Anda di halaman 1dari 53

2010

Suku bunga 06-01-2010 sebesar 6,50% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Pemerintah yakin akan adanya perbaikan lebih lanjut dalam kondisi ekonomi
domestik

Tahun 2009, ekonomi domestik mencatat pertumbuhan yang cukup kuat di


4,3%, meskipun masih mengalami dampak dari gejolak ekonomi global.
Sementara didukung oleh penguatan permintaan domestik, pertumbuhan ekonomi
juga didukung oleh optimisme dan harapan untuk pemulihan ekonomi global yang
lebih kuat, terutama pada paruh kedua tahun lalu, serta respon akomodatif dalam
kebijakan fiskal dan moneter. Reformasi sektor keuangan yang dilembagakan
dalam beberapa tahun terakhir juga telah berkontribusi terhadap peningkatan
ketahanan sistem perbankan terhadap guncangan eksternal.

2. Perekonomian Indonesia telah menunjukkan kekutan yang cukup besar disertai


dengan tekanan inflasi yang menurun

Inflasi tahun 2009 tercatat sebesar 2,78%, jauh di bawah target inflasi Bank
Indonesia yang ditetapkan sebesar 4,5% ± 1%. Inflasi yang rendah di tahun 2009
sejalan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang moderat, apresiasi rupiah,
penurunan harga komoditas dunia dan penurunan harga bahan bakar minyak
dalam negeri.

Suku bunga 04-02-2010 sebesar 6,5% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Di sektor keuangan, stabilitas sistem perbankan tetap kuat. Meskipun telah turun
di bawah tingkat yang diharapkan pada tahun 2009, ekspansi kredit pada tahun
2010 diprakirakan meningkat menjadi 17% -20% seiring dengan meningkatnya
kepercayaan pelaku ekonomi dalam prospek ekonomi. Untuk Desember 2009,
pertumbuhan kredit perbankan tercatat 10% (yoy), dengan kenaikan kredit rupiah
sebesar 16,5% berbeda dengan kontraksi 17,4% pada pinjaman valuta asing yang
disebabkan oleh merosotnya aktivitas impor dan ekspor. Pada tingkat mikro,
industri perbankan dalam kondisi stabil tercermin pada rasio kecukupan modal
17,4% pada bulan Desember 2009 dan kredit bermasalah bruto di bawah 5%.
2. inflasi Januari 2010 tercatat 0,84% (mtm) atau 3,72% (yoy). Tekanan inflasi
terutama didorong oleh kenaikan harga sementara pada kelompok makanan
volatile, terutama untuk beras. Namun demikian, harga ini diperkirakan akan
mereda dengan harapan panen yang diharapkan dalam beberapa bulan mendatang.
Inflasi inti sedikit ke atas hanya sedikit, terutama karena tren kenaikan harga
komoditas internasional, sementara permintaan yang meningkat disesuaikan
dengan respons sisi penawaran yang memadai.

Suku bunga 04-03-2010 sebesar 6,5% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Peningkatan kinerja sektor eksternal ini juga terlihat dalam neraca pembayaran
Indonesia, ditandai oleh surplus neraca berjalan yang substansial.

Arus masuk modal mengalir dengan cepat, didukung oleh menguatnya


kepercayaan investor internasional terhadap membaiknya kondisi fundamental
ekonomi Indonesia. Menanggapi perkembangan tersebut, cadangan devisa
mencapai USD69,7 miliar pada akhir Februari 2010, setara dengan 5,7 bulan
impor dan pembayaran hutang pemerintah.

2. Di sektor keuangan, stabilitas sistem perbankan tetap terjaga

Ekspansi kredit yang diperbaharui diperkirakan pada 2010 dalam rencana


bisnis yang dikembangkan oleh perbankan. Hal ini sejalan dengan
meningkatnya kepercayaan pelaku ekonomi dalam memperbaiki prospek
ekonomi. Di tingkat mikro, industri perbankan melaporkan kondisi stabil
tercermin dari tingginya rasio kecukupan modal (CAR) dan non-performing
loan (NPLs) di bawah 5%.

Suku bunga 06-04-2010 sebesar 6,5% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Penguatan ekonomi domestik tercermin pada perkembangan eksternal positif,


nilai tukar yang apresiatif, stabilitas harga dan prospek pertumbuhan ekonomi
yang lebih kuat.

Perbaikan ekonomi global membawa keuntungan bagi kinerja sektor eksternal


Indonesia pada triwulan I 2010, terutama terdapat pada surplus neraca transaksi
yang lebih tinggi dari perkiraan dalam neraca pembayaran. Ekspor naik tidak
hanya untuk komoditas berbasis sumber daya, tapi juga produk manufaktur. Impor
juga meningkat seiring dengan permintaan dan ekspor domestik yang lebih kuat.
2. Nilai tukar rupiah mempertahankan tren apresiasi seiring dengan membaiknya
fundamental ekonomi dan rendahnya risiko investasi.

Nilai rata-rata rupiah pada triwulan I 2010 menguat sebesar 2,2% sebagai hasil
dari neraca pembayaran yang lebih kuat, menurunnya persepsi risiko dan imbal
hasil yang menarik. Perbaikan indikator risiko tercermin dalam credit default
Swaps (CDS) Indonesia, yang saat ini berada pada tingkat yang belum pernah
terjadi sebelumnya, serta selisih yield untuk obligasi pemerintah Indonesia atas
US Treasury Notes dan peningkatan peringkat Indonesia.

Suku bunga 05-05-2010 sebesar 6,5% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Dalam berbagai indikator, pertumbuhan ekonomi domestik berada pada jalur yang
sangat baik, terutama didorong oleh ekspor dan investasi.

Ketika konsumsi swasta tetap kuat, ekspor telah memetakan pertumbuhan


positif dengan potensi melonjak melampaui perkiraan seiring dengan laju
pemulihan ekonomi dunia yang meningkat. Ekspor manufaktur terus berlanjut
seiring dengan meningkatnya optimisme pemulihan di negara-negara maju seiring
dengan pertumbuhan yang cepat dalam ekspor komoditas berbasis sumber daya,
terutama ke China dan India.

2. Sektor keuangan ditandai dengan membaiknya fungsi intermediasi perbankan dan


stabilitas sistem perbankan yang terus berlanjut.

Pertumbuhan kredit pada akhir April 2010 mencapai 14,5% (yoy), sejalan
dengan prakiraan dan rencana bisnis bank. Hal ini sejalan dengan meningkatnya
kepercayaan pelaku ekonomi dalam membaiknya prospek ekonomi. Di tingkat
mikro, industri perbankan tetap dalam kondisi stabil, tercermin pada rasio
kecukupan modal kerja (CAR) perbankan yang kuat sebesar 19,1% dan tingkat
kredit bermasalah (NPL) yang aman di bawah 5%

Suku bunga 03-06-2010 sebesar 6,5% ( tetap )


Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Harga tetap stabil dengan tekanan inflasi selama Mei 2010 di level yang rendah.

Inflasi pada indeks harga konsumen (IHK) pada bulan lalu mencapai 0,29%
(mtm) atau 4,16% (yoy), lebih tinggi dari tingkat 0,15% (mtm) atau 3,91% (yoy)
yang tercatat satu bulan sebelumnya. Kenaikan harga pada bulan Mei terutama
didorong oleh inflasi pada makanan volatile (beras dan aneka bumbu) setelah
gangguan pasokan dan distribusi. Sebaliknya, tekanan inflasi dari administered
prices masih rendah. Demikian pula, hanya tekanan sederhana yang tercatat dalam
inflasi inti, yang telah mengalami tren penurunan sejak awal 2009. Dengan
demikian, Pemerintah memperkirakan bahwa inflasi untuk tahun 2010 dan 2011
akan tetap berada dalam kisaran target, yang ditetapkan sebesar 5% ± 1 %.

2. Neraca pembayaran Indonesia mencatat surplus lain meskipun ada risiko tinggi
pada pasar keuangan global.

Neraca menunjukkan surplus yang cukup besar dengan ekspor menjelang


impor. Namun, surplus neraca modal dan finansial sedikit menyempit akibat arus
keluar modal portofolio yang dipicu oleh sentimen negatif pada pasar keuangan
global sebagai respons terhadap krisis utang Yunani, selain kewajiban pembayaran
utang luar negeri Indonesia. Akibatnya, cadangan devisa pada 31 Mei 2010
tercatat sebesar 74,6 miliar dollar AS atau setara dengan 5,87 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Suku bunga 05-07-2010 sebesar 6,5% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Perekonomian menunjukkan peningkatan yang stabil seiring dengan tingkat


stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan yang aman. Selama triwulan II
2010, membaiknya ekonomi global mendorong kinerja dan investasi sektor
eksternal Indonesia, dengan pemulihan di dalam negeri memperoleh kekuatan
karena ekonomi tidak lagi bergantung hanya pada konsumsi. Bank Indonesia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2010 diperkirakan sekitar 6%.
Peningkatan kinerja sektor eksternal tercermin pada surplus transaksi berjalan,
yang diperkirakan mencapai USD1,75 miliar pada triwulan II 2010 atau di atas
perkiraan semula USD1,23 miliar.
2. Mengenai harga, Pemerintah memperhatikan indikasi tekanan inflasi baru.
Inflasi pada bulan Juni 2010 mencapai 0,97% (mtm), merupakan tingkat kenaikan
CPI tahunan sebesar 5,05% (yoy). Tekanan inflasi terutama didorong oleh
melonjaknya inflasi pada kelompok makanan volatile dan khususnya bumbu,
tercatat sebesar 11,51% (yoy) karena ketidakpastian musiman. Namun, tekanan
inflasi dari fundamental yang tercermin pada inflasi inti telah mencapai 3,97%
(yoy) dengan dukungan dari sisi penawaran yang memadai terhadap kenaikan
permintaan dan tren nilai tukar yang menguat. Demikian pula, dampak yang
terlihat kecil akibat kenaikan tarif tagihan listrik dengan inflasi pada administered
prices masih di level sederhana yaitu sebesar 2,60%.

Suku bunga 04-08-2010 sebesar 6,5% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Perbaikan ekonomi global yang terus berlanjut telah mendorong posisi neraca
pembayaran Indonesia. Neraca pembayaran diharapkan dapat mempertahankan
posisi surplus dalam neraca perdagangan dan neraca modal dan finansial.
Meskipun demikian, surplus perdagangan diperkirakan sedikit lebih rendah dari
perkiraan semula karena dampak kenaikan tajam impor seiring dengan
membaiknya ekonomi domestik.
2. Stabilitas sistem keuangan yang kuat, didukung oleh kuatnya kondisi sektor
perbankan. Dalam pandangan Pemerintah, kondisi stabil sektor keuangan
didukung oleh kekuatan sistem perbankan dalam menghadapi berbagai risiko,
serta perbaikan fungsi intermediasi perbankan. Indikasi ini termasuk tingginya
rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio / CAR) untuk sistem perbankan,
saat ini sebesar 17,4%, dan tingkat non performing loan (NPL) yang rendah di
bawah 5,0%. Perbaikan intermediasi perbankan tercermin pada laju ekspansi
kredit pada akhir Juli 2010, tercatat sebesar 19,6% (yoy).

Suku bunga 03-09-2010 sebesar 6,5% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Pemerintah sangat mempertimbangkan keadaan tren kenaikan tekanan inflasi

Inflasi IHK secara keseluruhan pada Agustus 2010 mencapai 6,44% (yoy).
Sementara itu, inflasi inti pada Agustus 2010 mencapai 4,53% (yoy). Inflasi pada
makanan volatile tetap kuat meski sedikit berkurang dari bulan sebelumnya,
sementara inflasi administered prices terus berlanjut dengan cepat karena
kenaikan tarif tagihan listrik.
2. Pemerintah menekankan pentingnya tindakan kebijakan dari Bank Indonesia dan
berkoordinasi dengan Pemerintah untuk menjaga inflasi di masa depan sesuai
dengan target inflasi yang telah ditetapkan.

fokus kebijakannya adalah pada pengendalian kelebihan likuiditas yang


efektif yang tidak disalurkan ke sektor riil tanpa mengganggu fungsi intermediasi
perbankan. Selain itu, Bank Indonesia akan mengambil tindakan lebih lanjut untuk
memperkuat tindakan penting, termasuk koordinasi yang lebih erat dengan
Pemerintah di tingkat pusat dan daerah.

Suku bunga 05-10-2010 sebesar 6,5% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Perekonomian Indonesia tumbuh dengan pesat pada triwulan III 2010, terutama
didorong oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor.

Tingkat konsumsi rumah tangga yang melonjak didorong oleh ketersediaan


pembiayaan konsumen yang meluas, meningkatnya optimisme konsumen dan
harga impor yang rendah. Di samping itu, pertumbuhan ekspor terutama didorong
oleh permintaan yang kuat dari China dan India dan kenaikan harga komoditas
internasional. Dengan konsumsi dan ekspor yang terus berlanjut, investasi mulai
meningkat, seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan impor mesin dan bahan
baku dan kenaikan tingkat kredit modal kerja. Sektor dengan pertumbuhan tinggi,
seperti sebelumnya, adalah perdagangan, hotel dan restoran dan sektor
transportasi dan komunikasi (tidak dapat diperdagangkan), konsisten dengan
permintaan domestik yang meluas.

2. Stabilitas pada sistem perbankan tetap terjaga seiring dengan membaiknya


pertumbuhan kredit.

kondisi industri perbankan yang solid tercermin pada rasio kecukupan modal
(capital adequacy ratio / CAR) yang tinggi dan tingkat rasio kredit bermasalah
(NPL) gross di bawah 5%. Intermediasi perbankan semakin menguat seiring
pertumbuhan kredit pada akhir September 2010 yang mencapai 21,2% (yoy). Pada
tahun 2010, kredit modal kerja telah berkembang pada tingkat yang lebih cepat
daripada kredit konsumsi, dan melihat ke depan, pertumbuhan kredit akan terus
disalurkan ke sektor produktif

suku bunga 04-11-2010 sebesar 6,5% ( tetap )


Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Kuatnya ekspor dan terus tingginya arus masuk modal berpengaruh positif
terhadap neraca pembayaran Indonesia. Seperti sebelumnya, pertumbuhan ekspor
yang kuat telah memberi kontribusi terhadap surplus transaksi berjalan. Demikian
pula, kenaikan arus masuk modal yang stabil didorong oleh tingkat kepercayaan
yang lebih tinggi di antara investor internasional dalam prospek ekonomi
Indonesia telah menghasilkan surplus di akun modal dan keuangan. Akibatnya,
cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2010 meningkat menjadi USD
91,799 miliar atau setara dengan 6,93 bulan impor dan pembayaran utang
pemerintah.

2. Indikator industri perbankan menunjukkan peningkatan yang mantap seiring


dengan stabilitas sistem perbankan yang dikelola dengan hati-hati. Ketahanan
sektor keuangan tetap aman selama bulan Oktober 2010, didukung oleh kondisi
makro ekonomi yang kondusif.

Suku bunga 03-12-2010 sebesar 6,5% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah menyimpulkan bahwa tingkat BI Rate saat ini konsisten
dengan pencapaian target inflasi 2010, ditetapkan sebesar 5% ± 1%. Selain itu ada poin-poin
yang mempengaruhi, yaitu :

1. Berkenaan dengan tingkat harga, 2010 ditandai dengan meningkatnya tekanan


inflasi. Pada bulan November 2010, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai
0,6% (mtm) atau 6,3% (yoy) dalam periode tahunan. Tingkat inflasi yang relatif
tinggi terutama didorong oleh makanan volatile sebagai respons terhadap
terbatasnya pasokan komoditas pangan, termasuk beras dan rempah-rempah,
setelah diawali musim kemarau. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK pada
akhir tahun 2010 diprakirakan sedikit di atas kisaran sasaran 5 ± 1%. Namun
demikian, inflasi inti terjaga pada tingkat yang rendah yaitu 4,31% di bulan
November 2010
2. tingkat pertumbuhan kredit sebesar 21,8% (yoy) pada akhir November 2010.
Kredit modal kerja telah memacu pertumbuhan yang dipercepat dan arah ekspansi
kredit ke depan akan terus menargetkan sektor-sektor produktif. Menanggapi
perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit untuk keseluruhan tahun 2010
diprakirakan mencapai 22% -24%, seperti yang dipertimbangkan dalam rencana
bisnis bank. Ekspansi kredit akan didorong oleh membaiknya kepercayaan
terhadap prospek.
2011

Suku bunga 05-01-2011 sebesar 6,5% ( tetap )


Momentum pemulihan ekonomi global kembali meningkat meskipun masih dibayangi
oleh risiko krisis utang di Eropa

Di tengah masih lemahnya pemulihan ekonomi di negara maju, kinerja ekonomi


negara emerging markets tetap menunjukkan peningkatan. Selain itu, harga komoditas global
terus menunjukkan peningkatan, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor supply-demand tetapi
juga didorong oleh beralihnya investasi ke pasar komoditas akibat pelemahan dolar AS dan
rendahnya imbal hasil di negara maju. Sejauh ini, respon kebijakan bank sentral negara-
negara maju masih cenderung mempertahankan suku bunga pada level yang relatif rendah

Dewan Gubernur memandang tingginya tekanan inflasi pada tahun 2010 lebih
disebabkan oleh kenaikan harga kelompok volatile foods.

