Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik


1. Pengertian
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Gangguan fungsi ginjal merupakan penurunan laju filtrasi glomerulus
(glomerolus filtration rate/GFR) yang dapat digolongkan ringan dan berat (Mansjoer,
1999 : 531).
Gagal ginjal kronik adalah satu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut (Slamet, 2001 :
427)
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan sampah lain dalam
darah (Brunner & Suddarth, 2002 : 1448).
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu
lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan
penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

2. Anatomi Fisiologi
a. Struktur Makroskopis Ginjal
Ginjal terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah beberapa
centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Di sebelah anterior, ginjal
dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritonium. Di sebelah
posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah.

1
Ginjal pada orang dewasa panjangnya ginjal 11-13 cm, lebarnya 5-7 cm dan
tebalnya 2,5-3 cm dengan berat masing-masing ginjal 150 gr. Ginjal kiri lebih
panjang dan tinggi dari ginjal kanan dikarenakan hati berada di atas ginjal kanan.
Ginjal dikelilingi berbagai lapisan jaringan yang melindungi dan
mempertahankan posisi ginjal, lapisan terluar berupa jaringan fibrous yang disebut
kapsula renalis, kapsula renalis ini dikelilingi oleh lapisan lemak ferirenal dan pacia
gerota yang akan melindungi semua bagian ginjal kecuali hilum, area dimana
pembuluh darah keluar dan masuk daerah ini.
Ginjal dibagi dua daerah yang berbeda yaitu korteks (bagian luar) dan medula
(bagian dalam). Medula dibagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Terdapat
12 sampai 18 piramid untuk setiap ginjal. Piramid-piramid tersebut diselingi oleh
bagian korteks yang disebut kolom bertini. Piramid tampak bercorak karena tersusun
oleh segmen-segmen tubulusa dan duktus pengumpul nefron. Papila atau aspek dari
tiap piramid membentuk duktus papilari belini. Setiap duktus papilaris masuk ke
dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal membentuk cawan yang disebut kaliaks
minor. Selanjutnya bersatu sehingga membentuk pelvis ginjal. Merupakan reservoar
utama sistem pengumpul urine.

Gambar 1 Anatomi Potongan Melintang Ginjal

2
b. Struktur Mikroskopis Ginjal
Menurut Syaifuddin (2002 : 221-223), struktur mikroskopis ginjal terdiri dari
satuan fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih kurang 1,3 juta nefron,
selama 24 jam dapat menyaring 170 liter darah, arteri renalis membawa darah murni
dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada piramid renal masing-masing
membentuk simpul satu badan malfigi yang disebut glomerulus.
1) Glomerulus, bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak
di dalam kapsula bowman dan menerima darah dari arteriol aferen dan
meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol aferen natrium secara bebas
difiltrasi dalam glomerulus sesuai dengan konsentrasi.
Kalium juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% kalium plasma terikat
oleh protein dan tidak bebas difiltrasi sehingga kalium dalam keadaan normal
kapsula bowmen. Ujung buntu tubulus ginjal yang bentuknya seperti kapsula
cekung meliputi glomerulus yang saling melilitkan diri.
2) Tubulus proksimal konvulta, tubulus ginjal yang langsung dengan 15 mm
diameter 55m, bentuknya berkelok-kelok menjalar dari korteks ke bagian
medula dan kembalui ke korteks sekitar 2/3 dari natrium yang berfiltrasi
diabsorbsi secara isotonis bersama klorida. Proses ini melibatkan transportasi aktif
natrium. Peningkatan reabsorbsi natrium akan mengurangi pengeluaran air dan
natrium, hal ini dapat mengganggu pengenceran dan pemekatan urine yang
normal. Kalium diresorbsi lebih dari 70% kemungkinan dan dengan mekanisme
transportasi aktif akan terpisah dari resporsi natrium.
3) Gelung henle (ansa henle), bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis,
selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14
mm. klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asedens gelung henle dan
natrium yang bergerak secara pasif untuk mempertahankan kenetralan listrik.
Sekitar 25% natrium yang difiltrasi diserap kembali karena darah nefron bersifat
tidak permeabel terhadap air. Reabsorbsi klorida dan natrium dipars asendens
penting untuk pemekatan urine karena membantu mempertahankan integritas
gradiens konsentrasi medulla. Kalium terfiltrasi sekitar 20-25% diabsorbsi pada

