB, intramuskular.
Obat-obatan terpilih
Kortikosteroid. Pemberian bila untuk penyelamatan nyawa dimana ada reaksi imun yang
berlebihan.
Antibiotik, misalnya Neomycin 4 x 1000 mg / hr peroral.
Lactose 3 x (30-50) ml peroral.
Vitamin K dengan kasus kecenderungan perdarahan 10 mg/ hr intravena.
Roboransia.
Glukonal kalsikus 10% 10 cc intavena (jika ada hipokalsemia)
Sulfas magnesikus 15 gr dalam 400 ml air.
Infus glukosa 10% 2 lt / hr.
Istirahat, pada periode akut dan keadaan lemah diberikan cukup istirahat.
Jika penderita enak, tidak napsu makan atau muntah – muntah sebaiknya di berikan infus
glukosa. Jika napsu makan telah kembali diberikan makanan yang cukup

Bila penderita dalam keadaan prekoma atau koma, berikan obat – obatan yang mengubah
susunan feora usus, misalnya neomisin ataukanamycin samapi dosis total 4-6 mg / hr. laktosa
dapat diberikan peroral, dengan pegangan bahwa harus sedemikian banyak sehingga Ph feces
berubah menjadi asam.
CIRRHOSIS
Definisi
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir
dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak
teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda
G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel
hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

Etiologi
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua
penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab chirrosis hati,
apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah
penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk
terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal bahwa
hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi
gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus
A.
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati
secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak,
sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-
sebut ialah alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun peminum
yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan
timbulnya sirosis hati.

Manifestasi Klinik
1. Gejala
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver yang mulai
rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan
berat badan, nyeri lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider
angiomas). Pada chirrosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi

noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.

2. Tanda klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a. Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita
penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa
menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit
b. Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki
(edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik
pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c. Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3
cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
d. Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di atas nilai
normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui
hati.

Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati
dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul
sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama,
septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan
parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan
membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan
pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal
demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya
terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila
telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran
septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi
mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral.
Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator
timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal
aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada
penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l)
menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi pigmen
empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah
menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau
kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –kadang dalam bentuk
makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi
hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi penderita yang sudah
disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin
menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan
9
sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah
38
3,5-5,0 g/dL . Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang
disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau
39
lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati secara dini.
2. Sarana Penunjang Diagnostik
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk
sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat
permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada
fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil dan terdapatnya
gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

Penatalaksanaan
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada
asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak
aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila
ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan
(diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan
kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil
metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum.
Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak
hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang
dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung
alkohol.
Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :
1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg
perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu
dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa
spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3
– 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun merupakan cara
pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai
komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umunya
parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter
cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk
mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik
biasanya tetap diperlukan.Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat
badan 1 kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat
mencetuskan ensefalopati hepatik.

Anda mungkin juga menyukai