Inflasi IHK pada Desember 2010 mencapai 0,92% (mtm) atau 6,96% (yoy). Angka
realisasi inflasi IHK tersebut lebih tinggi dari target inflasi yang ditetapkan Pemerintah
sebesar 5%±1%. Deviasi inflasi dari targetnya terutama disebabkan oleh tingginya inflasi
kelompok volatile foods yang mencapai 17,74% (yoy) karena adanya gangguan produksi dan
distribusi akibat anomali cuaca. Kenaikan inflasi volatile foods yang cukup tajam tersebut
juga dialami oleh beberapa negara di kawasan asia.

Suku bunga 04-02-2011 sebesar 6,75% ( naik )

Keputusan tersebut diambil sebagai langkah antisipatif untuk mengendalikan


ekspektasi inflasi ke depan yang mulai meningkat. Peningkatan ekspektasi inflasi terutama
dipicu oleh kenaikan harga volatile foods yang masih tinggi, di samping karena kenaikan
harga komoditi global termasuk minyak dan rencana kebijakan Pemerintah di bidang
komoditi strategis. Bank Indonesia akan terus mencermati perkembangan inflasi ke depan,
dan memperkuat kebijakan nilai tukar Rupiah yang sesuai dengan upaya mengurangi tekanan
inflasi ke depan, serta kebijakan makroprudensial untuk pengendalian likuiditas yang telah
ditempuh sejak tahun 2010 yang lalu. Melalui bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial tersebut, serta langkah-langkah Pemerintah untuk mengatasi tingginya harga
komoditi pangan. Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

Nilai tukar Rupiah sempat mengalami tekanan sebagai akibat aliran modal keluar.

Rupiah mengalami pelemahan disertai volatilitas yang sedikit meningkat, dipicu


antara lain oleh kekhawatiran pelaku pasar terhadap meningkatnya tekanan inflasi. Nilai tukar
Rupiah pada bulan Januari 2011 melemah rata-rata 0,1% menjadi Rp9.034 per USD. Dewan
Gubernur meyakini bahwa aliran keluar modal asing dan pelemahan Rupiah tersebut lebih
bersifat temporer karena faktor fundamental ekonomi Indonesia yang tetap kuat, sebagaimana
penilaian lembaga Rating Moody’s yang menaikkan Sovereign Credit Rating Indonesia
menjadi Ba1 dengan outlook stabil. Selain itu, kebijakan Bank Indonesia melalui stabilisasi
nilai tukar juga mendorong cepat pulihnya kestabilan nilai tukar Rupiah.
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang disertai terus membaiknya fungsi
intermediasi perbankan

Industri perbankan semakin solid sebagaimana tercermin pada tingginya rasio


kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) dan terjaganya rasio kredit bermasalah
(NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Intermediasi perbankan juga semakin
membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang terus meningkat yang pada tahun 2010
mencapai 22,8% (yoy), ditopang oleh pertumbuhan pada seluruh jenis kredit termasuk kredit
kepada UMKM.

Suku bunga 04-03-2011 sebesar 6,75% ( tetap )

Keputusan ini tidak mengubah arah kebijakan moneter Bank Indonesia yang cenderung ketat
sebagai upaya untuk pengendalian tekanan inflasi yang masih tinggi. Bank Indonesia akan
terus mewaspadai perkembangan inflasi ke depan dan menyesuaikan tingkat BI Rate secara
terukur pada waktunya. Upaya pengendalian inflasi, khususnya tekanan imported
inflation dari kenaikan komoditi internasional, juga diperkuat dengan terbukanya ruang
penguatan nilai tukar Rupiah lebih lanjut sejalan dengan membaiknya fundamental ekonomi
global. . Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

Tren penguatan nilai tukar Rupiah yang sempat tertahan pada Januari 2011 kembali
berlanjut pada Februari 2011

Di samping kembali masuknya aliran modal asing karena positifnya persepsi investor
asing terhadap kuatnya fundamental ekonomi Indonesia, penguatan Rupiah juga sebagai
respon positif terhadap kenaikan BI Rate dan kebijakan Bank Indonesia untuk memberikan
ruang bagi penguatan Rupiah sebagai komitmen kuat Bank Indonesia untuk pengendalian
inflasi. Pada bulan Februari 2011 nilai tukar Rupiah menguat sebesar 2,5% (ptp) menjadi
Rp8.818 per dolar AS pada posisi 28 Februari 2011. Apresiasi Rupiah sejauh ini belum
mempengaruhi daya saing Indonesia dari sisi nilai tukar karena pada periode yang sama
negara-negara di kawasan juga mengalami penguatan nilai tukar dan bahkan dengan tingkat
yang lebih besar.

Inflasi IHK pada Februari 2011 sedikit menurun, namun risiko tekanan inflasi ke
depan masih cukup tinggi.

Inflasi IHK pada Februari 2011 mencapai 0,13% (mtm) atau 6,84% (yoy), menurun
dibandingkan bulan sebelumnya. Koreksi harga beras dan cabai akibat membaiknya pasokan
sejalan dengan kebijakan Pemerintah, mempengaruhi inflasi kelompok volatile foods yang
mengalami deflasi sebesar 0,48 (mtm). Sementara itu, tekanan inflasi kelompok administered
prices sejauh ini masih minimal yakni mencapai 0,32% (mtm) atau 5,34% (yoy). Namun,
Bank Indonesia terus mewaspadai kenaikan inflasi kelompok inti yang mulai meningkat
yakni tercatat sebesar 0,31%(mtm) atau 4,36% (yoy), terutama yang selama ini dipengaruhi
oleh tingginya inflasi volatile foods dan kenaikan harga komoditas internasional.

Suku bunga 12-04-2011 sebesar 6,75% ( tetap )

Keputusan ini tidak mengubah arah kebijakan moneter Bank Indonesia yang cenderung ketat
sebagai upaya untuk pengendalian tekanan inflasi yang masih tinggi, ditengah upaya
Pemerintah menurunkan tekanan inflasi dari kelompok volatile foods. Dewan Gubernur
memandang bahwa penguatan nilai tukar Rupiah sejauh ini dapat menurunkan tekanan
inflasi, khususnya yang berasal dari kenaikan harga komoditi internasional (imported
inflation). Selain itu, untuk meminimalkan dampak negatif aliran modal asing jangka pendek
terhadap stabilitas moneter dan sistem keuangan, Dewan Gubernur juga memutuskan untuk
menggantikan ketentuan one-month holding period terhadap SBI menjadi six-month holding
period mulai berlaku 13 Mei 2011. Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia diperkirakan masih akan mencatat surplus


yang cukup besar pada 2011.

Surplus tersebut berasal baik dari transaksi berjalan maupun transaksi modal dan
finansial. Ekspor diprakirakan masih akan tumbuh cukup tinggi. Aliran masuk modal asing
dalam bentuk portofolio diperkirakan masih akan tetap besar, sedangkan investasi asing
langsung (PMA) diperkirakan meningkat. Dengan perkembangan sampai dengan akhir Maret
2011, cadangan devisa tercatat sebesar 105,7 miliar dolar AS atau setara dengan 6,3 bulan
impor dan pembayaran utang luar negeri.

Suku bunga 12-05-2011 sebesar 6,75% ( tetap )

Keputusan ini diambil setelah Dewan Gubernur melakukan asessmen secara keseluruhan
terhadap perkembangan makroekonomi, khususnya kepentingan untuk menjaga stabilitas
internal (inflasi) dan stabilitas eksternal (neraca pembayaran). Dewan Gubernur memandang
bahwa penguatan kebijakan makroprudensial terhadap aliran masuk modal asing tetap
penting untuk meminimalkan risiko pembalikan modal asing dan membantu agar pergerakan
nilai tukar Rupiah tetap sejalan dengan pergerakan mata uang di kawasan Asia. .Selain itu ada
poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :
Sejalan dengan masih kuatnya aliran masuk modal asing, nilai tukar Rupiah cenderung
menguat di bulan April 2011.

Selama bulan April 2011, nilai tukar Rupiah menguat sebesar 1,68% (ptp) menjadi
Rp. 8.564 per dolar AS dengan volatilitas yang tetap terjaga. Kecenderungan penguatan nilai
tukar Rupiah tersebut tidak terlepas dari persepsi positif investor terhadap solidnya
fundamental perekonomian Indonesia. Bank Indonesia memandang bahwa pergerakan nilai
tukar Rupiah tersebut masih sejalan dengan upaya Bank Indonesia meredam tekanan inflasi
dan sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Sejauh ini apresiasi nilai tukar
Rupiah dipandang tidak berdampak negatif terhadap daya saing produk domestik, sehingga
kinerja ekspor diperkirakan masih akan tetap kuat.

Stabilitas sistem keuangan tetap solid disertai terus membaiknya fungsi intermediasi
perbankan dengan kondisi permodalan dan likuiditas perbankan yang terjaga.

Terjaganya kondisi permodalan dan likuiditas dicerminkan oleh tingginya rasio


kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) di atas 17% dan rasio kredit bermasalah
(NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Intermediasi perbankan juga semakin
membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang terus meningkat, yakni pada April 2011
mencapai 23,8% (yoy), ditopang oleh pertumbuhan pada seluruh jenis kredit termasuk kredit
kepada UMKM.

Suku bunga 09-06-2011 sebesar 6,75% ( tetap )

Dewan Gubernur memandang bahwa kegiatan perekonomian domestik menunjukkan


kinerja yang terus membaik.

Pada triwulan II-2011, ekspansi ekonomi domestik diprakirakan terus berlanjut dan
lebih kuat dari prakiraan sebelumnya, terutama didukung oleh kenaikan kinerja ekspor seiring
dengan tingginya volume perdagangan dunia dan kenaikan harga komoditas internasional.
Sementara itu, kegiatan investasi dan konsumsi rumah tangga diprakirakan tetap tumbuh
tinggi didukung oleh optimisme yang masih kuat serta kenaikan daya beli masyarakat. Secara
sektoral, ekspansi ekonomi masih ditopang oleh pertumbuhan sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor industri, dan sektor keuangan. Terus meningkatnya aktivitas ekonomi
domestik mengonfirmasi prakiraan pertumbuhan ekonomi yang berpotensi mengarah ke batas
atas kisaran 6,0%-6,5% untuk keseluruhan tahun 2011.

Tren apresiasi nilai tukar Rupiah masih berlanjut, meskipun pada tingkat yang lebih
terbatas, sejalan dengan berlanjutnya aliran masuk modal asing.

Pada bulan Mei 2011, nilai tukar Rupiah menguat 0,33% (ptp) ke level Rp 8.536 per
dolar AS dengan volatilitas yang tetap terjaga. Tren apresiasi nilai tukar Rupiah tersebut
sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk meredam tekanan inflasi, khususnya dari
imported inflation, dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap pertumbuhan
ekonomi. Bank Indonesia memandang bahwa penguatan Rupiah yang sejalan dengan tren
apresiasi mata uang di kawasan Asia tersebut sejauh ini tidak memberikan tekanan pada
kinerja ekspor, seperti terlihat pada tetap kuatnya pertumbuhan ekspor sejalan dengan masih
tingginya harga komoditas internasional dan kuatnya permintaan luar negeri.

Suku bunga 12-07-2011 sebesar 6,75% ( tetap )

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk keseluruhan tahun 2011 diprakirakan


masih mengalami surplus yang relatif besar.

Hal ini seiring dengan masih kuatnya aliran masuk modal asing, termasuk dalam
bentuk PMA, dan transaksi berjalan yang diperkirakan masih surplus meskipun mengalami
penurunan. Penurunan surplus transaksi berjalan seiring dengan peningkatan impor terkait
kenaikan permintaan domestik dan harga impor terutama migas. Di sisi transaksi modal dan
finansial, aliran masuk modal asing diprakirakan masih berlanjut seiring dengan peningkatan
kegiatan ekonomi domestik dan persepsi investor yang positif terhadap fundamental
perekonomian Indonesia. Sejalan dengan itu, cadangan devisa pada akhir Juni 2011 tercatat
sebesar 119,7 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri Pemerintah.

Pergerakan nilai tukar Rupiah diprakirakan tetap stabil dengan kecenderungan


menguat, meskipun pada tingkat yang lebih terbatas, sejalan dengan berlanjutnya
aliran masuk modal asing.

Pada triwulan II-2011, nilai tukar Rupiah menguat 1,53% (ptp) ke level Rp 8.577 per
dolar AS dengan volatilitas yang tetap terjaga. Tren apresiasi nilai tukar Rupiah tersebut
sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk meredam tekanan inflasi, khususnya dari
imported inflation, dengan tetap mempertimbangkan dampaknya terhadap pertumbuhan
ekonomi. Penguatan Rupiah yang terjadi masih sejalan dengan tren apresiasi mata uang di
kawasan Asia sehingga sejauh ini tidak memberikan tekanan pada kinerja ekspor.

Suku bunga 09-08-2011 sebesar 6,75% ( tetap )

Nilai tukar Rupiah diprakirakan tetap stabil dengan kecenderungan apresiasi yang
terbatas.

nilai tukar Rupiah menguat 0,95% (ptp) ke level Rp 8.496 per dolar AS dengan
volatilitas yang menurun. Pergerakan Rupiah di bulan Juli 2011 juga dipengaruhi oleh
tingginya permintaan valas korporasi terkait dengan kebutuhan pembayaran impor yang
meningkat. Namun, peningkatan permintaan valas tersebut masih dapat diimbangi oleh sisi
penawarannya seiring dengan derasnya aliran masuk modal asing.
Tekanan inflasi tetap terkendali

Inflasi IHK pada bulan Juli 2011 tercatat sebesar 0,67% (mtm) atau 4,61% (yoy).
Inflasi tersebut masih relatif normal dibandingkan pola historisnya. Ke depan, tekanan inflasi
masih akan dipengaruhi oleh peningkatan konsumsi masyarakat terkait siklus puasa-lebaran.
Namun, kebijakan Pemerintah dalam menjaga pasokan bahan pangan, termasuk melalui
saluran impor, diperkirakan akan dapat membatasi gejolak harga yang lebih jauh sehingga
inflasi dapat tetap terkendali.

Suku bunga 08-09-2011 sebesar 6,75% ( tetap )

Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas


perekonomian di tengah meningkatnya ketidakpastian sistem keuangan global yang dipicu
masalah utang AS dan Eropa. Meskipun gejolak yang ditimbulkan ketidakpastian
perekonomian global masih terbatas, Bank Indonesia terus mencermati dampak penurunan
kinerja ekonomi dan keuangan global terhadap kinerja perekonomian Indonesia ke
depan.selain itu ada pon-poin lain yang mempengaruhi yaitu :

Nilai tukar Rupiah cenderung menguat meskipun relatif terbatas

Pada bulan Agustus 2011, nilai tukar Rupiah secara rata-rata menguat tipis 0,05% ke
level Rp 8.525 per dolar AS dengan volatilitas yang menurun, meskipun sempat tertekan oleh
faktor sentimen global terkait kekhawatiran terhadap prospek ekonomi AS dan Eropa.
Penguatan Rupiah masih ditopang oleh fundamental ekonomi domestik yang kuat dan imbal
hasil yang menarik. Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan
memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas yang diperlukan untuk menjaga
keseimbangan pasar domestik.

Stabilitas perbankan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi yang membaik.

Stabilitas industri perbankan masih tetap terjaga dengan baik, sebagaimana tercermin
pada tingginya rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas
minimum 8% dan rendahnya rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) gross di bawah
5%. Sementara itu, penyaluran kredit hingga akhir Agustus 2011 mencapai 24,2% (yoy) yang
sebagian besar disalurkan untuk pembiayaan kegiatan perekonomian yang produktif.

Suku bunga 11-10-2011 sebesar 6,5% ( turun )

Perhatian terutama ditujukan pada dampak jangka pendek melalui jalur finansial berupa
melemahnya bursa saham, meningkatnya indikator risiko utang, dan tekanan pembalikan arus
modal portofolio (capital reversals) oleh investor global dari emerging economies, termasuk
Indonesia. Sementara itu, kinerja perekonomian global terindikasi melemah seperti tercermin
pada perlambatan kegiatan produksi dan penjualan ritel yang disertai dengan tingkat
keyakinan konsumen yang melemah di negara maju dan koreksi sejumlah harga komoditas
internasional. Di sisi lain, tekanan inflasi mulai mereda, meski inflasi negara emerging
markets masih relatif tinggi, sehingga terjadi pergeseran respon kebijakan moneter ke arah
netral atau akomodatif. Kedepan, secara keseluruhan Dewan Gubernur melihat
kecenderungan menurunnya pertumbuhan ekonomi negara maju, melambatnya volume
perdagangan dunia, dan menurunnya harga komoditas global. Sementara itu di sektor
keuangan, tingginya ekses likuiditas global dan persespi resiko investor masih akan
mendorong tetap derasnya aliran modal asing masuk ke negara-negara emerging economies,
termasuk Indonesia, baik dalam bentuk PMA maupun investasi portofolio.