3
pars asendens lengkung henle. Proses pasi terjadi karena gradien elektrokimia
yang timbul sebagai akibat dari reabsorbsi aktif klorida pada segmen nefron ini.
4) Tubulus distal konvulta, bagian ini adalah tubulus ginjal berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula bowman panjang 5 mm. tubulus distal dari masing-
masing nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm. Masing-
masing duktus koligens berjalan melalui korteks dan medulla ginjal yang bersatu
membentuk suatu duktus yang berjalan lurus dan bermuara ke dalam duktus
belini, seterusnya menuju kalik minor ke kalik mayor, dan akhirnya
mengosongkan isinya ke dalam pelvis renalis pada aspeks masing-masing piramid
medula ginjal, panjang nefron keseluruhan ditambah duktus koligens adalah 45-
65 mm. nefron yang berasal dari glomerulus korteks (nefron korteks) mempunyai
ansa henle yang memanjang ke dalam piramid medula.
5) Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan
secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini dengan aldosteron yang
paling berperan terhadap reabsorbsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan
mereabsorbsi dan mensekresi kalium. Ekskresi aktif kalium diperhatikan pada
duktud koligen kortikal dan mungkin dikendalikan oleh aldosteron. Reabsorbsi
aktif kalium murni terjadi dalam duktus koligen medula.

4
Gambar 2. Nefron
c. Fungsi Ginjal
Menurut Syaifuddin, 1997 : 108), fungsi ginjal adalah :
1) Memegang peranan penting dalam peranan zat-zat toksin atau racun.
2) Mempertahankan suasana keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
3) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak.
5) Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lainKolektivus
Duktus dalam tubuh.
d. Pembuluh Darah Ginjal
Arteri Renalis merupakan percabangan dari aorta abdominalis letaknya kira-
kira setinggi vertebra lumbalis dua, karena aorta terletak di sebelah kiri garis tengah
maka arteri renalis kanan lebih panjang dari arteri renalis kiri. Setiap arteri renalis
bercabang waktu masuk ke dalam hilus ginjal.
Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak di
sebalah kanan garis tengah. Sehingga vena renalis kiri kira-kira dua kali lebih panjang
dari vena renalis kanan. Arteri renalis masuk ke dalam hilus, kemudian bercabang

5
menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk
arteri akuarta yang melengkung melintas basis piramid-piramid tersebut. Arteri
arkuarta kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteriol interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriola aferen. Arteriola
aferen akan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yang disebut glomerulus.
Skematik sirkulasi darah ginjal ditunjukkan berikut ini :
Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis  arteri renalis kanan dan kiri 
arteri interlobalis  aorta aferen  glomerolus  arteriol aferen  vena
interlobularis  vena arkuarta  vena interlobaris  vena renalis  vena kava
inferior.
Proses pembentukan kemih dimulai dengan proses filtrasi plasma pada
glomerulus. Proses filtrasi ini dinamakan ultrafiltrasi glomerulus.
Aliran darah ginjal (renal blood flow) adalah sekitar 20-25% dari curah jantung
atau sekitar 1200 ml/menit. Bila hematokrit normal (45%) maka aliran plasma ginjal
(RPF) sama dengan 660 ml/menit, sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit
dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman atau dikenal dengan istilah GFR
(Glomerulus Filtration Rate).
3. Etiologi
Menurut Mansjoer (1999 : 532), etiologi gagal ginjal kronik adalah :
a. Glomerulonefritis
b. Nefropati analgesik
c. Nefropati refluk
d. Ginjal polikistik
e. Nefropati diabetik
f. Hipertensi
g. Obstruksi
h. Gout
i. Tidak diketahui

6
4. Manifestasi Klinis
Menurut Mansjoer (1999 : 532), manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik :
a. Umum : fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
b. Kulit : mudah lecet, rapuh, leukonika
c. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, perikarditis uremik,
penyakit vaskuler.
f. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
g. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik uremik, diare
yang disebabkan oleh anti biotik.
h. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang mendasarinya.
i. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia,
galaktore.
j. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan, flap, mioklonus,
kejang, koma.
k. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
l. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
m. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahan
n. Endokrin : multiple
o. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal

5. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari
nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah
dengan cara hipertrofi dari nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan
filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban
solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus

7
tidak dapat dipertahankan. Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi
disertai dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
b. Satdium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari
normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai
akibat dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur
atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration
Rate) hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat.
Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi
isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang
dari 500 cc/hari.

