STAKIS
STAKIS
STASE NEUROMUSKULER
RSUD MANGUSADA BADUNG
Disfagia berasal dari bahasa Yunani yaitu dys yang artinya sulit dan phagein yang
artinya memakan. Disfagia memiliki banyak definisi tetapi yang sering digunakan adalah
kesulitan dalam menggerakan makanan dari mulut ke dalam lambung. Disfagia sering
ditemukan dalam praktek klinik pada semua kelompok usia dan sering berhubungan dengan
multiple systemic disorders (misalnya: diabetes melitus, hipertiroidisme, lupus eritema-tosus,
dermatomiositis, stroke, serta penyakit Parkinson dan Alzheimer)
PROSES MENELAN
Struktur yang berperan
Area anatomi yang berhubungan dengan proses menelan meliputi rongga mulut,
faring, laring, dan esofagus. Struktur rongga mulut meliputi bibir anterior, gigi, palatum
durum, palatum mole, uvula, mandibula, dasar mulut, lidah, dan arkus faringeus.
Lidah sebagian besar disusun oleh serat-serat otot rangka yang dapat bergerak ke
segala arah. Sehubungan dengan proses menelan, lidah dibagi menjadi bagian oral dan bagian
faringeal. Lidah bagian oral meliputi bagian ujung, depan, tengah, dan belakang daun lidah.
Lidah bagian oral aktif selama proses bicara dan proses menelan pada fase oral, dan berada
dibawah kontrol kortikal (volunter). Lidah bagian faringeal atau dasar lidah dimulai dari
papila sirkumvalata sampai tulang hioid. Dasar lidah aktif selama fase faringeal dan berada
dibawah kontrol involunter dengan koordinasi batang otak, tetapi bisa juga berada dibawah
kontrol volunter. Atap mulut dibentuk oleh maksila (palatum durum), velum (palatum mole),
dan uvula.
Struktur faring yang berperan dalam proses menelan meliputi 3 otot konstriktor
faringeal, yaitu superior, medial, dan inferior, yang berorigo pada kranium, tulang hioid, dan
kartilago tiroid, serta berinsersio pada bagian posterior median raphe. Otot krikofaringeal
merupakan struktur faring yang paling inferior. Kontraksi otot ini akan mencegah masuknya
udara ke dalam esofagus saat respirasi. Otot ini melekat pada kartilago krikoid dan bersama
dengan lamina krikoid membentuk valvula ke dalam esofagus yang dikenal dengan upper
esophageal sphincter (UES) atau pharyngoesophageal sphincter (PES). UES berfungsi
mengu-rangi risiko aliran balik makanan dari esofagus ke faring. Pada waktu tertentu sfingter
ini terbuka untuk mengijinkan bolus makanan masuk ke dalam esofagus.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id
Esofagus merupakan lapisan otot berbentuk tabung dengan panjang sekitar 23-25 cm
dan mempunyai sfingter pada kedua ujungnya, yaitu UES pada bagian atas dan lower
esophagal sphincter (LES) pada bagian bawah.2
Fungsi menelan normal
Proses menelan dibagi menjadi 4 fase yaitu: 1) fase persiapan oral; 2) fase oral; 3) fase
faringeal; dan 4) fase esofageal.2,8
1. Fase persiapan oral
Selama fase persiapan oral makanan dimanipulasi dan dikunyah. Proses mengunyah
sendiri merupakan suatu pola siklik berulang dari gerakan rotasi lateral otot-otot labial dan
mandibular. Lidah memosisikan makanan di atas gigi saat gigi atas dan bawah bertemu dan
menghancurkan material diatasnya. Makanan akan jatuh ke arah medial menuju lidah dan
lidah akan mengembalikan material tersebut ke atas gigi pada saat mandibula dibuka. Selama
mengunyah, lidah mencampur makanan dengan saliva. Tekanan dalam otot bukal akan
menutup sulkus lateral dan mencegah makanan jatuh ke arah lateral ke dalam sulkus di antara
mandibula dan pipi.
2. Fase oral
Fase oral diawali saat lidah memulai pergerakan posterior dari bolus makanan. Selama
fase ini lidah mendorong bolus ke arah posterior sampai terjadi pemicuan fase faring. Bagian
tengah lidah secara berurutan menekan bolus ke arah posterior melawan palatum durum.
Suatu fase oral yang normal membutuhkan otot labial yang intak untuk memastikan
penutupan bibir yang sempurna sehingga mencegah makanan keluar dari rongga mulut;
pergerakan lidah yang lengkap untuk mendorong bolus ke posterior; otot bukalis yang intak
untuk memastikan material tidak jatuh ke dalam sulkus lateralis; dan otot palatum yang
normal serta kemampuan untuk bernapas secara normal melalui hidung. Oral transit time
adalah waktu yang dihitung sejak awal pergerakan lidah untuk memulai fase oral sampai saat
bolus head melewati titik antara arkus faringeus anterior dan titik dimana batas bawah
mandibula menyilang dasar lidah, dengan nilai normal sekitar 1-1,5 detik.