Inflasi IHK pada triwulan III-2011 tercatat sebesar 1,89% (qtq) atau 4,61% (yoy), lebih
rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tekanan inflasi ini berasal dari
kelompok volatile food dan administered prices seiring dengan membaiknya pasokan,
turunnya harga komoditas pangan internasional dan minimalnya kebijakan Pemerintah terkait
harga komoditas strategis. Sementara itu, tekanan kelompok inti di luar kenaikan harga emas
juga relatif terjaga baik karena kebijakan apresiasi nilai tukar pada periode sebelumnya dan
masih cukup memadainya pasokan dalam merespon permintaan. Dengan perkembangan
tersebut, inflasi pada tahun 2011 diyakini akan lebih rendah dari 5%. Tahun 2012, inflasi
akan tetap terkendali dan diprakirakan di bawah 5% seiring dengan terjadinya koreksi harga
komoditas global dan melemahnya perekonomian dunia.

Suku bunga 10-11-2011 sebesar 6% ( turun )

Penurunan BI Rate tersebut sejalan dengan tekanan inflasi ke depan yang semakin rendah
sekaligus sebagai langkah perbaikan terhadap struktur suku bunga (term structure) jangka
pendek, menengah dan panjang. Penurunan tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi
dampak memburuknya prospek ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia. Indikator
produksi dan konsumsi negara-negara maju masih terus melambat, sementara pasar keuangan
global masih cenderung volatile meskipun sempat rebound. Sementara itu, kondisi pasar
keuangan domestik semakin stabil disertai sentimen pasar yang positif seiring dengan
berbagai kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah. Kedepan,
Dewan Gubernur terus mewaspadai perkembangan ekonomi global yang masih diliputi
ketidakpastian, seiring belum solidnya penyelesaian masalah utang dan fiskal di Eropa dan
AS.

Kondisi yang membaik tersebut seiring dengan berbagai langkah kebijakan yang ditempuh
Bank Indonesia dan Pemerintah dalam memitigasi dampak gejolak ekonomi global. Hal itu
tercermin pada kinerja bursa saham yang meningkat dan imbal hasil SBN yang menurun. Di
sisi lain, suku bunga pasar uang antar bank juga cenderung menurun seiring dengan
tersedianya likuiditas yang memadai. Dalam kaitan ini penyesuaian BI Rate ke 6.00%
diharapkan dapat memperbaiki struktur suku bunga menurut berbagai tenor jatuh tempo.
Suku bunga 08-12-2011 sebesar 6% ( tetap )

Keputusan tersebut didasarkan pada evaluasi menyeluruh terhadap kinerja perekonomian


terkini, beberapa faktor risiko yang masih dihadapi, dan prospek ekonomi ke depan. Dewan
Gubernur memandang level BI Rate saat ini masih konsisten dengan pencapaian sasaran
inflasi ke depan, dan tetap kondusif untuk menjaga stabilitas keuangan serta mengurangi
dampak memburuknya prospek ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia. Evaluasi
terhadap kinerja dan prospek perekonomian secara umum menunjukkan bahwa
perekonomian domestik masih tetap kuat dengan stabilitas yang tetap terjaga. Ke depan,
Dewan Gubernur akan terus mencermati risiko memburuknya ekonomi global dan akan terus
menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memberikan stimulus untuk
perekonomian domestik.

Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk keseluruhan tahun 2011 masih
mencatat surplus yang cukup besar meski terdapat tekanan pada semester II-2011.

Tekanan tersebut terutama terjadi pada transaksi modal dan finansial sejalan dengan
meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan dan ekonomi global. Dengan perkembangan
tersebut, cadangan devisa sampai dengan akhir November 2011 mencapai USD111,3 miliar,
atau setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Sementara
itu, nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 mengalami apresiasi meski pada semester II-2011
mengalami tekanan depresiasi akibat memburuknya sentimen terkait gejolak di pasar
keuangan global. Berbagai langkah kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah dapat
membatasi tekanan terhadap nilai tukar Rupia

2012

Suku bunga 12-01-2012 sebesar 6% ( tetap )

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 12 Januari 2012 memutuskan
untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,0%. Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih
sejalan dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan, upaya menjaga stabilitas sistem
keuangan serta tetap kondusif dalam mendukung ekspansi ekonomi domestik di tengah
ketidakpastian perekonomian global. Selama tahun 2011, perekonomian Indonesia
menunjukkan kinerja yang menggembirakan dengan tingkat inflasi yang rendah,
pertumbuhan ekonomi yang meningkat, nilai tukar Rupiah yang stabil, dan stabilitas sistem
keuangan yang terjaga. Pencapaian tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang
ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah. Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi,
yaitu :

1. Dewan Gubernur mencatat bahwa kinerja ekonomi dan keuangan global


masih terus melemah seiring masih berlarutnya krisis di Eropa.

Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan lebih rendah dengan konsumsi


di negera-negara maju cenderung stagnan dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Hal ini berdampak pada menurunnya kinerja ekspor negara-negara berkembang.
Sementara itu, pasar keuangan global masih bergejolak dengan berlarutnya
penyelesaian krisis di Eropa sehingga likuiditas di pasar keuangan masih
cenderung ketat dengan risiko yang meningkat. Selain itu, pasar keuangan global
juga dibayangi ancaman penurunan rating di sejumlah negara Eropa yang memicu
munculnya sentimen negatif. Di sisi harga, tekanan inflasi global cenderung
menurun seiring dengan tren penurunan harga komoditas internasional. Dengan
perkembangan tersebut, untuk mengantisipasi dampak melemahnya ekonomi
global di tengah inflasi yang cenderung mereda, respon kebijakan moneter global
cenderung akomodatif.

2. Nilai tukar Rupiah selama tahun 2011 secara rata-rata mengalami apresiasi
3,56% dibandingkan rata-rata 2010.

Tekanan depresiasi terjadi pada semester kedua disebabkan oleh persepsi


risiko yang memburuk akibat krisis Eropa. Selain itu, tingginya permintaan valuta
asing untuk kebutuhan domestik, antara lain dengan meningkatnya kebutuhan
impor, juga turut memberikan tekanan depresiasi pada Rupiah di semester kedua.
Bank Indonesia telah menempuh berbagai langkah kebijakan untuk membatasi
tekanan terhadap nilai tukar Rupiah sehingga tetap sejalan dengan fundamental
maupun daya saing mata uang di kawasan. Untuk menjaga keseimbangan pasar
domestik, Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar Rupiah dan
memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas.

Suku bunga 09-02-2012 sebesar 5,75% ( turun )

Keputusan ini diambil sebagai langkah lanjutan untuk memberikan dorongan bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah menurunnya kinerja ekonomi global, dengan tetap
mengutamakan pencapaian sasaran inflasi dan stabilitas nilai tukar Rupiah. Dengan
keputusan BI Rate ini, koridor bawah dan atas suku bunga operasi moneter Bank Indonesia
masing-masing menjadi 3,75% untuk fasilitas simpanan o/n (deposit facility rate) dan 6,75%
untuk fasilitas pinjaman o/n (lending facility rate). Ke depan, Bank Indonesia akan terus
mewaspadai risiko memburuknya perekonomian global dan dampak kebijakan Pemerintah di
bidang energi, dan akan terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial,
serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah. Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi,
yaitu :

1. Pergerakan nilai tukar Rupiah cenderung stabil meskipun sedikit melemah.

Selama Januari 2012, Rupiah secara rata-rata melemah 0,28% (yoy) menjadi
Rp9.060 per dolar AS, namun secara point-to-point menguat sebesar 0,65% (yoy)
ke level Rp8.990 per dolar AS. Meningkatnya permintaan valas terkait kebutuhan
impor, terutama impor BBM, memberikan tekanan terhadap rupiah. Meskipun
demikian, tekanan tersebut dapat diimbangi dengan sentimen positif terkait
kenaikan peringkat utang (credit rating) Indonesia. Untuk menjaga keseimbangan
pasar domestik, Bank Indonesia terus memonitor perkembangan nilai tukar
Rupiah dan memastikan kecukupan likuiditas Rupiah dan valas.

2. Inflasi terus mengalami tren penurunan.

Inflasi pada Januari 2012 tercatat 3,65% (yoy), lebih rendah dibandingkan
dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,79% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
didorong oleh penurunan inflasi bahan pangan seiring pasokan yang terjaga.
Sementara itu, inflasi inti relatif stabil seiring dengan harga komoditas global non-
energi yang menurun dan ekspektasi inflasi yang membaik. Di sisi lain, inflasi
administered prices hanya mengalami sedikit peningkatan seiring dengan
kenaikan cukai rokok. Ke depan, apabila tidak ada kebijakan penurunan subsidi
BBM, inflasi diperkirakan akan terus mengalami penurunan. Bank Indonesia akan
mewaspadai dampak kebijakan Pemerintah di bidang energi yang dapat
memberikan tekanan inflasi yang meningkat.

Suku bunga 08-03-2012 sebesar 5,75% ( tetap )

Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi dari sisi fundamental
yang masih terkendali ke depan serta tetap kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dari dampak penurunan kinerja perekonomian dunia. Terhadap rencana kebijakan Pemerintah
di bidang energi (BBM), Bank Indonesia memperkirakan dampaknya pada inflasi bersifat
temporer (one-time shock) dan inflasi akan kembali menurun sesuai dengan kondisi
fundamental perekonomian. Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Pergerakan nilai tukar Rupiah relatif stabil meskipun sedikit mengalami


tekanan.

Selama Februari 2012, Rupiah secara point-to-point melemah sebesar 0,33%


(mtm) ke level Rp9.020 per dolar AS, namun secara rata-rata menguat 0,69%
(mtm) menjadi Rp8.998 per dolar AS. Beberapa faktor yang menyebabkan
tekanan terhadap Rupiah antara lain berasal dari penyesuaian portofolio investor
asing akibat sentimen global dan meningkatnya kebutuhan impor sejalan dengan
kuatnya aktivitas ekonomi domestik.

2. Inflasi terus melanjutkan tren yang menurun.

Inflasi IHK pada Februari 2012 tercatat 3,56% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 3,65% (yoy). Sementara
itu, inflasi inti tetap terkendali, didukung oleh nilai tukar Rupiah yang relatif
stabil, masih memadainya respon penawaran terhadap kenaikan permintaan,
ekspektasi inflasi yang terjaga, dan masih berlanjutnya penurunan harga
komoditas global. Penurunan inflasi IHK didorong oleh deflasi bahan pangan
seiring dengan pasokan yang terjaga, baik yang berasal dari domestik maupun
impor. Di sisi lain, inflasi administered prices relatif stabil sejalan dengan
minimalnya dampak kenaikan cukai rokok pada awal tahun.

Suku bunga 12-04-2012 sebesar 5,75% ( tetap )

Tingkat BI Rate tersebut dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi dari sisi fundamental
yang masih terkendali ke depan serta tetap kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dari dampak penurunan kinerja perekonomian dunia. Terhadap rencana kebijakan Pemerintah
di bidang energi (BBM), Bank Indonesia memperkirakan dampaknya pada inflasi bersifat
temporer (one-time shock) dan inflasi akan kembali menurun sesuai dengan kondisi
fundamental perekonomian. Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada tahun 2012 diprakirakan


akan mencatat surplus yang lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya.

Penurunan surplus neraca pembayaran terutama disebabkan oleh defisit


transaksi berjalan yang lebih besar karena melambatnya ekspor sejalan dengan
perlambatan permintaan dunia di tengah impor yang terus meningkat seiring
dengan kuatnya permintaan domestik dan tingginya konsumsi BBM. Di sisi lain,
transaksi modal dan keuangan diprakirakan masih mengalami surplus yang cukup
besar ditopang oleh aliran investasi langsung dan portofolio. Sementara itu,
cadangan devisa sampai dengan akhir Maret 2012 masih cukup besar, mencapai
110,5 miliar dolar AS, atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri Pemerintah.

2. Pergerakan nilai tukar Rupiah selama triwulan I-2012 mengalami


pelemahan.

Rupiah secara point-to-pointmelemah sebesar 0,83%(qtq) ke level Rp9.144


per dolar AS atau secara rata-rata melemah 1,03% (qtq) menjadi Rp9.066 per
dolar AS. Pelemahan tersebut diikuti dengan volatilitas yang meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tekanan terhadap Rupiah antara lain
berasal dari penyesuaian portofolio investor asing akibat pengaruh sentimen
global dan ekspektasi inflasi yang meningkat di dalam negeri, di samping
permintaan valas yang cenderung meningkat seiring dengan kuatnya impor,
termasuk impor migas untuk konsumsi BBM di dalam negeri. Dengan langkah
stabilisasi nilai tukar Rupiah yang ditempuh Bank Indonesia baik melalui
intervensi di pasar valas maupun pembelian SBN dari pasar sekunder, stabilitas
pergerakan nilai tukar Rupiah secara keseluruhan masih tetap terjaga.

Suku bunga 10-05-2012 sebesar 5,75% ( tetap )

Tekanan inflasi ke depan diprakirakan terkendali, sebagaimana tercermin dari kenaikan


harga hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia sampai dengan Minggu ke-2
Mei 2012 yang relatif lebih rendah dari pola historisnya. Sementara itu, ekspektasi inflasi
dinilai masih relatif tinggi dan nilai tukar Rupiah cenderung melemah sebagai akibat
ketidakpastian perekonomian global. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan
menaikkan suku bunga instrumen operasi moneter dan melanjutkan upaya penyerapan
kelebihan likuiditas Rupiah untuk mengendalikan tekanan inflasi jangka pendek serta
mendukung stabilisasi nilai tukar Rupiah. Selain itu ad poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dan disertai dengan fungsi


intermediasi yang semakin baik dalam mendukung pembiayaan
perekonomian.

Industri perbankan menunjukkan kinerja yang semakin solid sebagaimana


tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio)
yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah
(NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, intermediasi
perbankan juga terus membaik, tercermin dari pertumbuhan kredit yang hingga
akhir Maret 2012 mencapai 24,9% (yoy) dengan LDR sebesar 80,2%. Kredit
investasi dan kredit modal kerja tumbuh cukup tinggi, yaitu masing-masing
sebesar 30,1% (yoy) dan 25,9% (yoy), sehingga diharapkan dapat meningkatkan
produksi dan kapasitas perekonomian. Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh
sebesar 20,5% (yoy).

2. Tekanan inflasi pada bulan April 2012 meningkat didorong oleh inflasi bahan
pangan (volatile food), sementara inflasi inti masih terkendali.

Inflasi IHK pada April 2012 tercatat 0,21% (mtm) sehingga secara tahunan
tercatat sebesar 4,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Peningkatan inflasi bahan pangan disebabkan keterbatasan pasokan, baik yang
berasal dari produksi domestik maupun impor. Sementara itu, inflasi administered
prices relatif rendah seiring dengan tidak adanya perubahan kebijakan harga
terkait dengan komoditas strategis. Di sisi lain, inflasi inti masih cukup rendah
(4,2%, yoy) sejalan dengan memadainya respon penawaran terhadap kenaikan
permintaan, menurunnya harga komoditas global, dan membaiknya ekspektasi
inflasi.

Suku bunga 12-06-2012 sebesar 5,75% ( tetap )

Tingkat suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan prakiraan inflasi ke depan yang
tetap rendah dan terkendali di dalam kisaran sasaran yang ditetapkan, yaitu 4,5% ± 1% pada
tahun 2012 dan 2013. Untuk mengelola tekanan pelemahan nilai tukar dari memburuknya
krisis di Eropa dan sentimen negatif pasar keuangan global, Bank Indonesia mendorong
peningkatan pasokan valuta asing ke pasar agar pergerakan Rupiah tetap sejalan dengan
pergerakan nilai tukar kawasan Asia dan kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Nilai tukar Rupiah mengalami tekanan depresiasi terkait dengan faktor


eksternal.

Pada bulan Mei 2012, Rupiah secara point-to-point melemah sebesar 2,23%
(mtm) ke level Rp9.400 per dolar AS atau secara rata-rata melemah 0,95% (mtm)
menjadi Rp9.254 per dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah disebabkan
oleh permintaan valuta asing yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan impor,
utamanya impor BBM, pembayaran utang luar negeri, dan repatriasi pendapatan
pihak asing, ditengah meningkatnya permintaan valas terkait portfolio rebalancing
oleh pelaku nonresiden akibat adanya sentimen global sehubungan penyelesaian
krisis di Eropa.

2. Perkembangan inflasi pada bulan Mei 2012 tetap terkendali, dengan inflasi
inti yang terus menurun.

Inflasi IHK pada Mei 2012 tercatat 0,07% (mtm) sehingga secara tahunan
tercatat sebesar 4,45% (yoy). Inflasi yang terkendali tersebut sejalan dengan
inflasi inti yang terjaga pada level yang rendah (4,14%, yoy) seiring dengan
penurunan harga komoditas global dan tetap terkendalinya permintaan domestik.
Sementara itu, harga bahan pangan mengalami deflasi didukung pasokan yang
memadai terkait dengan musim panen. Di sisi lain, tekanan dari administered
prices masih minimal seiring dengan tidak adanya kebijakan Pemerintah di bidang
harga komoditas barang dan jasa yang bersifat strategis.