8
Peta Konsep

Kerusakan jaringan ginjal

Penurunan fungsi ginjal

GFR turun Sekresi eritropetin turun

Sisa metabolisme meningkat


Eritropoesis turun
Sekresi ureum
Iritasi saluran cerna melalui kulit
Anemia

Terasa penuh pada lambung Pruritus


Suplai O2 ke jaringan kurang

Mual dan muntah Gangguan integritas kulit


Metabolisme anaerob

Gangguan intake nutrisi


Produksi ATP kurang

Proteinuria Kelemahan otot

Intoleransi aktivitas
Hipoalbumin

Tekanan osmotic koloid turun


Sekresi ADH & aldosteron
Volume Cairan
Migrasi airan ke interstisial intravaskuler turun

Retensi natrium dan air


Udem paru
Mekanisme rennin
angiotesnsin
Nafas cepat & dangkal Udem Hiperkalemia
Curah jantung meningkat
Gangguan pola nafas
Ketidakseimbangan cairan &
Payah jantung elektreolit

9
6. Dampak Gagal Ginjal Kronik Terhadap Sistem Tubuh
Menurut Slamet (2001 : 428-429), dampak gagal ginjal kronik terhadap sistem imun
tubuh meliputi :
a. Sistem Gastrointestinal
1) Anoreksia, nausia dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein di dalam usus.
2) Fuetor uremik yang disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia.
3) Cegukan (hiccup) sebabnya pasti yang belum diketahui.
4) Gastritis erosif, ulkus peptik, dan kolitis uremik.
b. Kulit
1) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit.
2) Ekimosis akibat gangguan hematologis
3) Urea frost, akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat (jarang dijumpai)
4) Bekas-bekas garukan karena gatal
c. Sistem Hematologi
1) Anemia dapat disebabkan karena beberapa faktor antara lain :
a) Berkurangnya produksi eritropoetin
b) Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik
c) Defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang
d) Perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit
e) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia
Mengakibatkan pendarahan terhadap agregasi dan adhesi trombosit yang
berkurang.
3) Gangguan fungsi leukosit
Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga
imunitas juga menurun.

10
d. Sistem Saraf dan Otak
Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan, rasa yang
kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki, lemah, tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang, kelemahan dan
hipertropi otot-otot terutama otot-otot ekstrimitas proksimal.
e. Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas sistem
renin-angiotensin-aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastatik.
4) Edema akibat penimbunan cairan.
f. Sistem Endokrin
1) Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ekskresi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosteron dan spermatogenesis yang menurun.
2) Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
3) Gangguan metabolisme lemak
4) Gangguan metabolisme vitamin D
g. Gangguan Sistem Lain
1) Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalaisa, osteitis fibrosa, osteos derosis dan
klasifikasi metastatik.
2) Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme
3) Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Mansjoer (1999 : 533), penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik
adalah :
a. Tentukan dan tatalaksana penyebab
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam, pada beberapa
pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau diuretin loop (bumetarid, asam

11
etokrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan pengawasan dilakukan
melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi
keluaran sekitar 500 ml.
c. Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.
Hindari masukan dan berlebihan dari kalium dan garam.
d. Kontrol Hipertensi.
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan
di atur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretik koop, selain
obat anti hipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat hindari kalium
yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik hemat kalium, obat-obatan yang
berhubungan dengan ekskresi kalium (misalnya menghambat ACE dan obat anti
inflasi nonsteroid). Asidosis berat atau kekurangan garam yang menyebabkan
pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaniresis. Deteksi melalui kalium plasma
EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15
mmol/liter.
f. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti alumunium
hidroks (330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di terapi lebih
ketat.
h. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya digoksin
aminogikosid, analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis neunpari
perifer, hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan infeksi yang mengancam jiwa,
kegagalan untuk bertahan sehingga diperlukan dialisis.

