PENDAHULUAN
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau
parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk
sindroma malabsorpsi. Diare karena virus umumnya bersifat self limiting, sehingga aspek
terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi
penyebab utama kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan
pertumbuhan akibat diare. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektolit dan
sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor kesehatan
oleh karena rata – rata sekitar 30 % dari jumlah tempat tidur yang ada di rumah sakit
ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di pelayanan kesehatan
primer, diare masih menempati urutan kedua dalam urutan 10 penyakit terbanyak dipopulasi.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodnya berkepanjangan akan berdampak
terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering
frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat
disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi
meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi
laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk
bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair yang
menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang – kadang pada
seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.
2. Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta
anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut
terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia
disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh
bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%
dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena
diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.
3. Faktor Resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan
yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
a. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi
efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai
merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu
menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan
pada orang dewasa
b. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan
imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung
beberapa hari atau minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau
kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berperan
penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka
tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
c. Faktor musim
Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh
rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang
musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat
pada musim hujan
4. Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory Enteropatogen menimbulkan non inflammatory
diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi
oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri.
Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi
usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
adalah sebagai berikut :
Golongan Bakteri :
1. Aeromonas 8. Salmonella
2. Bacillus cereus 9. Shigella
3. Campylobacter jejuni 10. Staphylococcus aureus
4. Clostridium perfringens 11. Vibrio cholera
5. Clostridium defficile 12. Vibrio parahaemolyticus
6. Escherichia coli 13. Yersinia enterocolitica
7. Plesiomonas shigeloides
Golongan Virus :
1. Astrovirus 5. Rotavirus
2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) 6. Norwalk virus
3. Enteric adenovirus 7. Herpes simplex virus
4. Coronavirus 8. Cytomegalovirus
Golongan Parasit :
1. Balantidium coli 5. Giardia lamblia
2. Blastocystis homonis 6. Isospora belli
3. Cryptosporidium parvum 7. Strongyloides stercoralis
4. Entamoeba histolytica 8. Trichuris trichiura
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada
anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada
anak antara lain :
Defek Anatomis
- Malrotasi
- Penyakit Hirchsprung
- Short Bowel Syndrome
- Atrofi mikrovilli
- Stricture
Malabsorpsi
- Defisiensi disakaridase
- Malabsorpsi glukosa – galaktosa
- Cystic fibrosis
- Cholestosis
- Penyakit Celiac
Endokrinopati
- Thyrotoksikosis
- Penyakit Addison
- Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan
- Logam Berat
- Jamur
Neoplasma
- Neuroblastoma
- Phaeochromocytoma
- Sindroma Zollinger Ellison
Lain -lain :
- Infeksi non gastrointestinal
- Alergi susu sapi
- Penyakit Crohn
- Defisiensi imun
- Colitis ulserosa
- Gangguan motilitas usus
- Pellagra
5. Patogenesis
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya, yaitu gangguan :
a. Absorbsi (diare osmotik)
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab
seperti celiac sprue, atau karena:
mengkonsumsi magnesium hidroksida
defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang
lebih besar
adanya bahan yang tidak diserap,
menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal
tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada
segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah
lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam lumen
usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat
diserap seperti Mg, glukose, sukrose,laktose, maltose di segmen illeum
dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-
bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang sama.
Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi
usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikororganisme tertentu
(bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli)
menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush
border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein
lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insuficiensi eksokrin
pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan
diare osmotik.
Pada diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada
di kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi
akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau
sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat
terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat.
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan
imunologi.
Diare yang disebabkan virus yang menyebabkan diare secara selektif
menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus
halus.
b. Gangguan sekresi.
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin
bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang
selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase
akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen
usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-
ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP
intraseluler., meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi
intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn
dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan
konsentrasi garam empedu, lemak.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya
disebabkan enterotoksin E coli atau Cholera. Berbeda dengan negara
berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila
ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma
atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon seperti VIP. Pada orang
dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-
beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida pankreas, hormon sekretorik
lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia achlorhydria (WDHA).
Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang.5 Semua kelainan
mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan
kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam
keadaan normal.
d. Gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi,
tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan
diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau
yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi
akan meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat
menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam
empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang
terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus
kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan
penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain.
e. Inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight
junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic
menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah
merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare
akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare
osmotik dan diare sekretorik.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,
cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella,
shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi
prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin
shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan
adanya darah dalam tinja yang disebut disentri
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan
mengaktiflkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight
junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi yaitu
cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J
dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada
diare terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau
produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik
tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau
salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi
chlorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C. difficile
akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,Bacteroides
fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V
cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC
menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.
f. Imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
tipe I, III dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan
IgE dan alergen makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit
gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease
dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk
tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang
selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast
dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen
yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-
A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi
komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang
mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian
melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel
mast dan basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi
respon imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi. Antigen dari
luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th1 yang
MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF
dan IFN-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan
menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa
berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti
oleh natrium dan air.