Suku bunga 12-07-2012 sebesar 5,75% ( tetap )

Bank Indonesia memandang bahwa tingkat suku bunga tersebut masih konsisten dengan
tekanan inflasi yang rendah dan terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan
2013, yaitu 4,5% ± 1%. Di sisi eksternal, Bank Indonesia terus mewaspadai melemahnya
perekonomian global yang berdampak pada melambatnya ekspor di tengah masih tingginya
impor sejalan dengan kuatnya permintaan domestik. Selain itu ada poin-poin yang
mempengaruhi, yaitu :

1. Neraca Pembayaran Indonesia diprakirakan mengalami tekanan pada


triwulan II-2012 dan cenderung membaik pada paruh kedua 2012.

Defisit transaksi berjalan di triwulan II-2012 diperkirakan lebih besar


dibandingkan defisit di triwulan sebelumnya akibat kinerja ekspor yang menurun
sejalan dengan perlambatan ekonomi dunia di tengah masih tingginya impor untuk
mendukung kegiatan ekonomi domestik. Di sisi lain, surplus transaksi modal dan
finansial (TMF) di triwulan II-2012 diprakirakan masih cukup tinggi, terutama
ditopang oleh tingginya investasi langsung (FDI) dan membaiknya arus portofolio
asing. Ke depan, penyesuaian terhadap impor bahan baku sejalan dengan
menurunnya ekspor akan mengurangi tekanan defisit neraca transaksi berjalan.
Sementara itu, cadangan devisa sampai dengan akhir Juni 2012 mencapai 106,5
miliar dolar AS, atau setara dengan 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri Pemerintah.

2. Tekanan Inflasi pada triwulan II-2012 masih relatif rendah.

Inflasi IHK pada triwulan II-2012 tercatat 0,90% (qtq) sehingga secara
tahunan tercatat sebesar 4,53% (yoy). Secara fundamental, inflasi masih terkendali
sebagaimana tercermin pada inflasi inti yang berada level yang rendah (4,15%,
yoy) seiring dengan penurunan harga komoditas global dan ekspektasi yang
membaik. Sementara itu, harga bahan pangan mengalami peningkatan akibat
terganggunya pasokan. Di sisi lain, inflasi administered prices minimal seiring
dengan tidak adanya kebijakan Pemerintah di bidang harga barang dan jasa yang
bersifat strategis

Suku bunga 09-08-2012 sebesar 5,75% ( tetap )

Bank Indonesia mewaspadai meningkatnya defisit transaksi berjalan akibat melambatnya


ekspor akibat penurunan kinerja ekonomi global di tengah impor yang tumbuh tinggi sejalan
dengan kuatnya permintaan domestik. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia terus
memperkuat langkah-langkah kebijakan untuk mendorong penyesuaian keseimbangan
eksternal agar defisit transaksi berjalan kembali ketingkat yang sustainable. Bank Indonesia
akan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan kondisi fundamental untuk
mendukung penyesuaian keseimbangan eksternal tersebut. Selain itu ada poin-poin penting
yang mempengaruhi, yaitu :
1. Nilai tukar Rupiah pada Juli 2012 masih mengalami tekanan depresiasi.

Rupiah secara point-to-point melemah sebesar 0,56% (mtm) ke level Rp 9.445


per dolar AS atau secara rata-rata melemah 0,29% (mtm) menjadi Rp9.433 per
dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah dipengaruhi oleh tingginya
ketidakpastian global terkait krisis Eropa dan pemulihan ekonomi AS yang masih
rentan, serta perlambatan ekonomi China. Di sisi lain, ekspor yang melambat turut
menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah.

2. Tekanan Inflasi masih terkendali meskipun sedikit meningkat didorong oleh


faktor musiman (Ramadhan) dan gejolak harga pangan.

Inflasi IHK pada bulan Juli 2012 tercatat 0,70% (mtm) sehingga secara
tahunan tercatat sebesar 4,56% (yoy). Kenaikan harga sejumlah komoditas bahan
pangan telah dimulai beberapa minggu sebelum Ramadhan seiring dengan
permintaan yang meningkat dan kenaikan biaya produksi serta terbatasnya
pasokan baik dari dalam negeri maupun impor. Faktor musiman dan gejolak harga
bahan pangan, baik domestik maupun global, telah mendorong peningkatan inflasi
inti di bulan Juli 2012, namun masih pada level yang relatif rendah (4,28%).
Sementara itu, inflasi administered prices tercatat minimal seiring dengan tidak
adanya kebijakan Pemerintah di bidang harga barang dan jasa yang bersifat
strategis.

Suku bunga 13-09-2012 sebesr 5,75% ( tetap )

Tingkat suku bunga tersebut dipandang masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah
dan terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan 2013, yaitu 4,5% ± 1%. Bank
Indonesia memandang bahwa keseimbangan eksternal sejauh ini menunjukkan defisit
transaksi berjalan pada Triwulan III-2012 mengalami perbaikan seperti yang diperkirakan
sebelumnya. Namun demikian, Bank Indonesia tetap mewaspadai tekanan terhadap transaksi
berjalan terutama yang bersumber dari risiko memburuknya prospek perekonomian global.
Ke depan, Bank Indonesia terus mengevaluasi dampak dari kebijakan-kebijakan yang telah
dilakukan sebelumnya. Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Sesuai dengan prakiraan, Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan III-


2012 diprakirakan mengalami perbaikan walaupun tetap perlu diwaspadai.

Defisit transaksi berjalan diprakirakan akan lebih rendah dibandingkan


triwulan II-2012, sesuai dengan prakiraan sebelumnya. Hal itu terindikasi dari
mulai membaiknya neraca perdagangan pada bulan Juli 2012. Di sisi lain, defisit
transaksi berjalan dapat diimbangi oleh surplus transaksi modal dan finansial yang
diprakirakan meningkat, terutama FDI. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor
yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia. Ke depan, kondisi NPI diharapkan
semakin baik dengan ekspektasi bahwa kondisi perekonomian global dan harga
komoditas ekspor akan membaik serta didukung oleh respon kebijakan yang
efektif. Sementara itu, jumlah cadangan devisa pada akhir Agustus 2012 sedikit
meningkat dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya, yaitu mencapai 109
miliar dolar AS atau setara dengan 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar
negeri Pemerintah.

2. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah pada Agustus 2012 masih berlanjut
namun dengan intensitas yang menurun.

Rupiah secara point-to-point melemah sebesar 0,94% (mtm) ke level Rp9.535


per dolar AS atau secara rata-rata melemah 0,63% (mtm) menjadi Rp9.493 per
dolar AS. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah dipengaruhi oleh prospek
pemulihan ekonomi global yang masih rentan dan pasar keuangan global yang
masih dalam kondisi ketidakpastian.

Suku bunga 11-10-2012 sebesar 5,75% ( tetap )

Tingkat suku bunga tersebut dipandang masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah
dan terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan 2013, yaitu 4,5% ± 1%. Fokus
kebijakan tetap diarahkan untuk menjaga keseimbangan eksternal dengan tetap mendukung
pertumbuhan ekonomi domestik. Rapat Dewan Gubernur memandang bahwa berbagai
kebijakan yang dilakukan sebelumnya telah mendorong penurunan defisit transaksi berjalan.
Sementara itu, perekonomian domestik masih tumbuh cukup baik meskipun tidak setinggi
prakiraan sebelumnya akibat berlanjutnya pelemahan perekonomian global. Ke depan, Bank
Indonesia akan terus mengevaluasi dampak dari kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan
dan apabila diperlukan akan mengambil langkah-langkah kebijakan lanjutan sesuai dengan
dinamika perekonomian. Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan III-2012 diprakirakan


mengalami surplus, didukung oleh membaiknya transaksi berjalan dan lebih
besarnya surplus pada transaksi modal dan finansial.

Defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2012 diperkirakan lebih rendah


dibandingkan triwulan II-2012. Hal itu terindikasi dari neraca perdagangan pada
bulan Agustus 2012 yang tercatat mengalami surplus. Di sisi lain, surplus
transaksi modal dan finansial diprakirakan meningkat seiring dengan aliran masuk
modal portofolio yang cukup besar dan aliran masuk investasi langsung (FDI)
yang tetap tinggi. Dengan perkembangan tersebut, jumlah cadangan devisa pada
akhir September 2012 meningkat dibandingkan posisi akhir bulan sebelumnya,
yaitu mencapai 110,2 miliar dolar AS atau setara dengan 6,1 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

2. Tekanan inflasi cenderung menurun dan terkendali pada level yang rendah
Inflasi IHK pada bulan September 2012 tercatat 0,01% (mtm) sehingga secara
tahunan sebesar 4,31% (yoy). Inflasi inti berada pada level yang rendah (4,12%,
yoy) sejalan dengan permintaan yang mereda paska lebaran, koreksi harga
komoditas global, serta ekspektasi yang terkendali. Inflasi bahan pangan (volatile
food) juga menurun, didorong oleh penurunan harga komoditas pangan yang
cukup signifikan, terjaganya pasokan, dan kebijakan intensif yang dilakukan
Pemerintah dalam pengendalian harga pangan. Di sisi lain, inflasi administered
prices juga terkendali dengan tidak adanya kebijakan Pemerintah di bidang harga
barang dan jasa yang bersifat strategis.

Suku bunga 08-11-2012 sebesar 5,75% ( tetap )

Tingkat suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah dan
terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2012 dan 2013, yaitu 4,5% ± 1%. Sejalan
dengan dinamika perekonomian dan sejumlah kebijakan yang ditempuh selama ini, tekanan
ketidakseimbangan eksternal mulai mereda dengan defisit transaksi berjalan yang telah
menurun dan neraca pembayaran yang kembali mengalami surplus. Selain itu ada poin-poin
penting yang mempengaruhi, yaitu :

1. Perkembangan nilai tukar Rupiah pada Oktober 2012 bergerak sesuai


kondisi pasar dengan intensitas depresiasi yang menurun.

Hal ini sejalan dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia untuk
melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan tingkat fundamentalnya.
Rupiah secara point-to-point melemah sebesar 0,36% (mtm) ke level Rp9.605 per
dolar AS atau secara rata-rata melemah 0,41% (mtm) menjadi Rp9.593 per dolar
AS. Intensitas tekanan terhadap Rupiah menurun sejalan dengan menurunnya
defisit transaksi berjalan dan neraca pembayaran yang kembali mencatat surplus.
Aliran masuk modal asing, baik FDI maupun investasi portofolio, terus meningkat
ditopang oleh imbal hasil yang masih menarik, kondisi fundamental, dan prospek
perekonomian Indonesia yang cukup baik.

2. Keseimbangan eksternal dalam perekonomian juga mengalami perbaikan


sebagaimana yang diharapkan.

Defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2012 turun menjadi 2,4% dari
PDB, lebih rendah dari triwulan II-2012 sebesar 3,5% dari PDB. Perbaikan defisit
transaksi berjalan ini disebabkan oleh membaiknya kinerja neraca transaksi
perdagangan yang didorong oleh penurunan impor yang cukup tajam, khususnya
barang-barang konsumsi, sementara beberapa komoditas ekspor non-migas seperti
CPO mulai tumbuh positif. Transaksi Modal dan Finansial (TMF) mencatat
peningkatan surplus yang lebih besar, terutama didorong oleh investasi langsung
(FDI), sehingga secara keseluruhan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) triwulan
III-2012 kembali mencatat surplus.

Suku bunga 11-12-2012 sebesar 5,75% ( tetap )

Tingkat suku bunga tersebut dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah dan
terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Evaluasi
terhadap kinerja tahun 2012 dan prospek tahun 2013-2014 secara umum menunjukkan bahwa
perekonomian domestik tumbuh tetap baik dengan stabilitas yang terjaga. Selain itu ada poin-
poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Nilai tukar yang mengalami tekanan depresiasi pada Triwulan II dan III-
2012 kembali bergerak stabil pada Triwulan IV-2012.

Tekanan depresiasi Rupiah pada Triwulan II dan III-2012 terutama akibat


ketidakpastian ekonomi global dan tekanan pada neraca pembayaran Indonesia.
Pada Triwulan IV-2012 intensitas depresiasi menurun dan Rupiah bergerak stabil
sejalan dengan kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia untuk melakukan
stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan tingkat fundamentalnya. Pada bulan
November 2012, Rupiah secara point-to-point menguat sebesar 0,12% (mtm) ke
level Rp9.594 per dolar AS atau secara rata-rata melemah 0,25% (mtm) menjadi
Rp9.617 per dolar AS.

2. Inflasi sepanjang tahun 2012 tetap terkendali dan diprakirakan pada akhir
tahun akan berada di bawah titik tengah sasaran inflasi 2012 sebesar 4,5%
±1%

Rendahnya tingkat inflasi didukung oleh penerapan bauran kebijakan moneter


dan makroprudensial serta koordinasi kebijakan dengan Pemerintah melalui forum
TPI (Tim Pengendalian Inflasi) dan TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah).
Inflasi IHK pada November 2012 tercatat sebesar 0,07% (mtm) atau 4,32% (yoy).
Di samping inflasi kelompok volatile foods dan administered prices yang rendah,
inflasi inti juga terkendali dengan rendahnya imported inflation sejalan dengan
penurunan harga komoditas pangan dan energi global dan terjaganya stabilitas
rupiah, cenderung menurunnya ekspektasi inflasi, serta respon sisi penawaran
yang memadai

2013

Suku bunga 10-01-2013 sebesar 5,75% ( tetap )

Tingkat kebijakan saat ini dianggap konsisten dengan kisaran target 4,5% ± 1% pada tahun
2013 dan 2014. Penilaian menyeluruh terhadap kinerja pada tahun 2012 dan juga prospek
2013-2014 memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat dengan inflasi di
bawah kontrol dan rendah. Kinerja yang menguntungkan ini mencerminkan hasil dari
sejumlah kebijakan yang diadopsi oleh Bank Indonesia dalam koordinasi yang erat dengan
Pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan momentum pertumbuhan ekonomi
dengan latar belakang perlambatan ekonomi global. Bank Indonesia memfokuskan
kebijakannya saat ini yang diarahkan untuk mengelola keseimbangan eksternal dan stabilitas
nilai tukar yang konsisten dengan fundamentalnya

Suku bunga 12-02-2013 sebesar 5,75% ( tetap )

Perekonomian Indonesia tumbuh cukup kuat didukung oleh permintaan dalam negeri, meski
sedikit lebih lambat dari periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi pada Q4-2012 mencapai
6,11%, mencapai 6,23% untuk sepanjang tahun 2012. Konsumsi dan investasi pada Q4-2012
tetap apung, meski sedikit mengalami moderasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Di sisi
lain, ekspor mulai membaik sejalan dengan pemulihan ekonomi di beberapa mitra dagang
utama seperti China. Namun, pertumbuhan impor masih tinggi karena permintaan domestik
yang melonjak. Pada triwulan II -13, pertumbuhan ekonomi diprakirakan sebesar 6,2%,
terutama didukung oleh permintaan domestik. Untuk keseluruhan tahun 2013, pertumbuhan
ekonomi Indonesia diprakirakan mencapai 6,3% -6,8%.

Suku bunga 07-03-2013 sebesar 5,75% ( tetap )

Pada bulan Februari 2013, tekanan depresiasi rupiah cenderung mereda sehingga mencapai
rata-rata Rp9.680 per dolar. Dibandingkan dengan awal 2013, nilai tukar rupiah diapresiasi
sebesar 0,31%. Kebijakan stabilisasi nilai tukar yang diadopsi oleh Bank Indonesia, termasuk
penguatan mekanisme intervensi valuta asing dan pembentukan rujukan nilai tukar rupiah di
pasar domestik, meningkatkan kepercayaan pasar. Selain itu, stabilitas nilai tukar juga
didukung oleh arus dana non-warga ke instrumen rupiah yang mencapai Rp27,6 triliun. Ke
depan, Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar sesuai dengan fundamental
ekonomi.

Suku bunga 11-04-2013 sebesar 5,75% ( tetap )

Nilai tukar rupiah mengalami tekanan depresiasi di triwulan II -1313, meski lebih moderat
seiring dengan masuknya arus masuk modal. Hal ini disebabkan kebijakan Bank Indonesia
dalam menjaga stabilitas nilai tukar sejalan dengan fundamentalnya dengan memperkuat
mekanisme intervensi valuta asing dan penerapan deposito berjangka valas (TD), serta
penguatan pasar valuta asing. Rata-rata rupiah terdepresiasi sebesar 0,7% (qtq) menjadi
Rp9.680 per dolar AS dengan volatilitas yang terkandung. Ke depan, dengan
mempertimbangkan kondisi neraca pembayaran pada triwulan II2013, tekanan depresiasi
nilai tukar juga diperkirakan akan moderat.