12
j. Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi dilakukan
dialisa biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas mesti telah
dilakukan terapi konservatif atau terjadi komplikasi.

B. Dampak Gagal Ginjal Kronik Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia


1. Oksigenasi
Gagal ginjal kronik menyebabkan gagal jantung yang beresiko menyebabkan
udem paru. Penumpukan cairan pada paru-paru dapat menyebabkan gangguan pertukaran
gas.
2. Cairan dan elektrolit
Aktivasi sistem renin angiotensin juga akan menyebabkan sekresi aldosteron yang
pada akhirnya menyebabkan retensi natrium dan air sehingga menyebabkan penumpukan
cairan tubuh yang berpotensi menyebabkan udem anasarka karena peningkatan tekanan
hidrostatik.
Ketidakmampuan ginjal mengatur kadar elektrolit menyebabkan hiperkalemia dan
hipernatremia. Ketidakmampuan ginjal memproduksi dehidroksikalsiferol juga
menyebabkan gangguan absorpsi kalsium dari usus sehingga berpotensi menyebabkan
hipokalsemia.
3. Nutrisi
Penumpukan sisa metabolisme dalam tubuh menandakan adanya toksin dalam
tubuh serta merubah komposisi biokimia cairan tubuh yang akan merangsang medula
oblongata untuk mempersespsikan adanya mual. Ascites akibat retensi natrium dan air
juga menyebabkan perasaan penuh pada perut yang menurunkan nafsu makan.
4. Eliminasi
Ketidakmampuan ginjal memproduksi urine menyebabkan penurunan output
urine (oliguria) sehingga merubah pola eliminasi BAK.
5. Aktivitas/Istirahat
Penurunan produksi eritropoetin menyebabkan anemia sehingga mengurangi
suplai oksigen ke jaringan dan menyebabkan penurunan produksi ATP serta

13
mengakibatkan kelemahan. Kelemahan ini akan menyebabkan keterbatasan atau
intolerasi terhadap aktivitas.
6. Konsep Diri
Udem anasarka, perubahan kulit dan dampak lainnya dari gagal ginjal kronik
menyebabkan perubahan bentuk tubuh sehingga berpotensi mengakibatkan gangguan
gambaran diri. Ketidakmampuan klien menjalankan tugas sosialnya juga menyebabkan
gangguan peran diri dan harga diri.
7. Rasa Aman
Kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatan serta perawatannya dapat
menyebabkan gangguan rasa aman berupa kecemasan.

14
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. A.S
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
DI RUANGAN HEMODIALISA RSU Prof. Dr. H. Aloei Saboe

Tanggal masuk : 07/03/2017 No registrasi :


Ruang/kelas : hemodialisa tanggal pengkajian :
07/03/2017
Diagnose medis : CKD

I. DATA DEMOGRAFI
A. Identitas klien
Nama : T.n A.S
Umur : 5 juli 1975
Jenis kelamin : laki laki
Almat : moodu
Status pernikahan : menikah
Agama : islam
Pendidikan : sma

II. RIWAYAT KEPERAWATAN


A. Riwayat kesehatan sekarang
1. Alasan masuk rumah sakit :
Klien datang ke rs pada tanggal 07 maret 2017 dengan alasan
melakukan hemodialisa rutin 2 kali seminggu
2. Keluhan utama :
Klien menyatakan bengkak pada kaki
3. Kronologis keluhan :
Kelebihan volume cairan di sebabkan oleh gagalnya fungsi ginjal
klien dalam mengeluarkan cairan tubuh sehingga cairan tersebut
menumpuk pada tubuh klien, sehingga menyebabkan edema.