Pada saat lidah bergerak membawa bolus ke arah posterior, reseptor sensorik pada
orofaring dan lidah sendiri dirangsang untuk mengirimkan informasi sensorik ke korteks dan
batang otak. Selanjutnya, pusat pengenalan sensorik pada medula dalam nukleus traktus
solitaris mengidentifikasi stimulus menelan dan mengirimkan informasi ke nukleus ambigus
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id
yang kemudian menginisiasi fase faringeal. Pada saat bolus head melewati setiap titik yang
terletak antara arkus faringeus bagian anterior dan daerah dimana dasar lidah melintasi tepi
bawah mandibula, fase oral berakhir dan fase faringeal dipicu.
3. Fase faringeal
Fase faringeal dimulai saat terjadi proses pemicuan. Pada fase ini terjadi beberapa
aktifitas: 1) elevasi dan retraksi velum serta penutupan sempurna dari port velopharyngeal
untuk mencegah masuknya material ke dalam rongga hidung; 2) elevasi dan pergerakan
anterior dari hioid dan laring; 3) penutupan laring oleh 3 sfingter untuk mencegah masuknya
material ke dalam jalan napas; 4) terbukanya sfingter krikofaringeal untuk memungkinkan
masuknya material dari faring ke esofagus; 5) melandainya dasar lidah untuk membawa bolus
ke faring diikuti retraksi dasar lidah untuk menyentuh bagian anterior dari bulging posterior
dinding faring; dan 6) kontraksi dari atas ke bawah yang progresif dari otot-otot konstriktor
faringeal. Pharyngeal transit time adalah waktu yang dihitung sejak bolus bergerak dari titik
dimana fase faringeal dipicu melewati cricopharyngeal juncture ke dalam esofagus,dengan
nilai normal 0,35-0,48 detik, dan maksimum bisa sampai 1 detik.2,7
4. Fase esofageal
Waktu transit esofageal diukur dari saat bolus memasuki esofagus pada UES,
melewatinya, dan masuk ke dalam lambung melalui LES, dengan nilai normal ber-variasi 8-
20 detik. Gerakan peristaltik yang dimulai pada puncak esofagus mendorong bolus dengan
pola berurutan ke arah kaudal sepanjang esofagus sampai LES terbuka dan memungkinkan
bolus memasuki lambung. Fase esofageal ini tidak dapat diintervensi dengan terapi latihan
atau teknik kompensasi apapun; oleh sebab itu, bila ditemukan kecurigaan adanya gangguan
pada fase esofageal, penderita perlu dirujuk ke ahli gastroenterologi sehingga bisa dilakukan
pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
bersifat sementara. Tetapi bila lesi terjadi di daerah batang otak, kemungkinan pasien akan
mengalami gangguan menelan (disfagia) yang menetap. Lesi pada hemisfer kiri menyebabkan
menurunnya aktifitas motorik di oral dan apraxia, sedangkan lesi di hemisfer kanan
berhubungan dengan terlambatnya refleks menelan, bolus tertahan difaring, sehingga dapat
menyebabkan aspirasi. Selama fase akut tidak ada hubungannya antara kejadian aspirasi atau
gangguan menelan (disfagia) dengan lokasi stroke dan letak lesi.
Stroke akut pada batang otak kemungkinan dapat menyebabkan disfagia dengan atau
defisit neurologic yang lain. Hampir 62,5 pasien stroke batang otak mengalami aspirasi,
terutama lesi pada medula atau pons. Risiko aspirasi akan meningkat bila mengenai bilateral,
dan biasanya berupa aspirasi yang tersembunyi. Saraf kranial X sampai XII dismobilitas dan
asimetris faring, laring tidak menutup sempurna, terkumpulnya bolus di vallecula, dan tidak
sempurnanya rileksasi atau spasme dari krikofaringeal. Gangguan menelan bisa terjadi pada
fase berikut ini :
1. Fase Oral
Kelemahan otot menelan pada fase oral dapat berupa kelemahan otot lidah, buruknya
koordinasi bibir, pipi, dan lidah yang menyebabakan terkumpulnya makanan dalam mulut
atau masuknya bolus ke faring sebelum menelan yang dapat menyebabkan aspirasi. Gangguan
pada fase oral ini juga dapat berupa gangguan inisiasi menelan oleh perubahan status menelan
dan kognitif, yang beresiko terjadi pengumpulan bolus makanan di rongga mulut dan resiko
terjadi aspirasi.
2. Fase Faringeal
Pada fase ini, dapat terjadi disfungsi palatum dan faring superior yang menyebabkan makanan
atau cairan refleks ke nasofaring. Dapat juga terjadi berkurangnya elevasi laring dan faring
sehingga meningkatkan resiko aspirasi. Gangguan lainnya terjadi kelemahan otot kostriktor
faring yang menyebabkan pengumpulan bolus di valekula dan sinus piriformis yang beresiko
terjadi aspirasi, atau dapat juga terjadi gangguan pada otot krikofaring yang akan mengganggu
koordiasi prosese menelan.