Suku bunga 14-05-2013 sebesar 5,75% ( tetap )

Kinerja industri perbankan yang solid tercermin dari tingginya rasio kecukupan modal
(capital adequacy ratio / CAR) sebesar 18,9%, di atas ketentuan modal minimum 8% dan
rasio kredit bermasalah (non performing loan / NPL) gross yang rendah yaitu 1,97% pada
Maret 2013. Sementara itu, pertumbuhan kredit yang melambat pada Maret 2013 mencapai
22,2% (yoy) seiring dengan perlambatan ekonomi kubah tengah. Kredit modal kerja dan
investasi tumbuh cukup tinggi yaitu 23,7% (yoy) dan 23,2% (yoy), sedangkan kredit
konsumsi tumbuh 18,9% (yoy).

Suku bunga 13-06-2013 sebesar 6% ( naik )

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di Q2-2013 diproyeksikan akan bisa turun ke batas bawah
kisaran perkiraan sebelumnya 5,9% -6,1% di tengah perlambatan ekonomi global. Krisis
yang terus berlanjut di Eropa dan perlambatan ekonomi China berpotensi menyebabkan
penurunan pertumbuhan ekonomi global. Kondisi ini menghambat pertumbuhan ekspor dan
investasi, terutama investasi non-konstruksi. Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia
terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang terus menerus dan investasi konstruksi.

Suku bunga 11-07-2013 sebesar 6% ( Naik )

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan berada di kisaran 5,8%
-6,2%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,2% -6,6%. Selain melambatnya
pertumbuhan ekonomi pada triwulan 2 dan triwulan III -13, baik sebesar 5,9%, revisi turun
ini karena pengekangan ekspor yang sejalan dengan melemahnya pertumbuhan ekonomi
global dan harga komoditas. Konsumsi dan investasi rumah tangga diprakirakan sedikit
terkandung akibat memburuknya daya beli masyarakat yang dipicu oleh ekspor yang tidak
menguntungkan dan dampak kenaikan harga BBM. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan akan
pulih pada triwulan IV-2013 dan terus meningkat di kisaran 6,4% -6,8% di tahun 2014.

Suku bunga 15-08-2013 sebesar 6,5% ( naik )

Bank Indonesia akan terus memperhatikan pertumbuhan ekonomi global yang menunjukkan
risiko melambatnya, dan tingginya ketidakpastian di pasar keuangan. Pertumbuhan ekonomi
global 2013 diperkirakan akan lebih rendah dari proyeksi semula, dari 3,2% menjadi 3,1%.
Revisi ke bawah ini sebagian besar berasal dari pertumbuhan negara-negara emerging market
yang semakin lambat, terutama China dan India. Selain itu, harga komoditas global masih
cenderung menurun, kecuali harga minyak

Suku bunga 12-09-2013 sebesar 7% ( naik )


Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan melambat ke 3,0% di tahun 2013
dibandingkan dengan 3.1% sebelumnya sebagai hasil pertumbuhan suam-suam kuku di pasar
negara berkembang, terutama India dan China. Harga komoditas internasional akan terus
meluncur, tidak termasuk harga minyak. Sementara itu, kewaspadaan diperlukan mengenai
ketidakpastian terkait kebijakan tapering yang diperkenalkan oleh the Fed serta potensi
pergeseran ke arah ekonomi global. Pada 2014, Bank Indonesia memproyeksikan ekonomi
global tumbuh 3,5%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 3,7%.

Suku bunga 08-10-2013 sebesar 7,25% ( naik )

neraca pembayaran Indonesia diprakirakan akan membaik pada kuartal III 2013. Defisit
neraca berjalan akan menyempit akibat impor yang lebih lambat selaras dengan melemahnya
permintaan domestik dan depresiasi rupiah. Di sisi lain, surplus neraca modal dan finansial
meluas, melalui penempatan investor asing ke instrumen SBI dan SUN, dan penurunan
penjualan asing asing dalam saham domestik sebagai respons terhadap kebijakan Bank
Indonesia dan Pemerintah serta kebijakan meruncing di KAMI. Akibatnya, cadangan devisa
mencapai USD 95,7 miliar pada akhir September 2013, naik dari Rp 93 miliar pada akhir
Agustus. Cadangan devisa pada akhir September setara dengan 5,2 bulan impor dan
pembayaran utang luar negeri.

Suku bunga 12-11-2013 sebesar 7,5% ( naik )

Perekonomian internasional pulih didukung oleh sentimen pasar keuangan global yang positif
mengenai diskusi tertunda mengenai plafon utang AS dan juga penundaan kebijakan
meruncing oleh Federal Reserve. Sementara itu, prospek ekonomi global tetap sebanding
dengan proyeksi sebelumnya. Namun demikian, Bank Indonesia akan terus memantau
ekonomi global sementara ketidakpastian tetap merata. Sebuah pergeseran sedang
berlangsung dalam lanskap ekonomi internasional saat negara-negara berkembang melambat
dan kemunculan kembali negara-negara maju. Selain itu, siklus harga komoditas yang tinggi
akan segera berakhir, yang dapat merongrong upaya pemulihan ekonomi domestik. Kedua
tren tersebut akan mempengaruhi kinerja eksternal perekonomian Indonesia.

Suku bunga 12-12-2013 sebesar 7,5% ( tetap )

Tingkat inflasi dikelola dengan baik dan mengikuti tren penurunan selama bulan laporan
bulan November 2013. Inflasi utama adalah 0,12% (mtm) pada bulan November 2013 atau
8,37% (yoy). Meskipun tingkat inflasi rata-rata 0,09% (mtm) pada bulan sebelumnya, inflasi
di bulan November lebih rendah dari rata-rata historisnya selama lima tahun terakhir. Inflasi
rendah adalah hasil koreksi harga makanan volatile ditambah dengan inflasi inti yang lebih
rendah yang berasal dari harga internasional yang lebih rendah. Bank Indonesia
memproyeksikan inflasi untuk tahun 2013 secara keseluruhan akan tetap di bawah 8,5% dan
kemudian turun lebih lanjut pada tahun 2014 ke dalam target koridor 4,5 + 1%.

2014

Suku bunga 04-01-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Perekonomian negara maju melambat, yang diikuti oleh beberapa koreksi pertumbuhan di
antara negara-negara emerging market. Perekonomian global yang lesu, pada gilirannya,
mengempiskan harga komoditas internasional. Selanjutnya, ketidakpastian keuangan global
di mana-mana merebak sentimen bearish seputar runcing stimulus moneter yang
direncanakan di AS. Perkembangan terakhir, bagaimanapun, bukti perbaikan dalam ekonomi
global yang didorong oleh AS dan Jepang, ditambah dengan tanda-tanda awal pemulihan di
Eropa, China dan India.

Suku bunga 13-02-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Perekonomian nasional meningkat dari 5,63% (yoy) pada triwulan III 2013 menjadi 5,72%
(yoy) pada periode laporan karena ekspor riil yang kuat sejalan dengan meningkatnya
permintaan dari mitra dagang terkemuka, terutama negara maju. Sementara itu, permintaan
domestik mengalami periode moderasi, tercermin dari perlambatan konsumsi rumah tangga
dan investasi, terutama investasi non-konstruksi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di
Indonesia secara keseluruhan untuk tahun 2013 mencapai 5,78%. Pada 2014, permintaan
domestik moderat diperkirakan akan bertahan namun ekspor diperkirakan akan berjalan lebih
baik seiring dengan pemulihan ekonomi global dan perbaikan yang diharapkan pada struktur
ekonomi Indonesia, oleh karena itu, pertumbuhan pada tahun 2014 diproyeksikan mencapai
titik terendah Rentang 5,8-6,2%.

Suku bunga 13-03-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Pemulihan global terutama didukung oleh perbaikan ekonomi di negara-negara maju, sejalan
dengan kelanjutan stimulus moneter seiring dengan mengatasi sejumlah kendala fiskal,
sementara ekonomi China belum pulih sebagai akibat dari kebijakan penyeimbangan kembali
yang sedang berlangsung. Keadaan seperti itu pada akhirnya akan memicu kenaikan harga
yang terbatas di antara komoditas internasional utama. Meskipun demikian, Bank Indonesia
akan terus memantau berbagai risiko dalam ekonomi global, terutama terkait dengan
kebijakan normalisasi yang akan diperkenalkan oleh the Fed, kemungkinan pemulihan yang
lebih lemah dari pada yang diproyeksikan semula karena adanya penurunan di China dan
juga kerentanan eksternal yang terjadi. mungkin muncul di sejumlah negara emerging market.

Suku bunga 08-04-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Pada bulan Maret 2014, rupiah ditutup pada level Rp 11.360 per dolar AS, menguat 2,19%
dibanding level pada akhir Februari 2014. Rata-rata nilai tukar rupiah pada bulan Maret 2014
adalah Rp 11.420 per dolar AS, dimana 4,38% lebih kuat dari rata-rata pada bulan
sebelumnya bulan Februari 2014 sebesar Rp 11.919 per dolar AS. Akibatnya, nilai tukar
rupiah menguat 7,13% hingga akhir Maret 2014 dibandingkan dengan tingkat yang
dilaporkan pada akhir tahun 2013, atau 2,85% dibandingkan dengan nilai rata-rata untuk
keseluruhan 2013.

Suku bunga 08-05-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Kebijakan ini sejalan dengan upaya mengarahkan laju inflasi menuju target koridor 4,5 ± 1%
di tahun 2014 dan 4,0 ± 1% di tahun 2015, sekaligus untuk mengurangi defisit transaksi
berjalan ke tingkat yang lebih berkelanjutan. Bank Indonesia menilai respon kebijakan Bank
Indonesia seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam menyeimbangkan kembali
perekonomian domestik pada kuartal pertama tahun 2014 dan bulan April lalu. Kondisi
tersebut tercermin dari tren penurunan tingkat inflasi yang terus berlanjut dan penyimpangan
defisit transaksi berjalan. Permintaan domestik terjaga dengan baik meski pertumbuhan
ekonomi melambat pada kuartal pertama, di bawah proyeksi, sebagai akibat kontraksi ekspor
riil, terutama komoditas hasil tambang.

Suku bunga 12-06-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Bank Indonesia menganggap proses penyeimbangan ekonomi yang sedang berlangsung akan
berjalan seperti yang diharapkan, meski ada beberapa risiko yang memerlukan kewaspadaan,
dan akan terus melakukan langkah antisipatif untuk memastikan target inflasi dapat tercapai
dan kinerja rekening koran dapat ditingkatkan.

Suku bunga 10-07-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Meski lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, pemulihan global bertahan, didukung oleh
kenaikan ekonomi di negara-negara maju seiring rangsangan moneter. Sementara itu, pasar
negara berkembang cenderung mendingin, terutama disebabkan oleh penyeimbangan
ekonomi di China. Sejujurnya, harga komoditas terus meluncur. Ke depan, beberapa risiko
ekonomi global akan dipantau, termasuk penurunan di China dan kebijakan normalisasi
Federal Reserve.
Suku bunga 14-08-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Perekonomian domestik tumbuh 5,15% (yoy) pada kuartal kedua tahun 2014, turun dari
5,22% (yoy) yang terjadi pada triwulan sebelumnya akibat melemahnya kinerja ekspor
komoditas berbasis sumber daya alam, seperti batubara, CPO dan mineral. . Kondisi tersebut
dibuktikan dengan kinerja ekonomi regional, dengan kondisi ekonomi yang tumpul pada
kuartal kedua yang berasal dari perkebunan dan tambang di pulau Sumatera dan Kalimantan.
Mengenai permintaan domestik, pelambatan ekonomi terutama disebabkan oleh kontraksi
dalam pengeluaran pemerintah karena penundaan pencairan bantuan sosial, ditambah dengan
aktivitas investasi non-konstruksi yang lamban. Meskipun demikian, konsumsi rumah tangga
yang mantap memperkuat pertumbuhan ekonomi pada triwulan II tahun 2014, dikreditkan
pada kegiatan yang terkait dengan pemilihan presiden serta daya beli masyarakat yang terjaga
sesuai dengan inflasi yang lebih rendah.

Suku bunga 11-09-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Meski mengalami pertumbuhan yang kuat, konsumsi rumah tangga mengikuti tren
penurunan. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan indeks penjualan ritel dan angka penjualan
kendaraan bermotor yang lebih lemah. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan akan
membaik pada kuartal ketiga dan keempat sejalan dengan kapasitas penyerapan anggaran
yang cenderung rendah karena penghematan anggaran. Investasi diperkirakan akan
meningkat namun tetap terbatas. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh terbatasnya pertumbuhan
ekspor seiring dengan lambannya negara berkembang. Sementara itu, pertumbuhan impor
terus melambat akibat permintaan domestik yang moderat. Secara keseluruhan, pertumbuhan
pada tahun 2014 diperkirakan akan tetap sesuai dengan proyeksi sebelumnya sebesar 5,1%
-5,5%, dengan kecenderungan ke arah yang lebih rendah.

Suku bunga 07-10-2014 sebesar 7,5% ( tetap )

Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya pengendalian inflasi terhadap target koridor 4,5 ±
1% di tahun 2014 dan 4,0 ± 1% di tahun 2015, serta untuk mengurangi defisit transaksi
berjalan ke tingkat yang lebih berkelanjutan. Meskipun stabilitas sistem makroekonomi dan
keuangan tetap tidak bersahabat, Bank Indonesia menjaga kewaspadaan atas beberapa risiko
yang muncul dari dalam dan luar negeri, seperti risiko penularan yang berasal dari
normalisasi kebijakan Federal Reserve serta kemungkinan penyesuaian harga

Suku bunga 18-11-2014 sebesar 7,75% ( naik )

Kenaikan BI Rate adalah anchor ekspektasi inflasi dan untuk memastikan bahwa tekanan
inflasi tetap terkendali dan sementara, setelah kenaikan harga BBM bersubsidi, dan inflasi
tersebut segera kembali ke koridor sasarannya sebesar 4 ± 1% pada tahun 2015. Keputusan
tersebut juga konsisten dengan kemajuan dalam mengelola giro defisit menuju tingkat yang
lebih berkelanjutan. Pelebaran koridor suku bunga untuk operasi moneter dimaksudkan untuk
mengelola likuiditas dan mendukung pendalaman pasar keuangan.

Suku bunga 11-12-2014 sebesar 7,75% ( naik )

Konsumsi diperkirakan akan melambat pada kuartal keempat, terutama karena konsumsi
pemerintah yang lemah sejalan dengan pemotongan anggaran dan penurunan konsumsi
rumah tangga akibat kenaikan inflasi. Konsumsi akan rebound pada kuartal pertama 2015
akibat meningkatnya konsumsi pemerintah sejalan dengan ruang fiskal yang lebih besar.
Kenaikan konsumsi akan merangsang aktivitas investasi, baik konstruksi maupun investasi
non konstruksi. Secara eksternal, meski terjadi lonjakan ekspor manufaktur, pertumbuhan
ekspor secara keseluruhan masih terbatas karena permintaan moderat di negara-negara
emerging market. Untuk tahun 2014 secara umum, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan ke
tingkat yang lebih rendah dari kisaran 5.1-5,5% namun diprakirakan rebound pada kuartal
pertama 2015, mencapai 5,4-5,8% pada tahun 2015.

2015

Suku bunga 15-01-2015 sebesar 7,75% ( tetap )

Penilaian keseluruhan kinerja ekonomi domestik pada tahun 2014 bersamaan dengan prospek
ekonomi untuk tahun 2015 dan 2016 menunjukkan bahwa kebijakan tersebut konsisten
dengan upaya pengendalian inflasi terhadap target koridor sebesar 4 ± 1% pada tahun 2015
dan 2016, serta mengelola giro defisit ke tingkat yang lebih berkelanjutan. Di tengah
sejumlah tantangan global dan domestik yang berat sepanjang tahun 2014, kinerja ekonomi
domestik di Indonesia relatif baik dengan stabilitas makroekonomi yang terjaga dan
penyeimbangan ekonomi yang berkelanjutan dalam arah yang lebih berkelanjutan sejalan
dengan fundamental ekonomi yang solid ditambah dengan kebijakan stabilisasi ekonomi dan
reformasi struktural yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dan Pemerintah.