15
Biasanya keluhan itu muncul sebelum melakukan hemodialisa.
Klien mengatakan penumpukan cairan terjadi pada kaki klien.
4. Keluhan menyertai
B. Riwayat kesehatan masa lalu
1. Penyakit yang pernah di alami
Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi klien tidak
pernah mengalami pembedahan dan tidak memiliki riwayat
alergi.klien sudah berhenti merokok.
C. Riwayat kesehatan keluarga
1. Genogram

x x x

16
2. Riwayat kesehatan anggota keluarga
Tn AS tinggal bersama istri dan kedua anaknya, orang tua Tn AS
telah meninggal,orang tua klien memiliki penyakit hipertensi,sama
seperti klien
D. Riwayat psikologis
Klien mengatakan orang terdekat klien adalah istri klien. Komunikasi
antara keluarga sangat baik dan dalam pembuatan keputusan yaitu di putuskan
secara bersama. Dampak penyakit klien terhadap keluarga yaitu keluarga semakin
memperahatikan klien dan kesehatan klien. Mekanisme koping terhadap masalah
yaitu marah.
Hal yang di pikirkan saat ini yaitu biaya.harapan klien setelah menjalani
perawatan yaitu kondisi klien akan membaik setelah sakit klien mengatakan sudah
tidak bekerja seperti dulu lagi dan membatasi aktivitas yang di lakukan.
Hubungan pasien dengan tenaga kesehatan selama perawatan sangat baik.
E. keadaan spiritual psien
Klien sering beribadah dan tidak terlibat dalam organisasi keagamaan
F. kondisi lingkungan rumah
Menurut klien keadaan rumah dan lingkungannya baik dan bersih. Status
rumah yaitu milik sendiri
G. aktifitas sehari-hari
1. nutrisi
- sebelum sakit, klien mengatakan frekuensi makan klien 3x/hari dengan
nafsu makan yang baik waktu makan klien yaitu pagi siang dan malam
hari.porsi makan yang di habiskan yaitu 1 piring.
- saat sakit,klien mengatakan frekuensi makan klien 3x sehari dengan nafsu
makan baik,waktu makan klien yaitu pagi,siang dan malam hari dengan
porsi makan di habiskan
2. cairan
- sebelum sakit, klien mengatakan frekuensi minum klien kurang lebih 9 x
perhari

17
- saat sakit, klien mengatakan frekuensi minum klien di kurangi yaitu
setiap minum hanya kurang lebih 400 ml/ 24 jam
3. eliminasi
a. bak
- sebelum sakit, klien mengtakan frekuensi bak klien kurang lebih 3-4
x per hari dengan warna kuning terang dan bau khas dan tidak ada
keluhan saat bak
- saat sakit, klien mengatakan frekuensi bak klien menurun kurang
lebih 1-2 x perhari dengan warna kuning dan bau khas dengan
jumlah yang sangat sedikit klien mengatakan sulit untuk bak, urin
yang keluar kurang lebih 35 cc
b. bab
- sebelum sakit,klien mengatakan frekuensi bab klien kurang lebih 1-2
kali perhari dengan waktu tidak Menentu,warna peses klien kuning
kecoklatan dengan konsisten lembek,tidak ada kelurahan saat BAB.
- saat sakit,klien mengatakan :
Frekuensi BAB klien _+ 1_2x/hari dengan waktu tidak
menentu,warna peses klien kuning kecoklatan dan konsisten
lembek,tidak ada keluhan saat klien BAB.
4. istirhat tidur
- sebelum sakit klien mengatakan:
Klien tidur di malam hari dari jam 9 sampai dengan jam7 pagi,
tidur siang dari jam1 sampai jam2 siang,dan klien tidak mudah
terbangun.
- saat sakit klien mengatakan :
Klien tidur di malam hari dari jam9 sampai jam7 pagi,tidur siang
dari jam 1 sampai dengan jam 2 siang,dan klien tidak mudah terbangun,
klien mengatakan tidak susah untuk tidur

18
5. aktivitas dan latihan
- sebelum sakit klien mengatakan:
Saat sebelum sakit, klien melakukan kegiatan seperti biasa , waktu
bekerja tidak menentu, kegiatan waktu luang biasanya klien nonton tv,
klien jarang berolahraga.
- saat sakit klien mengatakan:
Saat sakit aktivitas klien dibatasi dan di larang untuk mengangkat
benda yang berat, saat semenjak sakit, klien sudah tidak bekerja lagi,
klien tidak pernah berolahraga,klien biasa nonton tv atau berkumpul
dengan keluarga di waktu luang.
6. Personal hygine
a. Mandi
- sebelum sakit klien mengatakan :
Saat sebelum sakit klien mandi 2x/ hari dengan menggunakan sabun.
- saat sakit klien mengatakan:
Saat sakit klien mandi 2x/ hari dengan menggunakan sabun
b. Oral hygine
- sebelum sakit klien mengatakan:
Saat sebelum sakit klien menggosok gigi 2x/ hari saat mandi dengan
menggunakan odol.
- saat sakit klien mengatakan:
Saat sakit klien menggosok gigi 2xsehari saat mandi menggunakan odol