3. Fase Esofagus
Kelainan yang mungkin terjadi pada fase ini adalah kelainan dinding esofagus atau kelemahan
peristaltic esofagus.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS UDAYANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
Jalan PB. Sudirman, Denpasar 80232 Bali, Telp. (0361) 222510, Fax. (0361) 246656, E-mail :psfisioterapi@unud.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Farhan, Zahara. Sulastini. 2015 Pengaruh Latihan Vokal terhadap Perubahan Kemampuan
Menelan pada Pasien Stroke Infark di Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Slamet Garut. Jurna Soshum Insentif. 2655-2698
ASSESSMENT
I. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. DPD
b. Umur : 51 tahun
c. Alamat : lingkungan pasang luk luk
d. Pekerjaan : Supir
II. Pemeriksaan Subjektif
a. Keluhan Utama (KU)
Lemah separuh tubuh kiri
b. Pemeriksaan Per-Kompetensi
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Statis - Pasien tidur dalam posisi supine lying dengan
terpasang infus di tangan kiri
- Terpasang NGT
Inspeksi Dinamis - Pasien tidak mampu mobilisasi tidur miring secara
mandiri
- Pasien mampu menggerakkan kedua AGA AGB
secara mandiri.
- Kesulitan untuk berbicara
Palpasi tidak ada oedema
Test Spesifik
Test Spesifik Hasil
Koordinasi Finger to finger test (+)
Finger to nose test (+)
Heel to shin test (+)
Sensoris Normal, pasien dapat melokalisir sentuhan
Pengukuran
Pengukuran Alat Ukur Hasil
Tingkat Glasgow E4 V5 M6
kesadaran Coma Scale
Kekuatan otot Manual
Muscle 5555 4444
Testing 5555 4444
c. Algoritma Pemeriksaan
Kelemahan separuh
H0 → Stroke
tubuh kiri
HR : 85x/menit
RR : 18 x/menit
Vital Sign BP : 100/60 mmHg
SpO2 : 95%
Kesadaran : compos mentis
GCSE4 V5 M6
Barthel index : 40 Ketergantungan berat
MMT
Pengukuran NIHSS : 6 (Moderate scale)
Pemeriksaan
Penunjang Laboratorium
DIAGNOSIS
ICFCoding
I. Impairment (Body Structure & Body Function Impairment)
Body structure S110 Structure of brain
S7 Structure related to movement
Body function B320 Articulation function
B7302 Power of muscle of one side of the body
b. Environmental Factor
E310 Immediate family
E355 health professionals
Diagnosis Fisioterapi
PROGNOSIS
I. Quo ad vitam
Bonam
Bonam
PLANNING
I. Jangka Pendek
Mencegah komplikasi immobilisasi lama
Meningkatkan kekuatan otot
Mobilisasi bertahap
Diabetes mellitus
II
Glukosa hanya
sedikit yg masuk di
dalam sel
Insulin tidak
dapat bekerja
maksimal
Di sisi lain,
Pembentukan
glukosa menumpuk
thrombus
di dalam darah
Iskemik
flaccid
INTERVENSI
I. Tabel Intervensi
Intervensi Metode Pelaksanaan Dosis Evidence Based
Fasilitasi Pasien di 3 set Untuk meningkatkan kadar
Breathing instruksikan untuk 3 kali oksigen dalam tubuh dan
exercise menarik nafas lewat repetisi mencegah pneumonia
hidung dan
Seo,Kyochul, et al. 2017. The
dikeluarkan lewat
Effects Of Inspiratory
mulut (mulut
Diaphragm Breathing Exercise
mencucu) And Expiratory Pursed-Lip
Breathing Exercise On Chronic
Stroke Patients'respiratory
Muscle Activation.
ROM exercise ROM exercise 2 set, 8 kali Latihan ROM (rentang gerak)
dilakukan pada regio repetisi adalah serangkaian gerakan
shoulder, elbow, yang dilakukan pada sendi
wrist, hip, knee dan yang bertujuan untuk
ankle meningkatkan fleksibilitas dan
kekuatan otot.
II. Edukasi
Edukasi Evidence Based
- Positioning dilakukan setiap 2 jam sekali. Yusuf, M.Y. 2007.
Dimiringkan ke kanan dan kiri. Rehabilitasi Penyakit
Jantung. Universitas
- Mengatur gaya hidup dan pola makan untuk
Wijaya Kusuma.
menghindari serangan yang berulang
Surabaya
EVALUASI
Tanggal 25 Januari 2019
Absolut Tambahan
HR : 87 x/Min Saturasi Oksien : 99 %
RR : 17 x/Min Kesadaran : Compos mentis
BP : 100/60 mmHg GCS : E4 V5 M6
Suhu : 36,50Celcius MMT :
5555 4444
5555 4444
Absolut Tambahan
HR : 90 x/Min Saturasi Oksien : 97 %
RR : 18 x/Min Kesadaran : Compos mentis
BP : 100/60 mmHg GCS : E4 V5 M6
Suhu : 36,50Celcius MMT :
5555 4444
5555 4444