Suku bunga 17-02-2015 sebesar 7,75% ( tetap )


Perekonomian AS diprakirakan tumbuh melampaui proyeksi sebelumnya. Sebaliknya,
ekonomi Jepang dan China diperkirakan akan melebar lebih lambat dari perkiraan
sebelumnya. Pemulihan berlarut-larut di Eropa diprediksi akan berlanjut, dibayangi oleh
berkurangnya kepercayaan konsumen dan ancaman deflasi. Kondisi tersebut mendorong
Bank Sentral Eropa (ECB) untuk merangsang ekonomi melalui penerapan Program
Pembelian Aset Diperluas (Expanded Asset Purchase Program / EAPP). Paket stimulus
moneter yang direncanakan diperkirakan akan memacu masuknya modal portofolio asing ke
negara-negara emerging market, termasuk di Indonesia, meski ada potensi ketidakpastian
pasar keuangan global dan volatilitas

Suku bunga 17-03-2015 sebesar 7,5% ( turun )

Keputusan ini sejalan dengan upaya terus-menerus menjaga inflasi dalam target 4 ± 1% untuk
2015 dan 2016, dan untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan menuju tingkat yang lebih
sehat pada 2,5-3% dari PDB dalam jangka menengah. Karena itu, Bank Indonesia juga
memperkuat langkah-langkah menjaga stabil rupiah. Campuran kebijakan Bank Indonesia
akan difokuskan pada upaya menjaga stabilitas makroekonomi, di tengah meningkatnya
ketidakpastian di pasar keuangan global. Dalam konteks ini, Bank Indonesia tetap memiliki
komitmen kuat untuk memperkuat campuran kebijakan moneter dan makroprudensial, serta
meningkatkan koordinasi dengan pemerintah untuk mengendalikan inflasi dan defisit
transaksi berjalan, sekaligus mendorong reformasi struktural yang cepat.

Suku bunga 14-04-2015 sebesar 7,5% ( tetap)

Keputusan ini sejalan dengan upaya terus-menerus menjaga inflasi dalam target 4 ± 1% untuk
2015 dan 2016, dan untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan menuju tingkat yang lebih
sehat pada 2,5-3% dari PDB dalam jangka menengah. Bank Indonesia akan tetap waspada
terhadap risiko domestik dan eksternal; sambil secara konsisten memperkuat campuran
kebijakan moneter dan makroprudensial, yang mencakup stabilisasi rupiah untuk menjaga
stabilitas sistem ekonomi makro dan keuangan. Selanjutnya, koordinasi dengan Pemerintah
juga akan diperkuat untuk mengendalikan inflasi dan defisit transaksi
Suku bunga 19-05-2015 sebesar 7,5% ( tetap )

Keputusan tersebut sejalan dengan kebijakan moneter yang cenderung ketat untuk menjaga
inflasi pada sasarannya sebesar 4 ± 1% pada tahun 2015 dan 2016 serta untuk mengelola
defisit transaksi berjalan sekitar 2,5-3% dari PDB dalam jangka menengah. Untuk menjaga
momentum pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia telah melonggarkan kebijakan
makroprudensial dengan merevisi peraturan LDR-RR, kebijakan LTV untuk pinjaman
hipotek serta uang muka pinjaman otomotif. Selanjutnya, Bank Indonesia juga akan terus
memperkuat koordinasi dengan Pemerintah tidak hanya dalam hal pengendalian inflasi dan
pengelolaan defisit transaksi berjalan, namun juga dengan mempercepat stimulus fiskal untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi.

Suku bunga 18-06-2015 sebesar 7,5% ( tetap )

dengan tetap mempertahankan Fasilitas Fasilitas Simpanan dan Suku Bunga Pinjaman
masing-masing sebesar 5,50% dan 8,00%. Keputusan tersebut sejalan dengan upaya
pengendalian inflasi di koridor sasaran 4 ± 1% pada tahun 2015 dan 2016 serta mengelola
defisit transaksi berjalan pada tingkat yang lebih sehat di kisaran 2,5-3,0% dari PDB dalam
jangka menengah. Campuran kebijakan BI tetap fokus untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dengan latar belakang ketidakpastian ekonomi global serta menjaga
momentum ekonomi dengan melonggarkan kebijakan makroprudensial

suku bunga 08-07-2015 sebesar 7,5% ( tetap )

Keputusan tersebut sejalan dengan upaya pengendalian inflasi di koridor sasaran sebesar 4 ±
1% pada tahun 2015 dan 2016. Campuran kebijakan Bank Indonesia secara konsisten
diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi, terlepas dari ketidakpastian global yang
meluas, serta melestarikan pertumbuhan melalui akomodatif makroprudensial. kebijakan.

Suku bunga 18-08-2015 sebesar 7,5% ( tetap )

Keputusan tersebut sejalan dengan upaya pengendalian inflasi di koridor sasaran 4 ± 1% pada
tahun 2015 dan 2016. Dalam jangka pendek, Bank Indonesia berfokus pada upaya untuk
menstabilkan Rupiah di tengah ketidakpastian ekonomi global, dengan mengoptimalkan
operasi moneter di pasar valuta asing dan valuta asing. Bank Indonesia senantiasa
memperkuat mix kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memastikan stabilitas
makroekonomi, khususnya stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan untuk mendukung
keberlanjutan ekonomi.

Suku bunga 17-09-2015 sebesar 7,5% ( tetap )

Konsumsi rumah tangga menunjukkan tanda-tanda perbaikan, yang mencerminkan lonjakan


penjualan sepeda motor. Investasi juga diperkirakan akan meningkat sejalan dengan investasi
pemerintah yang lebih besar karena lebih banyak proyek infrastruktur mulai dibangun, seperti
jalan tol, pembangkit listrik dan bendungan. Selanjutnya, penjualan semen yang lebih tinggi,
impor barang modal dan pertumbuhan kredit yang kuat semuanya menunjukkan adanya
peningkatan aktivitas investasi.

Suku bunga 15-09-2015 sebesar 7,5% ( tetap )

Bank Indonesia yakin bahwa inflasi 2015 akan berada di bawah koridor sasaran 4%,
sementara defisit transaksi berjalan diprediksi pada tingkat yang lebih sehat dari perkiraan
sebelumnya, yaitu sekitar 2% dari PDB pada akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi domestik
diperkirakan akan kembali pulih dari belanja modal pemerintah yang lebih besar kendati
aktivitas yang relatif lamban di sektor swasta. Bank Indonesia percaya bahwa tekanan
terhadap stabilitas makroekonomi telah mereda, membuat ruang untuk melonggarkan
kebijakan moneternya.
Suku bunga 17-11-2015 sebesar 7,5% ( tetap )

Pertumbuhan AS moderat sejalan dengan kenaikan manufaktur terbatas dan ekspor satu
minggu. Sebaliknya, sektor tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda perbaikan, dengan tingkat
pengangguran yang rendah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan pendapatan dan gaji
nonfarm. Akibatnya, kondisi tersebut menghidupkan kembali ekspektasi kenaikan FFR yang
akan terjadi di bulan Desember 2015. Pemulihan ekonomi Eropa dan Jepang masih dianggap
lemah, mendorong 2 negara untuk meredakan kebijakan moneter mereka.

Suku bunga 17-12-2015 sebesar 7,5% ( tetap )

Dewan Gubernur BI sepakat pada tanggal 17 Desember 2015 untuk mempertahankan BI Rate
pada level 7,50%, sambil mempertahankan suku bunga Fasilitas Simpanan sebesar 5,50% dan
suku bunga Fasilitas Pinjaman sebesar 8,00%. Bank Indonesia percaya bahwa ruang
pelonggaran moneter terbuka, didukung oleh stabilitas makroekonomi yang terjaga,
khususnya inflasi akhir 2015 yang diproyeksikan di bawah 3%, dan defisit transaksi berjalan,
diproyeksikan sekitar 2% dari PDB. Dalam jangka pendek, Bank Indonesia akan memantau
perkembangan pasar keuangan global pasca-Federal Funds Rate (FFR) serta kondisi ekonomi
domestik.

2016

Suku bunga 14-01-2016 sebesar 7,25% ( turun )

Keputusan tersebut sejalan dengan pernyataan sebelumnya Bank Indonesia bahwa ruang
pelonggaran moneter ada di balik stabilitas makroekonomi yang solid, dengan
mempertimbangkan ketidakpastian ketidakpastian pasca kenaikan FFR. Penurunan BI Rate
diharapkan dapat mendukung pelonggaran kebijakan macroprudensial sebelumnya dan
penurunan cadangan devisa dalam rupiah. Pelonggaran lebih lanjut akan dilakukan setelah
penilaian yang ketat terhadap ekonomi domestik dan global, sambil menjaga stabilitas sistem
makroekonomi dan keuangan. Bank Indonesia juga akan memperkuat koordinasi dengan
Pemerintah untuk mengendalikan inflasi, mengkatalisasi pertumbuhan dan mempercepat
reformasi struktural, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Suku bunga 18-02-2016 sebesar 7% ( turun )

Dewan Gubernur BI sepakat pada tanggal 17 dan 18 Februari 2016 untuk menurunkan BI
Rate 25 bps menjadi 7%, serta suku bunga Fasilitas Simpanan dan suku bunga Fasilitas
Pinjaman, masing-masing 5% dan 7,5%. Bank Indonesia juga sepakat untuk mengurangi
GWM rupiah sebesar 1%, dari 7,5% menjadi 6,5%, terhitung sejak 16 Maret 2016.

Suku bunga 17-03-2016 6,75% ( turun )

Langkah ini konsisten dengan ruang yang lebih besar untuk memudahkan kebijakan moneter
bersamaan dengan stabilitas makroekonomi yang solid, yang secara khusus ditunjukkan oleh
tekanan inflasi yang terus berlanjut pada 2016 dan 2017, sementara ketidakpastian di pasar
keuangan global menurun. Di tengah lambannya pertumbuhan ekonomi global, turunnya BI
Rate diperkirakan akan meningkatkan permintaan domestik untuk mendorong momentum
pertumbuhan ekonomi, sekaligus menjaga stabilitas makroekonomi. Dewan Gubernur akan
berhati-hati dalam menentukan pelonggaran moneter di masa mendatang, dengan
mempertimbangkan keseluruhan penilaian dan perkiraan stabilitas makroekonomi dan sistem
keuangan domestik, serta perkembangan ekonomi global. Untuk meningkatkan dampak
transmisi kebijakan, fokus masa depan pada jangka pendek adalah memperkuat kerangka
kerja operasional melalui struktur operasi moneter yang konsisten. Selanjutnya, Bank
Indonesia juga akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah untuk mengendalikan
inflasi, mendukung rangsangan pertumbuhan dan memastikan reformasi struktural tetap
berjalan, sehingga menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan terus berlanjut.

Suku bunga 21-04-2016 sebesar 6,75% ( tetap )

Pertumbuhan global telah direvisi turun dari proyeksi sebelumnya karena pemulihan lamban
di beberapa negara maju dikombinasikan dengan moderasi ekonomi di negara-negara
berkembang. Pemulihan di Eropa tetap lemah, dengan deflasi dilaporkan sejalan dengan
konsumen dan investor yang optimis, yang memaksa Bank Sentral Eropa (ECB) untuk
memperpanjang kebijakan moneter longgar, yang berpuncak pada tingkat kebijakan negatif.
Bank of Japan (BOJ) juga terus menerapkan tingkat kebijakan negatif seiring dengan
beberapa negara maju lainnya sebagai respons terhadap downshift ekonomi yang sedang
berlangsung yang diamati. Sikap kebijakan moneter longgar yang diterapkan di negara-
negara maju diperkirakan akan meningkatkan likuiditas global dan memacu arus masuk
modal asing ke negara-negara berkembang.

Suku bunga 19-05-2016 sebesar 6,75% ( tetap )

Bank Indonesia menganggap stabilitas makroekonomi terjaga dengan baik, tercermin dari
tingkat inflasi yang berada di kisaran target 4 ± 1%, defisit neraca berjalan yang membaik,
dan nilai tukar yang relatif stabil. Transmisi moneter melalui tingkat suku bunga membaik,
demikian juga persiapan untuk menerapkan reformulasi tingkat kebijakan. Asalkan stabilitas
makroekonomi terjaga dalam kondisi stabil, ruang pelonggaran moneter yang telah dibuka
bisa digunakan pada waktu sebelumnya. Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus
meningkatkan intensitas koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperkuat rangsangan pertumbuhan dan
mempercepat reformasi struktural, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan sambil mengendalikan inflasi.

Suku bunga 16-06-2016 sebesar 6,75% ( tetap )

Meskipun indikator konsumsi dan inflasi menunjukkan bahwa ekonomi AS dalam tren
membaik, perbaikan ekonomi AS masih belum terlalu kuat. Hal tersebut tercermin dari
investasi nonresidensial yang masih melambat, kondisi pasar tenaga kerja yang belum terlalu
kuat, dan ekspektasi inflasi ke depan yang semakin rendah. Kondisi ini diperkirakan akan
mendorong The Fed untuk tetap berhati-hati dalam melakukan penyesuaian suku bunga Fed
Fund Rate (FFR). Di sisi lain, pemulihan ekonomi Eropa berlangsung moderat dan dibayangi
risiko Brexit, yang berpotensi menambah tekanan di pasar keuangan global. Perekonomian
Jepang masih lemah, terlihat dari ekspor yang menurun, konsumsi yang stagnan, serta deflasi
yang meningkat. Kondisi tersebut mendorong berlanjutnya kebijakan moneter yang
akomodatif di negara-negara maju. Sementara itu, perbaikan ekonomi Tiongkok kembali
tertahan, yang tercermin dari melambatnya investasi, produksi dan konsumsi. Di pasar
komoditas, harga minyak dunia bergerak naik, meskipun ke depan diperkirakan masih berada
pada level yang relatif rendah mengingat masih tingginya pasokan di tengah permintaan yang
masih lemah. Harga beberapa komoditas ekspor Indonesia membaik, khususnya CPO.

Suku bunga 21-07-2016 sebesar 6,775% ( tetap )

Konsumsi rumah tangga diamati membaik, ditunjukkan oleh data penjualan ritel positif
selama mendekati Idul Fitri dan penjualan mobil yang lebih kuat. Selanjutnya, pertumbuhan
investasi, terutama investasi non-konstruksi, menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang
signifikan dengan latar belakang belanja modal pemerintah dan pengadaan. Dari sisi sektor
eksternal, ekspor tetap lemah meski beberapa komoditas menunjukkan tanda awal pemulihan.
Apalagi, pertumbuhan ekonomi pada periode mendatang diprakirakan terus mendapat
momentum seiring dengan kebijakan moneter dan macroprudensial yang longgar, ditambah
dengan stimulus fiskal dalam bentuk tagihan amnesti pajak bersama dengan pemerintah yang
cenderung membelanjakannya. Akibatnya, Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan
ekonomi 2016 di kisaran 5.0-5,4%.

Suku bunga 19-08-2016 sebesar 5,25% ( turun )

Meskipun membaik seiring dengan meningkatnya konsumsi dan perbaikan di sektor tenaga
kerja, ekonomi AS di Q2 tumbuh di bawah proyeksi karena data investasi yang lemah. Selain
itu, ekonomi AS tetap diliputi ketidakpastian, dengan kenaikan FFR diperkirakan hanya satu
kali pada 2016. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi moderat diprakirakan di Eropa,
dibayangi oleh Brexit. Pertumbuhan ekonomi moderat di China diperkirakan karena investasi
publik sejauh ini gagal menstimulasi sektor swasta yang terhutang yang memiliki kelebihan
kapasitas. Di sisi lain, di pasar komoditas, harga minyak dunia, sementara tetap rendah,
menunjukkan indikasi awal rebound. Meskipun demikian, harga beberapa komoditas ekspor
menonjol dari Indonesia mulai membaik, termasuk CPO, batu bara dan timah.

Suku bunga 22-09-2016 sebesar 5% ( turun )

Pertumbuhan AS untuk 2016 telah direvisi turun karena lemahnya data investasi. Sementara
itu, pemulihan AS yang tidak bersemangat, ditambah dengan ketidakpastian yang meluas
yang melanda ekonomi AS, telah mendorong the Fed mempertahankan Federal Funds Rate
(FFR), dengan harapan kenaikan hanya sekali di tahun 2016. Di sisi lain, aktivitas investasi
dan konsumsi yang lemah di Eropa telah merusak pertumbuhan ekonominya. China juga
mengalami moderasi ekonomi yang potensial karena investasi dan belanja pemerintah
melambat sementara konsumsi tetap lamban. Di pasar komoditas, harga minyak dunia turun
saat OPEC menaikkan produksi. Sebaliknya, harga beberapa komoditas ekspor Indonesia
terus mengalami rebound, terutama crude palm oil (CPO).

Suku bunga 20-10-2016 sebesar 4,75% ( turun )

Bank Indonesia meyakini pelonggaran moneter konsisten dengan stabilitas makroekonomi


yang terjaga, khususnya inflasi pada tahun 2016 yang diperkirakan akan mendekati koridor
sasaran, defisit neraca berjalan lebih baik dari perkiraan, surplus neraca perdagangan yang
lebih besar dan nilai tukar yang relatif stabil. Dengan latar belakang moderasi ekonomi
global, kebijakan moneter yang mereda diharapkan dapat mendukung upaya untuk
merangsang permintaan domestik, termasuk kredit, untuk mempertahankan momentum
pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk
memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan pelaksanaan
reformasi struktural, sedang dilakukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Suku bunga 17-11-2016 sebesar 4,75% ( tetap )

Kebijakan tersebut sejalan dengan kehati-hatian Bank Indonesia dalam menanggapi pasar
keuangan global yang semakin tidak menentu setelah pemilihan AS melawan latar belakang
makroekonomi domestik yang stabil, tercermin dari rendahnya inflasi dan defisit neraca
berjalan yang lebih sempit. Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus menstabilkan nilai tukar
rupiah seiring dengan nilai fundamental Rupiah sambil tetap menjaga mekanisme pasar. Bank
Indonesia menganggap kebijakan moneter dan makroprudensial yang ada mereda cukup
untuk melestarikan momentum pertumbuhan ekonomi nasional.