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. keadaan umum
1. Tingkat kesadaran : komposmentis
2. Ttv. : 170/100 mmHg, nadi 80x/menit,R 20x/ menit,SB 36°c
3. Berat badan :
- datang:76 kg
- pulang 72,6 kg

19
B. pemeriksaan sistemik.
1. sistem penginderaan
- mata
Posisi mata klien simetris, tidak ada peradangan pada mata klien, kelopak
mata klien normal, tidak terdapat nyeri tekan, konjungtiva merah muda, scelra
putih (normal), serta tidak menggunakan alat bantu pengliahatan.
- telinga
Klien tidak memiliki gangguan pendengaran dan tidak menggunakan alat-alat
bantu pendengaran, tidak terdapat nyeri ataupun gangguan pada telinga klien.
- Hidung
Klien tidak memiliki gangguan pada penciuman
- mulut dan kerongkongan
Struktur mulut klien simetris, bibir merah muda dan tidak terdapat gangguan
saat menelan..
2. sistem pernapasan
Bentuk dada klien simetris, .tidak terdapat batuk, prekuensi nafas yaitu 20x/menit,
pengembangan toraks, tidak terdapat sesak.
3. Sistem kardiovaskuler
Tidak terdapat distensi Vena jugularis, irama denyut avikal yaitu reguler, bunyi
jantung klien normal, nyeri dada timbul seperti di tusuk tusuk.
4. sistem pencernaan
Warna kulit klien merata, bentuk simetris, kultur datar gerakan abdomen
normal,tidak ada nyeri tekan.
5. sistem perkemihan
Terdapat nyeri pada pinggang, distensi kandung kemih.
6. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada perubahan suara.
7. Sistem persarafan
a. Pemeriksaan GCS: E : 4 M : 6 V : 5

20
b. Pemeriksaan Nervus :
- N 1 : Penciuman baik
- N 2 : Penglihatan baik
- N 3 , 4 , 5 : Dilatasi pupil terhadap cahaya, arah tahapan dan gerak bola
mata baik.
- N 6 : Refleks kornea baik
- N 7 : Saat tersenyum wajah klien simetris
- N 8 : Pendengaran klien baik
- N 9 : Pengecapan klien baik
- N 10 : Gerakan pita suara klien baik
- N 11 : Gerakan bahu dan kepala normal
- N 12 : Posisi lidah simetris
8. Sistem muskulo skeletal
Tidak terdapat kekauan sendi, tidak terdapat nyeri pada tulang sendi, tidak
terdapat fraktur.
9. Sistem integument
Turgor kulit sedang, warna kulit pucat, keadaan kulit baik, jenis kulit yaitu
lembab. Klien mengatakan tidak ada peningkatan suhu dan nyeri, tidak ada
kemerahan dan pembengkakan pada area insersi.
 Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium:
- HB 6,0 g/dl Normal Lk : 13-18 Pr : 11-16,5
- Ureum 178 m/dl Normal <50 mg/dl
- Kreatinin 7,6 m/dl Normal Lk : <70 mg/dl Pr : <5,7 mg/dl
- Kolestrol 220 mg/dl Normal <200 mg/dl
- Trigliserida 322 mg/dl Normal <200 mg/dl
- Glukosa sewaktu 102 mg/dl Normal <140 mg/dl
- Natrium 127 ME4/L Normal 135-145 ME4/L
- Kalium 3,1 ME4/L Normal 3,5-5,1 ME4/L
- Chlorida 103 ME4/L Normal 95-106 ME4/L

21
 Tindakan medik / Pengobatan
Pemberian Invidor Heparin Sodium 500 iu/ml sebanyak 4000 unit yang
terpasang pada mesin dralizer