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel
kemudian dijumlahkan.
Nilai: 0 – 2 = Ringan 3 – 6 = Sedang 7 – 12 = Berat
Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi terapi non spesifik dapat
membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi spesifik, dapat
memperpendek lamanya sakit dan memberantas organisme penyebabnya.
Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa
pertimbangan terapi :
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diit
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
5. CRO baru
Resep untuk memperbaiki CRO antara lain menambahkan substrat
untuk kotransport natrium (contoh : asam amino glycine, alanine dan
glutamin) atau substitusi glukosa dengan komplek karbohidrat (CRO berbasis
beras atau cereal). Asam amino tidak menunjukkan lebih efektif dari CRO
tradisional dan lebih mahal. CRO berbasis beras dapat direkomendasikan bila
cukup latihan dan penyediaan dirumah dapat dilakukan, dan mungkin sangat
efektif untuk mengobati dehidrasi karena kolera.
Walaupun demikian, kemudahan dan keamanan CRO paket dinegara
berkembang dan secara komersial tersedia CRO dinegara maju, maka CRO
standard tetap merupakan pilihan utama dari sebagian besar klinisi.
Potential aditive pada CRO termasuk mampu melepaskan SCFA (amylase
resistent starch derivat dari jagung) dan partially hydrolized guar gum.
Mekanisme kerja yang diharapkan adalah meningkatkan uptake natrium oleh
kolon terikat pada transport SCFA. Kemungkinan lain dari perbaikan
komposisi CRO masa depan adalah penambahan probiotik, prebiotik, seng
dan protein polimer
6. Seng (Zinc)
Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara
berkembang dan dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan
meningkatnya kejadian penyakit infeksi yang serius. Seng merupakan
mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang penting antara
lain untuk sintesis DNA. Pada sistematik review dari 10 RCT yang semuanya
dilakukan di negara berkembang pada tahun 1999 didapatkan bahwa
suplementasi seng dengan dosis minimal setengah dari RDA Amerika Serikat
untuk seng, ternyata dapat menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan
prevalensi diare sampai 25%, kurang lebih sama dengan hasil yang dicapai
upaya preventive yang lain seperti perbaikan higiene sanitasi dan pemberian
ASI. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan
seng pada anak dengan diare dengan dosis 20 mg perhari selama 10 – 14 hari,
dan pada bayi <6 bulan dengan dosis 10 mg perhari selama 10 – 14 hari.
7. Pemberian makanan selama diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien
sebanyak anak mampu menerima. Sebagian besar anak dengan diare cair,
nafsu makannya timbul kembali setelah dehidrasi teratasi. Meneruskan
pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampuan menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien,
sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi.
Sebaliknya, pembatasan makanan akan menyebabkan penurunan berat
badan sehingga diare menjadi lebih lama dan kembalinya fungsi usus akan
lebih lama. Makanan yang diberikan pada anak diare tergantung kepada
umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit serta budaya
setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama dengan
yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang minum ASI harus diteruskan
sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI harus
diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu
atau penggunaan susu rendah atau bebas laktosa secara rutin tidak
diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa mungkin
diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul
kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau
dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH < 6) dan
terdapat bahan yang mereduksi dalam tinja > 0,5%,. Setelah diare berhenti,
pemberian tetap dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan
susu atau formula biasanya diminum secara bertahap selama 2 – 3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan
lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi
diit harus berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering
(6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula
dengan makanan tambahan seperti serealia pada umumnya dapat ditoleransi
dengan baik pada anak yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat
diberikan makanan yang terdiri dari : makanan pokok setempat, misalnya
nasi, kentang, gandum, roti, atau bakmi. Untuk meningkatkan kandungan
energinya dapat ditambahkan 5 – 10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml
makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten.
Campur makanan pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-
sayuran, serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar
atau pisang baik untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau
makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang
diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya dihindari.
11. Pencegahan
a. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara
fekal - oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan
pada cara penyebaran ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
Pemberian ASI yang benar.
Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
Penggunaan air bersih yang cukup.
Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang
air besar dan sebelum makan.
Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga.
Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu ( host ).
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain:
Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.
Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
Imunisasi campak.