Suku bunga 15-12-2016 sebesar 4,75% ( tetap )

Kebijakan tersebut sejalan dengan upaya optimalisasi pemulihan ekonomi domestik sambil
menjaga stabilitas makroekonomi, dengan latar belakang pasar keuangan global yang tidak
menentu. Bank Indonesia percaya bahwa pelonggaran kebijakan moneter dan makropriasi
sebelumnya akan terus mendorong momentum pertumbuhan domestik. Ke depan, bank
Indonesia tetap waspada terhadap beberapa risiko, termasuk yang berasal dari ketidakpastian
ekonomi global, terutama yang berkaitan dengan kebijakan AS dan China, serta risiko
domestik terkait dengan inflasi administered prices. Bank Indonesia akan mengoptimalkan
bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran untuk menjaga
keseimbangan antara stabilitas sistem ekonomi makro dan keuangan dengan pemulihan
ekonomi yang sedang berlangsung. Bank Indonesia juga akan memperkuat koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah untuk mengelola likuiditas, menjaga inflasi rendah dan stabil,
mendorong rangsangan pertumbuhan dan memastikan keberhasilan reformasi struktural yang
berkelanjutan, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
2017

Suku bunga 19-01-2017 sebesar 4,75% ( tetap )

Setelah mencatat kinerja yang relatif baik selama tahun 2016, prospek perekonomian nasional
ke depan diperkirakan tetap membaik, dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan
stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap terjaga. Bank Indonesia tetap
mewaspadai sejumlah risiko di 2017, baik yang bersumber dari global, terutama terkait arah
kebijakan AS dan Tiongkok serta kenaikan harga minyak dunia, selain itu ada poin” yang
menyebabkan suku bunga mengalami stagnan yaitu :

1. Perekonomian dunia diperkirakan membaik didukung oleh ekonomi AS dan Tiongkok

Tingkat pengangguran AS berada pada level rendah dengan inflasi yang


mengarah ke target jangka panjangnya. Sementara itu, perekonomian Tiongkok
mengalami pertumbuhan membaik, tercermin pada peningkatan penjualan eceran dan
investasi swasta. Di pasar komoditas, harga minyak dunia diperkirakan dalam tren
meningkat. Demikian pula, harga komoditas ekspor Indonesia membaik ditopang oleh
kenaikan harga batubara dan beberapa jenis logam khususnya tembaga dan timah.
Kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing

2. Perekonomian Indonesia pada Triwulan IV 2016 masih sejalan dengan perkiraan

Di tengah realisasi belanja pemerintah yang lebih rendah dari perkiraan


sebelumnya, pertumbuhan konsumsi dan investasi tetap kuat. Di sisi eksternal, ekspor
meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi negara-negara mitra dagang dan
meningkatnya harga komoditas global. Perbaikan ekspor tersebut diperkirakan akan
berlanjut tidak hanya ditopang oleh ekspor komoditas tetapi juga produk manufaktur
yang prospeknya terus membaik. Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan
tahun 2016, perekonomian nasional diperkirakan tumbuh sekitar 5%.

3. Setelah mengalami tekanan pasca pengumuman Pemilu Presiden AS, nilai tukar
rupiah menguat di bulan Desember seiring dengan aliran modal yang kembali masuk.

Rupiah terapresiasi 0,59% (mtm) menjadi Rp 13.473 per dolar AS. Penguatan
tersebut sejalan dengan peningkatan aliran dana masuk terutama di Surat Utang
Negara (SUN). Sementara itu, outflow yang terjadi di pasar saham berkurang setelah
kenaikan FFR dan bahkan mendorong inflow di akhir Desember 2016.

Selanjutnya, Bank Indonesia akan terus melakukan penguatan koordinasi dengan Pemerintah
dengan fokus pada pengendalian inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan reformasi
struktural untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Suku bunga 16-02-2017 sebesar 4,75% (tetap)

Sejalan dengan membaiknya perekonomian global, pertumbuhan ekonomi Indonesia


diperkirakan membaik dengan stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan yang tetap
terjaga. Meskipun demikian, Bank Indonesia tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang
bersumber dari global terutama terkait arah kebijakan AS dan risiko geopolitik di Eropa.

Perekonomian dunia membaik, terutama didukung oleh AS dan Tiongkok, diikuti


dengan harga komoditas global yang terus meningkat. Perbaikan ekonomi AS diperkirakan
terus berlanjut didukung oleh konsumsi dan investasi yang meningkat. Perekonomian
Tiongkok diperkirakan tetap tumbuh cukup kuat sejalan dengan proses rebalancing ekonomi
yang berlangsung secara gradual. Sementara itu, harga komoditas dunia, termasuk harga
minyak dan komoditas ekspor Indonesia, menunjukkan peningkatan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 meningkat didukung oleh masih kuatnya
konsumsi rumah tangga, serta perbaikan ekspor dan kinerja investasi. Perekonomian tercatat
tumbuh sebesar 5,02%. Konsumsi rumah tangga tumbuh cukup kuat didukung oleh
terjaganya daya beli seiring dengan inflasi yang terkendali. Kinerja ekspor menunjukkan
perbaikan ditopang meningkatnya volume perdagangan dunia serta harga beberapa komoditas
seperti batubara dan minyak sawit. Perbaikan kinerja investasi terutama didorong oleh
pertumbuhan investasi nonbangunan dalam bentuk kendaraan dan peralatan lainnya,
sementara investasi bangunan melambat sejalan dengan lebih rendahnya ekspansi fiskal. Dari
sisi spasial, pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Jawa mengalami peningkatan, sementara
Kawasan Timur Indonesia (KTI) melambat. Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2017
diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4%. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh konsumsi
swasta yang masih tumbuh kuat, peningkatan konsumsi pemerintah serta perbaikan investasi
baik swasta maupun pemerintah. Pertumbuhan ekspor diperkirakan juga mengalami
peningkatan, yang diiringi dengan impor sejalan dengan kenaikan permintaan domestik.

Suku bunga 16-03-2017 sebesar 4,75% ( tetap )

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas


makroekonomi dan sistem keuangan di tengah semakin meningkatnya ketidakpastian global.
Bank Indonesia tetap mewaspadai dan mencermati sejumlah risiko dalam jangka pendek ke
depan, baik yang bersumber dari global maupun domestik. Risiko yang berasal dari global
antara lain terkait kenaikan inflasi global, arah kebijakan ekonomi dan perdagangan AS, dan
dampak lanjutan kenaikan Fed Fund Rate (FFR), serta risiko geopolitik di Eropa. Selain itu
ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan terus membaik

Perekonomian global tetap tumbuh terutama didukung oleh perbaikan


ekonomi AS dan negara-negara emerging serta harga komoditas yang meningkat.
Ekonomi AS terus tumbuh didorong oleh konsumsi dan investasi, diikuti dengan
ketenagakerjaan dan pendapatan yang membaik. Selain itu, harga komoditas dunia
termasuk harga minyak dan komoditas ekspor Indonesia tetap meningkat.

2. Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya


diperkirakan tumbuh relatif tetap kuat didorong oleh investasi yang meningkat,
konsumsi yang masih tinggi dan kinerja ekspor yang membaik

Investasi nonbangunan diperkirakan akan terus membaik tercermin dari


berlanjutnya penjualan alat berat yang meningkat, serta penjualan semen yang mulai
tumbuh positif. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap tinggi
sebagaimana terindikasi dari penjualan ritel yang tumbuh stabil dan ekspektasi
konsumen yang positif. Sementara itu, kontribusi Pemerintah terhadap konsumsi dan
investasi cenderung membaik. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor juga diperkirakan
tetap meningkat seiring dengan kenaikan harga komoditas. Dengan perkembangan
tersebut, untuk keseluruhan tahun 2017, perekonomian Indonesia diperkirakan dapat
tumbuh pada kisaran 5,0-5,4%

3. Nilai tukar rupiah tetap menguat pada Februari 2017 sejalan dengan stabilitas
makroekonomi yang tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian keuangan
global.

Secara rata-rata, rupiah mengalami apresiasi sebesar 0,17% (mtm) menjadi


Rp13.338 per dolar AS. Penguatan rupiah didukung oleh berlanjutnya penjualan
valuta asing oleh korporasi eksportir sejalan dengan kinerja ekspor yang membaik,
dan aliran modal masuk ke pasar keuangan Indonesia terutama dalam rangka
pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sejalan dengan persepsi positif investor
terhadap terjaganya kondisi perekonomian domestik.

Suku bunga 20-04-2017 sebesar 4,75% ( tetap )

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas


makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendorong berlanjutnya proses pemulihan
perekonomian domestik. .Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Prospek pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan terus membaik


Prospek ekonomi dunia yang meningkat antara lain ditopang oleh ekonomi
AS yang terus menguat disertai dengan membaiknya ekonomi Eropa dan
Tiongkok. Pertumbuhan ekonomi AS semakin solid didukung oleh konsumsi
sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan yang positif dan investasi yang membaik
terutama di sektor energi seiring dengan kenaikan harga minyak. Perekonomian
Eropa berpotensi meningkat ditopang perbaikan konsumsi dan ekspor.
Perekonomian Tiongkok diperkirakan tetap kuat didukung oleh konsumsi dan
investasi, khususnya infrastruktur.

2. Nilai tukar rupiah bergerak menguat pada Maret 2017 ditopang stabilitas
makroekonomi yang terjaga dan persepsi positif terhadap prospek perekonomian
Indonesia serta risiko global yang berkurang.

Selama triwulan I 2017, rupiah mengalami apresiasi sebesar 1,09% (ytd)


menjadi Rp13.326 per dolar AS. Penguatan rupiah didukung oleh aliran modal
asing yang terus meningkat sejalan dengan prospek investasi pada aset domestik
yang menarik bagi investor asing serta membaiknya faktor global. Aliran dana
asing yang masuk tersebut terutama dalam bentuk pembelian saham dan Surat
Utang Negara.

3. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan Maret 2017 mencatat deflasi seiring
dengan pasokan bahan makanan yang meningkat.

IHK mengalami deflasi sebesar 0,02% (mtm), menurun dari inflasi sebesar
0,23% (mtm) pada bulan sebelumnya. Deflasi IHK terutama disumbang oleh
komponen bahan makanan bergejolak (volatile food) seiring dengan melimpahnya
pasokan terkait panen beberapa komoditas pangan. Selain itu, terkendalinya harga
didukung oleh inflasi inti yang tercatat sebesar 0,10% (mtm), lebih rendah dari
bulan sebelumnya sebesar 0,37% (mtm). Inflasi administered prices menurun
terutama akibat deflasi tarif angkutan udara yang dapat mengurangi dampak
kenaikan tarif listrik. Ke depan, untuk menjaga sasaran inflasi 4±1% dapat
tercapai, koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam
pengendalian inflasi perlu terus diperkuat terutama dalam menghadapi sejumlah
risiko terkait penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan
reformasi subsidi energi oleh Pemerintah, dan risiko kenaikan harga volatile food
menjelang bulan puasa.

Suku bunga 15-05-2017 sebesar 4,75% ( tetap )

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas


makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendorong berlanjutnya proses pemulihan
perekonomian domestik. .Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan membaik


Peningkatan prospek ekonomi dunia ditopang oleh meningkatnya
pertumbuhan ekonomi di AS, Tiongkok, Eropa dan Jepang. Perekonomian di AS
didukung oleh konsumsi yang solid serta peningkatan investasi nonresidensial. Di
Tiongkok, perekonomian tumbuh lebih baik dengan meningkatnya kegiatan
investasi swasta dan perbaikan ekspor. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi didorong
oleh meningkatnya kinerja sektor manufaktur sejalan dengan perbaikan konsumsi
dan ekspor, serta telah menurunnya risiko geopolitik pasca Pemilihan Presiden di
Perancis. Di Jepang, kenaikan permintaan domestik dan ekspor telah mendorong
perbaikan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. Sejalan dengan perbaikan
pertumbuhan ekonomi dunia tersebut, volume perdagangan dunia dan harga
komoditas non migas mengalami peningkatan

2. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2017 membaik

Pertumbuhan pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 5,01% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,94 % (yoy) dan triwulan yang sama
tahun sebelumnya sebesar 4,92% (yoy). Pertumbuhan yang tinggi tercatat pada
ekspor dan belanja pemerintah. Perbaikan kinerja ekspor terutama dipengaruhi
oleh membaiknya harga komoditas global, seperti batubara dan karet, serta
meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Belanja barang dan modal
pemerintah dapat memperbaiki kinerja investasi terutama investasi bangunan
sejalan dengan berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah
.
3. Nilai tukar rupiah bergerak menguat sepanjang triwulan I 2017 dan relatif stabil
pada April 2017.

Pada triwulan I 2017 nilai tukar rupiah, secara point to point (ptp), menguat
sebesar 1,1% ke level Rp13.326 per dolar AS. Sepanjang April 2017, rupiah relatif
stabil dan ditutup pada level Rp13.329 per dolar AS. Penguatan rupiah didukung
oleh masih berlanjutnya aliran masuk modal asing sejalan dengan perbaikan
outlook sovereign rating, data makroekonomi yang positif, dan sentimen positif
terhadap prospek ekonomi Indonesia

Suku bunga 15-06-2017 sebesar 4,75% ( tetap )

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas


makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendorong berlanjutnya proses pemulihan
perekonomian domestik. .Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi dunia membaik sesuai perkiraan, namun beberapa risiko


tetap perlu dicermati. Prospek ekonomi dunia membaik sejalan dengan
perkembangan ekonomi AS, Tiongkok, Eropa, dan Jepang.
Perbaikan perekonomian AS ditopang terutama oleh konsumsi dan investasi
yang menguat serta indikator ketenagakerjaan yang membaik. Di Tiongkok,
ekspansi perekonomian terutama ditopang oleh pertumbuhan investasi pemerintah
dan swasta. Di Eropa dan Jepang, pertumbuhan ekonomi membaik didukung oleh
meningkatnya kinerja ekspor dan permintaan domestik. Sejalan dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia, volume perdagangan dunia juga
meningkat. Sementara itu, harga komoditas global diperkirakan masih tetap tinggi,
namun ke depan berpotensi bias ke bawah terkait pasokan yang berlebih di tengah
permintaan yang terbatas. Bank Indonesia memandang bahwa kenaikan FFR
tanggal 14 Juni 2017 telah diantisipasi sehingga pasar keuangan Indonesia tetap
kondusif didukung oleh persepsi positif terhadap pengelolaan makroekonomi dan
kondisi fundamental Indonesia

2. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2017 diperkirakan membaik


didukung oleh tumbuhnya ekspor, meningkatnya investasi, dan tetap kuatnya
konsumsi Rumah Tangga (RT)

Ekspor tumbuh cukup baik sejalan dengan berlanjutnya perbaikan ekonomi


global dan kenaikan harga beberapa komoditas global. Investasi mengalami
peningkatan didorong oleh investasi bangunan, baik terkait proyek infrastruktur
pemerintah maupun sektor properti swasta, serta perbaikan investasi nonbangunan
pada aktivitas sektor berbasis komoditas dan konstruksi. Sementara itu, konsumsi
RT diperkirakan tetap kuat didorong oleh penyaluran Tunjangan Hari Raya
(THR).

3. Nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil dan cenderung menguat, seiring dengan
berlanjutnya aliran masuk modal asing pada Mei 2017.

Pergerakan rupiah relatif stabil tercermin dari volatilitas rupiah yang rendah.
Stabilitas nilai tukar rupiah didukung oleh besarnya aliran masuk modal asing dan
semakin dalamnya pasar keuangan Indonesia. Ke depan, aliran masuk modal asing
baik dalam bentuk FDI maupun investasi portofolio diperkirakan akan berlanjut
seiring dengan kebijakan reformasi struktural pemerintah dan keyakinan investor
terhadap prospek perekonomian Indonesia. Bank Indonesia akan tetap melakukan
langkah-langkah stabilisasi untuk mendorong nilai tukar yang sesuai nilai
fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.

Suku bunga 20-07-2017 sebesar 4,75% ( tetap )


Keputusan tersebut konsisten dengan upaya Bank Indonesia menjaga stabilitas
makroekonomi dan sistem keuangan dengan tetap mendorong berlanjutnya proses pemulihan
perekonomian domestik. .Selain itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi dunia terus membaik sesuai perkiraan dengan beberapa


risiko yang tetap perlu dicermati.