IV. KLASIFIKASI DATA

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF

- Klien mengatakan BAK sedikit - KU : Baik


- Klien mengatakan terdapat pembengkakan - Kesadaran CM
pada kaki - BB datang 79 kg
- Klien mengatakan BB datang 79 kg - BB kering 75 kg
- Klien mengatakan BB kering 75 kg - TD 150/80 mmHg - R : 20x/m
- Klien mengatakan tidak ada peningkatan suhu - N : 80x/m - SB : 36゚C
tubuh dn nyeri - Terpasang fistula arteri/vena di tangan kiri
- Klien mengatakan tidak terdapat sesak atas, akses cimino
- Klien mengatakan tidak susah tidur - Edema di area kaki
- BB datang 76 kg
- BB pulang 72,6 kg
- Tidak ada kemerahan pada area insersi
- Tidak ada pembengkakan pada area insersi
- HB 6,0 g/dl

22
V. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH PENYEBAB


1 DS : Ketidak CKD
- Klien mengatakan efektifan perfusi
tidak terdapat sesak jaringan perifer Hormon Eritfosesil

DO : Fungsi hormon
- TD : 150/80
- N : 80x/m Kematangan sel darah merah berkurang
- Terpasang fistula
Penurunan kadar HB
arteri/vena di tangan
kiri atas, akses Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer
cimino
- KU : Baik
- - HB : 6,0 g/dl

2 DS : Resiko infeksi CKD


- Tidak ada
peningkatan suhu dan Tindakan insersi (HD)
nyeri
Resiko infeksi
DO :
- TD : 150/80
- N : 80x/m
- Terpasang fistula
arteri/vena di tangan
kiri atas, akses
cimino
- Tidak terdapat
pembengkakan di
area insersi
- - Tidak ada
kemerahan pada area
insersi

23
3 DS: Gangguan Hipertensi
- Klien Mengatakan Keseimbangan
BB biasa 76 kg Cairan dan Kerja Ginjal ikut naik
DO : Elektrolit
- BB dalam 76 Kg Ginjal akan mengalami kerusakan
- Kesadaran CM
- TTV Terjadi CKD
TD : 150/80 Mmhg
N : 80x/menit Tindakan HD
R : 20x/menit
SB : 36°C Gangguan Keseimbangan Cairan dan
Elektrolit

VI. Prioritas Masalah Keperawatan


1. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
2. Resiko infeksi
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

24
VII. Rencana Keperawatan

No Hari/tangga Diagnosa Rencana Keperawatan


. l Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan Tidak terjadi - Kaji kembali - Untuk
Keseimbangan gangguan tanda-tanda menilai HD
Cairan dan keseimbangan gangguan dan
Elektrolit. cairan dan keseimabngan menentuka
Definisi : elektrolit dengan cairan dan n tindak
Gangguan kriteria hasil : elektrolit lebih lanjut
Perubahan Kadar - Oedema - Timbang BB - Untuk
elektrolit serum berkurang/h setelah HD menilai
dan caian yang ilang - Beri edukasi efektivitasi
dapat - BB Turun diet pada HD dan
menganggu pasien menentuka
kesehatan gangguan n BB
berhubungan ginjal kurang
dengan - Kolaborasi - Diet cairan
penurunan untuk atau
fungsi ginjal tindakan HD makanan
yang ditandai dapat
dengan : mengurang
DS : i kelebihan
- Klien cairan
mengatakan tubuhdan
BB Basah peningkata
76 Kg n ureum
DO : dalam
- BB datang tubuh
76 Kg Tindakan HD
- TD : 150/80 untuj

25
Mmhg mengeluarkan
- N: zat-zat nitrogen
80x/menit yang toksik di
- R : 20 tpm didalam darah
- SB : 36°c dan
- Terdapat mengeluarkan
edema air yang
diarea kaki berlebihan.

2. Resiko Infeksi Tidak terjadi - Lakukan - Mencegah


Definisi : infeksi dengan tindakan infeksi
Mengalami kriteria hasil : septik pada luka
peningkatan - Tidak ada antiseptik insersi
resiko terserang kemerahan sebelum dan - Pasien dan
organisme diarea sesudah HD keluarga
patogenik b/d insersi - Ajarkan dapat
tindakan invasif - Tidak ada keluarga dan mengetahui
yang ditandai nyeri diarea pasien dan
dengan : insersi mengenal melaporkan
DS : - Tidak ada tanda-tanda apabila
- Klien tindak pembengka infeksi. terdapat
mengatakan kakan - Ajarkan tanda dan
ada - Klien pasien dan gejala
peningkatan mengatakan keluarga cara infeksi
suhu dan pemahaman perawatan - Pasien dan
nyeri dan akan inserrsi untuk keluarga
DO : melakukan menghindari dpat
- TD : 150/80 tindakan infeksi. megetahui
Mmhg yang cara
- N: dianjurkan. perawatanu

26
80x/menit ntuk
- Terpasang menghinda
vistula ri infeksi
arteri/vena
ditangan kiri
atau abses
cimine.
- Tidak
terdapat
pembengka
kakan diarea
insersi
- Tidak ada
kemerahan.
3. Ketidakefektifan Perfusi jaringan - Timbang BB - Mengetahu
perfusi jaringan. klien efektif sebelum dan i apakah
Definisi : dengan kriteria sesudah terjadi
hasil : tindakan perfusi
- Tekanan - Berikan klien jaringan
sistol dan suntikan - Mencegah
diastole hemipo agar luka
dalam - Menjumlahka tidak
rentang n kehilangan mengalami
yang darah perfusi
diharapkan misalnya pada jaringan
pemeriksaan - Agar tidak
lab. terjadi
penurunan
BB.

27
VIII. Implementasi dan Evaluasi

Hari/ No. Jam Implementasi Evaluasi TTD


Tanggal Dx
Selasa, 01 08.00 Memberikan edukasi diet pada S :
07/03/2 gagal ginjal dengan hasil : pasien klien sudah tidak
018 memahami tujuan dari diet pada mengalami
pasien gagal ginjal gangguan
10.55 - Kaji kembali tanda-tanda keseimbangan
gangguan keseimbangan cairan
cairan dan elektrolit d/h O : - KU baik
klien masih mengalami - BB pulang
edema dan TD 150/80 72,6 kg
mmHg - TD :
11.00 - Timbang BB setelah HD 150/80
d/h BB setelah HD 72,6 kg mmHG
- Kolaborasikan tindakan A :
HD d/h klien menjalani klien masih
hemodialisa beresiko
- Melakukan tindakan septic mengalami
antiseptic sebelum dan gangguan
sesudah HD d/h keseimbangan
melakukantehnik septic cairan dane
lektrolit
P:
Lanjutkan kembali
tindakan HD

28
02 06.30 - sebelum melakukan S:
tindakan dan sesudah Klien tidak
tindakan dengan alcohol menunjukan
swabs gejalai nfeksi
10.55 - Ajarkan keluarga dan O:
pasien mengenai tanda- - tidak
tanda infeksi d/h klien terdapat
mampu memahami apa pembengka
yang dianjurkan oleh kan di area
perawat yaitu memberi infeksi
penjelasan tentang tanda- - Tidak ada
tanda infeksi sepertide kemerahan
mam, kemerahan di area - TD 150/80
infeksi, pembengkakan, mmHg.
nyeri, dan lain-lain Nadi
09.51 - Mengajarkan pasien dan 80x/menit
keluarga cara perawatan A:
luka infeksi untuk Klien masih
menghindari infeksi d/h beresiko
klien mampu memahami mengalami resiko
teknik yang diajarkan oleh infeksi
perawat yaitu dengan P:
selalu membersihkan Lanjutkan kembali
daerah infeksi dan hindari intervensi untuk
untuk beraktivitas yang mencegah
berat terjadinya infeksi
08.48 - Timbang BB sebelum dan S:
sesudah melakukan HD d/h pasien tidak
sebelum HD, BB klien 76 mengalami
kg dan sesudah HD, BB ketidakefektifan
klien 72,6 Kg perfusi jaringan

29
03 06.25 - Berikan klien hemapo d/h O:
klien diberikan tindakan - BB datang 76
hemapo injeksi kg
10.50 - Meminimalkan kehilangan - BB pulang
darah misalnya pada 72,6 kg
pemeriksaan laboratorium - HB 6,0 g/dl
d/h menghitung cairan A:
06.27 yang akan dikeluarkan Pasien masih
sehingga tidak beresiko
menyebabkan Hb turun mengalami
ketidakefektifanpe
rfusi jaringan
P:
Lanjutkan kembali
intervensi

30

Anda mungkin juga menyukai