Pertumbuhan konsumsi berpotensi lebih rendah sebagaimana tercermin pada


perlambatan pertumbuhan penjualan ritel. Kinerja ekspor tetap tumbuh meskipun
lebih rendah dari perkiraan semula, terutama dipengaruhi oleh perlambatan
pertumbuhan volume ekspor produk primer dan manufaktur. Sebaliknya, investasi
tumbuh lebih baik terutama nonbangunan ditopang investasi terkait sumber daya
alam, di tengah investasi bangunan yang masih cukup baik terkait dengan proyek
infrastruktur Pemerintah dan sektor konstruksi swasta. Ke depan, pertumbuhan
ekonomi diperkirakan akan membaik ditopang oleh peningkatan kinerja ekspor
dan investasi. Dengan perbaikan pada paruh kedua 2017, Bank Indonesia
memperkirakan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan 2017 masih dalam
kisaran 5,0-5,4%.

2. Neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus pada triwulan II 2017.

Surplus tercatat sebesar 3,5 miliar dolar AS, terutama disumbang oleh
besarnya surplus pada neraca perdagangan nonmigas. Ekspor nonmigas tumbuh
6,8% (yoy) khususnya karena peningkatan harga komoditas primer, sementara
impor non migas tumbuh 4,9% (yoy) khususnya impor barang konsumsi.
Didukung oleh masih kuatnya kepercayaan investor, aliran masuk modal asing ke
pasar keuangan Indonesia pada triwulan II 2017 tercatat 4,3 miliar dolar AS
sehingga akumulasi sampai dengan Juni 2017 mencapai 9,6 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa pada akhir triwulan II 2017 tercatat 123,1 miliar dolar AS,
meningkat dari posisi akhir triwulan I 2017 sebesar 121,8 miliar dolar AS. Jumlah
cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor atau 8,5 bulan
impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, berada di atas standar
kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

3. Pergerakan nilai tukar rupiah cukup stabil dan cenderung menguat.

Nilai tukar rupiah, secara rata-rata bulanan, tercatat menguat sebesar 0,17% ke
level Rp13.298 per dolar AS. Penguatan tersebut ditopang oleh berlanjutnya
penjualan valas oleh korporasi dan aliran masuk modal asing yang cukup besar ke
pasar keuangan domestik, serta sejalan dengan penguatan mata uang regional.
Volatilitas nilai tukar terjaga rendah disertai dengan meningkatnya efisiensi di
pasar valas. Hal ini sejalan dengan berbagai langkah pendalaman pasar valas
sebagaimana tercermin dari semakin besarnya volume transaksi valas harian,
termasuk transaksi derivatif.
Suku bunga 22-08-2017 sebesar 2,50% ( menurun )

Penurunan suku bunga acuan ini akan diikuti dengan penurunan suku bunga
instrumen moneter lainnya. Kebijakan penurunan suku bunga tersebut konsisten dengan
adanya ruang pelonggaran kebijakan moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan
inflasi tahun 2017 dan 2018 di dalam kisaran sasaran yang ditetapkan, serta terkendalinya
defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman. Risiko eksternal terkait dengan rencana
kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral AS mereda sehingga
perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri Indonesia tetap menarik. Penurunan suku bunga
kebijakan diharapkan dapat memperkuat intermediasi perbankan sehingga memperkokoh
stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Selain
itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Ekspansi perekonomian dunia terus berlanjut disertai dengan terjadinya


pergeseran sumber-sumber pertumbuhan.

Di satu sisi, perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh lebih baik ditopang


oleh konsumsi yang solid dan ekspor yang meningkat. Di Eropa, pertumbuhan
ekonomi juga diperkirakan lebih baik seiring dengan peningkatan aktivitas
konsumsi dan kinerja ekspor yang meningkat. Di sisi lain, perekonomian AS
diperkirakan tumbuh lebih rendah sejalan dengan konsumsi yang melemah dan
investasi yang tertahan oleh prospek penurunan harga minyak. Perkembangan
ekonomi global tersebut berpotensi mendorong peningkatan volume perdagangan
dunia dan masih tetap tingginya harga komoditas global. Sementara itu, kenaikan
FFR diperkirakan akan terjadi satu kali pada akhir tahun 2017 dan normalisasi
neraca bank sentral AS diperkirakan akan diumumkan pada September 2017.

2. Rupiah bergerak cukup stabil ditopang oleh tetap tingginya kepercayaan terhadap
stabilitas makroekonomi Indonesia. Secara rata-rata, rupiah menguat sebesar
0,30% menjadi Rp13.309 per dolar AS pada triwulan II 2017.

Stabilnya nilai tukar rupiah ditopang oleh aliran dana masuk yang tetap kuat
seiring dengan prospek imbal hasil yang positif dan diikuti oleh tetap tingginya
pasokan valas korporasi di pasar valas domestik. Nilai tukar rupiah ke depan
diperkirakan tetap stabil didukung oleh keseimbangan neraca pembayaran yang
terjaga dan pasar valas domestik yang semakin dalam. Bank Indonesia akan terus
melanjutkan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya
dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.
3. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) menunjukkan surplus dengan defisit
transaksi berjalan yang terjaga dan dapat dibiayai oleh surplus neraca modal dan
keuangan yang besar.

Pada triwulan II 2017, NPI mencatat surplus 0,7 miliar dolar AS ditopang oleh
surplus transaksi modal dan keuangan sebesar 5,9 miliar dolar AS melebihi defisit
neraca transaksi berjalan sebesar 5,0 miliar dolar AS (1,96% PDB). Posisi
cadangan devisa pada akhir Juli 2017 sebesar 127,8 miliar dolar AS atau cukup
untuk membiayai 9,0 bulan impor atau 8,7 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional
sekitar 3 bulan impor. Ke depan, kinerja NPI diperkirakan akan tetap mencatat
surplus untuk keseluruhan tahun 2017 dan tahun 2018. Defisit transaksi berjalan
diperkirakan akan tetap terjaga dalam batas aman di bawah 3% PDB, yaitu di
kisaran 1,5-2,0% PDB pada tahun 2017 dan di kisaran 2,0-2,5% PDB pada tahun
2018.

Suku bunga 22-09-2017 sebesar 4,25% ( menurun )

Penurunan suku bunga acuan ini masih konsisten dengan realisasi dan
perkiraan inflasi 2017 yang rendah serta prakiraan inflasi 2018 dan 2019 yang akan berada di
bawah titik tengah kisaran sasaran yang ditetapkan dan defisit transaksi berjalan yang
terkendali dalam batas yang aman. Risiko eksternal terutama yang terkait dengan rencana
kebijakan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral AS juga telah
diperhitungkan. Penurunan suku bunga kebijakan ini diharapkan dapat mendukung perbaikan
intermediasi perbankan dan pemulihan ekonomi domestik yang sedang berlangsung. Selain
itu ada poin-poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Prospek perekonomian global diperkirakan semakin membaik terutama di negara


maju.

Pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan lebih tinggi sejalan dengan perbaikan


permintaan domestik. Demikian pula, pertumbuhan ekonomi di Eropa membaik
seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan penurunan ketidakpastian
sektor keuangan. Di negara berkembang, perekonomian Tiongkok diperkirakan
tumbuh lebih baik didukung oleh konsumsi yang kuat dan penyaluran kredit yang
meningkat. Peningkatan pertumbuhan di Tiongkok diperkirakan dapat
mengkompensasi penurunan pertumbuhan di India. Di pasar komoditas, harga
minyak relatif stabil dan harga komoditas ekspor Indonesia relatif tetap tinggi,
terutama batubara dan tembaga. Relatif membaiknya pertumbuhan ekonomi
global dan tetap tingginya harga komoditas dunia berdampak positif terhadap
kinerja ekspor Indonesia.

2. Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus.


Surplus tersebut didukung oleh peningkatan surplus neraca perdagangan
nonmigas yang melampaui peningkatan defisit neraca perdagangan migas. Secara
kumulatif Januari-Agustus 2017, surplus neraca perdagangan tercatat 9,11 miliar
dolar AS, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 5,13 miliar dolar AS. Sementara itu, aliran masuk modal asing ke pasar
keuangan Indonesia telah mencapai 9,17 miliar dolar AS sampai dengan Agustus
2017. Perbaikan sektor eksternal tersebut ikut memberikan kontribusi pada
kenaikan cadangan devisa sehingga pada akhir Agustus 2017 mencapai 128,8
miliar dolar AS atau cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan
impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar
kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

3. Rupiah bergerak stabil dan cenderung terapresiasi.

Selama Agustus 2017, secara rata-rata rupiah menguat sebesar 0,02% menjadi
Rp13.343 per dolar AS. Penguatan tersebut dipengaruhi oleh pelemahan dolar AS
dan aliran masuk dana asing yang menyebabkan kondisi net supply di pasar valas.
Pelemahan dolar AS dipengaruhi oleh pernyataan dovish dari The Fed dan ECB,
serta kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi AS. Sementara itu, aliran
masuk dana asing didukung oleh prospek imbal hasil yang tetap positif.

Suku bunga 19-10-12017 sebesar 4,25% ( tetap )

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan


stabilitas sistem keuangan, serta mendorong laju pemulihan ekonomi dengan tetap
mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik. Selain itu ada poin-
poin yang mempengaruhi, yaitu :

1. Perbaikan ekonomi dunia terus berlanjut dengan kecenderungan lebih tinggi


terutama didorong oleh perbaikan pertumbuhan ekonomi Eropa dan Tiongkok.

Di Eropa, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih tinggi seiring perbaikan


kinerja ekspor, peningkatan investasi, serta perkembangan sektor keuangan yang
semakin kondusif. Sementara itu, perekonomian Tiongkok diperkirakan lebih
tinggi dari proyeksi sebelumnya sejalan peningkatan kinerja perdagangan
internasional dan kegiatan konsumsi swasta yang tetap kuat. Perekonomian AS
diperkirakan tetap tumbuh sesuai proyeksi didukung oleh aktivitas konsumsi dan
produksi yang solid. Perekonomian India diperkirakan tumbuh sesuai revisi
proyeksi ke bawah akibat dampak negatif demonetisasi dan penerapan pajak GST.
Sejalan dengan prospek perekonomian global yang membaik, volume
perdagangan dunia dan pertumbuhan harga komoditas non-migas diperkirakan
lebih tinggi dari asumsi semula. Ke depan, sejumlah risiko global tetap perlu
diwaspadai, antara lain kenaikan FFR pada Desember 2017, dampak normalisasi
neraca bank sentral AS yang mulai dilaksanakan pada akhir Oktober 2017, serta
transisi kepemimpinan bank sentral AS. Selain itu, terdapat risiko geopolitik yang
berasal dari Spanyol dan proses transisi kepemimpinan di beberapa negara Eropa.
Di Asia, terdapat risiko geopolitik yang berasal dari semenanjung Korea.

2. Perekonomian Indonesia pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh lebih baik
dari triwulan sebelumnya.

Perkiraan perbaikan ekonomi didukung oleh ekspansi fiskal dan pelonggaran


kebijakan moneter. Konsumsi pada triwulan III diperkirakan tumbuh ditopang
oleh penyaluran gaji ke-13 PNS dan penyaluran bantuan sosial serta realisasi
belanja barang Pemerintah yang tinggi. Perbaikan investasi diperkirakan terus
berlanjut didukung investasi bangunan yang tumbuh cukup tinggi dan investasi
nonbangunan yang membaik sebagaimana tercermin antara lain pada
meningkatnya penjualan alat-alat berat untuk sektor pertambangan dan
perkebunan serta meningkatnya impor mesin-mesin dan perlengkapan untuk
keperluan industri pengolahan

3. Inflasi terjaga pada level yang rendah seiring dengan inflasi inti yang terkendali
dan inflasi volatile foods yang cukup rendah.

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2017 tercatat 0,13% (mtm)
atau 3,72% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi September
tiga tahun terakhir sebesar 0,15% (mtm). Terkendalinya inflasi terutama
disumbang oleh tren menurun inflasi inti seiring terjangkarnya ekspektasi inflasi,
rendahnya harga impor dan terbatasnya konsumsi. Inflasi volatile foods juga
tercatat cukup rendah, didukung harga global yang menurun, perbaikan sisi
pasokan, dan dampak positif berbagai kebijakan pemerintah. Ke depan, Bank
Indonesia akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah Pusat
dan Daerah dalam rangka pengendalian inflasi agar tetap berada dalam kisaran
sasaran, yaitu sebesar 4,0±1% tahun 2017 serta 3,5±1% tahun 2018 dan 2019.

Suku bunga 16-11-2017 sebesar 4,25% ( tetap )

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan


stabilitas sistem keuangan, serta mendorong laju pemulihan ekonomi dengan tetap
mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik. Selain itu ada poin-
poin yang mempengaruhi, yaitu

1. Ekspansi perekonomian dunia terus berlanjut.

Perekonomian dunia diperkirakan meningkat sebesar 3,6% pada 2017 dan


2018 seiring dengan pertumbuhan ekonomi Tiongkok, Jepang dan Eropa yang
lebih tinggi dari perkiraan, serta perekonomian AS yang tetap kuat. Pertumbuhan
ekonomi Tiongkok diperkirakan lebih baik didukung oleh ekspor dan permintaan
domestik yang masih tinggi dan meningkatnya keyakinan konsumen.
Pertumbuhan ekonomi Jepang juga diproyeksikan lebih tinggi dari perkiraan
semula seiring berlanjutnya pemulihan ekspor. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi
diproyeksikan lebih tinggi dari perkiraan ditopang perbaikan ekspor seiring
dengan membaiknya perdagangan global dan pulihnya permintaan domestik.

2. Rupiah melemah pada Oktober 2017 dipengaruhi faktor eksternal.

Secara rata-rata harian, selama Oktober Rupiah melemah 1,63% menjadi


Rp13.528 per dolar AS. Pelemahan Rupiah tersebut sejalan dengan pergerakan
nilai tukar hampir seluruh mata uang dunia yang juga mengalami pelemahan
terhadap dolar AS. Dolar AS menguat secara global sebagai dampak dari respon
pasar keuangan terhadap dinamika proses pencalonan pimpinan Bank Sentral,
normalisasi kebijakan moneter, meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga,
serta rencana reformasi pajak di AS. Bank Indonesia tetap melakukan langkah-
langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga
bekerjanya mekanisme pasar.

3. Inflasi tetap terjaga pada level yang rendah.

Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Oktober 2017 tercatat 0,01% (mtm)
atau 3,58% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi Oktober tiga
tahun terakhir sebesar 0,18% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi
hingga bulan Oktober mencapai 2,67% (ytd). Terkendalinya inflasi terutama
disumbang oleh tren menurun inflasi inti seiring terjangkarnya ekspektasi inflasi,
rendahnya harga impor dan terbatasnya permintaan domestik. Inflasi volatile
food juga tercatat rendah, didukung perbaikan sisi pasokan dan dampak positif
berbagai kebijakan Pemerintah

Suku bunga 14-12-2017 sebesar 4,25% ( tetap )

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan


stabilitas sistem keuangan, serta mendorong laju pemulihan ekonomi dengan tetap
mempertimbangkan dinamika perekonomian global maupun domestik. Selain itu ada poin-
poin yang mempengaruhi, yaitu

1. Pemulihan ekonomi global terus berlanjut secara lebih merata diikuti dengan tetap
tingginya harga komoditas.

Pertumbuhan ekonomi global 2017 diperkirakan lebih kuat dibandingkan 2016


dengan sumber pertumbuhan yang lebih merata, baik dari negara maju maupun
negara berkembang. Pertumbuhan PDB AS membaik ditopang investasi yang
meningkat dan konsumsi yang stabil. Sejalan dengan AS, ekonomi Eropa pulih
cukup solid ditopang konsumsi dan ekspor. Perekonomian Tiongkok juga
membaik didukung konsumsi dan ekspor di tengah kebijakan rebalancing yang
ditempuh secara gradual. Perkembangan ini selanjutnya mendorong volume
perdagangan dunia dan harga komoditas global, termasuk minyak, yang lebih
tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

2. Pemulihan ekonomi Indonesia berlangsung gradual dan belum merata.

Pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan sekitar 5,10% (yoy), dibandingkan


5,02% (yoy) pada 2016. Pertumbuhan ekonomi didukung oleh peningkatan ekspor
komoditas yang selanjutnya mendorong peningkatan investasi nonbangunan,
khususnya pada korporasi yang berbasis komoditas. Stimulus fiskal oleh
pemerintah terkait pembangunan proyek infrastruktur juga mendorong investasi
bangunan.

3. Rupiah cenderung stabil pada 2017 meski sempat mengalami tekanan yang
bersumber dari eksternal pada awal triwulan IV 2017.

Nilai tukar rupiah bergerak stabil hingga September dan melemah pada bulan
Oktober dipengaruhi faktor eksternal. Pelemahan Rupiah tersebut sejalan dengan
pelemahan nilai tukar hampir seluruh mata uang dunia terhadap dolar AS seiring
normalisasi kebijakan moneter, meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga,
dan rencana reformasi pajak di AS. Pada November, Rupiah kembali menguat
seiring dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga dan prospek
perekonomian yang tetap baik sehingga secara point-to-point (ptp) Rupiah
menguat sebesar 0,27% (mtm) ke level Rp13.526 per dolar AS. Ke depan, Bank
Indonesia tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai
fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.

Anda mungkin juga menyukai